Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ari Tjahyono
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Huriani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penafsiran nilai-nilai agama yang membentuk pemahaman, penghayatan, dan pengalaman perempuan tentang seksualitas. Ide-ide religius yang membentuk persepsi individual itu kemudian digali sebagai pengalaman perempuan yang bersinggungan dengan realitas dirinya, suaminya, norma sosialnya, dan religiusitasnya.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang berperspektif perempuan, dengan menggali pengalaman enam subjek penelitian. Data yang ditemukan dalam penelitian dianalisis dengan menggunakan konsep Islam tentang seksualitas, perkawinan, kesetaraan jender, dan kecenderungan budaya patriarkal, serta konsep Foucault tentang hubungan kekuasaan dengan seksualitas.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pandangan tentang seksualitas sulit diungkapkan. Perempuan menempatkan dirinya sebagai pihak yang harus menerima segala keinginan laki-laki karena memandang bahwa perintah agama mengharuskan istri untuk mematuhi suami. Ketakutan akan ketidakpatuhan terhadap ajaran agama dan dosa menyebabkan perempuan merasa berkewajiban untuk tidak menolak segala keinginan suami. Dorongan seksual, meskipun diakui sebagai hal yang manusiawi dan berhak dimiliki oleh setiap orang, pada kenyataannya sulit diperoleh perempuan karena tabu untuk dibicarakan dan perempuan tidak layak memperlihatkan keinginan itu.
Temuan itu bukan hal yang mengejutkan karena masih dominannya budaya patriarkal dalam jalur transmisi agama. Hal itu menarik untuk didekonstruksi dengan perspektif yang sensitif jender sehingga melahirkan penafsiran agama yang lebih adil jender."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T2717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kunthi Tridewiyanti
"ABSTRAK
Disertasi ini menelaah pengalaman perempuan peranakan Arab Ba-Alawi di Jakarta (disingkat perempuan Ba-Alawi) dalam sistem perkawinan, serta peran mereka sebagai aktor reproduksi kebudayaan dan resistensi dengan tujuan menjelaskan tentang pengalaman merekadalam perkawinan yang diharapkan (preference marriage). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode genealogical history dari empat generasi pada empat keluarga luas Ba-Alawi, pengamatan terlibat dan wawancara mendalam.
Penelitian ini menunjukkan:
(1) pengalaman perempuan ba Alwi memperlihatkan bahwa mereka sebagai bagian dari komunitas Ba-Alawi dikonfrontir oleh nilai-nilai perkawinan yang diharapkan berlandaskan pada sistem patri-lineal dan nilai sekufu/kafa?ah yang dipengaruhi oleh madzhab Syafe?i. Pemaknaan yang ketat terhadap nilai sekufu/kafaah menyebabkan perkawinan yang diharapkan berbentuk endogami bangsa (perkawinan sesama Ba-Alawi) untuk perempuan, sedangkan eksogami bangsa (perka-winan campuran) diperkenankan bagi laki-laki. Dalam perkawinanperempuan berada dalam pembatasan yang ketat, sehingga perempuan cenderung berada dalam dominasi laki-laki (budaya patriaki). Penelitian ini memperlihatkan bahwa perubahan pola, trend dan dinamika perkawinan pada komunitas Ba-Alawi disebabkan karena pemaknaan nilai sekufu/kafa?ah yang lebih longgar. Menarik bahwa data dari empat keluarga dalam penelitian ini menunjukkan trend perkawinan campuran meningkat dilakukan oleh perempuan. Adapun perkawinan campuran tersebut dapat terjadi antara perempuan Ba-Alawi dengan laki-laki di luar komunitas Ba-Alawi yaitu dengan laki-laki muslim, mualaf, atau bahkan dengan laki-laki beda agama dimana masing-masing pihak tetap bertahan pada agamanya. Namun bentuk perkawinan beda agama ini masih amat langka dan ditolak keras oleh komunitasnya. Setelah tahun 1974, perkawinan campuran yang dilakukan oleh perempuan, ditunjang oleh keragaman hukum yang berlaku, yaitu hukum adat, hukum Islam dan hukum negara. Perempuan Ba-Alawi dapat memilih melakukan perkawinan siri, perkawinan sesuai dengan ketentuan negara (disebut perkawinan KUA), atau kedua-duanya.
(2) perempuan merupakan aktor yang dapat mengembangkan strategi-strategi untuk reproduksi kebudayaan dan resistensi terhadap budaya patriaki. Perempuan sebagai aktor pada prinsipnya didukung juga oleh aktor lain, yaitu laki-laki dalam keluarga, ulama/tokoh masyarakat, organisasi volunter dan aparat negara (terutama institusi agama). Reproduksi kebudayaan dan resistensi yang dilakukan oleh perempuan itu terlihat pada arena-arena sosial, yaitu pada media kekerabatan (seperti dalam silsilah keluarga dan perkawinan), media religi, dan media sosial.

ABSTRACT
This dissertation describes the experiences of half-breed Arab Ba-Alawi women in Jakarta (abbreviated as Ba-Alawi women) in the marriage system and their roles as actor of cultural reproduction and resistance with the objective to explain their experiences within the expected marital standards (preference marriage). This research is a qualitative research applying genealogical history method by using case studies of four generations of four Ba-Alawi extended family, participation observation, and indepth interviews.
This researches consist of:
1. The experiences of Ba-Alawi women showed that as part of Ba-Alawi community structure, they are being confronted by preference marriage which are based on patrilineal system and sekufu/kafa?ah values that are affected by Mazhab Syafe?i. The strict meaning of the se-kufu/kafa?ah values has caused the preference marriage became bangsa endogamy (marriage with same Ba-Alawi community) for women, while bangsa exogamy (intermarriage) is per-mitted for men. In the marriage, women are within the rigid restriction, so that, the women tend to be in the men?s domination (patriarchy culture). This research showed that the changes of pattern, trend and marriage dynamic in the Ba-Alawi community are caused by the less rigid restriction of sekufu/kafa?ah values. The data of the four families in this re-search shown the trend of increasing intermarriage done by women. Intermarriages are done by women marrying men outside the Ba-Alawi community (non Ba-Alawi), such as married to Moslem or mualaf men, or even married to non-Moslem men and they still retain each other?s religion. However, the marriage with the different religion is still rare and is much rejected by their community, After 1974, this marriage is supported by various laws occurred in Ba-Alawi community, that are Adat law, Islamic law and state law. Ba-Alawi women have chances to choose siri marriage, or marriage done in line with the Government Law (KUA marriage), or both of them.
2. Women are actor who could develop strategies of performing cultural reproduction and resistance to the patriarchy culture. Women are principally encouraged by other actors, that are male within the family, public figures/moslem scholars, voluntary organization and the state aparatus (mainly the religious institution). The cultural reproduction and resistance could be seen in social fields at the relationship medium (family genealogy and marriage), religion and social medium."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
D962
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Agung Vera Indira Paramamirta
"Masyarakat Bali yang beragama Hindu menganut sistem kekeluargaan patrilineal. Kedudukan anak perempuan di Desa Duda tidak dapat bertindak dalam pewarisan, karena yang berhak bertindak dalam pewarisan hanya keturunan laki-laki sesuai awig-awig Desa Duda. Oleh karena itu anak perempuan Desa Duda merasa tidak adil atas perlakuan subordinatif tersebut, maka diperlukan perlindungan hukum bagi anak perempuan dalam pewarisan adat Bali. Skripsi ini menjelaskan pelaksanaan perlindungan hukum anak perempuan dalam pewarisan adat Bali yang menganut sistem patrilineal pada Desa Duda. Metode penelitian yang digunakan penelitian empiris, menuai hasil pelaksanaan perlindungan hukum bagi anak perempuan hanya ketika ia belum menikah sebatas hak untuk menikmati harta keluarganya. Adapun hambatan intern yakni kuatnya adat Bali yang menganut sistem kekeluargaan patrilineal. Hambatan ekstern terletak pada Pemda Bali karena pada Perda No. 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman tidak diatur mengenai jangka waktu pembaharuan awig-awig desa pakraman setiap berapa tahun sekali, mengakibatkan awig-awig Desa Duda dari tahun 1994 masih berlaku hingga sekarang, tanpa melihat keadaan masyarakat sekarang. Sehingga upaya untuk hambatan intern berupa perubahan budaya melalui edukasi secara konsisten kepada masyarakat, dengan sosialisasi ke desa terpencil mengenai Keputusan No.01.KEP/PSM-3/MDP/BALI/2010 Tentang Hasil-hasil Pasamuhan Agung III MDP yang menyepakati adanya hak waris bagi perempuan Bali. Serta upaya untuk hambatan intern dengan melakukan perubahan dalam PERDA No. 3 tahun 2001 tentang Desa Pakraman, yang berisikan secara tegas bahwa awig-awig Desa Pakraman harus dirubah setiap berapa tahun sekali. Sehingga dengan adanya peraturan demikian, maka awig-awig setiap desa terdapat perubahan menyesuaikan keadaan masyarakat setempat.

In general, Balinese people who are Hindus embracing patrilineal family system. Where daughters in Desa Duda cant act in inheritance, because who have the right to act in inheritance are only man (purusa) according to the awig-awig Desa Duda. Therefore Desa Dudas daughters feel unfair for that subordinate, legal protection is needed for daughters in Balinese traditional inheritance. This thesis explains how the implementation of the legal protection of daughters in Balinese traditional inheritance which embracing patrilineal system in Desa Duda. The research method used is empirical research, which get the results of the implementation of legal protection for daughters only when she isnt married as far as the right to enjoy her familys property. The internal barriers are the strong Balinese customs that embracing patrilineal family system. External barriers are located in Pemda Bali because Perda Bali No. 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman isnt regulated regarding the renewal period of awig-awig Desa Pakraman every year, resulting the awig-awig of Desa Duda from 1994 still valid until now, regardless of the current state of society. That effort for internal barriers include cultural change through consistent education to the community, with socialization to remote villages regarding Keputusan No.01.KEP/PSM-3/MDP/BALI/2010 tentang Hasil-hasil Pasamuhan Agung III MDP agreed on the existence of inheritance rights for Balinese daughters. As well as efforts for internal barriers by making changes in Perda No. 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman, which contained explicitly that the awig-awig of Desa Pakraman must be changed every year. So that with the existence of such regulations, the awig-awig of each village has a change to adjust the conditions of the local community."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Juara R.
"The Karo people in North Sumatra (Indonesia) consider areas in the Karo regency and those in other regencies as part of Taneh Karo (the Karolands), despite the fact that these areas comprise different administrative territories. This paper focuses on how the idea of Taneh Karo is articulated in a special Karo myth. Scholarly research has discovered that the notion of Taneh Karo originated in pre-colonial times, but an analysis of a local myth which established the concept of Taneh Karo remains an interesting anthropological study. This study is significant as it endeavours to comprehend the traditional ways of life of the Karo people, and it is a crucial attempt to map out the inter-group relations in the Karo area, where the Acehnese, the Batak, and the Malay people take part. It is interesting to note that the myth of Karo has positioned the Karo community and land in a distinctive site within the network of inter-related groups. This is precisely the position which would determine the formation of the Karolands."
Depok: Faculty of Humanities University of Indonesia, 2010
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syadrina Ulya Zahrah
"Anak merupakan merupakan buah hati yang sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan suami-istri, utamanya apabila mereka bercerai. Tumbuh kembang anak umumnya berpotensi terhambat apabila kebutuhan-kebutuhannya seperti misalnya biaya penghidupan dan atau biaya pendidikannya tidak terjamin. Mengingat begitu pentingnya pengaturan pemeliharaan anak pasca perceraian orang tua maka penelitian ini ingin mengetahui bagaimana praktik penerapannya dengan menganalisa Putusan Pengadilan Nomor 09/Pdt.G/2014/PN.Gir., dan Nomor 1382/Pdt.G/2019/PA.Bms., ditinjau dari perspektif undang-undang perkawinan, kompilasi hukum islam, dan hukum adat melalui sistem kekerabatan: patrilineal, matrilineal, dan parental/bilateral. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif, atau studi kepustakaan yakni suatu penelitian yang dilakukan atau didasarkan pada peraturan-peraturan yang terkait. Penelitian ini menemukan bahwa, secara yuridis formal dapat dipahami anak di bawah umur sepatutnya berada dalam pemeliharaan ibunya. Seperti halnya dalam Putusan Pengadilan Nomor 1382/Pdt.G/2019/PA.Bms., Hakim Pengadilan Agama Banyumas memutus hak asuh anak berada pada ibunya. Berbeda dengan Putusan Pengadilan Nomor 09/Pdt.G/2014/PN.Gir., meskipun anak masih di bawah umur namun Hakim Pengadilan Negeri Gianyar memutuskan pemeliharaan anak kepada ayahnya sesuai dengan hukum adat yang dianut masyarakat adat setempat yaitu adat Bali yang menganut sistem kekerabatan patrilineal. Kesimpulan dari penelitian yaitu undang-undang membebaskan kepada mantan pasangan suami istri untuk menentukan sendiri hukum yang digunakan dari macam pluralisme hukum di Indonesia dalam menentukan pemeliharaan anak. Bapak dan ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata demi kepentingan
anak.

Children have very big influence in the lives of husband and wife, especially if they get divorced. Children's growth and development potentially obstructed if their needs such as cost of living and or cost for education are not guaranteed. Given the importance of child care after parental divorce, this study discovers how the practice is implemented by analyzing Court Ruling Number 09/Pdt.G/2014/PN.Gir., and Number 1382/Pdt.G/2019/PA.Bms., studied from the regulation of marriage law, Islamic law compilation, and customary law through the kinship system: patrilineal, matrilineal, and parental/bilateral. The method used in this research is a normative research method, or literature study, namely a research conducted or based on related regulations. This study found that, legally, underage children should be under the care of their mothers. As in the Court Ruling Number 1382/Pdt.G/2019/PA.Bms., the Judge of the Banyumas Religious Court ruled that the child custody belongs to the mother. As opposed to Court Ruling Number 09/Pdt.G/2014/PN.Gir., even though the child is still an underage, the Judge of the Gianyar District Court ruled the child care to the father in accordance with the customary law adopted by the local indigenous community, namely the Balinese custom which adheres to patrilineal kinship system. The conclusion of this research is that the law frees ex-husband and ex-wife to determine for themselves the law used from types of legal pluralism in Indonesia in determining child care. Fathers and mothers are still obliged to nurture and educate their children, solely for the benefit of the child."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library