Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mashudi
Abstrak :
Penelitian ini mengkaji tentang perubahan sosial akibat pembangunan perkebunan sawit di Desa Sembuluh, Kecamatan Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan proses perubahan yang terjadi di tingkat masyarakat, yaitu bagaimana perubahan yang terjadi, dan bagaimana masyarakat merespon perubahan tersebut. Kerangka konsep yang digunakan adalah pembangunan dan perubahan sosial. Pembangunan bukanlah istilah yang netral. Antara para perencana pembangunan dan masyarakat lokal mempunyai persepsi yang berbeda. Pada proses pembangunan perkebunan sawit, terdapat sebagian masyarakat yang mendukung, dan sebagian lainnya menolak program tersebut. Konsep perubahan sosial dalam penelitian ini mengacu pada konsep perubahan sosial menurut Soemardjan (1981) dan Cohen (1983). Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai sosia!, pola tingkah laku antara kelompok dalam masyarakat, dan organisasi sosial masyarakat. Penyebab terjadinya perubahan sosial adalah adanya kontak antara masyarakat lokal dengan pihak luar yang memperkenalkan sesuatu yang baru, yang mana terdapat proses dinamis dari perubahan tersebut. Indikator yang digunakan untuk melihat perubahan sosial dalam penelitian ini adalah: pertama, mata pencaharian hidup masyarakat, yaitu perubahan sistem mata pencaharian hidup masyarakat dari pekerjaan-pekerjaan yang mengandalkan ketersediaan surnberdaya alam, menjadi buruh di perusahaan perkebunan sawit. Kedua, pengusaan lahan, yaitu perubahan dari pola penguasaan lahan komunal merijadi individual dan komersial. Ketiga, kepemimpinan lokal dan organisasi sosial, yaitu perubahan dari dari kepemimpinan kepala desa yang mewakili pemerintahan pusat menjadi kepemimpinan yang berperan ganda, yaitu mewakili pemerintahan pusat, dan mewakili masyarakat ketika berhubungan dengan perusahan perkebunan sawit.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T 21478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Towansiba
Abstrak :
Sektor pertanian merupakan salah satu sector yang perlu ditumbuhkembangkan dalam pelaksanaan pembangunan nasional, peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum. Atas pertimbangan hal tersebut pengembangan sector ini juga dilaksanakan di masyarakat yang mana pada gilirannya akan dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat di Distrik Prafi. Pelaksanaan program pembangunan pengembangan komodity perkebunan banyak pola yang dikembangkan, dimana salah satunya adalah pengembangan masyarakat melalui Perusahan Inti Rakyat Perkebunan ( Pola PIR-BUN). Dimana dalam pelaksanaan program ini diharapkan terjadinya transfer teknotogi perkebunan dan perusahan inti/perusahan pengelolaan kepada masyarakat yang berada di sekeliling lokasi dilaksanakan proyek. Dalam pelaksanaan program pembangunan perkebunan kelapa sawit pola PR tersebut peran petugas penyuluh lapangan ( PPL), sangat panting, karena mengingat kondisi masyarakat local yang mendiami dataran Prafi yang dinilai masih sangat terbelakang, tertinggai dan masih merniliki pola pendidikan yang sangat rendah. Karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang peran petugas penyuluh lapangan dalam program pembangunan perkebunan kelapa sawit pola PIR-Bun (Perusahan Inti Rakyat Perkebunan) serta faktor - faktor pendukung dan faktor - faktor penghambat peran petugas penyuluh lapangan (PPL) dalam program pembangunan perkebunan kelapa sawit pola PIR-Bun. Melalui pendekatan kualitatif digambarkan secara akurat dari pengamatan yang dilakukan secara lengkap tentang gejala atau situasi sosial diantaranya melalui pengamatan dan wawancara dengan mengunakan teknik purposive sampling dimana informan dipilih oleh peneliti sendiri guna memperoleh data dari informan tersebut secara akurat sesuai dengan permasalahan penelitian. Beberapa informan yang dipilih adalah Bupati Manokwari, Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Manokwari, Kepala Distrik Prafi, dan Petani Plasma. Analisis dilakukan dengan menelah data - data yang diperoleh dari berbagai sumber dan informan. Hasil yang telah diperoleh dari penelitian ini menunjukan bahwa selama pelaksanaan program pembanganan perkebunan kelapa sawit pola PIR-Bun tahap III tahun 2001/2008, telah berjalan melalui beberapa tahapan yang meliputi; tahapan persiapan lahan, tahapan pembibitan dan pengamman dan tahapan pemeliharaan serta perawatan lahan. Dalam tiga tahapan tersebut, Peran petugas penyuluhi lapangan (PPL) lebih berperan sebagai tenaga pendidik (educator) karena kondisi sosial masyarakat yang diniIai masih membutuhkan pembinaan, pelatihan, dan pemberian contoh contoh kongkritnyata bagi masyarakat lokal. Hal tersebut dilakukan oleh petugas penyuluh lapangan (PPL) mengingat rata rata masyarakat di Distrik Prafi adalah masyarakat yang baru rnengalami proses perpindahan penduduk dui wilayah - wilayah pegunungan Arfak, masyarakat yang masih memiliki pola hidup sederhana, masyarakat yang masih hidup terasing, terbelakang maupun kebodohan. Sehingga pola pendekatan yang dilakukan oleh tenaga penyuluh lapangan adalah pola pendekatan educator ( mendidik, membina, melatih) dalam ketiga tahapan tersebut diatas. Dalain pelaksanaan program pembangunan perkebunan kelapa sawit pola PIR- Bun di Distrik Prafi tersebut ada beberapa faktor yang memberikan dukungan dalam menunjang keberlangsungan program seperti halnva dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari, peran serta masyarakat dan dukungan kepala - kepala suku. Dari ketiga dukungan tersebut, tentunya sangat memberikan respons yang sangat positif terhadap keberhasilan program. Namun disisi faktor pendukung tersebut, tentunya juga ada beberapa faktor yang sangat menghambat proses pelaksanaan program dilapangan. Faktor - faktor penghambat tersebut adalah factor sumber daya manusia (SDM), faktor tradisi adat komunitas masyarakat lokal dan faktor iklim/cuaca.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22170
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Machroes Effendy
Abstrak :
Isi Ringkasan : Dalam rangka peningkatan dan pemerataan pendapatan, Pemerintah melaksanakan Pembangunan di daerah-daerah, termasuk daerah Kalimantan Barat. Pembangunan Dilakukan sesuai dengan kondisi,masing-masing daerah. Pembangunan daerah Kalimantan Barat dititikberatkan pada pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi tersebut selain bertumpu pada pengelolaan hasil hutan beserta industri pengolahannya, juga pada perkebunan, termasuk di dalamnya adalah perkebunan kelapa sawit yang rerata pertumbuhannya tertinggi di antara jenis perkebunan lainnya. Pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat dilaksanakan mulai tahun 1980 oleh PN Perkebunan VII (Sekarang PT Perkebunan Nusantara XIIIKalimantan). Perkebunan ini berkembang pesat dan diprediksikan mencapai setengah juta hektar pada tahun 2000. Dengan luas tersebut diharapkan pada masa datang sektor industri kelapa sawit akan merupakan unsur pokok penggerak pembangunan di Kalimantan Barat. Di sisi lain, pembangunan perkebunan kelapa sawit, seperti halnya pembangunan proyek-proyek pada umumnya, akan berdampak positif dan negatif terhadap komponen-komponen lingkungan hidup, termasuk komponen sosial ekonomi dan budaya. Dampak tersebut harus diwaspadai, dampak negatif harus ditekan menjadi sekecil-kecilnya. Cara yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah dengan mengadakan evaluasi terhadap dampak yang ditimbulkan. Dengan evaluasi akan diketahui apakah tindakan dan dampak tersebut sesuai dengan yang diharapkan, selanjutnya dapat dilakukan tindakan-tindakan yang tepat untuk menghindarkan dampak negatif. Penelitian bertujuan untuk mengetahui dampak yang timbul dengan adanya PIR V Ngabang yang meliputi aspek demografi, sosial ekonomi dan sosial budaya, mengkaji sebab dan akibat dampak, serta persepsi masyarakat terhadap keberadaan PIR V Ngabang. Untuk mendukung penelitian tersebut, dipergunakan hipotesis, jika keberadaan PIR V Ngabang memberikan dampak sosial ekonomi dan budaya, maka adanya PIR V Ngabang dapat menimbulkan dampak terhadap tingkat pendidikan, kegiatan bersama dan pertemuan warga, mata pencaharian, dan penghasilan masyarakat. Untuk menganalisis dan membuktikan hipotesis di atas, maka dalam penelitian ini akan diukur dan dianalisis beberapa variabel, yaitu: - Tenaga kerja yang terserap oleh PIR V - Tingkat pendidikan masyarakat sebelum dan sesudah adanya PIR - Kegiatan masyarakat dan pertemuan warga sebelum dan sesudah adanya perkebunan - Mata pencaharian utama dan sampingan sebelum dan sesudah adanya PIR V - Tingkat penghasilan masyarakat sebelum dan sesudah ada perkebunan Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan kriteria desa yang dipilih adalah desa yang berdekatan dengan PIR, dan mata pencaharian masyarakatnya beragam. Untuk itu lokasi penelitian ditentukan di desa Hilir Kantor, sebuah desa terletak disebelah timur PIR dan berhimpitan dengan FIR. Dari desa Hilir Kantor diteliti keadaan sosial ekonomi dan budaya masyarakatnya. Untuk mendapatkan gambaran keadaan desa sebelum ada PIR, ditentukan desa dengan kriteria terletak di Kecamatan Ngabang, diperkirakan tidak terkena dampak PIR, dan mempunyai kemiripan dalam hal akses keluar masuk desa . desa tersebut kemudian-dijadikan desa pembanding-. Desa .yang ditetapkan sebagai desa pembanding adalah desa Jelimpo, sebuah desa diperbatasan Kecamatan Ngabang dengan Sosok, dan terletak kira-kira 30 km dari desa Hilir Kantor. Dari desa Jelimpo diteliti keadaan sosial ekonomi dan budaya masyarakatnya. Dengan membandingkan keadaan kedua desa tersebut dapat diperoleh gambaran dampak sosial ekonomi dan budaya PIR V Ngabang terhadap masyarakat sekitarnya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi yang dimaksud dalam hal ini adalah kepala keluarga (KK) yang sudah bermukim di lokasi penelitian lebih dari 15 tahun. Sampel ditentukan secara acak sebesar 10% dari populasi. Berdasarkan data, jumlah Kepala Keluarga (KK) yang telah lebih dari 15 tahun bermukim di desa Hilir Kantor adalah 671 KK dan di desa Jelimpo adalah 336 KK. Sesuai dengan ketentuan tersebut, responden di desa Hilir Kantor berjumlah 67 orang (KR) dan responden di desa Jelimpo berjumlah 33 orang (KK). Data primer diperoleh dengan mempergunakan kuesioner yang disebarkan kepada responden, selain itu dilakukan wawancara yang mendalam untuk mengetahui hal-hal yang tidak terungkap dari kuesioner. Data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya di analisis dengan program SPSS PC Plus; distribusi frekuensi untuk mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi dan budaya meliputi demografi, sosial ekonomi dan sosial budaya, uji-t dan uji proporsi untuk mengetahui dampak sosial ekonomi dan budaya PIR V Ngabang terhadap desa Hilir Kantor, dan tabulasi silang untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan PIR V Ngabang. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan, kecuali meningkatnya pendidikan dan penghasilan penduduk, secara umum dapat dikatakan keberadaan PIR V Ngabang memberikan dampak positif yang kecil dan bahkan Menimbulkan dampak negative terhadap budaya masyarakat. Meningkatnya tingkat pendidikan pada tingkat kepercayaan 0,95 atau alpha 0,05, karena PIR V Ngabang membangun sarana pendidikan SD dan SMP untuk keluarga karyawan, yang dapat pula dipergunakan oleh masyarakat sekitar. Tingkat penghasilan rata-rata setelah ada PIR adalah sebesar Rp 255.731,00 lebih tinggi dibandingkan sebelum ada PIR dimana rata-rata penghasilan penduduk Rp 357.424,00 , pada tingkat kepercayaan 0,99 atau alpa 0,01. Meningkatnya penghasilan masyarakat karena dengan adanya PIR V telah mendorong berkembangnya non basic ekonomi, sektor informal, warung-warung, perdagangan jasa dan lain-lain di desa sekitarnya. Beberapa hal lain' yang ditemukan sebagai berikut : PIR V Ngabang sangat rendah merespon tenaga kerja lokal. Dari penelitian diperoleh gambaran bahwa tenaga kerja lokal yang diserap hanya sebanyak 7,5% dari angkatan kerja yang ada, dan ini hanya mengisi 1,8% lowongan yang ada di perkebunan. Hasil penelitian juga menyiratkan adanya perubahan mata pencaharian utama dan sampingan penduduk yang bergeser dari petani menjadi beragam usaha, pada tingkat kepercayaan 0,95 atau alpa 0,05, yang disebabkan bertambah luasnya kesempatan berusaha di sektor perdagangan di sekitar perkebunan. Keberadaan PIR V telah memberikan dampak negative dengan "melemahnya keterlibatan sosial (social involvement) anggota masyarakat, pada tingkat kepercayaan 0,95 atau alpa 0,05, sebagai akibat lebih banyaknya ourahan waktu dan perhatian mereka tujukan pada pekerjaan mereka.
Social, Economic And Cultural Impact Of Oil Palm Plantation (A Case Study of PIR V Ngabang P.T Perkebunan Nusantara KIII in West Kalimantan)Summary : In the frame of increasing and implementing earning even distribution, the government carries out the development in all regions, including West Kalimantan. This development is carried out in accordance with the capability and potential which are available in each region. The development in West Kalimantan is focused on economical sector. That economical sector's development encompasses the management of forest product, processing industry and plantation, including oil palm plantation that has the highest grade among other plantations. The development of oilpalm plantation in West Kalimantan was first carried out in 1980 by PN Perkebunan VII (recent name P.T Perkebunan Nusantara KIII Kalimantan).The oilpalm plantation is grown up rapidly and it is estimated will reach 500.000 acres by the year 2000. By having that 500.000 acres, it is hoped that oilpalm industry sector can be the main key of development in West Kalimantan in the future. Besides, the development of oilpalm plantation, like other developments, will bring about positive and negative impacts to the living environmental components, including social component, economical component and cultural component. Those impacts should be alert, and negative impact should be minimized. The way that can be done to overcome those emerging impacts is by initiating evaluation, for by having evaluation it can be known whether the measures as well as the impacts conform to the setting desire. So, the appropriate measures can be carried out in order to be able to avoid the negative impact. The purpose of this research is to find out what types of impact that are going to emerge after PIR V Ngabang is established and it encompasses some aspects, such as demography, socioeconomic and sociocultural, examine the impact of cause - impact, as well as society's perception to the existence of PIR V Ngabang. Hypotesis is used to support the research, and the existence of PIR V brings about some impacts to socioeconomic and sociocultural at PIR surrounding area. By using hypothesis, education level after having PIR is higher than before having PIR and also together activities after having FIR is fewer than before having PIR, social meeting after having PIR is fewer than before having PIR, the main earnliving after having PIR is getting more and more various than before having PIR, secondary earnliving after having PIR is also geting more and more various than before having PIR and the income after having PIR is higher than before having PIR. To analyze and prove the above hypothesis, so this research is going to measure and analyze some variables, they are: - Employees that are employed by PIR V - Society's education grade before and after having PIR - Society's activities and meeting of members of society before and after having plantation. - The main and the second earnliving before and after having PIR Y - Society's income level before and after having plantation The determination of location of research is initiated purposively and the criteria of the chosen village is a village that is close to PIR and the members of the society have various earnlivings. That-is why, research location is determined at the village of Hilir Kantor, a village that is located on southern PIR and is close to PIR. There, the research is done on the situation of socioeconomic and cultural society. To get the illustration of the village situation before having PIR, it is determined with criteria of having similarity topography with the village of Hilir Kantor, located at Ngabang subdistrict and it is assumed that the impact of PIR will not effect it. That village, furthermore, is to be' a standard village. The Jelimpo village is determined as a standard village, it is in the border of Ngabang subdistrict and Sosok and is located around 30 km away from Hilir Kantor village. In Jelimpo village, the research is done on socioeconomic and cultural society. By comparing the situation of those two villages, so it can get an illustration of socioeconomic impact and culture of PIR V Ngabang to the surrounding society. This research constitutes a descriptive research. Population which is related to this subject means the family heads (KK) who have been living at the research location for more than 15 years. Samples are based on data, the number of family heads (KK) who have been living at Hilir Kantor village for more than 15 years is 671 family heads (KR) and those who have been living at Jelimpo village is 336 family heads (KK). In conformity with those stipulations, respondents at Hilir Kantor village are 67 people and at Jelimpo village are 33 people. Data which are obtained from further research are analyzed with SPSS PC Plus programme. The frequency of distribution to 'identify the condition of socioeconomic and cultural encompasses demography, ocioeconomic and sociocultural, the initiating of t-test is to find out the impact of socioeconomic and cultural PIR V Ngabang to Hilir Kantor village and crossed tabulation in order to find out the society's perception to the existence of PIR V Ngabang. First data is obtained by using questionnaires. Besides, an intense interview is used in order to obtain a further information. Based on the outcome of the research, generally the existence of PIR V Ngabang brings about a minor positive impact and even it can arouse negative impact to the cultural society, except the increasing of the education level and society's income. The increasing of education level at the degree of 0,95 trusting or alpha 0,05 is caused PIR V have built means of education from elementary school (SD) to junior high school (SHP) level and those schools are to be used by the family of employees as well as by the surrounding society. The average of salary degree after having PIR is Rp. 265.731,00 and it is higher than before having FIR, viz Rp. 157.424,00, at 0,99 of trusting degree or alpha 0.01. The increasing of society's income is caused PIR V have contributed the motivation to develop non-basic economic, informal sectors, stalls, service of trade and so forth at surrounding villages. Some other things that were found are: PIR V Ngabang is lack of responding local employees. The research shows that local employees which are employed are just 7.5 percent of the available work force or it just fills 1.8 percent of the available vacancies at plantation field. The outcome of the research also shows that there is a change of main earnliving of the society, it is from cultivators into merchants profession, at 0,95 of trusting degree or alpha 0,05 because the expansion of oppurtunities of having a job at trade sector around the plantation. The existence of PIR V arouse negative impact together with the lack of social involvement of members of society because they completely spend their time on their jobs.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T1716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Andriani
Abstrak :
Penelitian ini menelusuri berbagai bentuk alienasi yang dihadapi perempuan buruh harian lepas di perkebunan sawit rakyat (BHL sawit) yang tidak hanya berkaitan dengan aktivitas produksinya tetapi juga aktivitas reproduksinya, serta menelusuri bagaimana perempuan BHL sawit proses membangun agensi dalam menghadapi alienasi atas dirinya. Penelitian ini dilakukan di sebuah perkebunan sawit rakyat berskala industri di Povinsi Riau. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan perspektif feminis dan menggunakan kerangka teori alienasi yang dikembangkan oleh Alison Jaggar dan teori agensi yang dikembangkan oleh Sherry B. Ortner. Melalui rangkaian pendekatan tersebut, penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan BHL sawit mengalami empat bentuk alienasi yakni alienasi seksualitas, alienasi motherhood, alienasi intelektualitas dan alienasi terhadap alam. Proses alienasi atas perempuan BHL sawit dalam empat bentuk tersebut tidak terlepas dari proses tersingkirnya perempuan sebagai akibat ketidaktersediaan sumber produksi dan hubungan pengelolaan lahan yang dimiliki oleh perempuan. Selain itu, proses alienasi perempuan BHL sawit terkait erat dengan struktur sosial, akses, relasi sosial serta aktivitas produksi di perkebunan dan aktivitas reproduksi perempuan. Penelitian ini juga mengungkapkan agensi yang dibangun perempuan BHL sawit terkait strategi, negosiasi hingga resistensi sebagai respon atas proses alienasi yang dialami perempuan BHL sawit. ......This research identifies forms of alienation faced by women casual workers in oil palm plantation both at the production activity and the reproduction one, and elaborates the process of the women build their agency in the face of alienation. This research is held in a commercial smallholding oil palm plantation at Riau Province. Qualitative with feminist perspective is used as an approach of this research. There are two theoretical frameworks applied for this paper, the theory of alienation developed by Alison Jaggar and the Theory of Agency developed by Sherry B. Ortner. Through those frameworks, this research reveals that women casual workers in oil palm plantation experience four forms of alienations which are alienation in sexuality, motherhood, intellectuality and in environment. The process of alienation of the women in these four forms cannot be separated from the process of eliminating women as a result of the unavailability of production sources and the management of land owned by women. Moreover, the alienation process to women daily labor in oil palm plantation is closely related with the social structure, access, social relation, and both production and reproduction activity of women in the plantation. This research also elaborates the agency built by women casual workers in oil palm plantation related to the strategy, negotiation, and even resistance as a respond toward alienation process experienced by them.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zamzori
Abstrak :
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkembang dengan cepat, tahun 2002 tercatat 4,12 juta ha, dan sekitar 30% dari luas tersebut adalah perkebunan rakyat (smallholder). Peningkatan efisiensi dan nilai tarnbah perkebunan, rakyat diperlukan agar minyak sawit Indonesia lebih kompetitif di pasaran dan pendapatan petani meningkat. Makin luas kebun kelapa sawit makin banyak limbah dihasilkan, baik limbah kebun ataupun limbah dari pabrik minyak sawit. Jika tidak dikelola dengan baik, limbah tersebut berpotensi mencemari Iingkungan. Limbah dari kebun (gulma, daun dan pelepah sawit) serta limbah dari pabrik (lumpur, serat dan tandan kosong sawit) dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi atau sebagai bahan kompos. Dengan pemanfaatan limbah tersebut maka pendapatan petani akan meningkat dan potensi pencemaran lingkungan akan menurun. Sebagian besar (99%) produksi ternak Indonesia berasal dari peternakan rakyat. Perkebunan kelapa sawit dapat mendukung peternakan rakyat, yaitu sebagai penyedia pakan yang berasal dari limbah kebun danlatau pabrik minyak sawit. Ternak dapat memanfaatkan gulma yang ada di kebun kelapa sawit sehingga mengurangi penggunaan herbisida dan biaya pengendalian gulma. Kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang atau bahan pengomposan bersama limbah kebun dan/atau pabrik kelapa sawit sehingga meningkatkan penggunaan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Dengan pemanfaatan gulma dan kompos, biaya dan potensi pencemaran dari herbisida dan pupuk anorganik menjadi Iebih rendah. Kecamatan Talo adalah salah satu pusat pengembangan peternakan di Kabupaten Seluma, Bengkulu; tahun 2001 tercatat 2.400 ekor ternak sapi. Di kecamatan ini terdapat perkebunan dan pabrik kelapa sawit milik negara, serta dukungan sistem kemitraan dan bibit subsidi sehingga berkembang perkebunan kelapa sawit rakyat; tahun 2001 tercatat 1.033 ha. Di tingkat petani, berkembang kepemilikan kebun kelapa sawit dan ternak sapi oleh petani yang sama, yang dalam tulisan ini disebut petani integrasi. Sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: penerapan integrasi perkebunan kelapa sawit-peternakan sapi pada petani di Kecamatan Talo, belum diketahui pola/bentuk integrasi yang diterapkan, keuntungan dari sisi ekonomi dan ekologi, serta perbandingan kualitas kompos dari bahan campuran limbah kebun dan/atau pabrik kelapa sawit dan kotoran temak sapi dengan kompos buatan petani. Hipotesis yang diajukan adalah: 1) Dari sisi ekonomi, penerapan integrasi perkebunan kelapa sawit-peternakan sapi pada petani di Kecamatan Talo Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu menguntungkan; 2) Dari sisi ekologi, penerapan integrasi perkebunan kelapa sawit-peternakan sapi tersebut juga menguntungkan; 3) Kualitas kompos.-dari bahan campuran limbah kebun dan/atau pabrik kelapa sawit serta kotoran temak sapi lebih baik daripada kompos buatan petani. Pembuktian hipotesis menggunakan uji F dan wilayah berganda Duncan dengan α 5% Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan metode survei dan eksperimen. Survei dilakukan pada Bulan Mei-Juni 2004 di Kecamatan Talo Kabupaten Seluma, Propinsi Bengkulu. Eksperimen dilakukan pada Bulan Juni-September 2004 di halaman dan di dalam rumah kasa milik Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Tujuan survei adalah untuk mengetahui bentuk/pola integrasi, keuntungan integrasi dari sisi ekonomi dan ekologi. Keuntungan dari sisi ekonomi adalah selisih pendapatan dari kebun kelapa sawit antara petani integrasi dan petani non-integrasi, atau selisih pendapatan dari ternak sapi antara petani integrasi dan peternak non-integrasi. Keuntungan dari sisi ekologi adalah selisih jumlah penggunaan pestisida, pupuk anorganik, dan kompos antara petani integrasi dan non-integrasi. Tujuan eksperimen adalah untuk mengetahui perbandingan kuaiitas antara kompos perlakuan yang diuji dengan kompos petani (kontrol). Juga dilakukan analisis rasio manfaat-biaya (B/C ratio) untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha. Sampel dalam survei ditentukan secara sengaja dan acak sederhana. Tiga desa dan dua tahun tanam kelapa sawit menghasilkan dengan jumlah petani integrasi terbanyak ditentukan secara sengaja. Sampel dipilih secara acak sederhana dan diambil sebanyak 20% dari populasi target untuk petani integrasi dan non-integrasi, serta 100% (sensus) untuk peternak non-integrasi. Eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 (tiga) ulangan. Ada 2 (dua) tahap eksperimen yaitu pengomposan dan pengujian kompos ke tanaman. Perlakuan yang diuji pada pengomposan adalah: 1) Cempuran limbah kebun dan pabrik kelapa sawit serta kotoran temak sapi 25% dari berat bahan (KP-25); 2) Campuran limbah kebun dan pabrik kelapa sawit serta kotoran ternak sapi 50% dari berat bahan (KP-50); 3) Campuran limbah kebun dan kotoran temak sapi 25% dari berat bahan (K-25); 4) Campuran limbah kebun dan kotoran ternak sapi 50% dari berat bahan (K-50); dan 5) Kompos buatan petani (Kontrol). Pengukuran kualitas kompos meliputi kandungan C organik, N, P, K, Ca dan Mg total serta pengujian ke tanaman. Sebagai tanaman uji digunakan kangkung dengan rancangan acak lengkap, 3 (tiga) ulangan dan 8 (aelapan) tanaman tiap polibag. Tanaman uji diukur pertambahan tinggi mingguan, berat kering tajuk dan akar. Kesimpulan penelitian adalah: 1) Bentuk/pola integrasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu menyatu dan terpisah antara perkebunan kelapa sawit dan petemakan sapi; 2) Secara ekonomi, penerapan integrasi perkebunan kelapa sawit-petemakan sapi pada petani di Kecamatan Talo Kabupaten Seluma, Propinsi Bengkulu belum menguntungkan, baik ditinjau dari perkebunan kelapa sawit maupun dari petemakan sapi. Peningkatan pendapatan diperoleh hanya dari nilai hasil ternak itu sendiri; 3) Secara ekologi, penerapan integrasi nyata menguntungkan, yang terlihat dari penggunaan pupuk anorganik dan herbisida petani integrasi nyata lebin rendah serta penggunaan pupuk organik nyata lebih tinggi daripada petani non-integrasi. 4) Kualitas kompos perlakuan KP-25 (campuran limbah kebun dan pabrik kelapa sawit serta kotoran temak sapi 25% dari berat bahan) lebih baik daripada kompos perlakuan petani dilihat dari kandungan N dan K total; kandungan N dan K total perlakuan KP-25 masing-masing sebesar 1,87% dan 1,81% nyata lebih tinggi daripada perlakuan petani yang masing-masing sebesar 1,47% dan K 1,15%. Kualitas kompos perlakuan K-25, K-50 dan KP50 tidak berbeda dengan kompos perlakuan petani. BIC ratio perlakuan-perlakuan yang diuji kurang dari 1, yang menunjukkan bahwa dari sisi ekonomi tanpa ekologi tidak menguntungkan. Saran: a) Agar pendapatan meningkat dan potensi pencemaran lingkungan (dari limbah ataupun dari penggunaan masukan-luar) menurun, sebaiknya setiap pengembangan perkebunan kelapa sawit menerapkan integrasi dengan peternakan, misalnya dengan temak sapi; b) Agar penerapan integrasi perkebunan kelapa sawit peternakan sapi pada petani di Kecamatan Tale Kabupaten Seluma, Propinsi Bengkulu menguntungkan secara ekonomi maka perlu dilakukan sosialisasi dan pelatihan cara memanfaatkan temak sebagai rekanan (Partnership) untuk kerja di kebun kelapa sawit serta cara pemanfaatan limbah kebun dan/atau pabrik kelapa sawit untuk pakan ternak atau kompos; c) Agar kompos perlakuan KP-25 (campuran limbah kebun dan pabrik kelapa sawit serta kotoran temak sapi 25% dari berat bahan) menguntungkan secara ekonomi, perlu dilakukan kajian lebih mendalam terhadap teknik pengomposan sehingga miurah dan mudah diterapkan petani.
Palm plantation in Indonesia has developed fast, in 2002 there were 4.12 ha, and around 30% of it belonged to smallholders. More efficiency and additional value are needed so that Indonesian palm oil can be more competitive in global market and consequently it will increase the farmers' income. The larger the plantation the more waste it produces: waste from plantation and from the palm oil factory. The waste will pollute the environment if there is no treatment for it. Waste from plantation (weed, palm leaves and stems) and waste from the factory (mud, fiber and empty stems) can be reused as feed for cows or as the materials for compost. This treatment will increase the farmers' income and will decrease pollution. Most (99%) of Indonesia's livestock is produced by farmers. Palm plantation can support the farmers by providing the feed for cattle from its waste. On the other hand, the cattle can eat the weed in the plantation so it will reduce herbicide use and weed management cost. The cattle's dung can be used as fertilizer or as one of the materials in composting along with plantation waste and palm oil factory waste so it will increase organic fertilizer use and decrease inorganic fertilizer use. This system can reduce cost and potential pollution of herbicide and inorganic fertilizer. Talo sub-district is one of the livestock development centers in Seluma residence in the province of Bengkulu; In 2001 there were 2,400 cows in the farm. In this sub-district were state plantation and palm oil factory. With partnership system and subsidized seeds, they developed smallholders palm plantation. In 2001 there were 1,033 ha of smallholders palm plantation. The farmers became integration farmers for they had developed an integrated system: plantation and cow farming. The main topic of this thesis is: a research of the integration system of palm plantation -- cow farming by farmers in Talo sub-district, related to: a) the form/pattern of the applied integration system; b) economical and ecological benefits of the system; and c) quality comparison between compost made of plantation waste and/or palm oil factory and cow dung, and compost made by farmers. The hypothesis is: 1) From economical view, the integration system of palm plantation-cow farming by farmers in Talo sub-district is beneficial; 2) From ecological view, the integration system of palm plantation-cow farming by farmers in Talo sub-district is also beneficial; 3) The quality of compost made of plantation waste and/or palm oil factory and cow dung is better than compost made by farmers. The hypothesis would be tested using F test and Duncan double area with a 5 %. The research used qualitative and quantitative approach with survey and experiment methods. The survey was held from May to June 2004 in Talo sub-district, Seluma residence in the province of Bengkulu. The experiment was held from June to September 2004 in the yard and inside the gauze house of Faculty of Agriculture of University of Bengkulu. The objective of the survey is to see the integration form/pattern, the economical and ecological benefits of integration system. The economical benefit is the difference between the income from palm plantation of the integration farmers and that of non-integration farmers, or the difference between the income from cow farming of integration farmers and that of non-integration farmers. The ecological benefit is the difference of the amount used for pesticide, inorganic fertilizer and compost by integration farmers from that of non-integration farmers. The objective of the experiment is to compare the quality of the treated compost and that of farmers' compost (control). Benefit/cost ratio (B/C ratio) -analysis was also conducted to check the business feasibility rate. The samples of the survey were determined in purpose and simple random. Three villages and two years productive plantation with most integration farmers were chosen in purpose. Samples were determined in simple random and were taken of 20% of the target population of integration farmers and non-integration farmers, and 100% (census) of non-integration farmers. The experiment was using complete random plan with three repetitions. There were two steps in the experiment: the composting and the testing of compost on plants. The composting treatments were: 1) Mixture of plantation waste and palm oil factory waste and 25% of cow dung of material weight (KP-25); 2) Mixture of plantation waste and palm oil factory waste and 50% of cow dung of material weight (KP-50); 3) Mixture of plantation waste and 25% of cow dung of material weight (K-25); 4) Mixture of plantation waste and 50% of cow dung of material weight (K-25); and 5) Compost made by farmers (control). The measurement of the compost quality includes the total amount of C organic, N, P, K, Ca and Mg and a test to plants. The tester plant was kangkoong with complete random plan, 3 (three) repetition and 8 (eight) plants in each pot. The tester plants were measured to see the weekly height growth and the dry weight of the plants' root and crown. The conclusion of the experiment is: 1) The integration shape/pattern can be defined into 2 general types: the palm plantation and cow farm are integrated and separated; 2) From economical view, the application of the integration of palm plantation-cow farming by farmers in Talo sub-district, Seluma residence, Bengkulu is not beneficial from the palm plantation side or cow farming side. The increase of the income is only from the cattle value; 3) From ecological view, the applied integration is clearly beneficial because the usage of inorganic fertilizer and herbicide by integration farmers is less and the usage of organic fertilizer is higher than non-integration farmers. 4) The quality of compost of KP-25 treatment (the mixture of plantation waste and palm oil factory and 25% cow dung of material weight) is better than that of farmers' considering the amount of total N and K; the amount of total N and K in KP-25 treatment is each 1.87% and 1.81%. It is clearly higher than that pf farmers' which contains 1.47% N and 1.15% K. The quality of compost with K-25, K-50 and KP-50 treatments is not different from farmers' compost. The BIC ratio of tester treatment is less than 1 (one). It shows that from the economical view without ecological view it is not beneficial. Suggestion: a) To increase farmers' income and to reduce pollution (from waste or outside-input use), it is suggested that every palm plantation be integrated with livestock, such as cow farming; b) The integration of palm plantation-cow farming in Talo sub-district, Seluma residence, Bengkulu can be economically beneficial if there are socialization and trainings of how to use cattle in partnership with palm plantation and how to use plantation waste and/or palm oil factory waste as cattle's feed or compost; c) In order to make KP-25 treatment compost (the mixture of plantation waste and palm oil factory waste and 25% cow dung of the material weight) economically beneficial, a deeper study of compost making techniques is needed to make it easier and cheaper to produce.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wardani Murad Husain
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam situasi krisis ekonomi seperti sekaiang ini, sektor usaha yang masih cukup menarik dan sangat menjanjikan di antaranya adalah usaha perkebunan kelapa sawit. Sektor ini termasuk yang diminati oleh investor untuk melakukan investasi baik dalain bentuk Penanaman Modal Daiam Negeri (PMDN) ataupun penanaman Modal Asing (PMA). Muka - muka baru dalam investasi tersebut terutama muncul dari perusahaan industri kehutanan yang mengkonversi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi area perkebunan kelapa sawit dan tanaman keras lainnya. Demikian juga dengan PT. WLK yang berlokasi di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Perusahaan ini berencana untuk membuka perkebunan kelapa sawit mulal buJan Desember 1997 hingga Desember 2000 dengan pola Perkebunan inti Rakyat (PIR) yang merupakan perkebunan dengan pola kemitraan antara PT. WLK sebagal perusahaan inti dengan petani plasma yang tergabung dalam wadah Koperasi Tani usaha. Luas lahan yang direncanakan awal dibuka seluas 12,000 Ha terdiri atas 6,000 Ha Jahan inti dan 6,000 Ha lahan plasma yang tersebar di 5 wilayah di Bauggai yaftu Toil, Pandauke, Bantayan, Baturube dan Pasir Lamba. Diharapkan pada tahun 2001, perkebunan sudah mencapai tahap menghasilkan Tandan Buah Segar.

Pembangunan perkebunan kelapa sawit ini bersumber dari pinjaman kredit bank dari modal sendiri dengan proporsi sebesar 57%:43%. Direncakan kredit investasi Perbankan dengan bunga nominal 14% dapat dicairkan pada bulan September 2001. Sedangkan patokan nilai tukar rupiah pada awal perencana ditetapkan sebesar Rp 4650,00.

Namun dalarn perkembangan Sepanjang akhìr tahun 1997 hingga akhir 2000 seiring dengan perubahan kondisi lingkungan ekonomi makro, beberapa kondisi yang telah ditetapkan pada awal perencanaan tidakiah berjalan seperti yang direncanakan.

Penelitian ini dilakukan untuk menilai kelayakan perkebunan sesuai dengan kondisi pada awal perencanaan yaitu Desember 1997 dan mengevaluasi kembali pada Desember 2000 berdasarkan perubahaan kondisi eksternal dan internal perkebunan yang terjadi selama 3 tahun proyek berjalan.

Penilaian kelayakan dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang sudah dikenal seperti Net Present Value, Internal Rate of Return dan Payback Period Horison period dalam penilaian perkebunan adalah 25 tahun sedangkan cost of capital yang digunakan sebagai discaunt rate dalam penghitungan net present value diperoleh dan weighted cost of capital perkebunan Sedangkan penghitungan return of equi(y dan perkebunan menggunakan metode Capital Asset Pricing Models dengan nilai beta dan Perusahaan sejerns dengan PT. WLK yaltu PT. Bakii Sumatra Plantation yang sama ? sama bergerak di bida.ng perkebunan kelapa sawit.

Sedangkan kondisi ? kondisi yang mengalami perubahan adalah dari internal adalah pertama, penarikan kredit investasi KKPA dan Bank Danamon Indonesia oleh perusahaan inti dan plasma yang direncanakan Desember 1997 mengalami keterlambatan realisasi hingga September 2000. Kedua luas Iahan yang terealisasi sampal dengan Desember 2000 adalah 8.149,80 Ha dari 12,000 Ha yang direncanakan semula. Ketiga, base cost pada awal perencanaan diperkirakan hanya Rp 4.855.442,00/Ha namun dalam kenyataannya membengkak menjadi Rp. 13.918.620,00/Ha yang berarti mengalami kenaikan lebib dari 300% terutama disebabkan oleb naiknya harga pupuk, pestisida dan upah minimum regional Sulawesi Tengah. Sedangkan dari kondisi eksternal adalah pertama, nilal tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika pada saat studi kelayakan pertama (November 1997) adalah Rp 4.650,00 sedangkan pada Desember 2000 sudah mencapai Rp. 8.600,00. Kedua, harga pasaran dunia untuk minyak sawit (FOB) pada saat awal perencanaan digunakan asumsi USS420,50/MT tahun 1997 kemudian meningkat menjadi US$46610/MT tahun 2000 dan akhìrnya US$47510/MT tahun 2001 dan seterusnya sedangkan dalam kenyataannya pada Desember 2000 barga CPO berada pada US$300,00. Berdasarkan hasil analisa net present value perkebunan pada awal perencanaan yaitu Desember 1997, dengan cost of capital proyek sebesar 14,66% maka net present value perkebunan adalah Rp 46.031,05 juta dan internal rate of return adalah 18,48% masib di atas cost of capital.

Sedangkan berdasarkan kondisi internal pertama yaitu keterlambatan penarikan KKPA, maka nilai proyek (dengan asumsi cateris paribus) menjadi Rp 51.736,78 juta atau meningkat Rp 5.705,72 juta sedangkan internal rate of return perkebunan meningkat 0,8% menjadi 19,28%.

Berdasarkan kondisi internal kedua yaitu realisasi luas lahan hanya 67,92% yaìtu 8.149,8 Ha namun ternyata menyebabkan net present value perkebunan menjadi Rp 102.405,16 atau meningkat Rp 56.374,11 juta sedangkan IRR meningkat hampir 5,43% menjadi 23,91%.

Dilihat dari kondisi internal ketiga yaltu kenaikan base cose dari Rp 4,855,44100/Ha menjadi Rp 13.918.620/Ha menyebabkan net present value perkebunan turun sebesar Rp 137.319,51 juta menjadi negatif Rp 91.288,46 juta sedangkan IRR turun 8,37% menjadi 10,11% sehingga menyebabkan proyek ini menjadi tidak layak.

Sedangican berdasarkan kondisi eksternai pertama yaltu depresiasi niiai tukar rupiah dari Rp 4.650,00 pada Desember 1997 menjadi Rp 8.600 pada Desember 2000 memperbesar net present wilue perkebunan nienjadi Rp 290.480,54 atau bertambah Rp 244449,49 juta sedangkan InternaI rate of return perkebunan nieningkat 14,36% menjadi 32,84%.

Terakhir berdasarkan kondisi eksternal kedua yaitu penurunan harga pasar CPO yang awalnya diasumsikan US$ 420,5/MT CIF Malaysia namun pada buJan Desember 2000 menjadi hanya US$ 300/MT CIF Malaysia sehingga mengakibatkan net present value perkebunan turun drastis sebesar Rp 127.128 juta menjadi negatif Rp 81.096,98 juta sedangkail IRR turun 12,39% menjadi 6,09% dengan kata lain menyebabkan proyek ¡ni menjadi tidak layak. Dengan asumsi bahwa nilai covarian adalah negatif maka secara keluruhan berdasarkan perubahan kondisi di atas maka nilai proyek perkebunan kelapa sawit PT. WLK adalah secara akumulatif sebesar Rp 272.237,03 juta sedangkan internal rate of return rata ? rata menjadi 18,45% sehingga dengan kata lain proyek perkebunan kelapa sawit PT. WLK per Desember 2000 masih dianggap layak untuk diteruskan.
2001
T2391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puri Listiyani
Abstrak :
[ABSTRACT
A number of studies have examined the relationship between the oil palm plantation area and the poverty alleviation. Most of this study are conducted based on local research and, mainly, do not involve econometrics analysis to find the relationship. Palm oil is one of commoditiesthat is widely produced in Indonesia that makes this country the world leader of palm oil producers. With the large amount of oil palm plantation area in Indonesia, then it may have an effect on economic growth,which may relieve the poverty. Using panel data set of 33 province in Indonesia between 2006 and 2012, this paper tries to examine the effect of oil palm plantation on poverty alleviation in Indonesia.Moreover, this paper also aims to examine factors that may affect the expansion of oil palm plantation. In order to answer this objective, descriptive analysis is employed to discuss the determinant of oil palm expansion. Whereas, pooled OLS, fixed effect panel data model and random effect panel data model are employed in this paper, to asnwer the main objective. The results shows that govenment intervention is more likely to influence the expansion of oil palm plantation. Meanwhile, demand for palm oil product may have impact on the expansion in Indonesia. Empirical findings show that oil palm plantation has negatively significant effect on the number of poor people. This means that increasing oil palm plantation area may reduce the poverty level in Indonesia. In addition, regional per capita income, education, access on electriciy and population size also have negative relationship with the poverty. Mostly, the result supports the empirical evidence that an increase of the variables may reduce the poverty level.;A number of studies have examined the relationship between the oil palm plantation area and the poverty alleviation. Most of this study are conducted based on local research and, mainly, do not involve econometrics analysis to find the relationship. Palm oil is one of commoditiesthat is widely produced in Indonesia that makes this country the world leader of palm oil producers. With the large amount of oil palm plantation area in Indonesia, then it may have an effect on economic growth,which may relieve the poverty. Using panel data set of 33 province in Indonesia between 2006 and 2012, this paper tries to examine the effect of oil palm plantation on poverty alleviation in Indonesia.Moreover, this paper also aims to examine factors that may affect the expansion of oil palm plantation. In order to answer this objective, descriptive analysis is employed to discuss the determinant of oil palm expansion. Whereas, pooled OLS, fixed effect panel data model and random effect panel data model are employed in this paper, to asnwer the main objective.

The results shows that govenment intervention is more likely to influence the expansion of oil palm plantation. Meanwhile, demand for palm oil product may have impact on the expansion in Indonesia. Empirical findings show that oil palm plantation has negatively significant effect on the number of poor people. This means that increasing oil palm plantation area may reduce the poverty level in Indonesia. In addition, regional per capita income, education, access on electriciy and population size also have negative relationship with the poverty. Mostly, the result supports the empirical evidence that an increase of the variables may reduce the poverty level.;A number of studies have examined the relationship between the oil palm plantation area and the poverty alleviation. Most of this study are conducted based on local research and, mainly, do not involve econometrics analysis to find the relationship. Palm oil is one of commoditiesthat is widely produced in Indonesia that makes this country the world leader of palm oil producers. With the large amount of oil palm plantation area in Indonesia, then it may have an effect on economic growth,which may relieve the poverty. Using panel data set of 33 province in Indonesia between 2006 and 2012, this paper tries to examine the effect of oil palm plantation on poverty alleviation in Indonesia.Moreover, this paper also aims to examine factors that may affect the expansion of oil palm plantation. In order to answer this objective, descriptive analysis is employed to discuss the determinant of oil palm expansion. Whereas, pooled OLS, fixed effect panel data model and random effect panel data model are employed in this paper, to asnwer the main objective. The results shows that govenment intervention is more likely to influence the expansion of oil palm plantation. Meanwhile, demand for palm oil product may have impact on the expansion in Indonesia. Empirical findings show that oil palm plantation has negatively significant effect on the number of poor people. This means that increasing oil palm plantation area may reduce the poverty level in Indonesia. In addition, regional per capita income, education, access on electriciy and population size also have negative relationship with the poverty. Mostly, the result supports the empirical evidence that an increase of the variables may reduce the poverty level.;A number of studies have examined the relationship between the oil palm plantation area and the poverty alleviation. Most of this study are conducted based on local research and, mainly, do not involve econometrics analysis to find the relationship. Palm oil is one of commoditiesthat is widely produced in Indonesia that makes this country the world leader of palm oil producers. With the large amount of oil palm plantation area in Indonesia, then it may have an effect on economic growth,which may relieve the poverty. Using panel data set of 33 province in Indonesia between 2006 and 2012, this paper tries to examine the effect of oil palm plantation on poverty alleviation in Indonesia.Moreover, this paper also aims to examine factors that may affect the expansion of oil palm plantation. In order to answer this objective, descriptive analysis is employed to discuss the determinant of oil palm expansion. Whereas, pooled OLS, fixed effect panel data model and random effect panel data model are employed in this paper, to asnwer the main objective. The results shows that govenment intervention is more likely to influence the expansion of oil palm plantation. Meanwhile, demand for palm oil product may have impact on the expansion in Indonesia. Empirical findings show that oil palm plantation has negatively significant effect on the number of poor people. This means that increasing oil palm plantation area may reduce the poverty level in Indonesia. In addition, regional per capita income, education, access on electriciy and population size also have negative relationship with the poverty. Mostly, the result supports the empirical evidence that an increase of the variables may reduce the poverty level.;A number of studies have examined the relationship between the oil palm plantation area and the poverty alleviation. Most of this study are conducted based on local research and, mainly, do not involve econometrics analysis to find the relationship. Palm oil is one of commoditiesthat is widely produced in Indonesia that makes this country the world leader of palm oil producers. With the large amount of oil palm plantation area in Indonesia, then it may have an effect on economic growth,which may relieve the poverty. Using panel data set of 33 province in Indonesia between 2006 and 2012, this paper tries to examine the effect of oil palm plantation on poverty alleviation in Indonesia.Moreover, this paper also aims to examine factors that may affect the expansion of oil palm plantation. In order to answer this objective, descriptive analysis is employed to discuss the determinant of oil palm expansion. Whereas, pooled OLS, fixed effect panel data model and random effect panel data model are employed in this paper, to asnwer the main objective. The results shows that govenment intervention is more likely to influence the expansion of oil palm plantation. Meanwhile, demand for palm oil product may have impact on the expansion in Indonesia. Empirical findings show that oil palm plantation has negatively significant effect on the number of poor people. This means that increasing oil palm plantation area may reduce the poverty level in Indonesia. In addition, regional per capita income, education, access on electriciy and population size also have negative relationship with the poverty. Mostly, the result supports the empirical evidence that an increase of the variables may reduce the poverty level., A number of studies have examined the relationship between the oil palm plantation area and the poverty alleviation. Most of this study are conducted based on local research and, mainly, do not involve econometrics analysis to find the relationship. Palm oil is one of commoditiesthat is widely produced in Indonesia that makes this country the world leader of palm oil producers. With the large amount of oil palm plantation area in Indonesia, then it may have an effect on economic growth,which may relieve the poverty. Using panel data set of 33 province in Indonesia between 2006 and 2012, this paper tries to examine the effect of oil palm plantation on poverty alleviation in Indonesia.Moreover, this paper also aims to examine factors that may affect the expansion of oil palm plantation. In order to answer this objective, descriptive analysis is employed to discuss the determinant of oil palm expansion. Whereas, pooled OLS, fixed effect panel data model and random effect panel data model are employed in this paper, to asnwer the main objective. The results shows that govenment intervention is more likely to influence the expansion of oil palm plantation. Meanwhile, demand for palm oil product may have impact on the expansion in Indonesia. Empirical findings show that oil palm plantation has negatively significant effect on the number of poor people. This means that increasing oil palm plantation area may reduce the poverty level in Indonesia. In addition, regional per capita income, education, access on electriciy and population size also have negative relationship with the poverty. Mostly, the result supports the empirical evidence that an increase of the variables may reduce the poverty level.]
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T43974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anis Ria Susanti
Abstrak :
Oil palm development is important for Indonesias economy. However, it has some issues regarding economic and environmental performance should be considered. This paper revealed the relation of gross regional domestic product (GRDP), unemployment rate, environmental quality index and oil palm plantation and oil palm production. This study utilises panel data regression analysis using time dimension 2007 to 2017 in Indonesia. This paper uses two independent variables, oil palm plantation and oil palm production. It has three dependent variables as follows: gross regional domestic product (GRDP) per capita, unemployment rate and environmental quality index. Furthermore, it seems that oil palm plantation has insignificant correlation to gross regional domestic product (GRDP) per capita. However, oil palm production has negatively correlated to gross regional domestic product (GRDP) per capita. Additionally, both oil palm plantation and oil palm production have negative relationship with unemployment rate.
Pengembangan kelapa sawit penting bagi perekonomian Indonesia. Namun, ada beberapa hal yang berkaitan dengan perekonomian dan lingkungan hidup yang harus diperhatikan. Makalah ini mengungkapkan hubungan produk domestik regional bruto (PDRB), tingkat pengangguran, indeks kualitas lingkungan dan perkebunan kelapa sawit serta produksi kelapa sawit. Penelitian ini menggunakan analisis regresi data panel dengan menggunakan dimensi waktu mulai 2007 sampai dengan 2017 di Indonesia. Makalah ini menggunakan dua variabel independen, perkebunan kelapa sawit dan produksi kelapa sawit. Selain itu juga menggunakan tiga variabel dependen, sebagai berikut: produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita, tingkat penganggurana dan indeks kualitas lingkungan. Hasilnya adalah tampaknya perkebunan kelapa sawit memiliki korelasi yang tidak signifikan dengan produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita. Namun, produksi kelapa sawit berkorelasi positif dengan produk domestik bruto (PDRB) per kapita. Selain itu, perkebunan kelapa sawit dan produksi kelapa sawit memiliki hubungan negatif dengan tingkat pengangguran.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54190
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nike Diah Agustin
Abstrak :
Pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Badau dapat dimanfaatkan sebagai penyerapan tenaga kerja di daerah tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap ketimpangan pendapatan yang terjadi di Kecamatan Badau. Perkebunan kelapa sawit dapat menyerap banyak jumlah tenaga kerja, dari jumlah tenaga kerja yang semakin besar tentu akan berpengaruh terhadap pendapatan atau pemasukan suatuwilayah. Daerah penelitian meliputi sembilan desa di Kecamatan Badau dengan unit analisis adalah desa. Metode penelitian adalah dengan analisis deskriptif dengan pendekatan keruangan. Adapun hasil penelitian ini adalah semakin besar pendapatan rata-rata suatu desa maka ketimpangan pendapatan semakin meningkat. Hal ini terlihat dari tahun 2009 hingga tahun 2011 dimana pendapatan rata-rata desa menurun maka ketimpangannya pun menurun dan berbanding terbalik dengan jumlah tenaga kerja, semakin besar jumlah tenaga kerja maka semakin menurun indeks ketimpangannya. ......The establishment of oil palm plantation in Badau Sub District can be utilized as employment in that area. The purpose of this research is to discover the contribution of oil palm plantations on income inequality that occured in Badau Sub District. Oil palm plantations could absorb a lot of the workforce, from the amount of labor would have greater effect on revenue or income of a region. The Research area include nine rural in the Badau Sub District. The method of this research is a descriptive analysis of the spatial approach. The result of this research is the greater the average income its means income ineaquality will increase. It has seen from 2009 to 2011 where the average rural income dropped so the inequality income was decreased and inversely proportional to the amount of labor, the greater the amount of labor, the disparities was decreased.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42041
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Ricardo
Abstrak :
Laporan ini menganalisis kebijakan akuntansi aset sawit Grup ABC mulai darikapitalisasi biaya pada tanaman belum menghasilkan, setelah umur tiga tahundireklasifikasi menjadi tanaman menghasilkan. PT AAA melakukan reklasifikasitanaman belum menghasilkan untuk pertama kalinya. Selain itu, PT BBB telahmenyesuaikan salah kapitalisasi biaya pada tanaman belum menghasilkan.Sehingga, kebijakan akuntansi sesuai dengan PSAK 16. Berdasarkan analisisprosedur audit menurut Standar Audit yang berlaku di Indonesia, prosedur audityang dilakukan tidak sesuai dengan SA 200 tentang perikatan audit, kode etikakuntan profesional, dan SA 500 tentang ketepatan bukti. Namun, auditor telahmelakukan prosedur substantif sesuai SA 330 dan SA 520. ...... This report analyzes the accounting policy of palm asset from capitalization ofexpenses into immature plantation, after three years it is reclassified into matureplantation. PT AAA reclassify its immature plantation for the first time. Besides,PT BBB has adjusted miscapitalization of immature plantation. So, the accountingpolicy is in accordance with PSAK 16. According to audit procedure analysis basedon Indonesian standard on auditing, the audit procedure does not comply with SA200 about audit engagement, code of ethics for professional accountants, and SA500 about evidence accuracy. Nonetheless, the substantive procedures comply withSA 330 and SA 520.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library