Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ade Iva Murty
Abstrak :
Perkembangan metode kualitatif dalam psikologi sesungguhnya juga tidak dapat dilepaskan dari perkembangan teori dalam ilmu psikologi dan sosial pada umumnya. Studi meta analisis kualitatif ini berusaha menguraikan pemosisian metode kualitatif, seperti yang sudah teijadi dalam perkembangan ilmu psikologi. Pertama, metode kualitatif bersifat saling melengkapi dengan metode kuantitatif. Penekanan metode kualitatif pada intersubjectivity dalam membangun makna, akan memberikan gambaran yang melengkapi capture gejala psikologi dari sudut kuantitatif. Kedua, pendekatan kuantitatif g«ngat menekankan pada keterukuran konstruk-konstruk secara objektif dan kasat mata, padahal g««g»t. banyak gejala psikologi justru berada pada tataran yang tidak mudah untuk diamati, bahkan hanya direfleksikan. Melalui pendekatan kualitatif, maka terdapat eksplorasi dan pendalaman berbagai konstruk yang selama ini dianggap sulit bahkan tidak mungkin menjadi objek studi. Ketiga, data yang lahir dari penelitian psikologi dengan metode kualitatif, bersifat kreatif dan inovatif, bahkan dapat dikatakan berjalan beriringan dengan perkembangan teknologi. Emergent qualitative method ini semakin membuka berbagai kemungkinan bagaimana memahami individu, kesadaran dan perilakunya.
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Pancasila, 2016
150 MS 7:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Cahaya Hati
Abstrak :
Indonesia merupakan bangsa polietnik yang terdiri dari keberagaman suku bangsa. Salah satu kelompok minoritas yaitu suku bangsa Tionghoa masih menjadi perdebatan mengenai penerimaannya sebagai bagian dari masyarakat Indonesia. Beberapa pihak menyatakan tidak setuju jika kelompok Tionghoa dianggap bagian masyarakat asli Indonesia. Orang Tionghoa kini mencari identitas diri dan mengartikan Tionghoa dalam kehidupan mereka. Keluarga merupakan agen yang penting mengenalkan identitas sebagai Tionghoa. Penguatan identitas terjadi ketika berinteraksi dengan orang di luar kelompoknya khususnya di sekolah. Mengamati orang muda di Belitung dalam pemaknaan identitas dari cara mereka menjalankan tradisi Tionghoa dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan zaman membawa pengaruh terhadap pandangan pemuda Tionghoa mengenai identitas kesukubangsaan dan identitas nasional. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik setempat turut mempengaruhi pemaknaan identitas suatu kelompok. Pemuda Tionghoa di Belitung menyadari posisi mereka sebagai warga negara Indonesia namun tidak melupakan asul usul nenek moyang serta tradisi yang diwariskan. Menjadi Tionghoa bukan sebuah pilihan melainkan didapatkan dari keluarga. Proses sosialisasi yang terus menerus dilakukan menghasilkan pemaknaan identitas diri oleh orang muda Tionghoa Belitung. ...... Indonesia is a polytethnic nation that is very rich in ethnic diversities. One of the minority groups is ethnic Tionghoa that is still in a debate regarding the approval as a ethnic group of Indonesian. Some groups in Indonesia refuse to accept the ethnic Tionghoa group as a part of the Indonesian people circle. The Tionghoa people in Indonesia have been searching for their identities and meanings of being a 'Tionghoa' in their daily lives. Family is an important agent to introduce and nurture someone's identity as a 'Tionghoa'. Confirmation of 'Tionghoa' as an identity occurs whenever they interact with someone with different ethnic background. This social phenomenon especially happens in school. This paper highlights how 'Tionghoa' as a social identity is always in the process of lsquo meaning making'regarding their lived tradition among the daily lives of Tionghoa youth in the context of modernity that clearly influences their perspectives about ethnic identity and national identity. Besides that, the social, economic and political conditions in a local context also influence the lsquo meaning making'of a group's idenity. The Tionghoa youth in Belitung realizes their position as Indonesian citizens, yet they also do not forget their ancestors and tradition. Due to the continuous socialization process from the family that influences them to interpret their social identity, being a 'Tionghoa' is not a choice, but it is inherited.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S66016
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suprayitno
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji pengetahuan pengunjung mahasiswa sebanyak 63 orang tentang konsep ldquo;Sejarah Nasional Indonesia rdquo; lewat diorama yang divisualisasikan di Museum Sejarah Nasional MSN di Tugu Monumen Nasional. Pengukuran meaning making pengunjung dengan menggunakan metodologi Personal Meaning Mapping PMM yang dikembangkan oleh John H. Falk ini terdiri atas 4 dimensi, yaitu extent, breadth, depth, dan mastery. Rata-rata pada setiap dimensi terjadi perubahan kenaikan, dari tahap sebelum sampai sesudah melihat diorama MSN. Pada dimensi extent, perubahan jumlah kosakata sebelum dan sesudah melihat diorama mengalami kenaikan dari 339 kosakata menjadi 554 kosakata . Pada dimensi breadth, persentase pengunjung yang menyebutkan 3 fase sejarah juga terjadi peningkatan sesudah pengunjung melihat diorama. Pada dimensi depth, kedalaman pengetahuan pengunjung MSN mengalami kenaikan, dari sekadar pengetahuan minimal menjadi pengetahuan yang lebih luas. Pada dimensi mastery, penguasaan pemahaman pengunjung baik sebelum maupun sesudah melihat diorama tergolong kategori B pemahaman akurat, bisa menyebutkan satu sampai dua konsep yang sesuai . Secara akademik, penggunaan metodologi PMM ini memperkaya ragam kajian pengunjung dengan pendekatan konstruktivis, sementara secara praktis berguna bagi pihak museum sebagai bahan evaluasi pameran museum agar lebih kontekstual sesuai harapan pengunjung.
ABSTRACT
This research measured the depth of knowledge of 63 college university 39 s students about a concept of National History of Indonesia visualised by dioramas in Museum Sejarah Nasional MSN . This research used a Personal Meaning Mapping PMM methodology developed by John H. Falk which rsquo s derived from a constructivist approach. PMM measured the 4 dimensions of knowledge score extent, breadth, depth, and mastery. Most of the results of PMM changed significantly. In extent dimension, the quantity of vocabularies raised from 339 on entry to 554 vocabularies on exit. In breadth dimension, the percentage of visitors mentioning 3 phases of history increased from entry to exit phase. In depth dimension, the visitor rsquo s depth of knowledge increased from minimal response to extensive response. In mastery dimension, most of the score of visitor rsquo s understanding mastery on National History of Indonesia were B accurate understanding, mentioning one or two concepts accurately . Academically, this PMM methodology enriches the variant of visitors study, especially in constructivist learning on museum. Practically, this PMM methodology has advantages to museum to make an evaluation of the exhibition to be contextual as visitors expect.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
T48449
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septa Dinata. AS
Abstrak :
The Ahoks blasphemy case-inspired rally taking place in Jakartas national monument so-called the Aksi 212 (212 Mass Action) or in broader sense the Aksi Bela Islam (the Action of Defending Islam) on December 2, 2016 has greatly encouraged intellectual inquiries into the future of Islam and politics in Indonesia. Its unprecedented repertoire and huge number of participants invited academic inquiries to uncover its impact and the things lying behind these phenomena. This study in particular occasion attempts to shed shining light to the meaning-making aspect of the action by deploying social movement theory. This study argues that collective identity construction played central role in Islamists success in mobilization of Muslims miscellaneous groups to mount vehement opposition against the state. This research takes into account of the facts of exceptional diversities of Indonesian Islam that bears heavy identity workload to the action. The importance of collective identity rested on the fact that the claim to representation of the whole Islam carries on the power of religious authorities. Its heavy identity workload, by extension, rendered tough processes through delicate negotiation and then was subject to compromise. This study found that the keys to these processes were the development of the sameness and differences both in internal and external context. The work on the sameness and differences was overlapping, simultaneous and crosscutting with internal and external context that actively shaped the processes. On the one hand, the work on the sameness was done to internally consolidate the diverse factions of Islam and at the same time to externally bridge their common platform and denominator with the outsiders. On the other hand, the work on the difference was done to externally draw clear boundaries between Islam and non-Islam. Moreover, the difference was important for the activists to build the image of their diverse backgrounds. This study in particular is conducted to both to fill the lack of the previous studies concern on the identity aspect of the action and in broader sense to enrich the attempts to characterize Islamic Activism that is overgeneralized. This research employs qualitative method with in-depth interview, documentation, observation, and secondary data to this end.
Masa aksi kasus penistaan agama Ahok yang terjadi di bilangan Monumen Nasional Jakarta yang disebut Aksi 212 atau dalam julukan yang lebih umum Aksi Bela Islam pada 2 Desember 2016 mendorong penyelidikan intelektual tentang masa depan Islam dan politik di Indonesia. Pola lakunya yang belum pernah terjadi sebelumnya dan jumlah pesertanya yang sangat besar mengundang pertanyaan akademis untuk mengungkap dampaknya dan hal-hal yang ada di balik fenomena tersebut. Studi ini secara khusus mencoba untuk menggali aspek pemaknaan (meaning-making) dari aksi tersebut dengan menggunakan pendekatan teori gerakan sosial. Studi ini berpendapat bahwa konstruksi identitas kolektif memainkan peran sentral dalam keberhasilan para aktivis gerakan tersebut dalam memobilisasi kelompok masa Muslim yang beragam untuk melancarkan oposisi keras mereka terhadap negara. Penelitian ini mempertimbangkan fakta-fakta latar belakang keragaman luar biasa Islam Indonesia yang membuat konstruksi identitas menjadi berat dalam aksi tersebut. Pentingnya identitas kolektif bertumpu pada kenyataan bahwa klaim atas representasi seluruh Islam memberikan kuasa berupa otoritas keagamaan. Beban kerja identitasnya yang berat, lebih lanjut, menghasilkan proses yang sulit melalui negosiasi yang alot dan kompromistis. Studi ini menemukan bahwa kunci dari proses ini adalah pengembangan kesamaan dan perbedaan baik dalam konteks internal maupun eksternal. Kerja-kerja membangun kesamaan dan perbedaan berlangsung secara tumpang tindih, simultan dan beririsan dengan konteks internal dan eksternal yang secara aktif ikut mempertajam proses tersebut. Di satu sisi, kerja membangun kesamaan ini dilakukan untuk secara internal mengkonsolidasikan faksi-faksi Islam yang beragam dan pada saat yang sama untuk menjembatani platform bersama mereka dengan pihak luar. Di sisi lain, kerja-kerja menegaskan perbedaan dilakukan untuk menegaskan batas-batas yang jelas antara Islam dan non-Islam. Selain itu, perbedaan itu penting bagi para aktivis untuk membangun citra latar belakang mereka yang beragam. Studi ini khususnya dilakukan untuk memperkaya studi sebelumnya yang tidak memiliki perhatian pada aspek identitas dan dalam konteks yang lebih luas untuk memperkaya upaya untuk membangun karakter Aktivisme Islam yang kesimpulannya masih belum didukung oleh data yang mumpuni. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam, dokumentasi, observasi, dan data sekunder untuk tujuan ini.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53387
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library