Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maya Damayanti
"Menjadi pegawai sebuah perusahaan multinational di bidang MIGAS memang merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Namun bila pekerjaan tersebut harus dilakukan di daerah yang sedang mengalami konflik, merupakan masalah tersendiri. Menjadi pekerja di daerah konflik memang sering menimbulkan dilema. Di lain pihak, pekerjaan tersebut sangat kita butulikan, namun di pihak lain kita berhadapan dengan situasi atau kondisi yang sedang konflik, seliingga hal tersebut menimbulkan stres. Daerah konflik memang menimbulkan stres, karena kondisi-kondisi atau kejadian yang ada di lingkungan merupakan kondisi yang mengancam, merusak atau membahayakan dirinya. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik ingin mengetahui gambaran sumber stres yang dialami oleh para pekerja di daerah konflik tersebut. Setelah kita mengetahui apa sumber stresnya, penulis juga tertarik untuk mengetahui tentang kegiatan apa saja yang dilakukan oleh para pekerja untuk menanggulangi stres tersebut. Oleh karena itu dalam penelitian ini juga dibahas tentang coping stres para pekerja tersebut.
Sebagai dasar dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan teoriteori yang berkaitan dengan sumber stres dan coping stres. Untuk sumber stres, penulis menggunakan teori dari Safarino (1994) tentang sumber-sumber stres. Menurut Safarino ada 3 jenis stresor, yakni yang berasal dari diri sendiri, keluarga serta komunitas dan masyarakat. Sedangkan untuk strategi coping stres, teori yang digunakan adalah dari Lazarus (1976) dan Steptoe (dalam Cooper dan Payne, 1988) terbagi atas dua orientasi, yaitu: problem-focused coping (coping berorientasi masalah) dan emotion-focused coping (coping berorientasi emosi).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan kondisikondisi yang dinilai paling potensial menimbulkan stres adalah yang berasal dari komunitas dan masyarakat, karena merupakan tempat yang dapat mengancam, merusak atau membahayakan dirinya, keluarganya serta masyarakat sekitarnya. Jadi situasi lingkungan yang mengalami konflik inilah yang menimbulkan stres bagi para pekerja. Kemudian stresor yang dianggap dapat menimbulkan stres yang berasal dari keluarga berada pada urutan kedua, sedangkan stresor yang berasal dari diri sendiri berada pada urutan yang yang terakhir. Untuk coping stres, hasilnya adalah ternyata kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada emosi lebih efektif dalam menanggulangi stres daripada yang berorientasi pada masalah. Hal ini dilakukan karena mereka menganggap tidak ada solusi yang bisa mereka lakukan untuk mengatasi konflik di daerahnya. Hal ini menyangkut isu politik yang berkepanjangan seliingga mereka lebih memilih cara mengatasi stres yang berorientasi pada emosi untuk mengatur emosi yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh stressor."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3342
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Huwaida Athifa
"Permasalahan pengelolaan sampah di TPST Bantargebang semakin kompleks akibat tingginya timbulan sampah dari DKI Jakarta yang mencapai lebih dari 7.700 ton per hari. Proses dekomposisi sampah organik di lokasi ini menghasilkan gas amonia (NH₃), yang bersifat iritan dan berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan, terutama gangguan sistem pernapasan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko kesehatan akibat pajanan gas NH₃ pada pekerja lapangan dan pemulung menggunakan pendekatan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan pengukuran konsentrasi NH₃ di empat titik lokasi sampling, serta wawancara terhadap 129 responden yang terdiri dari 71 pemulung dan 58 pekerja lapangan untuk memperoleh data antropometri, pola aktivitas, perilaku, pengetahuan dan keluhan kesehatan. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi NH₃ adalah 0,875 mg/m³. Kelompok pemulung memiliki nilai Chronic Daily Intake (CDI) tertinggi sebesar 0,136 mg/kg/hari, sedangkan pada pekerja lapangan sebesar 0,110 mg/kg/hari. Seluruh responden memiliki nilai Risk Quotient (RQ) di atas 1, dengan nilai tertinggi terletak pada titik 2 yaitu pada pemulung sebesar 7,97 dan pekerja lapangan sebesar 4,55 yang menunjukkan adanya risiko non-karsinogenik. Nilai konsentrasi aman (Caman) untuk pemulung diperoleh sebesar 0,184 mg/m³ dengan durasi pajanan aman (Dt aman) selama 4,25 tahun, sementara pada pekerja lapangan Caman sebesar 0,231 mg/m³ dan Dt aman selama 5,53 tahun. Diasumsikan bahwa risiko meningkat pada malam hari seiring intensitas bau menyengat yang lebih tinggi. Temuan ini menunjukkan perlunya upaya pengendalian risiko, termasuk penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri (APD), rotasi kerja, serta pemantauan kualitas udara secara berkala. Hasil penelitian ini memberikan bukti ilmiah yang dapat digunakan sebagai dasar penguatan kebijakan perlindungan kesehatan kerja bagi sektor informal di fasilitas pengelolaan sampah.

The waste management problem at TPST Bantargebang has become increasingly complex due to the high volume of waste generated by DKI Jakarta, reaching more than 7,700 tons per day. The decomposition of organic waste at this site produces ammonia gas (NH₃), an irritant that poses potential health risks, especially respiratory disorders. This study aims to analyze health risks caused by NH₃ exposure among field workers and waste pickers using the Environmental Health Risk Assessment (EHRA) approach. The study was conducted quantitatively through NH₃ concentration measurements at four sampling points, and interviews with 129 respondents (71 waste pickers and 58 field workers) to collect data on anthropometry, activity patterns, behavior, knowledge, and health complaints. The average concentration of NH₃ was found to be 0.875 mg/m³. The highest Chronic Daily Intake (CDI) was observed among waste pickers at 0.136 mg/kg/day, while field workers had a CDI of 0.110 mg/kg/day. All respondents had Risk Quotient (RQ) values above 1, indicating non-carcinogenic risk. The highest RQ was found at point 2, with waste pickers at 7.97 and field workers at 4.55. The calculated safe concentration (Caman) for waste pickers was 0.184 mg/m³ with a safe exposure duration (Dt) of 4.25 years, while for field workers, Caman was 0.231 mg/m³ with a safe exposure duration of 5.53 years. The risk is assumed to increase at night due to stronger odor intensity. These findings highlight the need for risk control measures, including the provision and use of personal protective equipment (PPE), work rotation, and regular air quality monitoring. This study provides scientific evidence to support policy development for occupational health protection, especially for the informal sector working at large-scale waste management facilities."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library