Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wulandari Kartika Sari
"Penelitian ini mengidentifikasi permasalahan mengenai kebijakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto di Indonesia sejak tahun 1983. Tujuan diterapkannya Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah memberikan alternatif kepada Wajib Pajak orang pribadi yang tidak memiliki kemampuan untuk menyelenggarakan pembukuan atau sebagai pedoman bagi aparat pajak untuk menetapkan penghasilan bersih Wajib Pajak apabila pembukuan tidak benar. Dalam pelaksanaan kebijakan Norma Penghitungan Neto,pro dan kontra timbul. Kerangka teori yang digunakan di dalam penelitian ini adalah konsep mengenai hard-to-tax dan presumptive taxation terkait sistem self-assessment dan pemenuhan asas keadilan dan kemudahan administrasi dalam pemungutan pajak berdasarkan ilmu administrasi perpajakan.
Hasil penelitian menemukan bahwa Norma Penghitungan Penghasilan Neto memberikan kemudahan dalam pelaksanaan administrasi perpajakan sebagai kelebihannya. Namun, di sisi lain, penerapannya dapat mencederai keadilan dalam kondisi-kondisi tertentu. Ada beberapa kelemahan di dalam rancangannya. Kebijakan ini dapat mengurangi beban kepatuhan bagi Wajib Pajak orang pribadi, tetapi tidak mendorong Wajib Pajak untuk beralih ke sistem perpajakan normal. Hal ini disebabkan pembuat kebijakan tidak mempertimbangkan di bawah dan dalam kondisi bagaimana Wajib serta jangka waktu Wajib Pajak orang pribadi dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan lulus dari sistem sederhana ini. Dan juga, penetapan melalui Norma Penghitungan Penghasilan Neto ini sejatinya bertentangan dengan prinsip sistem self-assessment.

This research is focused on identified problem toward The Deemed Net Profit Policy that has been applied since 1983 in Indonesia. The purpose of The Net Deemed Profit is to provide alternative methods of assessing taxpayers who are not in position to keep good books of account using double entry bookkeepeing or whose accounting is difficult for the tax administration to control. There are pro and cons in its implementation. The theoretical framework used in this research are hard-to-tax concept with presumptive taxation concept against self-assessment and its implication toward equality and ease of administration in taxation based on taxation administration science.
The results of this research found that the Deemed Net Profit provides simplification in administer taxpayer obligation, as advantage. But in the other hand, it creates unfairness in some conditions. There are also weaknesses in its design. It successfully reduce some of compliance burden for individuals taxpayers, but it didn?t encourage taxpayer to graduate from simplified regimes because policy maker not provided answers for some critical question toward its implementation which are how and under what circumstances and time frame taxpayers should enter into and graduate from such simplified system using The Net Deemed Profit. And also, this kind of assessment in principal have discontinuity with self-assessment system."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T29550
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Raxel Edo Bramasta
"Sebagian besar Akuntan, khususnya Akuntan perseroangan atau orang pribadi, lebih memilih untuk melakukan pencatatan (atau menggunakan kebijakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto) daripada pembukuan dalam menghitung jumlah pajak yang terutang. Jika ditinjau dari latar belakang pendidikannya, pada dasarnya Akuntan merupakan seorang profesional tersertifikasi yang mampu untuk melakukan pembukuan dan dapat memberikan jasa tersebut kepada pihak lain yang merupakan kliennya. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan mengapa Akuntan, khususnya Akuntan perseorangan atau orang pribadi lebih memilih untuk melakukan pencatatan (atau menggunakan kebijakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto) daripada pembukuan dalam menghitung jumlah pajak yang terutang. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui penggunaan kebijakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto oleh pekerjaan bebas Akuntan ditinjau dari aspek perpajakan, dan untuk mengetahui alternatif kebijakan wajib pembukuan bagi pekerjaan bebas Akuntan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa terdapat beberapa alasan Akuntan lebih memilih untuk melakukan pencatatan (atau menggunakan kebijakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto) daripada pembukuan dalam menghitung jumlah pajak yang terutang, salah satunya yaitu pencatatan lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan melakukan pembukuan.

Most accountants, especially individual or private accountants, prefer to use records (or use deemed profit policy) rather than bookkeeping in calculating the amount of tax owed. Though in essence, the Accountant is a professional who is able to do bookkeeping and provide these services to other parties who become his clients. Therefore, the purpose of this research is to find out the reasons why accountants, especially individual accountants prefer to use records (or use deemed profit policy) rather than bookkeeping in calculating the amount of tax owed, to find out the use of deemed profit policy by accountant free workers reviewed from the aspect of taxation, and to find out alternative bookkeeping compulsory policies for accountants. This research uses a qualitative approach with data collection techniques for library studies and field studies through in-depth interviews. Based on the research results, it is known that there are several reasons accountants prefer to use recording (or deemed profit policy) rather than accounting in calculating the amount of tax owed, namely recording is easier to do compared to bookkeeping."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samantha Roria
"Media sosial saat ini tidak hanya digunakan sebagai media komunikasi personal melainkan juga media pemasaran barang dan jasa. Salah satu cara pemasaran yang seringkali digunakan dalam media sosial adalah melalui endorsement. Atas jasa endorsement yang diberikan, social media influencers akan mendapatkan imbalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan pengenaan pajak penghasilan atas aktivitas endorsement oleh social media influencers. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dimana dalam pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa social media influencers yang memiliki penghasilan dibawah 4,8 Milyar per tahun dapat memilih untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto. Akan tetapi, kebijakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto sendiri memiliki isu perbedaan pandangan dalam penentuan KLU profesi yang sesuai untuk social media influencers, dimana mereka dapat tergolong dalam KLU Pekerja Seni dengan norma 50% dan KLU Kegiatan Hiburan, Seni, dan Kreativitas Lainnya dengan norma 35%. Adapun KLU yang sesuai untuk social media influencers adalah KLU Kegiatan Hiburan, Seni, dan Kreativitas Lainnya karena pada KLU ini mencakup profesi yang belum tercakup dalam KLU 90001 s.d 90005. Selain itu, dalam penerapan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, besaran persentase norma bagi aktivitas endorsement oleh social media influencers yang ditetapkan dianggap belum mendekati keadaan yang sesungguhnya sehingga dianggap belum mencerminkan keadilan, maka perlu dilakukan penyempurnaan secara berkala agar besaran norma dapat mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Tantangan pemajakan atas penghasilan yang diterima social media influencers yang dialami oleh otoritas pajak berkaitan dengan pengawasan dalam kepatuhan perpajakannya. Strategi untuk pengawasan diarahkan dengan menitikberatkan pada penggunaan teknologi untuk memperoleh data pembanding dan pengawasan yang jauh lebih mudah.

Social media is not just used as a personal communication however, it also used for goods and services marketing. One of the marketing strategies that is mostly used in promoting product is through endorsement by social media influencers. For the endorsement services that has been given, social media influencers will receive income from that activity. This research was conducted using a qualitative approach with descriptive research type. Data collection was carried out by study literature, field study, and in-depth interviews. The results showed that social media influencers whose income less than 4,8 Billion/year can choose using Norma Penghitungan Penghasilan Netto but, Norma Penghitungan Penghasilan Netto policy has different perspectives issue to determine KLU Profession that is appropriate for social media influencers where they are in group of KLU Pekerja Seni with norm 50% and KLU Kegiatan Hiburan, Seni, dan Kreativitas Lainnya with norm 35%. The appropriate KLU Profession for social media influencers is KLU Kegiatan Hiburan, Seni, dan Kreativitas Lainnya because that KLU covers profession that has not been cover in KLU 90001 until 90005. Furthermore, in application using Norma Penghitungan Penghasilan Netto, the amount percentage of the appropriate norms for endorsement activites by social media influencers is considered not close enough to the real situation so that it is considered not to reflect justice. It is necessary to make periodic improvements so that the amount of norms can reflect the actual situation. The challenge of taxing income received by social media influencers by tax authorities is related to monitoring in tax compliance. The strategy for monitoring is directed by emphasizing the use of technology to obtain comparative data and monitoring in an easier way."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahadiyan Priambodo
"Penelitian ini membahas penggunaan metode presumptive tax atas penghasilan dari profesi youtuber ditinjau dari asas pemungutan pajak, yaitu ease of administration. Penggunaan metode presumptive tax merupakan salah satu alternatif pemajakan atas penghasilan dari profesi youtuber, khususnya youtuber yang mempunyai penghasilan dibawah Rp 4.800.000.000,00 dalam satu pajak. Terdapat dua metode presumptive tax yang ada di Indonesia, yaitu Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan PP 23 Tahun 2018, namun dalam penerapannya belum terdapat pengategorian. Akibatnya terdapat KPP Pratama yang menganggap sebagai pekerja bebas sehingga menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan terdapat KPP Pratama yang menganggap sebagai kegiatan usaha sehingga menggunakan PP 23 Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asas ease of administration dari penerapan metode presumptive tax atas profesi youtuber secara umum masih belum terpenuhi. Dari segi kepastian hukum, belum ada penegasan yang mengatur megenai metode presumptive tax yang dapat digunakan oleh profesi youtuber sehingga perlu dikaji secara lebih lanjut. Dari segi efisiensi, terdapat potensi yang dapat menimbulkan administrative cost bagi DJP dan compliance cost bagi Wajib Pajak yang diakibatkan dari belum adanya kepastian hukum. Dari segi kenyamanan, kedua metode tersebut secara umum memenuhi asas kenyamanan sehingga mempermudah Wajib Pajak dalam melakukan pelaporan pajaknya. Dari segi kesederhanaan, kedua metode tersebut memenuhi asas kesederhanaan karena menyederhanakan penghitungan pajak serta mengurangi beban Wajib Pajak. Kemudian terdapat keterbatasan yang dihadapi oleh DJP dalam melakukan pemajakan atas penghasilan, yaitu kurangnya informasi mengenai data diri dari youtuber serta jumlah penghasilan yang diterima oleh youtuber.

This undergraduate thesis discusses the use of the presumptive tax method for income from the YouTuber profession in terms of the principle of tax collection, namely ease of administration. The use of the presumptive tax method is an alternative taxation on income from the YouTuber profession, especially YouTubers who have an income below Rp. 4,800,000,000.00 in one tax year. There are two presumptive tax methods available in Indonesia, namely Net Income Calculation Norms and PP 23 of 2018, but in their application there is no categorization. As a result, there are Primary Tax Officers who consider free labor using NPPN and there are Primary Tax Officers who consider business activities to use PP 23 of 2018. This research uses a post-positivist approach with data collection techniques in the form of in-depth interviews and literature studies. The results of this study indicate that the principle of ease of administration from the application of the presumptive tax method for the YouTuber profession in general is still unfulfilled. In terms of legal certainty, there has been no affirmation that governs the presumptive tax method that can be used by the YouTuber profession so it needs to be studied further. In terms of efficiency, there is potential that can lead to administrative costs for the DGT and compliance costs for taxpayers resulting from the absence of legal certainty. In terms of convenience, the two methods generally meet the principle of convenience, making it easier for taxpayers to do their tax reporting. In terms of simplicity, both methods meet the principle of simplicity because they simplify tax calculations and reduce the burden of taxpayers. Then there are limitations faced by DGT in taxing income, namely the lack of information about the personal data of the YouTuber and the amount of income received by the YouTuber."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library