Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Depkes. RI, 2003
368.382 IND a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Sunarjat
Abstrak :
Dalarn era desentralisasi, bidang kesehatan menjadi sepenuhnya kewenangan dan tanggung jawab Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pembangunannya untuk mencapai peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayahnya. Sebagai konsekwensinya pemerintah Kabupaten/Kota harus menyusun kebijakan dalam upaya pembangunan kesehatan, termasuk di dalamnya kebijakan pembiayaan kesehatan yang bersurnber dari pemerintah. Sistem pembiayaan kesehatan di daerah perlu dikembangkan agar isu pokok dalam pembiayaan kesehatan daerah, yaitu mobilisasi, alokasi dan efisiensi pembiayaan dapat terselenggara dengan baik sehingga menjamin pemerataan. mutu, efisiensi dan kesinambungan pembangunan kesehatan daerah. Tersedianya data tentang pembiayaan kesehatan menjadi sangat penting karena sangat mempengaruhi proses pembuatan keputusan untuk penentuan kebijakan dan strategi pembiayaan kesehatan daerah. Sampai saat ini belum pernah dilakukan analisis pembiayaan kesehatan yang bersumber pemerintah di Kota Sukabumi sceura lengkap. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar alokasi pembiayaan kesehatan dalam satu tahun, secara total maupun per kapita, sumber pernbiayaan, dan bagaimana peruntukannya dilihat dari jenis belanja, line item, mata anggaran, sub mata anggaran, unit pengelola, unit pengguna, program dan jenis biaya serta alokasi pembiayaan untuk program-program essensial. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Sukabumi pada Dinas Kesehatan, RSUD dan instansi terkait yang menjadi pengelola pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah. Studi ini menggunakan pendekatan District Health Account (DHA). Analisis pembiayaan kesehatan menggunakan data alokasi pembiayaan tahun anggaran 2006. Hasil analisis menunjukkan bahwa total pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Kota Sukabumi adalah sebesar Rp 71410_033,100,- dan Rp 58.866.442.000,- (78,04%) bersumber dari APBD. Pembiayaan kesehatan per kapita (gaji/tunjangan, investasi, dan pemeliharaan tidak dihitung) adalah sebesar Rp 155.920,- Dilihat dari peruntukannya, alokasi pernbiayaan di Kota Sukabumi, Dinas Kesehatan dan RSUD, proporsi belanja publik lebih besar dari belanja aparatur, kecuali di RSUD antara belanja aparatur dan publik hampir seimbang, sebagian besar dialokasikan untuk belanja operasional Proporsi belanja investasi lebih besar dari belanja pemeliharaan. Proporsi pembiayaan kesehatan bersumber APED mencapai 17,00% dari total APED Kota Sukabumi. Dengan menggunakan angka estimasi Bank Dunia (biaya kesehatan Rp 41.17 / kapita/tahun), maka alokasi pembiayaan kesehatan di Kota Sukabumi sudah memenuhi ketentuan tersebut. Sementara itu untuk membiayai program-program essensial di Dinas Kesehatan, baru mencapai 6,74% dari total annum Dinas Kesehatan atau 15,74 % dari kebutuhan sesuai estimasi Bank Dunia. Untuk memenuhi laiteria pemerataan, mutu, efi.siensi dart kesinambungan pembangunan kesehatan di Kota Sukabumi, diperlukan analisis lebih lanjut terutama untuk mengetahui alokasi pada mata anggaran dan sub mata anggaran apa saja, agar indikator outcome, benefit, impact program dapat tercapai. ......In decentralization era, health department becomes an authority and responsible for district/city fully in implementing development to improve public health level in their area. As consequence, district/city government must arrange a policy to develop health, included health cost policy which comes from government. Health cost system at district mast be developed in order main issue on health cost of district, such as mobilization, allocation, and cost efficiency can implement well so it can guarantee a generalization, quality, efficiency, and continuity of district health development. Applying data of health cost becomes a most important thing because it can affect a policy making process to determine policy and cost strategy of district health program. Until now, it has not been conducted a health cost analysis yet which comes from government of Sukabumi completely. Therefore, this study is conducted to know how much health cost allocation for one year totally or each capita, cost resource, and how its function if it is seen from outcome type, line item, budget, sub budget, organizer unit, user unit, program and cost type and cost allocation for essential programs. This study was conducted at Health Service, RSUD and related instance in Sukabumi which became a health cost organizer which came from government. This study used a District Health Account (DHA) method. Health cost analysis used a cost allocation data on budget period of 2006. Analysis result indicated that health cost totally which comes from government of Sukabumi are 75.410.033.100 rupiah and 58.866442.000 rupiahs (78,04%) come from APED. Health cost every capita are 155.920,- rupiahs (salary/subsidy, infestation and conservancy are not accounted). If it was seen from its function, cost allocation at Health Service and RSUD of Sukabumi, proportion of public outcome is bigger than government officer outcome, except proportion of government officer outcome and public outcome at RSUD are balance, most of them is allocated for operational outcome. Proportion of infestation outcome is bigger than conservancy outcome. Proportion of health cost which comes from 'APBD is 17,00% of APED in Sukabumi totally. By using an estimation rate of World Bank (health cost is 41.171 every capita/every year), so health cost allocation of Sukabumi is out of rule. While for essential programs cost at Health Service, there are 6,74% of total budget at Health Service or 15,74% of the needs based on World Bank estimation. It is important a further analysis to fulfil/ criterion of generalization, quality, efficiency and health development continuity in Sukabumi especially for knowing budget and sub budget allocation so program indicators of outcome, benefit, and their impact can reach.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atiek Adrijani Notokusumo
Abstrak :
Latar belakang penelitian ini adalah peningkatan biaya kesehatan yang terus meningkat sedangkan anggaran yang disediakan terbatas. Sehingga memerlukan analisis yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan biaya kesehatan tersebut. Penelitian ini menggunakan studi crosssectional dengan metode kuantitatif, dengan melihat factor umur, jenis kelamin, pendidikan, diagnosis dan rata-rata biaya obat yang diresepkan sesuai dengan data sekunder yang didapat melalui data tagihan provider yang menjadi langganan PT PLN dalam memberikan layanan kesehatan. Dan berdasarkan hasil penelitian, faktor yang mempengaruhi biaya kesehatan dalah umur dan diagnosis penyakit.Disamping hal tersebut, tempat layanan kesehatan rumah sakit juga memiliki andil dalam peningkatan biaya kesehatan dibandingkan dokter praktek.Sehingga menyikapi permasalahan tersebut, diperlukan kebijakan di PT PLN untuk memberlakukan sistem pengobatan yang berjenjang, dari dokter umum ke pengobatan dokter spesialis.
The background of this research is to increase health costs continue to rise while the budget is limited. Thus require a more in-depth analysis of the factors that affect the health cost increases. This study used cross sectional study with quantitative methods, by looking at the factors age, sex, education, diagnosis, and the average cost of prescription drugs in accordance with secondary data obtained through billing data providers be subscribed by PT PLN in providing health services. And based on research results, factors that affect health care costs is age and diagnosis of the disease. Where health-care hospital also has contributed to the increase in health costs than doctors practice. So addressing these problems, needed policy at PT PLN to enforce treatment system a tiered, from general practitioners to medical specialists.
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T31670
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Kamila
Abstrak :
Selama tahun 2010-2014 Kota Semarang selalu menduduki tiga besar rangking Incidence Rate DBD di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan menganalisis pembiayaan program pemberantasan DBD bersumber pemerintah pada tahun 2013-2015 serta kesenjangan sumberdaya. Pendekatan akun biaya kesehatan (health account) digunakan untuk menelusuri pembiayaan menurut sumber, fungsi, penyedia layanan. Hasil studi menunjukkan bahwa total belanja program DBD bersumber APBD tahun 2013 adalah Rp. 4.018.927.020, tahun 2014 sebesar Rp. 4.070.437.715.020, dan tahun 2015 sebesar Rp. 8.889.646.145. Program terutama dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang, dan fungsi layanan kesehatan terutama adalah Surveilans Epidemiologi dan Pengendalian Penyakit Menular. Belanja untuk kegiatan administrasi lebih tinggi daripada belanja untuk program promosi kesehatan dan penangan KLB. Tidak terdapat kesenjangan antara ketersediaan sumber daya yang dipotret dari belanja kesehatan program pemberantasan DBD dengan kebutuhan program berdasarkan perhitungan kebutuhan metode SPM. Namun, terdapat kesenjangan antara ketersediaan sumber daya atau belanja kesehatan dengan perencanaan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Semarang. Disarankan agar perencanaan program lebih berfokus pada kegiatan promotif dan preventif.
During Year 2010 - 2014 Semarang municipality has been stated as the Big Three city with high incidence rate of dengue in Central Java province. This tracking expenditure of DHF Preventive Program has tried to analyze spending by the Local Government for Year 2013-2015, as well as the resources gap. The health account approach was used to analyze spending by source, function, and provider. Total spending for DHF supported by the local government in 2013 was Rp. 4.018.927.020, in 2014 was Rp. 4,070,437,715,020, and in 2015 was Rp. 8,889,646,145. The key player of the program was the Semarang Municipality Health Office. By function, the highest proportion of the spending was for Epidemiological Surveillance and Control of Communicable Diseases. The study also found that higher proportion of spending on administration as compared to direct activities such as community empowerment, and program to solve the outbreak. There was no resources gap if available resources was compared to the nedd according to SPM, however there was a resource gap if compared with the plan developed by the municipality health office. The study suggested to improved planning by focusing more on the direct activities such as promotive preventive.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45971
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trisa Wahjuni Putri
Abstrak :
Angka Kematian Ibu di Indonsia saat ini masih menduduki peringkat paling tinggi untuk kawasan Asia, yaitu mencapai 393 per 100.000 kelahiran hidup dengan rentang nilai antar propinsi sebesar 130 - 750 per 100.000 kelahiran hidup (SKRT 1995). Upaya-upaya untuk menurunkan angka tersebut sudah banyak dilakukan untuk menurunkan dari angka rata-rata 450 per 100.000 menjadi 340 per 100.000 kelahiran hidup pada Repelita V antara lain melalui program peningkatan upaya pelayanan kesehatan maternal baik melalui peningkatan jangkauan pelayanan, meningkatkan cakupan kunjungan antenatal dan meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Banyak faktor yang mempengaruhi kesanggupan ibu untuk mampu melaksanakan layanan maternal secara baik ditinjau dari masa kehamilan, saat persalinan maupun pasca persalinannya, antara lain adalah: faktor pendidikan ibu, pekerjaan, penghasilan, sosial budaya dan lain-lain. Salah satu yang ingin dilihat pada penelitian ini adalah bagaimana peranan Program Dana Sehat sebagai salah satu bentuk pembiayaan kesehatan apabila dikaitkan dengan status pelayanan kesehatan maternal bagi ibu yang tercakup di dalamnya. Rancangan penelitian ini bersifat observasional melalui pendekatan kohort retrospektif, dengan perhitungan jumlah sampel sebesar 60 responden untuk kelompok terpajan dan dan 60 responden untuk kelompok tak terpajan yang diambil antara tahun 1994 sampai dengan 1996. Hipotesis yang diajukan adalah ibu yang tercakup program Dana Sehat mempunyai status pelayanan kesehatan maternal lebih baik dibandingkan ibu yang tidak tercakup program Dana Sehat. Analisis yang dilakukan adalah univariat, kemudian bivanat dan dilanjutkan dengan multivariat menuju ke bentuk permodelan yaitu permodelan untuk layanan antenatal, permodelan untuk pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan permodelan untuk indek komposisi status pelayanan kesehatan maternal melalui pendekatan statistik berupa regresi logistik tipe unconditional. Perangkat yang digunakan saling melengkapi antara Epi Info versi 5.1 dan SPSS Release 7.5 for Windows untuk memasukkan data dasar dan pengolahan data, dilanjutkan dengan analisis data menggunakan program Stata 4.0. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan status pelayanan kesehatan maternal antara ibu yang tercakup program Dana Sehat dengan ibu yang tidak tercakup program Dana Sehat, di mana ibu yang tercakup program Dana Sehat mempunyai antenatal sebesar 1,21 lebih baik dibandingkan yang tidak tercakup (CI=1,05 - 1,38 dan p4),045), ibu yang tercakup program Dana Sehat mempunyai kemungkinan untuk memilih pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 1,22 kali lebih besar dibandingkan ibu yang tidak tercakup program Dana Sehat (CI= 1,05 - 1,40 dan p=0,007), dan secara keseluruhan melalui langkah indek komposisi juga didapatkan bahwa ibu yang tercakup program Dana Sehat mempunyai status pelayanan kesehatan maternal 1,33 kali lebih baik dibandingkan ibu yang tidak tercakup (CI=1,11 - 1,59 dan p=0,001). Hasil yang lain adalah ibu yang tercakup program Dana Sehat mempunyai jumlah frekuensi antenatal yang lebih tinggi (rerata 9,14 kali ,SD=2,6) dibandingkan ibu yang tidak tercakup program Dana Sehat (rerata=7,48, SD=2,53) dengan uji t menunjukkan nilai kemaknaan sebesar 0,001. Peningkatan frekuensi kunjungan antenatal akan meningkatkan kecenderungan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Dari analisis permodefan diperoleh hasil bahwa faktor-faktor yang berpengaruh di antaranya adalah: kebiasaan, status pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu, dan kemudahan sarana transportasi. Dari hasil penelitian di atas, peneliti menyarankan untuk dapat dilaksanakannya program Dana Sehat secara terpadu dengan program pelayanan kesehatan maternal agar diperoleh hasil yang lebih optimal. Meningkatkan frekuensi antenatal lebih dari 4 kali agar kemungkinan memilih pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan lebih besar. Mewujudkan Universal Coverage of Managed Care (UCMC) mungkin merupakan salah satu alternatif yang baik, mengingat memandirikan masyarakat melalui sistim pembiayaan kesehatan merupakan sikap yang arif terutama untuk menyiasati kondisi ekonomi Indonesia saat ini.
The Improvement of the Status of Maternal Health Services Among the Participants of the Health Fund Program (Dana Sehat) in Wonogiri District in 1998Nowadays the maternal mortality rate in Indonesia is still the highest among ASEAN countries. The estimated maternal mortality rate is currently 393 per 100.000 live births with an interprovincial variation of 130 to 750 maternal deaths per 100,000 live births (SKRT 1995). Many efforts have been done to cut down the figures including the target of reducing maternal mortality from 4501100,000 to 3401100,000 live births in Fifth Five-Year Development Plan (Repelita V), yet the result doesn't seem to be noticable. One of the real program is to accelerate maternal health in service range, antenatal care coverage, and childbirth relationship by midwives-traditional birth attendants in every delivery. But many factors affecting the mothers are to get maternal health services appropriately, from the pregnancy period, safe delivery and post natal period such as education, occupation , income, social culture, etc. One of the objectives of this research is to associate the role of the Dana Sehat Program as one of the health funding system, with the status of the maternal health services among the members of the Dana Sehat. Research is conducted through an observational study, a retrospective cohort approach with the calculated sample 60 respondents for each group respectively exposed and unexposed from 1994 to 1996_ The hypothesis proposed is that the status of mothers who are covered by Dana Sehat Program has better maternal health services rather than who do not take part in this program. The analysis are univariate, bivariate, and then continued with multivariate toward the form of modelling, namely the model for the antenatal care, the model for the childbirth assistance by health providers, the model for composite index of the maternal health services through statistic approach such as unconditional type of logistic regression. The software utilized provide one another between Epi Info Version 5.1 and SPSS Release 7.5 for Windows for basic data and data process, and then Stata 4.0 program for data analysis. The result of this research shows that there is positive correlations in term of the status of maternal services between mothers who take part in Dana Sehat program compared to those are not included in the Dana Sehat program. Mothers who participate in the Dana Sehat program posse the antenatal 1,21 better than the one who do not participate (CI=1,05 ; 1,38 p=0,045). Mothers who participate in the Dana Sehat program have a probability to pick up out the childbirth assistance by health providers 1,22 times bigger than the one who doesn't take the program (CI=1,06 ;1,40 p= 0,007). And finally through the composite index, it is also obtained posses the status of the maternal health services 1,33 times bigger (CI= 1,11 -1,59p=0,001). care from the exposed group more frequent (x = 9,14, SD=2,60) than the unexposed group (x=7,48 ,SD=2,53), with t-test have significant value as 0,001. From the modelling analysis there are many factors influencing the status of the maternal health services such as education, knowledge, transportation ,etc. In conclusion, we recommend that the Dana Sehat program should be thoroughly out with the maternal health service program to ensure much better result. Universal Coverage of Managed Care (UCMC) may be one of the best alternatives to help grow a spirit of self reliance in the community, particularly in the content of current economic situation in Indonesia. References: 59 (1968 -1999).
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriawati
Abstrak :
ABSTRAK
Obat merupakan salah satu kornponen penting dan memeriukan biaya besar dalarn pelayanan kesehatan. Harganya relatif mahal dan tidak berpihak kepada konsumen, sehingga bisa menyebabkan temjadinya moral hazard pada para pelaku kesehalan. Pasien tidak bisa memilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan bayarnya karena mempunyai kctcrbatasan kemampuan. Salah satu pengendalian biaya kesehatan yaitu melalui jaminan pelayanan kesehatan sosial yang ditangani oleh PT Askes. Pelayanan yang dibenikan seharusnya bersifat komprehensif, tetapi kenyataannya jaminan ditekankan pada pcnycmbuhan dan pemulihan dengan iur biaya (cost sharing), ini berlaku untuk pelayanan obat. Pengendalian biaya obat askes melalui penggunaan DPHO. Penulisan resep dokter diluar DPI-I0 dapat membcratkan pasicn askes, apalagi pada penderita penyakit kronis seperti hipertensi. Di RSUD Gunung Jati tahun 2006 penyukit hipertensi merupakan peringkat empat kelornpok penyakil di instalasi rawat jalan dcngan kunjungan 470 pasien per bulan. I Pcnclitian ini dilakukan untuk mengetahui pola peresepan dan biaya obat pasien askes sosial penderita hiperlensi Instalasi Rawat Jalan RSUD Gunung J ati dan perbedaan biaya obat gcncrik pcngganti obat bermerk di luar DPI-I0 yang ditulis dokter. Jenis penelitian kuantitatif dengan metode survey, dan dilakukan analisis data dengan Wilcoxon's Signed Rank Test, Mann-Whitney Test, Kruska!-Wallis Test. Hasil pcnelitian diketahui bahwa penderita hipertensi lebih banyak yang mempunyai penyakit lainfpenyerta, dan terbanyak diabetes mellitus (49%). Resep dokter untuk penderita hipertensi pescrta askes sosial semua obatnya masuk DPI-IO.. Obat antihipertensi yang terbanyak ditulis dokter adalah Amlodipin scbanyak SI R/ (2l,34%) dari total obat antihipertensi. Dari hasil analisis diketahui jumlah item obat (R/) rata-rata = 2,8lR/, besar rata-rata biaya obat pada penulisan rescp_dokter Rp 70.167 dan pelayanan apotik Rp 5. 128, dengan nilai p = 0,000 menunjukan adanya perbedaan ra1a~rala besar biaya obat amara keduanya. Hasil perbandingan rata-rata besar biaya obal pada pcnulisan resep doktcr, ada perbedaan (p < 0,05) pada penulisan resep antar dokter, antar poliklinik, antar kelompok umur pasien dan anlar penyakit pcnycrta serta tidak ada perbedaan antar kelompok tempat tinggal dan antar jenis kelamin pasien. Hasil perbandingan rata-rata jumlrtth item obat ada perbedaan (p < 0,05), pada pcnulisan resep amar poliklinik dan antar penyakit penyerta serta tidak ada perbedaan (p > 0,05) untuk penulisan resep antar dokter, antar jenis kelamin , antar umur dan antar kota tempat tinggal pasien. Kesimpulan dari pcnelitian ini adalah tidak ada obat di luar DPHO yang ditulis dokter untuk pasicn askes sosial penderita hipertensi. Rata-rata jumlah item obat pcrlcmbar resepnya 2,81 dan biaya penulisan resepnya sebcsar Rp 70.l67. Sebagai saran kcpada rumah sakit agar terus melakukan pemantauan terhadap para dokter tentang pcnulisan resep dalam DPI-IO untuk pasicn askes. Sedangkan untuk P.T Askes dan Apotik Askes agar selalu rnenyedial-can obat yang diresepkan dokter dan dapat mcmberikan obat kepada pasien sesuai resep dokter dan kctentuan DPI IO (maksimal untuk 30 hari).
ABSTRACT
Medication is one of important component and needs great cost in health service. The prices are relatively expensive and not stand for consumer, so that it could cause moral hazard to health agent. Patient could not choose appropriate with needs and ability to pay because has limited ability. One of the health cost restriction is through social health service guarantee that handled by PT Askcs. Given service should comprehensive, but apparently guarantee stressed to heal and curing with cost sharing, it prevails for medication service. Cost control of medication health assurance through using DPHO. Doctor prescription outside DPHO could against health assurance patient, especially on chronic diseases patient such as hypertension. In RSUD Gunung Jati year 2006 hypertension disease is forth level disease group in outpatient installation with visitation of 470 patients per month. This research conducted to recognize prescription design and medication cost of social health assurance patient with hypertension. RSUD outpatient installation Gunung Jati and difference of genetic medication as substitute of branded medication outside DPHO that written by doctor. Quantitative research type conducted with survey method, and conducted data analysis by Wi1coxon?s Signed Rank Test, Mann- Whitney Test, and Kruskal-Waillis Test. Research result known that more hypertension patient has other disease/participate: and the most is diabetes mellitus (49%). Doctor prescription for hypertension patient of social health assurance participant all of the medication included in DPHO. The most anti-hypertension medication that written by doctor is Amlodipin as much as Sl R/(21 ,34%) from total medication of anti-hypertension. From analysis result known that average medication item (Rf) = 2,8lR/, average medication cost on doctor prescription is Rp 70.167 and pharmacy service is Rp. 5.128, with p value = 0,000 shows a difference of average medication cost between both. Equivalent result of average medication cost on doctor prescription there is difference (p < 0,05) on prescription between doctor, between polyclinic, between patient age group and between disease participator and there is no difference between residence groups and between patient gender. There is a difference of average equivalent result of total medication item (p < 0,05) for prescription between doctor, between gender, between ages and between patient town. Conclusion from this research is not medication outside DPHO that written by doctor for social health assurance hypertension patient. Total average of medication item prescription sheet is 2,81 and prescription cost is Rp. 70. 167. Suggested hospitals constantly do monitoring toward doctor about prescription in DPHO for health assurance patient. While suggested both PT Askes and Askes Pharmacy to give medication for patient appropriate with doctor prescription and DPI-IO regulation (maximally 30 days).
2007
T34504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Trisia
Abstrak :
Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) merupakan unsur pendukung pelaksanaan tugas Kementerian Kesehatan di bidang pembiayaan dan jaminan kesehatan. Untuk dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal, suatu organisasi perlu didukung dengan struktur organisasi yang mencerminkan sasaran dan strategi organisasi. Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan melakukan penelusuran literatur dan wawancara ahli untuk mencari dan memberikan pandangan mengenai peran, tugas, dan fungsi PPJK agar dapat mendukung pembangunan kesehatan secara nasional melalui upaya pembiayaan kesehatan. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi penataan struktur organisasi PPJK yang sesuai dengan perubahan lingkungan strategis, baik internal maupun eksternal. ...... Center For Health Financing And Social Health Insurance (PPJK) is a supporting element for the implementation of the duties of the Ministry of Health in health financing and insurance sectors. To be able to perform its duties and functions optimally, an organization needs to be supported with an organization structure that reflects its goals and strategies. This is a qualitative research with sourcing of literature and interviewing the experts to search and obtain their views in the roles, duties, and functions of PPJK which is supporting the development of national health programs through the health financing. At the end, this research is expected to provide input for the organizational structure of PPJK that align with the environtmental strategic changing, in both internally and externally.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42268
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trihardini Sri Rejeki Astuti
Abstrak :
ABSTRAK
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga PIS PK merupakancara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan aksespelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas dengan mendatangi keluarga. Salahsatu tujuan PIS PK adalah mendukung Standar Pelayanan Minimum SPM agar semuaorang mendapat jenis dan mutu pelayanan sesuai dengan rentang usia dan kondisikesehatannya secara minimal. Skala prioritas nasional dalam mencapai Indonesia Sehatsalah satunya adalah menanggulangi penyakit tidak menular termasuk hipertensi,Diabetes Melitus dan Gangguan Jiwa yang semakin hari prevalensinya semakinmeningkat. Hipertensi, Diabetes Melitus dan Gangguan Jiwa merupakan salah satuindikator keluarga sehat dalam PIS PK untuk mencapai SPM.Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran kesiapan pembiayaan hipertensi,diabetes melitus dan gangguan jiwa untuk mendukung pelaksanaan PIS PK di kotaDepok termasuk permasalahan yang ada. Penelitian ini menggunakan metode kualitatifdengan teknik wawancara mendalam dan telaah dokumen terkait. Kesiapan pembiayaanhipertensi, Diabetes Melitus dan Gangguan Jiwa dihitung dengan menggunakan metodecosting SPM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja kesehatan untuk kegiatanPIS PK digunakan untuk sosialisasi, edukasi dan pendataan. Mengacu pada perhitungancosting SPM, Depok mampu melaksanakan SPM untuk Pelayanan Dasar Hipertensi,Diabetes Melitus dan Gangguan Jiwa karena hanya menggunakan 1,38 APBDKesehatan Belanja Langsung Non Gaji Kota Depok.Dinas Kesehatan Kota Depok belum siap dalam melaksanakan PIS PK dalamhal komitmen, SDM, dan anggaran. Saat ini Dinas Kesehatan Depok sudah memahamiPIS PK namun pelaksanaannya tergantung pada ketersediaan pembiayaan yang berasaldari pencairan anggaran DAK Non Fisik. Hal ini disebabkan karena terdapat jeda waktucukup lama antara proses pengusulan dan realisasi pencairan anggaran sementara SDMterbatas. Diperlukan proses perencanaan yang lebih optimal serta pengalokasian SDMsesuai kebutuhan.
ABSTRACT
Healthy Indonesia Program with Family Approach PIS PK is a way to expandPuskesmas rsquo reach and coverage and providing closer access to health services throughfamily home visitations. Overcoming non communicable diseases i.e., hypertension,diabetes mellitus and mental disorder is a national priority in achieving HealthyIndonesia Indonesia Sehat . One of the goals of PIS PK is to support the MinimumService Standards SPM assuring everyone receives the minimum requirements of typeand quality of services in accordance with the range of age and health. The prevalenceof non communicable diseases continues to increase, even though communicablediseases remain at high rates. Managing non communicable diseases specificallyhypertension, Diabetes Mellitus and mental disorders are among the indicators ofhealthy families in achieving SPM in PIS PK.This study aims to determine the readiness of financing directed forhypertension, Diabetes Mellitus and mental disorders to support the implementation ofthe PIS PK in the city of Depok, as well as uncover challenges faced. This researchutilizes a qualitative approach through in depth interviews and study of relateddocuments. Analysis of readiness of financing for hypertension, Diabetes Mellitus andmental disorder is calculated using the SPM costing method. The results indicatedhealth spending for PIS PK activities were utilized for socialization, education and datacollection. Referring to SPM costing calculation, the City of Depok was able toimplement SPM for hypertension, Diabetes Mellitus and Mental Disorder with usingonly 1.38 of the total APBD non salary APBD .Depok City Health Office is not ready in implementing PIS PK, specifically interms of commitment, human resources, and budget. Though already familiar with PISPK, Depok City Health Office states due to its limited resources, PIS PKimplementation depends on the availability of funding from DAK Non Physicaldisbursement that tends to have a lengthy lag time between the proposal process and therealization of the disbursement. The preparation of fnancing PIS PK requires a moreoptimal planning process and allocation of human resources as needed.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T53658
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naili Shifa
Abstrak :
Latar Belakang: Singapura memiliki sistem perawatan kesehatan “first world”, dan menduduki peringkat 6 di dunia. Singapura mencapai efisiensi perawatan kesehatan dengan hasil perawatan berkualitas tinggi. Sistem perawatan kesehatan yang unik dengan menggunakan sistem pembiayaan campuran yang disebut “3M” yaitu MediSave, MediShield, dan MediFund. Sementara Indonesia yang dalam penerapan JKN masih mengalami beberapa kendala. Sehingga perlu dilakukan studi komparasi. Penelitian ini akan membahas mengenai pembiayaan, pendanaan, dan pembayaran pada pelayanan kesehatan di Singapura dan Indonesia. Metode: Penelitian ini mengunakan pendekatan deskriptif dengan menggunakan data sekunder melalui pencarian literatur pasa search engine. Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skema pembiayaan di Singapura yaitu subsidi dan kerangka kerja 3M, dengan menekankan tanggung jawab pribadi untuk kesehatan. Penyediaan layanan kesehatan terdiri dari gabungan publik dan swasta dengan sistem pembayaran hybrid, hampir tidak ada perawatan kesehatan yang gratis. Di Indonesia menggunakan sistem single pool dengan metode pembayaran DRG kepada penyedia layanan. BPJS Kesehatan menggunakan prinsip gotong-royong yang penggunaannya menunjukkan peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Pembiayaan terbesar di Indonesia masih terkonsentrasi pada segi kuratif dan pengobatan. Kesimpulan: Sistem Pembiayaan di Singapura dirancang dengan prinsip kemandirian dan saldo MediSave tidak berkurang apabila tidak digunakan sehingga meminimalkan perilaku tidak sehat. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode kuantitatif, menguji faktor-faktor pemungkin lain yang berpengaruh terhadap perilaku hidup sehat dengan terjangkaunya layanan BPJS Kesehatan, dan menguji pengaruh implementasi kebijakan pembiayaan pada sistem JKN terhadap morbiditas dan derajat kesehatan masyarakat. ......Background: Singapore has a “first world” healthcare system, and is ranked 6th in the world. Singapore achieves healthcare efficiency with high quality care outcomes. A unique healthcare system using a mixed financing system called “3M” namely MediSave, MediShield and MediFund. Meanwhile, Indonesia, which is implementing JKN, is still experiencing several obstacles. So it is necessary to do a comparative study. This study will discuss the financing, funding, and payment of health services in Singapore and Indonesia. Methods: This study uses a descriptive approach by using secondary data through a search engine literature search. Results: The results of this study indicate that the financing scheme in Singapore, namely subsidies and the 3M framework, emphasizes personal responsibility for health. Health care delivery consists of a mix of public and private with a hybrid payment system, almost no free health care. In Indonesia, it uses a single pool system with the DRG payment method to service providers. BPJS Kesehatan uses the principle of gotong royong, whose use has shown an increase in the last three years. The largest financing in Indonesia is still concentrated in terms of curative and treatment. Conclusion: The Financing System in Singapore is designed with the principle of self-reliance and MediSave balances do not decrease when not used so as to minimize unhealthy behavior. Further research can use quantitative methods, examine other enabling factors that influence healthy living behavior with the affordability of BPJS Health services, and examine the effect of implementing financing policies on the JKN system on morbidity and public health status.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrianto Haris
Abstrak :
Tujuan: Penelitian ini dirancang untuk mengevaluasi dampak dari model pembiayaan kesehatan pekerja terhadap produktivitas perusahaan, diukur secara tidak langsung melalui absenteeism, sick absenteeism, presenteeism dan turn-over rate pekerja. Penelitian ini juga dirancang untuk membandingkan tingkat kepuasan dari perspekstif manajemen dan pekerja serta biaya ekonomi untuk masing-masing model. Metode: Tiga proyek di dua kontraktor perusahaan tambang mengambil bagian dalam studi banding retrospektif ini. Setiap proyek menerapkan model pembiayaan kesehatan yang berbeda: managed care, swakelola dan asuransi. Efektivitas ketiga model dalam mengurangi absenteeism, sick absenteeism, presenteeism dan tingkat turn-over pekerja pada tahun 2013 dan 2014 dibandingkan. Tingkat kepuasan manajemen terhadap efektivitas strategi mereka dalam manajemen pembiayaan kesehatan diperoleh melalui wawancara mendalam, tingkat kepuasan pekerja terhadap jaminan kesehatan yang diberikan perusahaan dikumpulkan melalui kuesioner. Analisis biaya dilakukan untuk menentukan rata-rata biaya tahunan per pekerja dalam dua tahun fiskal 2013-2014. Hasil: Antara tahun 2013 hingga 2014, absenteeism dan sick absenteeism sama di tiga proyek (memenuhi target di bawah 2%). Tidak ada target khusus yang ditentukan pada tingkat presenteeism, juga tidak ada data spesifik tentang turn-over pekerja karena sakit atau pengunduran diri yang disebabkan karena ketidakpuasan terhadap jaminan kesehatan perusahaan. Persepsi manajemen terhadap efektivitas program mereka sama-sama positif tetapi tingkat kepuasan pekerja berbeda. Pekerja yang menggunakan model asuransi sebagian besar merasa puas dengan tingkat rata-rata kepuasan dalam skala 1-7 adalah 5.3 untuk rawat jalan dan 5,4 untuk rawat inap, pekerja yang menggunakan model managed care sebagian besar tidak puas dengan rata-rata tingkat kepuasan 3.7 untuk rawat jalan dan rawat inap, sedangkan pada model swakelola, persepsi karyawan terhadap jaminan kesehatan yang disediakan sebagian besar netral dengan rata-rata tingkat kepuasan 4.3 untuk rawat jalan dan 4.1 untuk rawat inap. Pada biaya rata-rata per pekerja per tahun, model asuransi adalah yang tertinggi (Rp 3.876.673 pada 2013, Rp 4.333.475 pada tahun 2014), model managed care di tempat kedua (Rp 3.288.934 pada 2013, Rp 3.642.929 pada tahun 2014) dan model swakelola menjadi yang terendah (Rp 3.270.596 pada 2013, Rp 2.970.774 pada tahun 2014). Kesimpulan : Tidak ada perbedaan yang bermakna antara ketiga model pembiayaan kesehan pekerja dalam menekan sick absenteeism dan absenteeism rate. Tidak ada data mengenai dampak pemilihan model jaminan terhadap turn over rate pekerja. Konsep presenteeism masih belum diadopsi oleh ketiga proyek yang menjadi obyek penelitian. Tingkat kepuasan pekerja terbukti berhubungan dengan pemilihan model pembiayaan. Model asuransi merupakan model dengan tingkat kepuasan tertinggi diikuti swakelola dan managed care. Model asuransi dan managed care menunjukkan kecenderungan untuk terus meningkat setiap tahun, sementara model swakelola memberikan kesempatan bagi pengurangan biaya. ......Objectives: This study was designed to evaluate the impact of employees health benefit models on worker productivity, measured indirectly in terms of absenteeism, sick absenteeism, presenteeism rate and employees turn over rate. This study was also designed to compare the level of satisfaction from management and worker perspective as well as the economic cost of each model. Methods: Three projects in two mining contractors companies take part in this retrospective comparative study. Each project implementing different models of health benefit system: managed-care, self-funded and insurance. Effectiveness of these three models on reducing absenteeism, sick absenteeism, presenteeism and employees turn-over rate in 2013 and 2014 were compared. Managements level of satisfaction on the effectiveness of their projects strategy on health benefit management were collected via in-depth interviews, employee's level of satisfaction toward health benefit provided were collected via questionnaires. Cost analyses were performed to determine the average annual cost per employee within the financial years of 2013 and 2014. Results: Between 2013 to 2014, absenteeism and sick absenteeism rates were similar in the three projects (meet the target of below 2%). No specific target were determined on the presenteeism rate, there is also no specific data on employee turn-over due to sickness or employee resignation which caused by dissatisfaction toward the company health benefit. Managements perception on the effectiveness of their program were similarly positive but employees level of satisfaction were different. Employees which using the insurance model mostly were satisfied with the average rate of satisfaction in the scale of 1-7 was 5.3 for outpatient and 5.4 for inpatient, employees using the managed-care model were mostly dissatisfied with the average rate of satisfaction of 3.7 for both outpatient and inpatient, while on self-funded model, employees perception toward the health benefit provided were mostly neutral with the average rate of satisfaction of 4.3 for outpatient and 4.1 for inpatient. On the average cost per employee per annum, insurance was the highest (Rp 3.876.673 in 2013, Rp 4.333.475 in 2014), managed care comes second (Rp 3.288.934 in 2013, Rp 3.642.929 in 2014) and self funded was the lowest (Rp 3.270.596 in 2013, IDR 2.970.774 in 2014). Insurance and managed-care model shown tendency to increase every year, while self funded provides opportunity for cost reduction. Conclussion : There is no significant differences between the three models in suppressing employee sick absenteeism and absenteeism rate. There are no data available on the impact of model selection toward worker turn-over rate . The concept of presenteeism still not been adopted by all three projects. The level of employee correlated with the selection of employee health benefit models. Insurance is the model with the highest satisfaction rates followed by self-funded model and managed-care. Insurance and managed care models show a tendency to increase every year, while self-funded provides opportunities for cost reduction.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>