Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hafaz Zakky Abdillah
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Anak yang menjalani operasi jantung memiliki risiko tinggi yang bermakna terhadap kejadian morbiditas dan mortalitas pasca-bedah. Penggunaan obat-obatan vasoaktif dan inotropik yang tinggi sebagai dukungan hemodinamik pasca-bedah berhubungan dengan luaran yang buruk. Status hemodinamik yang buruk, menyebabkan meningkatnya dukungan obat-obatan vasoaktif dan inotropik yang dibutuhkan.Tujuan: Melihat hubungan skor vasoaktif-inotropik / vasoactive-inotropic score VIS dengan luaran jangka pendek pasien anak pasca-bedah jantung, termasuk kematian, morbiditas, komplikasi berat, dan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan komplikasi berat.Metode: Penelitian ini adalah kohort retrospektif pada 123 anak yang telah menjalani prosedur bedah jantung di cardiac intensive care unit CICU RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta pada periode Januari sampai Desember 2016. Data demografi, data pra-operasi, intra-operasi, pasca-operasi, mortalitas dan komplikasi diambil dari rekam medis. Skor vasoaktif-inotropik dihitung pada 24 jam pertama, 24 jam kedua dan total 48 jam pasca-bedah dan dianalisis hubungannya dengan komplikasi berat, selain itu juga dicatat faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya komplikasi berat.Hasil: Selama penelitian didapatkan PJB terbanyak yang dilakukan bedah jantung adalah ventricle septal defect 28,5 dan tetralogy Fallot 34,5 . Pada 123 anak yang dilakukan bedah jantung, dijumpai 32 26 anak dengan VIS tinggi. Median VIS 24 jam pertama adalah 12 2-40 , median VIS 24 jam kedua adalah 14 3-32 , dan median VIS total 48 jam adalah 11 2-29 . Obat inotropik yang paling banyak digunakan adalah dopamin 97,6 diikuti oleh milrinon 69,9 .VIS pada 24 jam pertama dengan nilai area di bawah kurva adalah 0,94.VIS yang tinggi berkaitan dengan lama rawat inap di rumah sakit lebih dari 14 hari [OR 4,1 IK 95 , 1,4-11,7 ], kematian dalam 30 hari pasca-bedah [OR 44,5 IK 95 , 9,3-212,5 ], kejadian henti jantung [OR 57,2 IK 95 , 11,9-273,9 ], pemakaian ventilator > 7 hari [OR 25,2 IK 95 , 2,9-214,5 ] dan kejadian gagal multi organ [OR 23,3 IK 95 , 4,8-113,1 ]. Komplikasi pasca-bedah jantung terjadi sebesar 40 dan komplikasi berat terjadi pada 30 anak 24,4 . Komplikasi pasca-bedah jantung terbanyak adalah low cardiac output syndrome pada 48 39 . Komplikasi berat meliputi kematian dalam 30 hari pasca-bedah terjadi pada 18 14,6 anak, henti jantung 20 16,3 anak, operasi jantung ulang 5 4,1 anak, dan gagal multi organ 13 10,6 anak. Faktor risiko yang berhubungan dengan meningkatnya komplikasi pasca-bedah jantung yang berat adalah peningkatan kadar laktat darah [OR 7,4 IK 95 2,0-26,9 ], dan skor vasoaktif-inotropik yang tinggi pasca-bedah [OR 30,5 IK 95 7,6-122,3 ].Kesimpulan: VIS tinggi pasca-bedah jantung, berhubungan bermakna dengan kematian dan komplikasi berat pasca-bedah. VIS 24 jam pertama pasca-bedah jantung merupakan pemeriksaan yang sederhana dalam memberikan informasi berharga tentang luaran pasca-bedah jantung. Faktor risiko yang berhubungan dengan komplikasi berat pasca-bedah jantung adalah peningkatan kadar laktat dan nilai VIS yang tinggi pasca-bedah.
ABSTRACT
Background Children undergoing heart surgery are at high risk for significant post operative morbidity and mortality. The use of high vasoactive and inotropic suport after cardiac surgery was associated with poor outcome. The more severe the hemodynamic state, a higher vasoactive inotropic support were needed.Objective To determine the association between vasoactive inotropic support and clinical outcome in children after cardiac surgery, including mortality, complication or morbidity, major complications, and the risk factors associated with major adverse events major complications .Methods This is a retrospective analysis of the 123 children who underwent cardiac surgery at pediatric cardiac surgery intensive care unit from January to December 2016. Multiple demographic, pre operative, intra operative, post operative variables were recorded, vasoactive inotropic score VIS were assessed at the first 24 hours, second 24 hours and 48 hours after surgery and was analyzed for association with poor outcomes. Factors associated with the risk of developing major adverse events were also identified.Results A total of 123 patients were recruited, 32 26 were administered to high vasoactive inotropic score. Median VIS at first 24 hours, second 24 hours, and 48 hours after cardiac surgery were 12 2 40 , 14 3 32 , and 11 2 29 , respectively. The most widely used vasoactive inotropic agents were dopamine 97,6 and milrinone 69,9 . VIS at first 24 hours with area under curve was 0,94. There was a significant association between high VIS and poor outcome in children after cardiac surgery including 30 day mortality OR 44,5 IK 95 , 9,3 212,5 , prolonged hospital length of stay OR 4,1 IK 95 , 1,4 11,7 , cardiac arrest OR 57,2 IK 95 , 11,9 273,9 , prolonged mechanical ventilator support OR 25,2 IK 95 , 2,9 214,5 , and multiple organ failure OR 23,3 IK 95 , 4,8 113,1 . The most complication occurred after cardiac surgery was low cardiac output syndrome 39 . Further, 30 24,4 of recruited patients had major adverse events major complications , including 30 day mortality in 18 14,6 , cardiac arrest in 20 16,3 , the need for re operation in 5 4,1 , and multiple organ failure in 13 10,6 children. Factors associated with the occurrence of major complications were increase in blood lactate OR 7,4 IK 95 2,0 26,9 and high vasoactive inotropes score after cardiac surgery OR 30,5 IK 95 7,6 122,3 .Conclusion High vasoactive inotropic score after pediatric cardiac surgery was significantly associated with mortality and other poor outcomes. VIS at first 24 hours after cardiac surgery is a simple clinical tool that can provide valuable information regarding likely length of intubation, hospital stay and poor outcomes. VIS at 24 hours performs better than VIS in the first 48 hours and total 48 hours after surgery in predicting poor short term outcomes. Increase in blood lactate, and high vasoactive inotropes score after cardiac surgery are associated with mortality and other major complications in children after cardiac surgery.
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Puriani
Abstrak :
Operasi jantung paliatif masih menjadi pilihan untuk menghadapi beberapa kasus penyakit jantung bawaan saat operasi jantung korektif belum mungkin dilakukan. Sebagai pengasuh utama, ibu memiliki tantangan untuk melanjutkan perawatan yang optimal di rumah pasca operasi jantung paliatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman ibu dalam merawat anak di rumah pasca operasi jantung paliatif. Desain penelitian yang digunakan adalah fenomenologi deskriptif. Partisipan dalam penelitian ini adalah ibu yang merawat anak di rumah pasca operasi jantung paliatif, berjumlah 15 orang yang berasal dari tujuh provinsi di Indonesia, yakni Jakarta, Aceh, Bali, Sumatra Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten. Wawancara secara mendalam dilakukan dengan pertanyaan terbuka, hasil kemudian dianalisis menggunakan metode Colaizzi. Tema yang dihasilkan yakni seringkali timbul ketidakpastian, memiliki kebutuhan terhadap pelayanan rumah sakit yang belum terpenuhi, mengupayakan berbagai cara dalam merawat anak, memahami berbagai kondisi anak, mendapatkan informasi kesehatan untuk merawat anak di rumah, dan memiliki sumber dukungan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa selama melakukan perawatan anak di rumah setelah operasi jantung paliatif, ibu tetap memainkan peran mereka untuk memberikan perawatan yang terbaik, meskipun harus menghadapi kondisi ketidakpastian. Ditemukan bahwa para ibu akan mengusahakan upaya optimal mereka untuk menjaga kesehatan anak dengan dukungan maksimal dari lingkungan mereka. Perawat harus menyediakan perencanaan pemulangan yang komprehensif untuk memfasilitasi keterlibatan ibu dalam perawatan anak di rumah. ......Palliative heart surgery is still an option for dealing with several cases of congenital heart disease when corrective heart surgery is not yet possible. As the primary caregiver, mothers have challenges to continue optimal care for their child at home after palliative heart surgery. This study aims to explore the experiences of mothers in caring for children at home after palliative heart surgery. Descriptive phenomenology used as study design. Participants in this study were 15 mothers who cared for children at home after palliative heart surgery, from seven provinces in Indonesia; Jakarta, Aceh, Bali, North Sumatra, West Java, Central Java, and Banten. In-depth interviews were conducted with open questions, the results were then analyzed using the Colaizzi method. The resulting theme is that uncertainty often arises, has unmet needs for hospital services, tries various ways of caring for children, understands various children's conditions, gets health information to care for children at home, and has sources of support. This study revealed that during child care at home after palliative heart surgery, mothers continued to play their role in providing the best care, despite having to deal with conditions of uncertainty. It was found that mothers would make their optimal efforts to maintain children's health with maximum support from their environment. Nurses must provide comprehensive discharge planning to facilitate maternal involvement in child care at home.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eunike Ita Susanti Pramono Widjojo
Abstrak :
Latar belakang: Operasi jantung membutuhkan larutan kardioplegia untuk menghentikan jantung. Saat ini sebagian besar larutan kardioplegia menggunakan mekanisme depolarisasi membran yang berisiko menyebabkan gangguan keseimbangan ion transmembran, aritmia, vasokonstriksi koroner, gangguan kontraktilitas, dan sindrom curah jantung rendah. Menunjukkan proteksi miokardium masih belum optimal. Henti jantung melalui polarisasi membran secara teori dapat memberikan proteksi miokardium yang lebih baik. Tujuan: Diketahui kualitas proteksi miokardium henti jantung terpolarisasi dibandingkan dengan henti jantung terdepolarisasi. Metode: Tinjauan sistematik dengan menerapkan protokol PRISMA-P. Data didapatkan melalui pencarian dalam basis data Cochrane Library, PubMed, Scopus, ScienceDirect, dan Embase. Hasil: Dari penelusuran diperoleh empat studi yang memenuhi kriteria. Tiga studi dengan desain uji acak terkontrol, satu studi dengan desain kohort retrospektif. Jumlah sampel bervariasi dari 60 sampai 1000 subjek. Kualitas proteksi miokardium dinilai dari kejadian aritmia pascaoperasi, infark miokardium pascaoperasi, dan sindrom curah jantung rendah pascaoperasi. Satu studi melaporkan angka kejadian aritmia pascaoperasi yang lebih rendah secara bermakna pada kelompok henti jantung terpolarisasi (p 0,010). Tidak ada perbedaan yang bermakna pada kejadian infark miokardium pascaoperasi. Tiga studi melaporkan angka kejadian sindrom curah jantung rendah pascaoperasi yang lebih rendah pada kelompok henti jantung terpolarisasi namun tidak bermakna secara statistik. Kesimpulan: Henti jantung terpolarisasi berpotensi memberikan kualitas proteksi miokardium yang lebih baik dibandingkan dengan henti jantung terdepolarisasi. ......Background: Cardioplegia is needed in cardiac surgery to arrest the heart to achieve a quiet and bloodless field. Depolarized cardiac arrest is widely used despite the risk of ionic imbalances, arrhythmias, coronary vasoconstriction, contractility dysfunction, and low cardiac output syndrome leading to suboptimal myocardial protection. Polarized cardiac arrest has a more physiological mechanism to arrest the heart, thus giving better cardioprotection qualities. Objective: To assess the myocardial protection quality of polarized cardiac arrest compared with depolarized cardiac arrest. Method: Systematic review with PRISMA-P protocol. The literature search was performed using Cochrane Library, PubMed, Scopus, ScienceDirect, and Embase databases. Result: Three randomized controlled trials and one retrospective cohort study were identified, with sample sizes varied between 60 to 1000 subjects. The quality of myocardial protection was assessed from postoperative arrhythmias, postoperative myocardial infarction, and postoperative low cardiac output syndrome. One study reported significantly lower postoperative arrhythmias in the polarized arrest group (p 0.010). There were no differences in postoperative myocardial infarction between the two intervention groups. Three studies reported lower postoperative low cardiac output syndrome in the polarized arrest group although not statistically significant. Conclusion: Polarized cardiac arrest may give better myocardial protection than depolarized cardiac arrest.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bondan Irtani Cahyadi
Abstrak :
Latar belakang: Aritmia jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada operasi jantung. Stroke merupakan komplikasi penting dari fibrilasi atrial pascaoperasi (FAPO). Lama rawat di rumah sakit bertambah dengan adanya FAPO. Terapi medikamentosa yang sudah ada untuk penanganan FAPO belum memuaskan hasilnya. Neuromodulasi saraf vagus menggunakan Transcutaneous Vagus Nerve Stimulation (TVNS) berpotensi untuk mengurangi FAPO dan inflamasi pascaoperasi jantung sehingga layak untuk diteliti.
Metodologi: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal yang dilakukan terhadap pasien dewasa yang menjalani operasi jantung pintas koroner dan katup elektif di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang pada bulan April-Juli 2023. Sebanyak 66 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dibagi secara acak menjadi dua kelompok secara tersamar. Kelompok pertama mendapat perlakuan TVNS dan kelompok kedua sham TVNS. Perekaman dan pengamatan EKG kontinyu selama 3 hari pasca operasi dan kadar IL-6 diukur 24 jam praoperasi dan 72 jam pascaoperasi. Uji statistik menggunakan Chi Square dan Mann Whitney.
Hasil penelitian: Pada luaran primer, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna durasi per episode FAPO (p=0,069) dan peningkatan kadar IL-6 pascaoperasi (p=0,64) pada kelompok TVNS dan sham TVNS. Demikian juga pada luaran sekunder, tidak didapatkan perbedaan bermakna pada durasi awal tanpa terapi standar fibrilasi atrial (p=0,64), kebutuhan vasopressor inotropik (p = 0,517 dan 0,619) dan beban fibrilasi atrial (p=0,07).
Kesimpulan: TVNS tidak memberikan perbedaan bermakna pada durasi per episode FAPO dan derajat inflamasi pascaoperasi bedah jantung dewasa. ......Background: Postoperative arrhythmia is a frequent complication in cardiac surgery. Stroke is an important complication of postoperative atrial fibrillation (POAF). The length of hospital stay increases with POAF. Existing medical therapy for POAF has not shown satisfactory results. Vagus nerve neuromodulation using Transcutaneous Vagus Nerve Stimulation (TVNS) has a potential effect to reduce FAPO and inflammation after cardiac surgery, so it is beneficial to study.
Methodology: This study was a single-blind randomized control trial conducted on adult patients undergoing elective coronary bypass graft and heart valve surgery at Dr. Kariadi General Hospital in April-July 2023. A total of 66 subjects who met the inclusion criteria were randomly divided into two groups in a blinded manner. The first group received TVNS treatment and the second group received sham TVNS. Continuous ECG recording and reading for 3 days after surgery and IL-6 levels were measured 24 hours preoperatively and 72 hours postoperatively. Statistical analysis using Chi-Square and Mann-Whitney test.
Results: In the primary outcome, there was no significant difference in duration per episode of POAF (p=0.069) and the increase of postoperative IL-6 levels (p=0.64) in the TVNS and sham TVNS groups. Similarly in secondary outcomes, there were no significant differences in the initial duration without standard therapy of atrial fibrillation (p=0.64), the need for inotropic vasopressors (p = 0,517 and 0,619), and the burden of atrial fibrillation (p=0.07).
Conclusion: No significant difference in the duration per episode of FAPO and the degree of inflammation after adult cardiac surgery with TVNS treatment.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library