Permasalahan pengelolaan sampah di TPST Bantargebang semakin kompleks akibat tingginya timbulan sampah dari DKI Jakarta yang mencapai lebih dari 7.700 ton per hari. Proses dekomposisi sampah organik di lokasi ini menghasilkan gas amonia (NH₃), yang bersifat iritan dan berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan, terutama gangguan sistem pernapasan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko kesehatan akibat pajanan gas NH₃ pada pekerja lapangan dan pemulung menggunakan pendekatan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan pengukuran konsentrasi NH₃ di empat titik lokasi sampling, serta wawancara terhadap 129 responden yang terdiri dari 71 pemulung dan 58 pekerja lapangan untuk memperoleh data antropometri, pola aktivitas, perilaku, pengetahuan dan keluhan kesehatan. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi NH₃ adalah 0,875 mg/m³. Kelompok pemulung memiliki nilai Chronic Daily Intake (CDI) tertinggi sebesar 0,136 mg/kg/hari, sedangkan pada pekerja lapangan sebesar 0,110 mg/kg/hari. Seluruh responden memiliki nilai Risk Quotient (RQ) di atas 1, dengan nilai tertinggi terletak pada titik 2 yaitu pada pemulung sebesar 7,97 dan pekerja lapangan sebesar 4,55 yang menunjukkan adanya risiko non-karsinogenik. Nilai konsentrasi aman (Caman) untuk pemulung diperoleh sebesar 0,184 mg/m³ dengan durasi pajanan aman (Dt aman) selama 4,25 tahun, sementara pada pekerja lapangan Caman sebesar 0,231 mg/m³ dan Dt aman selama 5,53 tahun. Diasumsikan bahwa risiko meningkat pada malam hari seiring intensitas bau menyengat yang lebih tinggi. Temuan ini menunjukkan perlunya upaya pengendalian risiko, termasuk penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri (APD), rotasi kerja, serta pemantauan kualitas udara secara berkala. Hasil penelitian ini memberikan bukti ilmiah yang dapat digunakan sebagai dasar penguatan kebijakan perlindungan kesehatan kerja bagi sektor informal di fasilitas pengelolaan sampah.
The waste management problem at TPST Bantargebang has become increasingly complex due to the high volume of waste generated by DKI Jakarta, reaching more than 7,700 tons per day. The decomposition of organic waste at this site produces ammonia gas (NH₃), an irritant that poses potential health risks, especially respiratory disorders. This study aims to analyze health risks caused by NH₃ exposure among field workers and waste pickers using the Environmental Health Risk Assessment (EHRA) approach. The study was conducted quantitatively through NH₃ concentration measurements at four sampling points, and interviews with 129 respondents (71 waste pickers and 58 field workers) to collect data on anthropometry, activity patterns, behavior, knowledge, and health complaints. The average concentration of NH₃ was found to be 0.875 mg/m³. The highest Chronic Daily Intake (CDI) was observed among waste pickers at 0.136 mg/kg/day, while field workers had a CDI of 0.110 mg/kg/day. All respondents had Risk Quotient (RQ) values above 1, indicating non-carcinogenic risk. The highest RQ was found at point 2, with waste pickers at 7.97 and field workers at 4.55. The calculated safe concentration (Caman) for waste pickers was 0.184 mg/m³ with a safe exposure duration (Dt) of 4.25 years, while for field workers, Caman was 0.231 mg/m³ with a safe exposure duration of 5.53 years. The risk is assumed to increase at night due to stronger odor intensity. These findings highlight the need for risk control measures, including the provision and use of personal protective equipment (PPE), work rotation, and regular air quality monitoring. This study provides scientific evidence to support policy development for occupational health protection, especially for the informal sector working at large-scale waste management facilities.