Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
Friscarina
"Dalam hal seseorang ingin melakukan poligami haruslah memenuhi syarat-syarat yang diatur oleh Undang-undang Perkawinan dan juga hukum agama pihak yang ingin melaksanakan poligami tersebut. Salah satu syarat untuk melakukan perkawinan poligami adalah adanya izin dari isteri pertama. Dari uraian tersebut maka timbul permasalahan diantaranya bagaimana akibat hukum dari perkawinan poligami yang dilaksanakan dengan tidak memenuhi persyaratan dan bagaimanakah keabsahan perkawinan poligami yang dilaksanakan tanpa memenuhi syarat. Untuk dapat mencari jawaban dari permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari data kepustakaan. Dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor 1551/Pdt.G/2012/PA.Sby, permohonan pembatalan perkawinan yang diajukan oleh isteri pertama terhadap perkawinan yang kedua oleh suaminya yang dilakukan tanpa izin, telah ditolak seluruhnya oleh Majelis Hakim yang memutus perkara tersebut, oleh karena permohonan pembatalan perkawinan tersebut diajukan tepat 1 (satu) tahun setelah kematian suaminya. Dalam hal ini sebaiknya pegawai Kantor Catatan Sipil / Kantor Urusan Agama sebagai pihak yang berwenang dalam pencatatan perkawinan lebih teliti dalam pemeriksaan berkas-berkas yang diperlukan sebagai persyaratan perkawinan untuk mencegah adanya praktek poligami tanpa izin.
In terms of commiting polygamy a person must fulfill the requirements set forth by the Marriage Law and The Religious Law based on their own faith. One of the requirements to work polygamous marriage is the consent of the first wife. Based upon that argument, it raised the question of how the legal effect of conducted polygamous marriage that doesn?t meet the requirements and its validity factor. To be able to find answers to these problems, the writer used juridical normative research using secondary data which obtained from the literature data. In Judgment of the Court of Religion No. 1551 / Pdt.G / 2012 / PA.Sby, marriage annulment pleadings filed by the first wife against her husband's second marriage conducted without her consent rejected entirely by the judges who decide the case since the pleadings was filed proper marriage annulment 1 (one) year after the death of her husband. In this case staff of the Registry / Office of Religious Affairs as the authority for registration of marriage should more conscientious in the examination of the files required as a condition of marriage to prevent the practice of unauthorized polygamous marriages."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46470
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Vienna Mienaristy
"Skripsi ini membahas pembatalan perkawinan poligami karena ketiadaan izin isteri pertama dalam melakukan poligami. Pasal 5 UU Perkawinan, Hukum Islam dan Pasal 58 KHI (ijtihad para ulama Indonesia), mengatur bahwa poligami diperbolehkan apabila memenuhi syarat-syarat. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridisnormatif dan tipologi bersifat deskriptif analitis. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan pembatalan perkawinan poligami, bagaimana akibat pembatalan perkawinan poligami dan apakah tepat pertimbangan hakim dalam pembatalan perkawinan pada Putusan Pengadilan Agama Tangerang Nomor 312/Pdt.G/2009/PA.Tng.
Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah perkawinan poligami yang dilakukan tanpa adanya izin isteri pertama adalah bertentangan dengan UU Perkawinan dan KHI sehingga dapat dibatalkan. Putusan pembatalan perkawinan menyebabkan perkawinan mereka batal, mereka bukan lagi sebagai suami isteri, hak dan kewajiban antara suami isteri menjadi hapus, tidak ada harta bersama, anak yang lahir dari perkawinan yang dibatalkan tetap menjadi anak sah dari kedua orang-tuanya dan ada masa iddah bagi isteri. Putusan Hakim PA Tangerang Nomor 312/Pdt.G/2009/PA.Tng sudah tepat.
This thesis examines the annulment of marriage caused by the absence of permission from the first wife to do polygamy. Article 5 of Marriage Law, Islamic Law and Article 58 Compilation of Islamic Law (ijtihad by Indonesian muslim scholars), regulate that husband is permitted to do polygamy if he fulfill the requirements. In conducting this research, the writer uses juridicial-normative library research methods and the typology is descriptive analytical. The problem in this thesis are how is the regulation of polygamous marriage annulment, the consequences of polygamous marriage annulment and whether the judges sentence of religious court of Tangerang No. 312/Pdt.G/2009/PA.Tng is already appropriate and correct or not. The conclusion of those problems are polygamous marriages that held without the first wife’s permission is prohibited and against Marriage Law and Compilation of Islamic Law, so that polygamous marriage can be annulled. Polygamous marriage annulment causes their marriage is annulled, they are no longer as husband and wife, the rights and obligations between husband and wife whose marriage is annulled become no longer exist, there is no common property between them, children who were born on that annulled polygamous marriage are still legitimate child of their parents and there is waiting period for the wife. Judge’s sentence of Religious Court of Tangerang No. 312/Pdt.G/2009/PA.Tng is correct and appropriate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58343
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Diza Faraskhansa
"Skripsi ini membahas pembatalan perkawinan poligami yang dilakukan karena ketiadaan izin istri pertama yang dilakukan saat suami yang bersangkutan telah meninggal dunia. Perkawinan poligami boleh dilakukan apabila memenuhi persyaratan yang berlaku sebagaimana dalam Pasal 5 Undang-Undang Perkawinan dan Pasal 58 KHI. Penelitian ini merupakan penilitian dengan metode yuridis normatif dan tipologi yang bersifat deskriptif analitis.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana kedudukan hukum poligami dengan memalsukan identitas istri, bagaimana pengaturan pembatalan perkawinan yang telah putus karena kematian dan bagaimana pertimbangan hakim dalam pembatalan perkawinan pada putusan Pengadilan Agama Pandeglang Nomor 241/Pdt.G/2012/PA.Pdlg.
Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah perkawinan poligami yang dilakukan dengan memalsukan identitas istri adalah bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan dan KHI sehingga dapat dilakukan pembatalan terhadapnya. Pembatalan perkawinan yang dilakukan setelah suami meninggal dunia ialah sama saja dengan yang masih hidup namun dalam praktiknya harus menyertakan beberapa syarat tertentu dan pertimbangan hukum dalam putusan Pengadilan Agama Pandeglang Nomor 241/Pdt.G/ 2012/PA.Pdlg sudah tepat.
The focus of this study is to examine the annulment of marriage caused by the absence of permission from the first and legal wife to do a polygamous marriage which the annulment itself happened by the time the husband already passed away. Polygamy in Indonesia is legal to be done if the marriage fulfills the requirements which are stated in Article 5 of Marriage Law and Article 58 Compilation of Islamic Law. In conducting this research, the writer uses juridicial-normative library research methods with analytical descriptive typology. The problems in this thesis are how is the legal status of a polygamous marriage which done by falsifying the legal wife's identity, the regulation of polygamous marriage annulment done by the time the husband has passed away and whether the judge's sentence of Religious Court of Pandeglang No.241/Pdt.G/2012/PA.Pdlg. is already correct and appropriate. The conclusion of the problems are polygamous marriage which done by falsifying the legal wife's identity is prohibited and againsts Marriage Law and Compilation of Islamic Law, so that polygamous marriage can be annulled. The annulment of marriage which done after the husband has passed away is basically the same as the same as the normal one, but there are some requirements to be fulfilled and the judge?s sentence of Religious Court of Pandeglang No.241/Pdt.G/2012/PA.Pdlg. is already correct and appropriate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62768
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rosita Nosi Adnoviansari
"Tesis ini membahas mengenai hak anak dari perkawinan kedua yang dibatalkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perkawinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pria dan seorang wanita. Namun, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan KHI menganut monogami dengan pengecualian dimana dimungkinkan seorang pria memiliki istri lebih dari seorang jika disepakati dan memenuhi syarat tertentu. Sedangkan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menganut monogami mutlak sehingga perkawinan bigami maupun poligami dilarang pelaksanaannya. Apabila perkawinan poligami dilaksanakan tanpa izin dan tidak memenuhi persyaratan, maka perkawinan dapat dibatalkan. Pembatalan perkawinan tersebut memiliki akibat hukum, salah satunya terhadap anak. Permasalahan dalam penelitian ini adalah kedudukan hukum anak dari perkawinan kedua yang dibatalkan dan hak anak tersebut terhadap harta peninggalan ayahnya menurut Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penelitian ini berbentuk penelitian yuridis normatif dengan cara studi kepustakaan. Selain itu, penelitian ini membandingkan pembatalan perkawinan berdasarkan sistem hukum Islam dengan sistem hukum Barat. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini adalah kedudukan hukum anak dari perkawinan kedua yang dibatalkan menurut Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah anak sah. Menurut Kompilasi Hukum Islam hubungan hukum antara orang tua dengan anak tidak terhapus, sehingga kekuasaan anak berada di orang tuanya, sedangkan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata kekuasaan anak berakhir dan berubah menjadi perwalian. Dengan begitu, anak-anak tersebut secara perdata memiliki hak atas harta peninggalan ayahnya sebagai anak sah yang memiliki hubungan darah.
The thesis discusses about children rights from annulled second marriage based on The Compilation of Islamic Law (“KHI”) and Indonesian Civil Code. Marriage can be hold only by a man and a woman. However, in Law Number 1 of 1974 For Family Law and The Compilation of Islamic Law adhere to monogamy with exception which a man can have wives if they are agreed and meet the requirements. While in Indonesian Civil Code adhere to absolute monogamy, so any bigamy or polygamy marriage forbidden to be hold. If a polygamy marriage held without approval or not eligible then the marriage can be annulled. The marriage annulment has legal repercussions, one of them is to the children. The issues in this research are the legal standing of the children from annulled second marriage and their rights of their father inheritances based on The Compilation of Islamic Law and Indonesian Civil Code. This research used normative juridical method with literature review. Moreover, this research is comparing between Islamic Legal System and Western Legal System about the marriage annulment. This research used descriptive analytic method with qualitative approach. The research results are the legal standing of the children from annulled second marriage based on The Compilation of Islamic Law and Indonesian Civil Code are legitimated children. In Compilation of Islamic Law, legal relationship between parents with their children didn’t vanish, so they still have the parental power. However, in Indonesian Civil Code, the parental power is over and changed to guardianship. Therefore, those children have rights to their father inheritances as legitimated children who have filiation to him."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Andy Akbar
"Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa azas dari perkawinan yang berlaku di Indonesia merupakan azas Monogami, yang berarti seorang suami hanya diperbolehkan menikah dengan seorang perempuan. Azas Monogami tersebut bukanlah azas yang mutlak karena terdapat pengecualian dimana dalam suatu kondisi tertentu seorang suami diperbolehkan menikah lagi sampai dengan empat orang isteri. Azas Monogami tersebut disebut azas monogami terbuka. Terdapat syarat-syarat yang mendahului adanya perkawinan poligami, salah satunya adalah izin dari isteri pertama dan pengadilan, apabila tidak ada izin maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan dengan putusan pengadilan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pembatalan perkawinan yang dilakukan oleh isteri pertama terhadap perkawinan kedua suaminya yang sudah meninggal dunia, kedudukan (status) anak yang lahir dari perkawinan yang dibatalkan, dan hak mewaris dari anak yang dilahirkan dari perkawinan kedua dan isteri kedua dari perkawinan yang dibatalkan. Untuk menjawab pokok permasalahan dalam penelitian ini maka Penulis memakai metode penelitian yuridis - normatif dan bersumber pada data sekunder yang berupa peraturan bahan hukum dan literatur kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitan Penulis bahwasanya tidak ada tenggang waktu pembatalan dapat diajukan. Pembatalan perkawinan dapat diajukan jika ternyata terdapat pihak yang dirugikan. Akibat hukum dari pembatalan perkawinan tersebut apabila terdapat anak yang lahir sepanjang perkawinan tersebut maka pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak yang dilahirkan dan anak tersebut tetap menjadi ahli waris yang sah dari kedua orang tuanya. Terhadap isteri kedua, karena pembatalan perkawinan mulai berlaku sejak ada putusan pengadilan dan berlaku surut sejak perkawinan dilangsungkan maka dianggap tidak pernah terjadi perkawinan diantara suami isteri tersebut sehingga diantara keduanya tidak ada hubungan waris-mewaris.
Law Number 1 of 1974 and Compilation of Islamic Law stated that the principle of marriage in Indonesia is the Monogamy principle, which means a man is only allowed once to marry a woman. The Principle is not an absolute principle because there are exceptions where under certain conditions a husband is allowed to remarry, up to four wives. Under that certain conditions The principle is called the open monogamy principle. There are conditions that precede the existence of polygamy marriage, one of which is permission from the first wife and court, if there is no permit then the marriage can be canceled under a court decision. The purpose of this study is to analyze the cancellation of a marriage by the first wife, the status of a child born from a canceled marriage, and inheritance rights of the child born from the second marriage and the second wife. To answer the main problems the writer uses juridical - normative research method by using secondary data from the literature supported with the interview with the informant. Based on the results of the research there is no time limit of marriage-cancellation can be submitted. Marriage cancellation can be submitted if it turns out there is a disadvantaged party. The legal consequences of the cancellation of the marriage if there are children born during the marriage, the cancellation of the marriage is not retroactive to the child being born and the child remains the legal heir of both parents. With respect to the second wife, due to the cancellation of the marriage taking effect since the court ruling was issued and retroactive since the marriage took place, it was considered that there had never been a marriage between the husband and wife so that there was no inheritance relationship between the two."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nova Helida
"Perkawinan poligami harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Salah satu syaratnya adalah harus adanya izin dari isteri pertama dan izin dari Pengadilan Agama. Apabila syarat tersebut tidak dipenuhi, maka isteri pertama mempunyai hak untuk membatalkan perkawinan tersebut. Dari uraian tersebut timbul permasalahan diantaranya apakah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sudah cukup mengatur perlindungan hukum terhadap isteri pertama sebagai akibat dari perkawinan poligami, bagaimana aturan perundang-undangan berkaitan dengan pembatalan perkawinan dikaitkan dengan perkawinan poligami dan bagaimana kedudukan (status) isteri dan anak-anak yang terlanjur dilahirkan dari perkawinan yang dibatalkan. Untuk dapat mencari jawaban permasalahan ini, penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan dan didukung dengan wawancara kepada narasumber. Dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor 822/Pdt.G/2004/PA.Dpk telah dilakukan pembatalan perkawinan. Pembatalan tersebut terjadi karena adanya pelaksanaan perkawinan poligami yang dilakukan tanpa seizin isteri pertama dan izin dari Pengadilan Agama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dikatakan bahwa Undang-undang Perkawinan sudah cukup melindungi isteri pertama sebagai akibat dari perkawinan poligami. Poligami yang dilakukan tanpa memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Undang-undang, maka isteri sah dari perkawinan sebelumnya yang tidak setuju dengan adanya perkawinan poligami diberikan hak oleh Undang-undang untuk membatalkan perkawinan. Suami yang melakukan perkawinan poligami tanpa adanya izin dari pengadilan agama dapat menyebabkan perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Adanya keputusan pembatalan perkawinan dari pengadilan, segala hak dan kewajiban antara suami isteri menjadi tidak ada dan keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut, kedudukan status) adalah tetap sebagai anak sah. Dalam hal ini harus dilakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat oleh universitas-universitas atau lembaga swadaya masyarakat yang berkecimpung dalam bidang perkawinan mengenai prosedur perkawinan termasuk mengenai penyebab terjadinya pembatalan perkawinan.
Polygamy marriages should be conducted in accordance with the legislation in force. One of the conditions have the permission of first wife and permission from the Religious Courts. If conditions are not met, then the first wife the right to cancel the marriage. From the description of which raised the question whether Law No. 1 Year 1974 on Marriage is enough to set the legal protection of the first wife as a result of polygamy marriages, how the rules of the legislation relating to the cancellation of marriage is associated with polygamy marriages and how the position wife and children already born from the marriage canceled. To be able to find answers to these problems, the author uses the method of juridical normative study using secondary data is data obtained from literature and supported by an interview to the informant. Religious Court in Decision No. 822/Pdt.G/2004/PA.Dpk has done annulment. Cancellation is due to implementation of polygamous marriages are performed without first wife's permission and consent of the Religious Courts. Based on research by saying that Marriage Act is sufficient to protect the first wife as a result of polygamy marriages. Polygamy is conducted without complying with the requirements stipulated by the Act without the permission of the first wife and the permission of religious courts, then lawful wife from a previous marriage who does not agree with the existence of polygamy marriages are granted the right by law to annul the marriage of her husband. Marriage can be canceled if there are terms are not being met in the hold of marriage. Husbands who do polygamous marriages without the permission of the court religion then it can lead to marriage be reversed. With the annulment of the court decision, all the rights and obligations between husband and wife become non-existent and the decision is retroactive annulment of the children born within marriage, the position as as his rights are fixed as a legitimate child. Should also be made to the community legal education by universities or non-governmental organizations engaged in the field of marriage about marriage procedures, including the cause of cancellation of marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28874
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library