Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heidi Melissa
"Kenaikan harga obat-obatan akibat melemahnya Rupiah terhadap dolar mengundang para sindikat pemalsu obat bergerilya untuk membuat produk palsu. Masalah obat palsu di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-undang Kesehatan, Peraturan Pemerintah tentang Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan dan beberapa peraturan lain. Untuk menangani peredaran obat palsu di Indonesia, diperlukan keterlibatan pihak pemerintah seperti Departemen Kesehatan, Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan, Kepolisian, dan pihak-pihak lain yang bersangkutan. Dalam Undang-undang Kesehatan, guna melindungi masyarakat dan menegakkan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan obat, maka ditunjuk penyidik selain penyidik pada tindak pidana umumnya. Penyidik yang dimaksud adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Departemen Kesehatan. Akan tetapi dengan timbulnya Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 yang diganti dengan Keputusan Presiden No. 105 Tahun 2001, maka Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan berubah menjadi Badan Pengawas Obat Dan Makanan, yaitu sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung di bawah Presiden dan tidak lagi menjadi bagian dari Departemen Kesehatan. Peranan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pemalsuan obat masih banyak mengalami kesulitan, antara lain kedudukannya yang dianggap tidak memiliki dasar hukum. Masih banyaknya para pelaku pemalsuan obat yang tidak dihukum atau dipidana dengan hukuman yang sangat ringan, juga menjadi penyebab maraknya tindak pidana pemalsuan obat di Indonesia. Oleh karenanya, dalam skripsi ini mencoba membahas bagaimana tugas dan kewenangan pejabat Badan Pengawas Obat Dan Makanan sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan penyidikan tindak pidana pemalsuan obat, dengan contoh kasus tindak pidana pemalsuan obat yang dilakukan oleh terdakwa Doris Leman."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Wisny Ariani
"ABSTRAK
Notaris dalam menjalankan tugas profesinya rawan terkena sanksi hukum, bukan hanya karena faktor internal yang berasal dari dalam diri Notaris itu sendiri karena kecerobohan, tidak mematuhi prosedur pembuatan akta sesuai aturan, tidak menjalankan etika profesi Notaris. Banyak Notaris yang baik, tetapi disamping itu ada juga Notaris yang melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap peraturan bahkan terindikasi melakukan tindak pidana berkenaan dengan akta yang dibuatnya. Sehingga banyak Notaris yang dilaporkan oleh masyarakat kepada Majelis Pengawas Daerah Notaris, salah satunya adalah Notaris AR. Berangkat dari permasalahan di atas, penulisan hukum ini berusaha menelaah beberapa pertanyaan seperti bagaimana pertanggungjawaban Notaris terkait perubahan dan pengurangan isi minuta akta pada salinan akta dan apakah dapat dikategorikan sebagai pemalsuan akta dan apakah pelaksanaan sanksi terhadap Notaris AR dalam Putusan Makamah Agung Nomor 1847K/PID/2010 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku? Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan tipologi penelitian eksplanatoris, yang menggunakan sumber data sekunder yang telah ada serta menganalisis beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap perubahan dan pengurangan isi minuta akta. Seluruh data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, sehingga menghasilkan suatu penelitian yang berbentuk eksplanatoris analitis. Hasil penelitian dapat disimpulkan pertanggungjawaban Notaris terkait perubahan dan pengurangan isi salinan minuta dapat dikategorikan sebagai pemalsuan akta otentik, yaitu suatu kejahatan yang pantas untuk ditanggulangi mengingat akta tersebut bukan hanya berkaitan dengan alat bukti, tetapi juga mengandung nilai kepercayaan yang tinggi dari masyarakat dimana akta tersebut juga termasuk arsip negara, dan kepada Notaris yang terbukti melanggar peraturan berdasarkan putusan pengadilan dapat dikenakan sanksi berupa pemecatan dan diberhentikan dari jabatannya oleh Pemerintah/Menteri karena terbukti telah melalaikan/melanggar Undang-Undang dan Kode Etik Profesi Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat umum.

ABSTRACT
Notary in performing their professional tasks is prone to legal sanctions, not only because of internal factor that comes from within themselves due to carelessness, not complying within the procedures of the deed making rules, not carrying out the Notary’s ethics. There are a lot of good Notary, beside that there is also a Notary who done deviations againts the regulation, even indicated doing a criminal offense related to the deed that she made. Therefore there are many Notary has been reported by the public to Notary Regional Supervisory Council, one of them is Notary AR. Based on the abovematter, this legal writing is trying to examine some question as to how Notary’sliability related to the changes and reduction in the content of deed’s minutes in the copy of deed and whether it can be categorized as the forgeries of the deed and whether the implementation of sanction to notary AR in the verdict of Supreme court number 1847K/PID/2010 has been in accordance with the pertaining regulations? This study uses the literaturemethod research which juridical normative aspect with its typology is explanatory research, that uses secondary data sources that already exist and also analyze several pertaining regulations relating to Notary’s accountability criminally on amendment and reduction of the contents of minute of the deed. All data that has been obtained were qualitative analyzed, so it produces a researching the form of explanatory analytical. From the research can be concluded that Notary’s liability related to the changes and reductionin the content of copies of deed’s minutes can be categorized as the authentic deed, which is a crime that deserves to be overcome given thatsuch deed is not only related to the evidence, but it is also contains the value of trust from public in which the deed is also considered as the state’s archives, and to Notary that proved to violatethe regulation based on by a court verdict may be liable to a sanction in the form of dismissal and discharged from its official position by the Government/Ministry since he is proved to have been neglected / violated the Law and the Notary Public Professional Ethics Code in performing his duties as a public officer."
2013
T36042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S6301
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melly Amdira
"Dalam menjalankan profesinya terkait dengan tugas dan kewenangannya, Notaris haruslah berpedoman pada aturan-aturan yang berlaku serta harus pula berpedoman pada kode etik profesi yang berlaku dan wajib ditaati. Dalam kenyataan di lapangan, Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya seringkali tidak mempedomani ketentuan Undang-undang Jabatan Notaris, seperti kasus yang terjadi pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013 dimana Notaris Ninoek Poernomo dengan dakwaan telah melakukan tindak pidana memalsukan akta. Penuntut Umum menuntut terdakwa dengan pidana 1 (satu) tahun penjara. Tuntutan ini didasarkan pada fakta hukum yang menyatakan bahwa terbitnya akta otentik tersebut tidak berdasarkan fakta kejadian yang sebenarnya. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif, dengan metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menekankan pada data-data yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Analisis data yang dipergunakan adalah analisis data kualitatif yang mana semua data yang diperoleh dikelompokkan dan disusun secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode induktif.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa notaris telah melakukan pelanggaran terhadap UUJN dan Kode Etik Notaris serta secara sadar melakukan tindak pidana berdasarkan pasal 264 KUHP, sehingga notaris bertanggung jawab secara pidana terhadap kesalahan yang dilakukannya. Akibat terhadap akta yang telah terbit adalah notaris yang dihukum pidana tidak otomatis membuat akta yang diterbitkan menjadi batal akan tetapi kekuatan pembuktiannya menjadi akta dibawah tangan dan hanya dapat dibatalkan dengan keputusan hakim melalui gugatan perdata. Majelis hakim yang menjatuhkan hukuman 8 (delapan) bulan penjara terhadap notaris tersebut adalah cerminan bahwa notaris sebagai pejabat publik seharusnya bekerja secara cermat, profesional, jujur, dan tidak mementingkan kepentingan salah satu pihak sehingga notaris terhindar dari ancaman pidana.

In performing his profession related to his duty, a Notary has to be guided by and comply with the prevailing rules and professional code of ethics. In reality, a Notary, in performing his duty, is not usually guided by UUJN (Notarial Act) as what has occurred in the Ruling of the Supreme Court No. 1014 K/PID/2013 in which Ninoek Poernomo, the Notary, is charged with criminal act, that is, falsifying a deed. Public prosecutor prosecuted the defendant 1 (one) year imprisonment. The research used judicial normative method which emphasized on the data consisted of primary and secondary legal materials. The gathered data were analyzed by using qualitative data analysis by grouping and arranging it logically, systematically, and deductively.
The result of the research showed that the defendant had violated UUJN and Notary Code of Ethics and was consciously violated Article 264 of the Penal Code so that he was responsible for what he had done. Concerning the deed, it is not automatically cancelled but it becomes an underhanded deed; it can only be cancelled by judge?s verdict through civil complaint. Some factors which cause a Notary to be involved in a criminal act are notarial ethics and taking the side of one of the parties, the truth of the data filed by the parties concerned to a Notary, supervision on a Notary, and incorrect rules. The panel of judges sentenced him 8 (eight) months. This is an indication that a Notary has to do his job cautiously, professionally, and honestly: he must not take the side of one of the parties so that he will be protected against criminal punishment."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46480
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audita Nurul Safitri
"Keberadaan Notaris/PPAT ini sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Karena Notaris/PPAT memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik yang dibutuhkan dalam aktivitas masyarakat baik dalam hal ekonomi, sosial atau politik. Dan untuk membuat akta otentik inilah dibutuhkan jasa dari Notaris/PPAT, sehingga akta otentik tersebut dapat diterima oleh semua pihak yang bersangkutan serta dapat memiliki kepastian hukum. Akta merupakan suatu tulisan yang dengan sengaja dibuat untuk dapat dijadikan bukti bila terjadi suatu peristiwa dan ditandatangani. Dari bukti tulisan tersebut, ada bagian yang berharga untuk dilakukan pembuktian yaitu pembuktian tentang akta. Dimana suatu akta merupakan tulisan yang dibuat untuk dijadikan sebagai alat bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani secukupnya. Sangat disayangkan bilamana terdapat akta-akta Notaris/PPAT yang isinya dipermasalahkan, diragukan kebenarannya, dianggap bertentangan dengan hukum dan keadilan serta dirasakan merugikan kliennya karena ketidaksengajaan atau karena kurang menguasai dalam melaksanakan tugas dan jabatannya serta bertentangan dengan etika profesi Notaris/PPAT. Notaris/PPAT dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya dalam membuat akta autentik yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau dilakukan secara melawan hukum.

The existence of Notary / PPAT is very important in people's lives. Because Notary / PPAT guarantees legal certainty to the community regarding the making of authentic deeds needed in community activities both in economic, social or political terms. And to make this authentic deed is needed services from Notary / PPAT, so that the authentic deed can be accepted by all parties concerned and can have legal certainty. Deed is a writing that is intentionally made to be used as evidence if an event occurs and is signed. From the written evidence, there is a valuable part of proof that is proof of the deed. Where a deed is a writing that is made to be used as evidence of an event and is sufficiently signed. It is very unfortunate when there are Notary / PPAT deeds whose content is disputed, doubtful, deemed contrary to law and justice and perceived to be detrimental to his client due to accident or lack of mastery in carrying out his duties and positions and contrary to Notary / PPAT professional ethics. The Notary / PPAT can be liable for his actions in making authentic deeds that are not in accordance with the provisions that apply or are carried out against the law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Achjani Zulfa
"Abstrak
Bahwa perkembangan tindak pidana pemalsuan surat atau dokumen pada dasarnya telah mengalami perkembangan yang luar biasa dikaitkan dengan kualifikasi dan jenis dokumen, berbagai ketentuan aturan perundang-undangan yang mengatur secara tersendiri. sistem pembuktian terkait dengan e-dokumen yangamat berkembangn dengan variasi bentuk. Perkembangan ini menjadikan interpretasi atas unsur-unsur dalam rumusan pasal yang selama ini menjadi Delik Pokok yaitu Pasal 263 KUHP, Pasal 264 KUHP atau Pasal 266 KUHP menjadi sangat berkembang. Perhitungan atas daluarsa penuntutan yang kerap menjadi permasalahan di dalam praktek menjadi satu bagian dari permasalahan penerapan hukum terkait dengan tindak pidana pemalsuan surat. Karenanya kajian tentang interpretasi atas unsur-unsur dalam beragam putusan pengadilan Hoge Raad, Putusan Mahkamah Agung dan Putusan Mahkamah Konstitusi menjadi pembanding yang baik dalam melihat perkembangan pemahaman dan adaptasi ketentuan perundang-undangan dengan perkembangan perkara-perkara dalam penerapannya."
Depok: Badan Penerbit FHUI, 2018
340 JHP 48:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Maimunah Nurlete
"Fungsi Notaris/PPAT sebagai pejabat umum sangat penting karena undang-undang memberi kewenangan untuk menciptakan alat pembuktian yang sempurna sampai pada saat adanya pembuktian di pengadilan, bahwa aktanya palsu. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah mengenai bentuk dan substansi kepalsuan akta yang dibuat Notaris dan tanggung jawab Notaris terhadap akta yang mengandung kepalsuan. Metode penelitian yang digunakan adalah hukum normatif yakni pengkajian terhadap ilmu-ilmu hukum dan hukum positif secara kepustakaan dan tipe penelitian deskriptif yaitu menggambarkan secara detail kasus Notaris dan para pihak serta upaya penyelesaiannya. Dengan putusan pengadilan bahwa akta palsu maka hilanglah unsur lahiriah akta, dan unsur materiil akta tidak terpenuhi maka akta menjadi batal demi hukum, serta tidak terpenuhinya unsur formal akta autentik maka akta menjadi dapat dibatalkan. Pembatalan harus melalui pengadilan perdata. Sanksi atas pemalsuan ini berupa sanksi pidana, perdata dan administratif. Notaris harus lebih teliti dan cermat melihat para pihak sebelum membuat akta. Sanksi harus ditegakkan kepada semua pihak yang terlibat, dimana notaris sebagai pelaku turut serta melakukan, selayaknya yang menyuruh melakukan juga dikenakan sanksi. Penolakan notaris terhadap klien dapat dilakukan jika klien tidak memenuhi ketentuan dalam undang-undang.

The function of the Notary/ PPAT as a public official is very important since the law gives them authority to create a perfect legal evidence until it is proof otherwise in the court, that they are fake. The issues raised in this paper are about the form and substance of the falsification of the deed made by a Notary and the Notary's responsibility for the deed containing falsehood. Using the judicial normative research method, this study analyse positive law and legal sciences in literature and descriptive study describing in detail the case of the Notary and the parties and their resolutions. With a court ruling that a fake deed then the outward element of the deed is lost, and the material element of the deed is not fulfilled then the deed becomes null and void by law, and the formal elements of the authentic deed are not fulfilled then the deed can be canceled. Cancellations must go through a civil court. The notary public can be held liable if there is a claim from the injured side to the court. The notary must be more careful and careful in seeing the parties before making the deed. Sanctions must be enforced on all parties involved, where the notary as a participant participates in doing so, as those who are ordered to do so are also subject to sanctions. Notary denial of a client can be done if the client does not meet the provisions in the law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Puti Lenggogeni
"Dalam praktik pembuatan akta autentik, Notaris tidak terlepas dari ancaman pemalsuan data menggunakan KTP palsu. Untuk pembuatan akta, Notaris harus menerapkan prinsip kehati-hatian dan memastikan bahwa segala dokumen termasuk identitas para pihak yang diberikan kepadanya adalah asli dan terhindar dari pemalsuan data. Penelitian ini ditulis untuk memaparkan tentang pertumbuhan dan kemajuan teknologi digital yang melahirkan inovasi baru, yang dapat memberikan jaminan kebenaran terkait kebenaran identitas para pihak serta memenuhi Pasal 16 Undang Undang Jabatan Notaris. Penelitian ini juga akan menyoroti mengenai kecocokan dari penggunaan teknologi untuk dapat mengoptimalkan pekerjaan Notaris, yaitu dengan aplikasi bernama Identitas Kependudukan Digital yang baru diluncurkan pada tahun 2022 untuk dapat membantu Notaris dalam menerapkan prinsip kehati-hatian. Aplikasi berisi KTP digital dan digitalisasi sendiri telah digunakan di beberapa negara seperti Belanda, Belgia dan juga Jerman. Metode penelitian yang digunakan dalam hal ini adalah penelitian doktrinal dengan sumber data yang didapatkan dari studi pustaka. Penggunaan teknologi terkini yang digunakan oleh Notaris untuk memverifikasi KTP adalah card reader yang pemanfaatannya juga belum maksimal karena tidak seluruh Notaris di Indonesia telah memiliki card reader. Identitas Kependudukan Digital sebagai sebuah aplikasi memiliki nilai jual yang lebih terjangkau dan mudah digunakan serta menjawab permasalahan terkait pemalsuan data.

In the practice of making authentic deeds, Notaries are inseparable from the threat of data falsification using fake KTPs. To make a deed, the Notary must apply the principle of caution and ensure that all documents including the identities of the parties given to him are genuine and avoid falsification of data. This research was written to explain the growth and progress of digital technology which has given birth to new innovations, which can provide guarantees of truth regarding the correct identity of the parties and fulfill Article 16 of the Law on the Position of Notaries. This research will also highlight the suitability of using technology to optimize the work of Notaries, namely an application called Digital Population Identity which was just launched in 2022 to help Notaries apply the precautionary principle. Applications containing digital KTPs and digitization themselves have been used in several countries such as the Netherlands, Belgium and also Germany. The research method used in this case is doctrinal research with data sources obtained from literature studies. The latest technology used by Notaries to verify KTPs is a card reader, the use of which is not optimal because not all Notaries in Indonesia have a card reader. Digital Population Identity as an application has the selling point of being more affordable and easy to use and answering problems related to data falsification."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virenia Phalosa Rimau
"Pelaksanaan perkawinan harus memenuhi rukun dan syarat yang sudah ditentukan. Apabila tidak terpenuhi atau melanggar larangan perkawinan maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa salah satu alasan suatu perkawinan dapat dibatalkan ialah seorang suami yang melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama. Alasan lain dapat dibatalkannya suatu perkawinan apabila perkawinan yang dilaksanakan dengan dasar pemalsuan identitas oleh salah satu pihak suami atau istri. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana suatu perkawinan dapat dibatalkan serta akibat hukum perkawinan poligami tanpa izin dari istri pertama dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara pembatalan perkawinan yang diduga disebabkan karena adanya pemalsuan identitas dalam putusan Nomor 0393/Pdt.G/2020/PA.Klt. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif evaluatif. Hasil penelitian menyimpulkan akibat hukum pembatalan perkawinan karena tidak adanya izin poligami adalah akibat hukum terhadap hubungan suami istri, anak, harta benda dan terhadap orang ketiga. Dalam memutus Putusan Pengadilan Agama Klaten Nomor 0393/Pdt.G/2020/PA.Klt, hakim menyatakan bahwa tidak ditemukan dugaan adanya pemalsuan identitas, dengan berlandaskan pada Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam. Putusan Pengadilan Agama Nomor 0393/Pdt.G/2020/PA.Klt yang amar putusannya menolak pengajuan permohonan pembatalan perkawinan yang diajukan oleh Penggugat adalah kurang tepat. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 72 Kompilasi Hukum Islam, tentang pengajuan pembatalan perkawinan yang disebabkan adanya penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau isteri.

The implementation of marriage must fulfill the stipulated pillars and conditions. If it is not fulfilled or violates the prohibition on marriage, the marriage can be canceled. Article 71 of the Compilation of Islamic Law states that one of the reasons for a marriage to be canceled is a husband who practices polygamy without the permission of the Religious Court. Another reason is that a marriage can be canceled if the marriage is carried out on the basis of falsification of identity by one of the husband or wife party. The problem raised in this study is how a marriage can be canceled as well as the legal consequences of polygamous marriage without the permission of the first wife and the judge’s consideration in deciding cases of marriage cancellation that is suspected to be due to identity forgery in decision Number 0393 / Pdt.G / 2020 / PA. Klt. To answer this problem, a normative juridical research method with a descriptive evaluative typology was used. The results of the study concluded that the legal consequences of marriage annulment due to the absence of a polygamy permit are legal consequences of the relationship between husband and wife, children, property and to third party. In deciding the Klaten Religious Court Decision Number 0393 / Pdt.G / 2020 / PA.Klt, the judge stated that no allegations of identity forgery were found, based on Article 22 of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and Article 71 of the Compilation of Islamic Law. The Decision of the Religious Court Number 0393 / Pdt.G / 2020 / PA.Klt whose decision was to reject the application for marriage annulment submitted by the Plaintiff is not right. This is in accordance with the provisions of Article 27 paragraph (2) of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and Article 72 of the Compilation of Islamic Law, concerning applications for cancellation of marriage due to fraud or misunderstanding regarding the husband or wife. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tio Hamka
"Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta autentik. Dalam menjalankan kewajibannya, notaris harus bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak memihak, dan menjaga kepentingan pihak dalam perbuatan hukum sesuai Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN. Dari pernyataan di dalam pasal tersebut mengharuskan notaris untuk bertindak dalam jabatannya untuk membuat akta autentik dengan jujur dan tidak memihak. Akan tetapi, pada kenyataannya masih terdapat notaris yang tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana yang diatur dalam UUJN. Salah satu contoh tersebut terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 89/Pid.B/2020/Pn Dps yang menyatakan bahwa terdapat seorang notaris yang dalam menjalankan jabatannya bertindak tidak jujur dan memihak dengan memasukan keterangan palsu kedalam akta bersama-sama dengan pihak lain. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan memakai pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil analisis yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa akibat hukum yang ditimbulkan dari perbuatan notaris yang memalsukan akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan kuasa menjual adalah akta tersebut menjadi batal demi hukum. Adapun pertanggungjawaban notaris secara perdata adalah ganti kerugian atas dasar gugatan perbuatan melawan hukum, secara pidana dengan dasar pelanggaran atas Pasal 264 ayat (1) jo. 88 KUHP, dan secara administrasi adalah sanksi peringatan tertulis kepada notaris sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b Permenkumham Nomor 61 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penjatuhan Sanksi Administratif Terhadap Notaris.

The provisions in Article 1 point 1 of Law Number 2 of 2014 concerning the Position of a Notary stipulate that a Notary is a Public Official authorized to make an authentic deed. Article 16 paragraph (1) letter a of the UUJN states that notaries have an obligation to act in a trustworthy, honest, thorough, independent, impartial manner, and to protect the interests of parties in legal actions. From the statement in the article requires the Notary to act in his position to make an authentic deed honestly and impartially. In reality, there are still notaries who are not carry out their obligations as regulated in the UUJN. One of the examples is found in Decision Number 89/Pid.B/2020/Pn Dps, which states that there is a notary in carrying out his position acting dishonestly and impartially by faking the deed together with other parties. The research method used is normative juridical using a statutory approach and a case approach. The results of the analysis obtained in this study are that the legal consequences arising from the actions of a notary who faking the Sale and Purchase Binding Agreement deed and the power to sell are that those deed becomes null and void. The notary's civil liability is compensation on the basis of a lawsuit against the law, criminally on the basis of a violation of Article 264 paragraph (1) in conjunction with 88 of the Criminal Code, and administratively is a written warning sanction to a notary in accordance with Article 5 paragraph (1) letter b Permenkumham Number 61 of 2016 concerning Procedures for Imposing Administrative Sanctions Against Notaries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>