Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kinanti Justi Andika
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam menjalankan jabatannya harus bertanggung jawab penuh atas akta yang telah dibuat. Hal ini disebabkan apabila PPAT tidak menjalankan kewajibannya dalam pembuatan akta sehingga akta yang dibuat tidak sesuai dengan bentuk dan tata cara pengsian akta, maka akta tersebut memiliki akibat hukum. Penelitian ini memiliki pembahasan tentang pembuatan Akta Jual Beli (AJB) yang seharusnya dalam pembuatan akta dihadiri oleh para pihak dan saksi di hadapan PPAT. Permasalahan dalam penelitian ini adalah akibat hukum terhadap AJB yang dibuat tanpa kehadiran para pihak dan saksi di hadapan PPAT dan tanggung jawab PPAT atas pembuatan AJB tanpa kehadiran para pihak dan saksi. Penelitian ini merupakan penelitian berbentuk yuridis normatif, tipe penelitian eksplanatoris, jenis data sekunder dengan analisis kualitatif dan hasil penelitian deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh simpulan bahwa akibat hukum terhadap AJB yang dibuat tanpa kehadiran para pihak dan saksi di hadapan PPAT adalah AJB tetap sah karena telah memenuhi syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tetapi AJB tidak dapat dijadikan dasar perubahan data pendaftaran tanah oleh karena pembuatan AJB tersebut tidak sesuai dengan bentuk dan tata cara pengisian akta PPAT yang diatur dalam Pasal 96 Ayat (1) Peraturan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, tanggung jawab PPAT atas pembuatan AJB tanpa kehadiran para pihak dan saksi dapat diberikan sanksi administratif, kode etik, perdata dan pidana.

The Land Deed Making Official (PPAT) in carrying out their duties must be fully responsible for the deed that has been made. This is because if the PPAT does not carry out its obligations in making the deed so that the deed made is not in accordance with the form and procedure for filling the deed, then the deed has legal consequences. This study has a discussion about the making of the Sale and Purchase Deed (AJB) which should be in the making of the deed attended by the parties and witnesses before the PPAT. The problem in this study is the legal consequences of AJB made without the presence of the parties and witnesses before PPAT and PPAT's responsibility for making AJB without the presence of the parties and witnesses. This research is a normative juridical research, explanatory research type, secondary data type with qualitative analysis and analytical descriptive research results. Based on the results of this study, it was concluded that the legal consequences for AJB that were made without the presence of the parties and witnesses before PPAT were that AJB was still valid because it had fulfilled the terms of the agreement agreement in Article 1320 of the Civil Code, but AJB could not be used as the basis for changing data land registration because the AJB is not in accordance with the form and procedure for filling out the PPAT deed as regulated in Article 96 Paragraph (1) Regulation of the Head of the National Land Agency Number 8 of 2012 concerning Amendments to Regulation of the State Minister of Agrarian Affairs Number 3 concerning Provisions for Implementation of Government Regulations Number 24 of 1997 concerning Land Registration, PPAT's responsibility for AJB without the presence of the parties and the manufacture can be given administrative sanctions, codes of ethics, civil and criminal. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nurul Huda
"Tesis ini mendeskripsikan proses transformasi sosial yang timbul dari penetrasi kapitalisme dan globalisasi di suatu lokasi yang spesifik. Melalui studi kasus Proyek Migas di Lapangan Banyuurip Blok Cepu di Bojonegoro, penelitian ini memperlihatkan bagaimana interaksi antara korporasi multinasional ExxonMobil dan situasi-situasi lokal telah membentuk praktek-praktek sosial, ekonomi dan budaya tertentu dan pada saat yang sama memungkinkan korporasi tersebut mewujudkan agendanya guna mengakumulasi laba.
Temuan utama penelitian ini adalah bahwa Proyek Migas Blok Cepu merupakan arena pertarungan, kolaborasi, negosiasi, akomodasi dan bahkan resistensi antar aspirasi dan kepentingan dari para aktor baik pada skala global, nasional dan lokal dengan beragam agenda yang berbeda (ekspansi kapital global, pembangunan, praktek entrepreneural). Tesis ini memanfaatkan konsep ?Friction? yang diajukan oleh Anna Tsing (2005) sebagai suatu kerangka penelitian empiris dalam mengkaji proses-proses global yang sedang berlangsung.

This research aims to present the case of the Proyek Blok Cepu as illustration of how capitalism and globalization penetrate and arise social transformation in Bojonegoro regency. As this study shows, global interaction between ExxonMobil multinational corporation and local situations forms a spesific social, cultural, and economic practices and processes, as well as allows this capitalist corporation to operate.
It is found that Proyek Blok Cepu has been an arena of battles, collaborations, negotiations, accomodations and even resistences between aspirations dan interests of multiscalar actors and agenda (global capital expansion, development, and entrepreneurial activities). This study employs Tsing's "Friction" as a conceptual tool for empirical research to investigate a global processes.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T28587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anis Rifai
"Kebebasan berkontrak yang merupakan "roh" dan "napas" sebuah kontrak atau perjanjian secara implisit memberikan panduan bahwa dalam berkontrak pihakpihak diasumsikan mempunyai kedudukan yang seimbang. Dengan demikian, diharapkan akan muncul kontrak yang adil dan seimbang pula bagi para pihak. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan yang bersifat yuridisnormatif. Hasil penelitian menyarankan bahwa ada sejumlah pembatasan terhadap kebebasan berkontrak dalam sejumlah sistem hukum. Pembatasan kebebasan berkontrak tersebut dilakukan baik melalui peraturan perundang-undangan maupaun putusan pengadilan. Dalam sistem hukum modern dewasa ini, kebebasan berkontrak di atas tidak hanya dibatasi oleh larangan-larangan yang diciptakan peraturan perundang-undangan (statutory prohibition), tetapi juga oleh extra legal standard. Extra legal standard tersebut merupakan standar yang berkaitan dengan agama, moral, dan keadilan. Dengan adanya standar ini, maka kontrak tidak dapat lagi hanya dipandang sebagai ex nihilo, hasil dari kesepakatan atau kehendak bebas para pihak untuk saling mengikatkan diri, tetapi kontrak harus dikaitkan dengan prinsip-prinsip agama, moral dan keadilan. Keseimbangan para pihak dalam berkontrak merupakan konsep dasar yang tidak dapat ditawar dan mutlak harus dipenuhi, karena itu dalam diri para pihak yang berkontrak harus terdapat pemahaman dan penghormatan terhadap hak masing-masing. Oleh karena itu, dapat dipahami perkembangan asas kebebasan berkontrak yang cenderung mengarah pada ketidakseimbangan para pihak kemudian dibatasi oleh berbagai ketentuan yang bersifat memaksa agar pertukaran hak dan kewajiban dapat berlangsung secara proporsional. Hakim diberikan kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian, agar jangan sampai pelaksanaan itu melanggar keadilan dan kepatutan. Selain itu, Hakim juga berkuasa untuk menyimpangi daripada isi perjanjian menurut susunan kata-katanya, manakala pelaksanaan yang demikian itu bertentangan dengan rasa keadilan, hal ini berdasarkan Pasal 1338 Ayat (3) KUHPerdata.

Freedom contract that is "breath" and "spirit" a contract or agreement in an implicit manner provides guidance whereby the contracting parties are assumed to have a balanced position. Thus, the contract is fair and balanced for the parties. The method used in this research is a normative-juridical approach. Research results suggest that there are a number of restrictions against freedom of contract in a number of a legal system. The restriction of freedom of contract should be conducted through legislation of judicial decision. In the modern legal system, this adult freedom contract mentioned above is not only limited by restrictions created in the legislation (statutory offense prohibition), but also by extra legal standard. This legal standard one standards related to religion morality, and justice. With the existence of this standard, then contract. Can no longer be viewed ex nihilo. Contract is not only the product of content and free will of the parties, but it has to be associated with religions, morality, and the just principles. Balance parties in of contract is the basic concept that indespensible and absolute must be fulfilled, therefore there will be of mutual understanding and respect between the parties for their rights. Hence, it is understood the development of the principle of freedom of contracts that are likely to lead to an imbalance of the Parties subsequently limited by a variety of provisions that are forced to exchange rights and obligations can take place proportionally. Judges are given the power to oversee the implementation of an agreement, in order the prevent violation of fairness and propriety. In addition, the judge also rule against the content of the agreement according to the arrangement of the words, should the implementation that is contrary to the sense of Justice based on Article 1338 BW paragraph (3). "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naudi Kusuma Wardhini
"Di Indonesia tanah menjadi sangat vital peranannya bagi semua kehidupan, selain menjadi tempat tinggal, tanah dapat dimanfaatkan untuk segi ekonomi. Untuk memperoleh tanah yang diinginkan, salah satu caranya adalah dengan jual beli. PPAT sangat berperan dalam transaksi jual beli, dalam bingkai hukum Indonesia akta jual beli tanah wajib dibuat oleh PPAT dan ditandatangani oleh para pihak, maka akta jual beli tersebut menjadi bukti adanya transaksi jual beli tanah yang sah dengan kesepakatan harga dan ketentuan lain mengenai hak dan kewajiban para pihak yang telah disetujui kedua belah pihak dan dengan ditandatanganinya akta jual beli tersebut, menandakan terjadinya perpindahan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli. Maka dari itu, proses pembuatan akta jual beli sangat penting dilakukan di hadapan PPAT karena tidak semua orang bisa memahami apa yang ia tanda tangani. PPAT harus berhati-hati dalam meneliti pembeli, penjual ataupun objek jual beli tersebut, agar timbulnya akta jual beli tidak merugikan segala pihak. Tesis ini membahas pertanggungjawaban PPAT dalam hal tidak membacakan akta jual beli di hadapan para pihak serta akibat hukum dari akta jual beli tersebut, dan pertimbangan hakim judex factie dan judex juris dalam menimbang kasus ini, karena terdapat perbedaan pendapat antara pertimbangan hakim tersebut. Bentuk penelitian tesis ini adalah yuridis normatif yang bersifat eksplanatoris dengan metode analisis data kualitatif. Hasil penelitian ini menyarankan kepada pemerintah yang mengurusi PPAT agar dapat selalu bersinergi dengan PPAT itu sendiri dalam rangka meningkatkan kualitas akta jual beli baik formil maupun materil dalam rangka meningkatkan kepastian hukum peralihan hak atas tanah.

In Indonesia, land has a vital role for all life, apart from being a place to live, land can be utilized from an economic perspective. To obtain the desired land, one way is to buy and sell. Land deed officials plays a significant role in the sale and purchase transaction. In the framework of Indonesian law, the land sale and purchase certificate must be made before the land deed officials and signed by the parties, so the sale and purchase deed becomes evidence of a legal land sale and purchase transaction with a price agreement and other provisions regarding rights and rights. Obligations of the parties that both parties have agreed. The signing of the sale and purchase deed indicates the transfer of land rights from the seller to the buyer. Therefore, making a sale and purchasing deed is very important for land deed officials because not everyone can understand what he is signing. Furthermore, land deed officials must be very careful in examining the buyer, seller, or object of sale and purchase, so that the sale and purchase deed does not harm all parties. This thesis discusses the land deed officials's responsibility in not reading the sale and purchase deed in front of the parties as well as the legal consequences of the sale and purchase deed, and the judex factie and judex juris considerations in considering this case because there are differences in opinion between the judges' considerations. The form of this research is juridical normative, which is explanatory with qualitative data analysis methods. The results of this study suggest that the government in charge of land deed offiicials should always synergize with the land deed offiicials itself in order to improve the quality of sale and purchase deed, both formal and material, in order to increase legal certainty of the transfer of rights to land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amza Aulia Zamani
"Kegiatan transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Jasa transportasi mempunyai peranan penting bukan hanya untuk melancarkan arus barang dan mobilitas manusia, tetapi jasa transportasi juga membantu tercapainya alokasi sumber daya ekonomi secara optimal. Perkembangan teknologi dan informasi begitu cepat di era globalisasi ini, dan transportasi tidak luput terkena dampaknya. Kini masyarakat sudah tidak asing dengan berbagai aplikasi online untuk berbagai transaksi atau perjanjian. Transportasi online yang ada pada saat ini sendiri merupakan layaknya jasa tranportasi pada umumnya, hanya saja pelayanan dan ketentuan mengenai kebutuhan yang diperlukan dilakukan melalui suatu aplikasi berbasis online. Dengan adanya eksistensi layanan baru di bidang transportasi, Pemerintah perlu segera mengeluarkan regulasi. Tidak lama ini, pada bulan Desember 2018, dikeluarkan peraturan baru untuk memadai keadaan transportasi online di Indonesia oleh Peraturan Kementrian Perhubungan. Dimana transportasi online disebut menggunakan istilah Angkutan Sewa Khusus. Disisi lain, Filipina merupakan negara pertama di dunia yang memiliki regulasi mengenai tranporatsi online atau yang disebut sebagai transportasi berbasis aplikasi, yaitu Tranport Network Vehicle Services (TNVS) atau perusahaan transportasi online yang disebut Transprot Network Companies (TNC). Disini penulis memberikan perbandingan pengaturan transportasi online antara kedua negara dari aspek perdata, melihat bagaiman pengaturan tersebut mengatur hak dan kewajiban bagi para pihak pelaku kegiatan transportasi online.

Transportation activities or services have a significant role in Indonesia’s societies. Transportation services not only accelerate the flow of goods and human mobility, but also to help to achieve optimal allocation of economic resources. The development of information and technologu is growing rapidly in this era of globalization, and transportation secotr is affected by its development. Nowadays, people are getting more familiar with online applications for various transactions or agreements. Currently, online transportation that is available is just like any other transportation services out there, however the requirements needed for the services are made through an online based application. With the existence of new services in the transportation sector, the Government needed to immediately issue regulations. Not long ago, in December 2018, a new regulation was issued for adequate online transportation in Indonesia by the Ministry of Transportation, Where online transportation is called using a term Angkutan Sewa Khusus. On other side,  the Philippines is the first country in the world to have regulations on online transportation or what is referred to as application-based transportation, namely Tranport Network Vehicle Services (TNVS) or an online transportation companies called Transprot Network Companies (TNC). Here the author gives a comparison on online transportation regulation between the two countries from the civil  law aspect, seeing how the regulations regulate the rights and obligations for the parties related to transportation online activtities."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moudy Khanza Pratiwi
"Tulisan ini menganalisis tentang kewenangan dan tanggung jawab notaris dalam hal berkaitan dengan dengan Bukti-bukti yang Diserahkan Para Pihak untuk Pelaksanaan Surat Perjanjian Bersama (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 693/Pdt.G/2021/PN Mdn). Masalah yang dirumuskan pertama mengenai bagaimana kewenangan notaris menyimpan berkas- berkas yang berkaitan dengan akta dan kedua tanggung jawab notaris berkaitan dengan penyimpanan berkas untuk pelaksaan surat perjanjian bersama yang berkaitan dalam putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 693/Pdt.G/2021/PN Mdn, yang dimana dalam perjanjian tersebut berisikan perjanjian bersama antara pihak A dan pihak W untuk permasalahan pelaporan sengketa tanah di Polda Sumatera Utara. Selain membuat perjanjian bersama tersebut Pihak A dan W juga sepakat untuk menitipkan surat-surat/dokumen untuk keperluan sengketa tanah yang akan dilaporkan ke Polda Sumatera Utara oleh W kepada Notaris N dengan ketentuan pengambilan surat-surat harus diketahui dan disetujui oleh para pihak secara bersama-sama. Metode dari penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif yaitu penelitian doktrinal yang disajikan secara deskriptif dan data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kewenangan notaris untuk menyimpan dokumen selain protokol notaris menimbulkan resiko hukum dan jika Notaris sengaja menahan surat-surat/dokumen yang dititipkan untuk dikembalikan notaris telah melakukan perbuatan melawan hukum dan pidana penggelapan. Tanggung jawab notaris terhadap penyimpanan dokumen para pihak selain protokol notaris merupakan pertanggungjawaban pribadi karena dilakukan diluar kapasitasnya sebagai pembuat akta, dan bertindak diluar kewenangannya yang diatur oleh UUJN.

This article analyzes the authority and responsibilities of a notary in matters relating to the evidence submitted by the parties for the implementation of the joint agreement (Case Study of Medan District Court Decision Number 693/Pdt.G/2021/PN Mdn). The problem formulated is firstly regarding the notary's authority to store files relating to the deed, and secondly, the notary's responsibilities are related to storing files for the implementation of the collective agreement related to Medan District Court decision Number 693/Pdt.G/2021/PN Mdn, where the agreement contains a joint agreement between party A and party W regarding the issue of reporting land disputes at the North Sumatra Regional Police. Apart from making the joint agreement, Parties A and W also agreed to entrust letters and documents for land dispute purposes, which will be reported to the North Sumatra Regional Police by W to Notary N, with the provision that taking the documents must be known and agreed to by the parties jointly. The same. The method of this research uses qualitative data analysis methods, namely doctrinal research, which is presented descriptively, and secondary data obtained from library materials, which is analyzed qualitatively. The results of this research show that the notary's authority to store documents other than the notary's protocol creates legal risks, and if the notary deliberately holds the letters or documents entrusted for return, the notary has committed an unlawful act and the crime of embezzlement. The notary's responsibility for storing the parties' documents other than the notarial protocol is a personal responsibility because it is carried out outside his capacity as a deed maker and acts outside his authority as regulated by the UUJN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairani `Arifah
"Lelang wajib didahului dengan pengumuman lelang yang dilakukan oleh penjual agar diketahui oleh masyarakat sehingga terpenuhinya asas keterbukaan/transparency. Namun, walaupun lelang telah dilaksanakan sesuai ketentuan dalam peraturan, ternyata masih terdapat permasalahan di mana Penjual memasukan kesalahan informasi foto objek ke dalam baliho sebagai tambahan pengumuman lelang yang baru diketahui oleh Pembeli setelah lelang dilaksanakan. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang keabsahan proses pelaksanaan lelang eksekusi dengan ketidaksesuaian informasi objek dalam baliho sebagai tambahan pengumuman lelang ditinjau dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 Tahun 2016 dan tanggung jawab Pejabat Lelang serta Penjual atas lelang tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis adalah pengumuman dalam baliho tidak mempengaruhi keabsahan proses pelaksanaan lelang eksekusi. Karena, baliho hanya merupakan tambahan pengumuman lelang bukan pengumuman lelang wajib sebagaimana dalam selebaran dan surat kabar harian. Proses lelang telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Namun, terdapat perbuatan melawan hukum yaitu ketidaksesuaian informasi objek dalam baliho atas kesalahan Penjual yang menyebabkan kerugian sehingga diajukan gugatan oleh Pembeli. Selanjutnya, Pejabat Lelang bertanggung jawab sebatas dalam jalannya pelaksanaan lelang yang dipimpinnya dan legalitas formal subjek dan objek lelang. Penjual telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan memasukkan kesalahan informasi dalam pengumuman tambahan sehingga bertanggung jawab atas gugatan perdata oleh Pembeli.

Auction must be preceded by auction advertisement conducted by the Seller to fulfill the transparency principle. Despite the auction has been conducted in accordance with the provisions in auction regulations, it turns out that there are still problems because the Seller attach misinformation of photo objects into the billboard in addition to the mandatory auction advertisement. This problem is known by the Buyer after the auction is held. The problems raised in this study are how the validity of auction process with incompatibility of object information in billboard as additional auction advertisement is in consideration of provisions of the Minister of Finance Regulation Number 27 of 2016 and how the responsibility of the auctioneer and the seller is. To answer the problem, the writer used normative juridical research method with explanatory research type. The result of the analysis is announcements in billboards do not affect the validity of the auction process because these advertisements are only additional to the mandatory auction advertisements in leaflets and daily newspapers. Besides, the auction process has been carried out legally in accordance with the provisions of the Regulation of the Minister of Finance Number 27 of 2016 concerning Guidelines on Auction Implementation. However, there is incompatibility of object information in the billboard because of the Seller’s fault that causes losses so that the Buyer filed a lawsuit. In relation to this problem, the research found that the auctioneer is responsible only for the conduct of the auction led by him and for the formal legality of subject and object of the auction. Hereinafter, The Seller, who has committed an act against the law (tort) by including misinformation in additional auction advertisements, has to be responsible for civil lawsuits by the Buyer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library