Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sasanto Wibisono
"Dengan memilih judul tersebut di atas, saya mencoba membahas peran psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa dalam berbagai segi kehidupan, termasuk juga perannya bagi pendekatan integratif di bidang kedokteran.
Dengan memahami peran psikiatri dalam berbagai segi kehidupan, diharapkan bahwa dasar-dasar pengetahuan dan pengamalan bidang psikiatri dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak dalam upaya meningkatkan taraf kesehatan dan kualitas hidup.
Meskipun sudah lebih dari satu abad psikiatri menjadi bagian bidang ilmu kedokteran, ternyata masih banyak yang tidak mengetahui lingkup peran psikiatri secara benar, baik di kalangan awam maupun lingkup kedokteran sendiri. Peran psikiatri masih selalu dikaitkan dengan gangguan jiwa saja, padahal cakupan peran psikiatri sebagian besar justru di dalam berbagai aspek kehidupan yang menentukan tinggi atau rendahnya tingkat kesehatan jiwa individu maupun masyarakat. Perkembangannya di Indonesia tidak terlepas dari bayangan stigma yang masih kuat terhadap gangguan jiwa.
Psikiatri dan Kesehatan Mental (Psychiatry and Mental Health)
Saat ini masih ada beberapa kerancuan pada makna istilah, yang dapat menghambat usaha memasyarakatkan psikiatri.
Istilah psikiatri (inggris: psychiatry) diangkat dari bahasa Yunani, yaitu psyche (soul, mind - kehidupan mental, baik yang sadar maupun bawah sadar dalam bahasa Indonesia: roh, jiwa, mental) dan iatreia (healing- penyembuhan). Sesuai dengan kedudukannya sebagai bidang ilmu, maka di dalam bidang psikiatri, psyche berarti mind atau mental dan bukan berarti soul atau roh.
Dalam bahasa Indonesia, jiwa dapat berarti: (1) roh, nyawa, atau (2) seluruh kehidupan batin manusia yang terdiri dari perasaan, pikiran, angan-angan, dsb. Dalam hubungan dengan psikiatri, diambil pengertian yang kedua, bukan roh. Penggunaan istilah jiwa juga dapat menimbulkan salah pengertian, karena sering dikaitkan dengan segi spiritual.
Ilmu Kedokteran Jiwa dan Psikiatri merupakan istilah bahasa Indonesia untuk Psychiatry, dan Kesehatan Jiwa untuk Mental Health. Meskipun sudah lama digunakan, masih sering terjadi kerancuan pengertian antara Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa tersebut.
Psikiatri (Ilmu Kedokteran Jiwa) adalah cabang spesialistik Ilmu Kedokteran, yang mempelajari patogenesis, diagnosis, terapi, rehabilitasi, pencegahan gangguan jiwa dan peningkatan ikhtiar peningkatan taraf kesehatan jiwa. Penyandang profesi keahliannya adalah psikiater atau spesialis kedokteran jiwa.
Kesehatan Jiwa (Mental Health) merupakan bidang yang luas, yang menggambarkan segi kualitas taraf kesehatan di bidang kejiwaan. Meskipun psikiatri mempunyai peran sangat penting dalam bidang kesehatan jiwa, sebenarnya kesehatan jiwa merupakan tanggung jawab semua pihak, bersifat multidisiplin dan multisektor (berbagai pihak/bidang disiplin baik dalam lingkup kedokteran maupun lainnya - misalnya psikologi, ilmu sosial, keluarga, masyarakat, segi budaya, segi agama/spiritual, sosio-ekonomi, dsb.) Untuk menghindari kerancuan, akan lebih jelas kiranya bila psychiatry diterjemahkan menjadi psikiatri dan mental health dengan kesehatan mental."
Jakarta: UI-Press, 1998
PGB 0147
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Cleophas, Ton J.
"A unique point is its low threshold, textually simple and at the same time full of self-assessment opportunities. Other unique points are the succinctness of the chapters with 3 to 6 pages, the presence of entire-commands-texts of the statistical methodologies reviewed, and the fact that dull scientific texts imposing an unnecessary burden on busy and jaded professionals have been left out. For readers requesting more background, theoretical and mathematical information a note section with references is in each chapter.
The first edition in 2010 was the first publication of a complete overview of SPSS methodologies for medical and health statistics. Well over 100,000 copies of various chapters were sold within the first year of publication. Reasons for a rewrite were four.
First, many important comments from readers urged for a rewrite. Second, SPSS has produced many updates and upgrades, with relevant novel and improved methodologies. Third, the authors felt that the chapter texts needed some improvements for better readability: chapters have now been classified according the outcome data helpful for choosing your analysis rapidly, a schematic overview of data, and explanatory graphs have been added. Fourth, current data are increasingly
complex and many important methods for analysis were missing in the first edition.
For that latter purpose some more advanced methods seemed unavoidable, like hierarchical loglinear methods, gamma and Tweedie regressions, and random intercept analyses. In order for the contents of the book to remain covered by the title, the authors renamed the book: SPSS for Starters and 2nd Levelers.
Special care was, nonetheless, taken to keep things as simple as possible. Medical and health professionals tend to dislike software syntax. Therefore, virtually no syntax, but, rather, simple menu commands are given. The arithmetic is still of a no-more-than high-school level. Step-by-step analyses of different statistical methodologies are given with the help of 60 SPSS data files available through the internet. Because of the lack of time of this busy group of people, the authors have given every effort to produce a text as succinct as possible."
Switzerland: Springer International Publishing, 2016
e20510033
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Azis Hanafi
"ABSTRACT
As the center of national defense and security system, The Indonesian Armed Forces requires a certain complement of strong troops within a relatively slender organization, but effective and efficient, consisting of professionally well trained soldiers. With such a kind of requisite, it was necessary to focused on the system to examine the health condition and physical fitness of the men power resources in accordance to standardized soldier?s health test system, which should be easy and inexpensive, effective and efficient enough and could be applied in extensive mass health selection. Meanwhile there was a problem observed in Gatot Soebroto Hospital as the top referral hospital of The Armed Forces Health Service, indicated the increased CHD prevalence among the soldier's society within 10 years from January 1976 to December 1985 as the following reports :
1.The number of cardiac patients, both the ambulatory as well as the admitted patients, showed the tendency to increase from year to year.
2.In regards to the type of Cardiovascular Disease, CHD was found being the majority.
3.CHD was mostly found among active soldiers in the top of soldier's career in their productive ages beyond high positions in the armed services.
4.CHD showed high enough morbidity and mortality rates.
5.The clinical manifestations of CHD often appeared as unexpected episodes of AMI and often ended as unexpected cardiac deaths in their first attacks.
The underlying causes of high morbidity and mortality of CHD was hypothesized to be due to inadequate health examinations of candidates and soldiers during extensive mass health screening. In clinical observation it was seen that the health test system recently applied was still not effective enough, chiefly because it could not anticipate the tendency of CHD to appear during their active duty in the armed services."
1993
D59
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Aisah Boediardja
"LATAR BELAKANG MASALAH
(1) Prurigo Hebra (PH) merupakan penyakit kulit yang kronis, sehingga dapat mengganggu aktivitas dan estetika. Saat ini PH termasuk dalam 10 besar penyakit kulit yang sering dijumpai di Indonesia. Diagnosisnya mudah ditegakkan, namun sulit diobati karena etiologi dan mekanisme terjadinya penyakit belum seluruhnya diketahui. Selama ini pengobatan hanya bersifat simtomatik, dan tidak memuaskan. Berbagai penelitian telah dilakukan terutama ditujulcan terhadap faktor ekstrinsik, misalnya higiene, status gizi, serta hipersensitivitas gigitan nyamuk, sedangkan faktor intrinsik belum banyak diteiiti. Kekerapan munculnya penyakit di dalam keluarga menimbulkan dugaan penyakit ini diturunkan secara genetik, tetapi belum jelas apakah mengikuti pola gen tunggal atau pola multifaktor. (2) Salah satu faktor genetik yang berkaitan dengan hipersensitivitas adalah faktor imunogenetik HLA, mungkin berperan dalam mekanisme terjadinya penyakit dart mempengaruhi manifestasinya. (3) Perkembangan Iesi kulit mungkin bergantung pada inflamasi nonspesifik dan spesifik.
IDENTIFIKASI MASALAH Uraian di atas menunjukkan kesenjangan patogenesis yang berkaitan dengan faktor intrinsik di antaranya poly penurunan genetic, faktor imunogenetik HLA tertentu, reaksi imunopatologik di kulit pasien prurigo Hebra.
TUJUAN (1) Membuktikan apakah pola penurunan genetik pasien prurigo Hebra mengikuti poly penurunan gen tunggal yaitu resesif autosom (RA) dan dominan autosom (DA) atau multifaktor. (2) Membuktikan hubungan antara HLA tertentu dengan prurigo Hebra, dan menentukan HLA tertentu yang mempunyai pengaruh pada perkembangan penyakit. (3) Menilai perbedaan derajat sebukan sel inflamasi nonspesifik dari spesifik berkaitan dengan respons hipersensitivitas tipe I dari IV pada perkembangan lesi awal dan Iasi lanjut prurigo Hebra."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
D82
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handono Kalim
"ABSTRAK
Latar belakang
Osteoarthritis (OA) adalah salah satu penyakit yang paling tua dalam sejarah manusia. Meskipun demikian, persoalan OA sekarang menjadi jauh lebih banyak, Iebih nyata dan lebih bermakna dengan semakin bertambah panjangnya usia.
Hasil pengobatan terhadap penyakit ini sampai sekarang masih belum memuaskan oleh karena patogenesisnya belum dapat dipahami dengan baik. Pendekatan epidemiologik yang biasa untuk mengetahui patogenesis OA sebagai suatu keseluruhan dipandang masih belum cukup. Hal itu masih perlu dilengkapi dengan penelitian patogenesis OA pada populasi tertentu, misalnya pada diabetes melitus.
Meskipun OA dan diabetes melitus merupakan penyakit yang sering dijumpai, terutama pada orang lanjut usia, kaitan antara kedua keadaan ini belum banyak terungkap. Berbeda dengan komplikasi mikroangiopati, makroangiopati atau neuropati, komplikasi muskuloskeletal diabetes melitus, khususnya OA, kurang dibicarakan. Tak mengherankan kalau dalam konggres International Diabetes Federation yang terakhir (1991), OA telah digolongkan sebagai "overlooked diabetes complications".
OA timbul lebih sering, lebih awal dan menimbulkan keluhan yang lebih nyata pada orang-orang dengan diabetes melitus. Prevalensi DISH (Diffuse Idiopathic Skeletal Hyperostosis), salah satu bentuk simpangan OA, pada penderita diabetes melitus adalah 115-13,5%, yang hampir dua kali dari Prevalensi pada non diabetes. Sebaliknya, intoleransi glukosa juga ditemukan jauh lebih banyak (sampai 23%) diantara penderita-penderita DISH. Dua penelitian radiografi menemukan bahwa frekuensi osteofit pada kaki dan tangan dijumpai Iebih sering pada diabetes daripada non diabetes.
Penelitian klinik dan radiografik yang dilakukan di RS.Dr. Saiful Anwar Malang juga menemukan kaitan yang serupa. Tanda-tanda radiografik perubahan degeneratif sendi kaki ditemukan pada 15.1% diantara 172 penderita diabetes melitus (usia 32-55 tahun) dibanding pada 8.7% kontrol non diabetes sesuai jenis kelamin dan umumya. Diantara penderita diabetes melitus yang berobat jalan terdapat 50% penderita dengan artrosis (1eher) dibanding 23% pada kontrol.
Hasil penelitian-penelitian klinik tersebut disokong oleh hasil penelitianpenelitian pada binatang percobaan. Diskus intervertebra tikus diabetes terbukti mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang lebih cepat daripada tikus non diabetes. Disamping itu, spondilosis deforman timbul lebih berat pada tikus diabetes. Pada tulang rawan sendi tikus diabetes timbul perubahan enzim-enzim penghancuran proteoglikan dan kolagen yang dapat dinormalkan kembali dengan tranplantasi pankreas. Pada jaringan tersebut juga terdapat perubahan komposisi kolagen dan proteoglikan matrik.
Adanya kaitan antara diabetes dan OA menyokong konsep tentang peranan faktor metabolik dan hormonal pada patogenesis OA. Hormon pertumbuhan (HP), insulin, estradiol dan faktor pertumbuhan seperti insulin-1 (FPI-1) terbukti mempunyai pengaruh nyata pada metabolisme tulang rawan sendi. Adanya perubahan aktivitas hormon tersebut dapat berkaitan dengan patogenesis OA. Meningkatnya HP pada akromegali merangsang pembentukan tulang baru dan hipertropi tulang rawan sendi yang menyerupai gambaran OA.
Bagaimana patogenesis OA sebagai salah satu komplikasi menahun diabetes melitus dapat dijelaskan dengan konsep 2 jalur umum patogenesis OA. kerusakan tulang rawan sendi dan reaktivasi pertumbuhan tulang rawan sendi.

ABSTRACT
Introduction
It is known that diabetes mellitus (DM) increases the risk of osteoarthritis, however the factors play important role in its pathogenesis has not established yet. Osteoarthritis is characterized by joint cartilage degradation and bone formation.
Many studies reported that the duration of DM and the metabolic control in DM become important factors in the development of chronic diabetic complications. It is suggested that some hormones are increased in diabetics, such as insulin, growth hormone (OH), insulin like growth factor-1 (IGF-1) and estradiol. Those hormones are known to promote metabolic action in bone and cartilage joints.
Therefore, some factors that influence the pathogenesis mechanism in DM increased the risk of OA, of which are the level of insulin, GH, 1GF-1 and estradiol serum concentrations, the duration of diabetes and the severity of hyperglycemia.
It is hypothized that the duration of DM and good metabolic control could increase the risk of QA in diabetics. There is a basic concept that the level of insulin, HP1 FPI-1 and estradiol could be risk factors for OA among the diabetics.
The aim of this research is to determine the role of the duration of suffering DM, metabolic control, concentration of insulin, GH, IGF-1 and estradiol in the occurrence of OA among the diabetics.
Material and methods
This study was conducted in the Metabolic and Endocrine clinic of the Dr. Saiful Anwar Hospital in Malang during 1988 up to 1991. Sampling was "purposive" collected among the diabetics (n= 372) who has non obese non insulin dependent diabetes, average body mass index (BMI) = 22.56 + 4.11, ages more than 44 years old, average age= 59.13 + 7.96 years, and onset of DM is older than 30 years.
A case control study to the duration of DM (more or less than 8 years) and the metabolic control was used on this study. Good metabolic control was determined by the average of fasting blood glucose < 120 mg/dl, the compliance of patients and the blood level of fructosamine (< 3 mmol/l). The role of each risk factor was shown by odds ratio (OR).
Radiography of the knee was taken in all samples, to find out knee osteoarthritis (KOA), using diagnostic criteria and gradation of Kellgreen and Lawrence , besides getting the clinical symptoms among the diabetics based on the ARA criteria.
To evaluate the risk of OA in diabetics, the similar study was conducted among the 172 samples non obese (ages and BMI matched). The exclusion criteria are other joint diseases than KOA, obesity, history joint injury and lower extremities paralyses.
Radio immuno assays was measured among the 30 cases of KOA, 30 cases without KOA, for good and poor metabolic control. The assays included the concentration of blood insulin, GH, IGF-1 and estradiol. The results of concentration of serum hormones are statistically analyzed by ANOVA.
In this study was also observed the possible correlation between KOA and high level of insulin related to the complication of diabetes, such as hypertension, Coronary Heart Disease and lipid disturbance. The clinical finding was determined to see the possible correlation KOA in diabetics and the peripheral neuropathy and also diabetes retinopathy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
D159
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library