Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rumentalia Sulistini
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menjelaskan faktor yang berhubungan dengan Fatigue pada pasien yang menjalani hemodialisis di RSUP Dr. Moh Hoesin Palembang. Desain penelitian analitik observasional. Teknik non probability sampling. Hasil penelitian tidak ada hubungan tingkat fatigue dengan pekerjaan, status dukungan, jenis kelamin, frekuensi, jarak fasilitas, komplikasi, merokok, alkohol, riwayat penyakit, dan status nutrisi. Ada hubungan tingkat fatigue dengan latihan fisik, lama menjalani hemodialisis, kadar hemoglobin, penghasilan dan pendidikan. Faktor dominan adalah penghasilan. Perawat hemodialisis diharapkan memonitoring fatigue, memberikan pendidikan kesehatan tentang latihan fisik dan memberikan asuhan keperawatan holistik.

Abstract
This Research was aimed to explain the factor related to fatigue in pastients undergoing hemodialisis in RSUP Dr. Moh Hoesin Palembang. This Research was observasional analytic research. Technique sampel was non probability sampling Research result was no relation between level fatigue and job status, gender, support status, frequency, facility distance, complication, smoking habits and alcohol habits, disease history, nutrition status. There was relation between level fatigue and physical exercises, duration of hemodialisis and level of haemoglobin, education level and income. The dominant factor was income. Hemodialysis nurses are expected monitor fatique and give health education about physical practice and give holistic nursing care."
2010
T29401
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Swastiara
"ABSTRAK
Gangguan tidur khususnya insomnia banyak terjadi pada pasien hemodialisis.
Berbagai faktor diduga menjadi penyebab insomnia pada pasien hemodialisis,
diantaranya faktor biologis, psikologis, dan dialisis. Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan insomnia pada pasien
hemodialisis. Penelitian menggunakan rancangan studi potong lintang, dengan
sampel 50 responden di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi. Hasil penelitian
menunjukan bahwa insomnia dialami oleh 54% responden dan ditemukan hubungan
insomnia dengan umur (p=0,012), sesak napas (p=0,035), pruritus (p=0,002), sakit
kepala (p=0,015), stress (p=0,000), jadwal hemodialisis (p=0,042), lama hemodialisis
(p=0,012), dan quick of blood (p=0,011). Penelitian ini menyimpulkan bahwa
insomnia berhubungan dengan faktor biologis, psikologis, dan dialisis. Pengkajian
masalah insomnia pada pasien hemodialisis harus dilakukan secara akurat agar dapat
menjadi dasar untuk menyusun rencana asuhan keperawatan yang efektif bagi pasien
hemodialisis yang mengalami gangguan tidur.

ABSTRACT
Insomnia is the most common sleep disorder in hemodialysis patients. Various factors
are predicted to be the cause of insomnia, which are biological, psychological, and
dialysis factors. The purpose of this study was to identify factors associated with
insomnia on hemodialysis patients. This study used cross-sectional study design, with
50 respondents in Jakarta Islamic Hospital Pondok Kopi. The result showed that
insomnia was experienced by 54% respondents and there were relationship between
insomnia and age (p=0.012), physical complaints [(included dyspnea (p=0.035),
pruritus (p=0.002), and headache (p=0.015)], stress (p=0.000), hemodialysis schedule
(p=0.042), dialysis vintage (p=0.012), and quick of blood (p=0.011). The study
concluded that insomnia associated with biological, psychological, and dialysis
factors. The assessment of insomnia should be done accurately in order to make an
effective nursing care plan in hemodialysis patients who experience sleep disorder"
2015
S65712
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Swastiara
"ABSTRAK
Gangguan tidur khususnya insomnia banyak terjadi pada pasien hemodialisis. Berbagai faktor diduga menjadi penyebab insomnia pada pasien hemodialisis, diantaranya faktor biologis, psikologis, dan dialisis. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan insomnia pada pasien hemodialisis. Penelitian menggunakan rancangan studi potong lintang, dengan sampel 50 responden di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi. Hasil penelitian menunjukan bahwa insomnia dialami oleh 54% responden dan ditemukan hubungan insomnia dengan umur (p=0,012), sesak napas (p=0,035), pruritus (p=0,002), sakit kepala (p=0,015), stress (p=0,000), jadwal hemodialisis (p=0,042), lama hemodialisis (p=0,012), dan quick of blood (p=0,011). Penelitian ini menyimpulkan bahwa insomnia berhubungan dengan faktor biologis, psikologis, dan dialisis. Pengkajian masalah insomnia pada pasien hemodialisis harus dilakukan secara akurat agar dapat menjadi dasar untuk menyusun rencana asuhan keperawatan yang efektif bagi pasien
hemodialisis yang mengalami gangguan tidur.

ABSTRACT
Insomnia is the most common sleep disorder in hemodialysis patients. Various factors are predicted to be the cause of insomnia, which are biological, psychological, and dialysis factors. The purpose of this study was to identify factors associated with insomnia on hemodialysis patients. This study used cross-sectional study design, with 50 respondents in Jakarta Islamic Hospital Pondok Kopi. The result showed that insomnia was experienced by 54% respondents and there were relationship between insomnia and age (p=0.012), physical complaints [(included dyspnea (p=0.035), pruritus (p=0.002), and headache (p=0.015)], stress (p=0.000), hemodialysis schedule
(p=0.042), dialysis vintage (p=0.012), and quick of blood (p=0.011). The study concluded that insomnia associated with biological, psychological, and dialysis factors. The assessment of insomnia should be done accurately in order to make an effective nursing care plan in hemodialysis patients who experience sleep disorder."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumentalia Sulistini
"Chronic Kidney Disease merupakan kumpulan sindrom klinik dengan penurunan fungsi ginjal progresif. Prevalensi fatigue
tinggi pada pasien hemodialisis. Penelitian ini bertujuan menjelaskan faktor yang berhubungan dengan Fatigue pada pasien
yang menjalani hemodialisis. Desain penelitian analitik observasional. Teknik non probability sampling. Hasil penelitian tidak
ada hubungan tingkat fatigue dengan pekerjaan (p= 0,732; α= 0,05), status dukungan (p= 0,679; α= 0,05), jenis kelamin (p=
0,914; α= 0,05), frekuensi (p= 0,676; α= 0,05), jarak fasilitas (p= 0,149; α= 0,05), komplikasi (p= 0,062; α= 0,05), merokok
(p= 0,062; α= 0,05), alkohol (p= 0,075; α= 0,05), riwayat penyakit (p= 0,42; α= 0,05), dan status nutrisi (p= 0,168; α= 0,05).
Ada hubungan tingkat fatigue dengan latihan fisik (p= 0,027; α= 0,05), lama menjalani hemodialisis (p= 0,019; α= 0,05), kadar
hemoglobin (p= 0,029; α= 0,05), penghasilan (p= 0,07; α= 0,05), dan pendidikan (p= 0,040; α= 0.05). Faktor dominan adalah
penghasilan. Perawat hemodialisis diharapkan memonitoring fatigue, memberikan pendidikan kesehatan tentang latihan fisik
dan memberikan asuhan keperawatan holistik."
Poltekkes Depkes Palembang Keperawatan Medikal Bedah ; Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Keperawatan, 2012
610 JKI 15:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Arinanda Dwi Putri
"Penyakit ginjal kronis merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Mahasiswa ilmu kesehatan yang sedang menempuh pendidikan saat ini, nantinya merupakan pemberi perawatan medis masa depan yang memberikan peran penting dalam pencegahan PGK di tingkat primer, sekunder, dan tersier pada pusat kesehatan. Sebagai calon tenaga professional dalam bidang kesehatan yang berhadapan langsung dengan pasien penyakit ginjal kronis, diharapkan memiliki pengetahuan yang mempuni untuk menjalankan tugas sebagai tenaga kesehatan dan sikap yang baik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi pasien PGK..Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengetahuan dan sikap mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan mengenai penyakit ginjal kronis di Universitas Indonesia. Desain Penelitian yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif cross-sectional dengan self-administered online questionnaire. Dari 1963 responden, 369 responden mengisi kuesioner. skor total pengetahuan memiliki nilai rata-rata 8,68 ± 2,706 dari 15 item pertanyaan (P-value 0,001). skor total sikap mahasiswa adalah 33,56 (± 2,958) dengan median 34. Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara skor pengetahuan dengan variabel tahun angkatan yaitu p-value 0,001 (p < 0,05). Dan terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p < 0,05) antara skor pengetahuan dengan sumber informasi dari buku/artike/jurnal dan kongres/seminar. Nilai skor sikap terendah adalah 22 dan skor tertinggi adalah 41(P-value 0,001). Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara skor sikap dengan variabel jenis kelamin yaitu p-value 0,009.

Chronic kidney disease is a major global health issue. Health science students who are currently pursuing education will be the future medical care providers and play an important role in preventing CKD at the primary, secondary, and tertiary level in health centers. As future professional health workers who directly face patients with chronic kidney disease, they are expected to have adequate knowledge to perform their duties as healthcare workers and have a good attitude according to their abilities in dealing with CKD patients. This study aimed to assess the knowledge and attitude of health science students towards chronic kidney disease at the University of Indonesia. The research design used in this study was a cross-sectional descriptive design using a self-administered online questionnaire. Of the 1963 respondents, 369 responded by filling out the questionnaire. The average total knowledge score was 8.68 ± 2.706 from 15 questions (p-value 0.001). The total attitude score of the students was 33.56 (± 2.958) with a median of 34. There was a significant statistical difference between the knowledge score and the year of enrollment with a p-value of 0.001 (p < 0.05). And there was a significant statistical difference (p < 0.05) between the knowledge score and the information source from books/articles/journals and congresses/seminars. The lowest attitude score was 22 and the highest was 41 (p-value 0.001). There was a significant statistical difference between the attitude score and the gender variable with a p-value of 0.009."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I. G. N. Wila Wirya
"ABSTRAK
1. Gejala Kinis dan kelainan patologi anatomis penderita sindrom nefrotik dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab dan disebut idiopatik atau primer apabila penyebabnya belum diketahui.
Istilah 'lipoid nephrosis' mulai digunakan oleh Munk pada tahun 1913 untuk menjelaskan keadaan sejumlah penderita dengan edema proteinuria berat, hipoproteinemia dan hiperlipidemia. Pemeriksaan mikroskop cahaya pada jaringan ginjal penderita menghasilkan glomerulus tanpa kelainan, namun terlihat kelainan pada tubulus proksimal dengan titik-titik lemak di dalam selnya yang dianggap bersifat 'degeneratif'.
Pada observasi selanjutnya ternyata bahwa gejala-gejala yang sama dapat juga terjadi pada penderita dengan berbagai penyakit sistemik termasuk lupus eritematosus sistemik, diabetes mellitus dan amiloidosis. Gejala-gejala klinis ini timbul sebagai akibat adanya proteinuria yang berat apapun penyebabnya, oleh karena itu sebagai pengganti istilah ?liphoid nephrosis' disepakati untuk memakai istilah sindrom nefrotik (Epstein, 1917).
Umumnya sindrom nefrotik dibagi atas 2 golongan besar, yaitu yang primer atau idiopatik dan sekunder. Sindrom nefrotik primer penyebabnya belum diketahui dengan pasti, sedangkan yang sekunder ditimbulkan oleh berbagai penyakit utamanya, misalnya diabetes mellitus, malaria lain-lain.
Menurut Schlesinger dkk. (1966) frekuensi sindrom nefrotik di negara Barat adalah 2 per tahun per 100.000 orang anak di bawah umur 16 tahun. Sindrom nefrotik Kelainan Minimal (KM) merupakan kelainan terbanyak pada anak, yaitu 76,4% menurut ISKDC (international Study of Kidney Disease in Children, 1978), 52,2% pada sari Habib dan Kleinknecht (1971), dan 64,3% pada seri yang dilaporkan oleh White dkk. (1970).
Kasus yang dikumpulkan penulis pada penelitian ini merupakan penderita yang tidak selektif, datang sendiri, belum pernah diobati diterima dari berbagai rumah sakit maupun sejawat di Jakarta. Penderita yang telah diobati sebelumnya tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini.
Selanjutnya penulis akan membandingkan hasil penelitian sendiri dengan ISKDC oleh karena hasil penelitian badan ini juga mencerminkan penelitian penderita sindrom nefrotik yang prospektif, tidak selektif, belum diobati dan diterima dari berbagai pusat penelitian di dunia (10 negara di Eropa. Amerika Utara, Israel, dan Jepang).
Sebelum tahun 1970 di Indonesia belum ada laporan mengenai penderita sindrom nefrotik anak di dalam kepustakaan. Demikian juga mengenai pengobatan terhadap penderita-penderita ini belum mengikuti saran yang dianjurkan oleh ISKDC (1967), sehingga hasilnya tidak dapat dibandingkan atau dinilai dengan hasil laporan dari luar negeri.
Selama 10 tahun (1970-1979) pengamatan penulis pada para penderita sindrom nefrotik primer pada anak yang berobat ke Bagian IKA FKUI/RSCM di Jakarta, banyak yang menunjukkan kelainan tidak khas. Banyak di antara mereka disertai gejala hematuria, hipertensi serta kadar ureum darah atau kreatinin serum yang meninggi. Pada sindrom nefrotik murni kelainan-kelainan tersebut umumnya tidak ditemukan. Berdasarkan observasi tersebut di atas penulis beranggapan bahwa kasus-kasus yang ditemukan itu merupakan kasus sindrom nefrotik yang termasuk golongan bukan kelainan minimal (BKM)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
D423
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yolanda Putri Luciana
"

Latar belakang:Penyebab utama kematian pasien penyakit ginjal kronis (PGK) adalah penyakit kardiovaskular. Stres oksidatif merupakan mediator dalam patogenesis sindrom kardiorenal. Terapi kombinasi penghambat reseptor angiotensin dan statin dapat dipertimbangkan dalam manajemen pasien PGK karena pendekatannya berbeda dalam menekan stres oksidatif.

Tujuan:Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek irbesartan dan simvastatin terhadap penurunan stres oksidatif melalui pengamatan kadar malondialdehid (MDA) jantung dan serum tikus PGK.

Metode:Penelitian ini menggunakan jantung dan serum tersimpan dari tikus jantan galur Sprague-Dawley yang telah diberikan perlakuan pada penelitian sebelumnya. Terdapat 3 kelompok yakni kontrol normal (sham; n=4), nefrektomi 5/6 (Nx; n=4), dan nefrektomi 5/6 + terapi irbesartan 20mg/kgBB/hari dan simvastatin 10mg/kgBB/hari selama 4 minggu (Nx + Ir-Si; n=4). Kadar MDA sampel jantung dan serum tersimpan diukur dengan metode TBARS. Data dianalisis dengan SPSS menggunakan uji One-Way Anova. Nilai p ≤0.05 dianggap bermakna secara statistik.

Hasil:Pemberian irbesartan 20mg/kgBB/hari dan simvastatin 10mg/kgBB/hari selama 4 minggu menyebabkan kadar MDA yang cenderung meningkat namun tidak bermakna pada organ jantung (p=0,069) dan serum (p=0,091) tikus PGK.

Simpulan:Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok tikus PGK yang diberi terapi kombinasi irbesartan dan simvastatin dengan kelompok tikus PGK tanpa terapi terhadap hasil rerata kadar MDA jantung dan serum tikus.


Background:Cardiovascular disease is the main cause of mortality in chronic kidney disease(CKD). Oxidative stress is one of the mediators in cardiorenal syndrome. Combined angiotensin-receptor blockers and statins can be considered in CKDmanagement. 

Purpose:This study aims to determine the effect of irbesartan-simvastatin on reducing oxidative stress by observing malondialdehyde (MDA)levels in the heart and serum of CKD rats model.

Methods:This study uses stored heart tissue and serum from male Sprague-Dawley rats, those had been given treatment in previous study. There are 3 groups which are normal control (sham; n=4), untreated 5/6 nephrectomy (Nx; n=4), and 5/6 nephrectomy + irbesartan 20mg/kgBW/day and simvastatin 10mg/kgBW/day (Nx + Ir-Si; n=4).MDAlevels were measured using TBARS methods. Data were analyzed with SPSSusing One-Way Anova test. p value ≤0.05 is considered statistically significant.

Results:Combined therapy of irbesartan 20mg/kgBW/day and simvastatin 10mg/kgBW/day for 4 weeks caused a tendency in malondialdehyde levels to increase but not statistically significant in heart (p=0.069) and serum (p=0.091)of CKD rats model.

Conclusion:There were no significant differences between group of CKD rats with combined therapy of irbesartan-simvastatin and group of CKD rats without therapy on the MDA levels in heart and serum.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Hidayati
"ABSTRAK
Ketidakberdayaan merupakan salah satu masalah kesehatan psikososial yang sering dialami oleh masyarakat perkotaan. Penulisan karya ilmiah akhir ners ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan ketidakberdayaan pada klien dengan Chronic Kidney Disease CKD . Penulis melakukan asuhan keperawatan psikososial selama 5 hari kepada klien yang mengalami ketidakberdayaan. CKD menimbulkan berbagai permasalahan yang turut menjadi salah satu penyebab ketidakberdayaan. Intervensi yang diberikan berupa rangkaian strategi pelaksanaan tindakan keperawatan psikososial ketidakberdayaan. Evaluasi hasil implementasi keperawatan psikososial ketidakberdayaan perlu dikembangkan dan diimplementasikan di ruang perawatan umum. Kata kunci :Chronic Kidney Disease CKD , Ketidakberdayaan, masyarakat perkotaanKetidakberdayaan merupakan salah satu masalah kesehatan psikososial yang sering dialami oleh masyarakat perkotaan. Penulisan karya ilmiah akhir ners ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan ketidakberdayaan pada klien dengan Chronic Kidney Disease CKD . Penulis melakukan asuhan keperawatan psikososial selama 5 hari kepada klien yang mengalami ketidakberdayaan. CKD menimbulkan berbagai permasalahan yang turut menjadi salah satu penyebab ketidakberdayaan. Intervensi yang diberikan berupa rangkaian strategi pelaksanaan tindakan keperawatan psikososial ketidakberdayaan. Evaluasi hasil implementasi keperawatan psikososial ketidakberdayaan perlu dikembangkan dan diimplementasikan di ruang perawatan umum. Kata kunci :Chronic Kidney Disease CKD , Ketidakberdayaan, masyarakat perkotaan

ABSTRACT
Powerlessness is a form of psychosocial health problem which is experienced more by those living in urban societies. This paper intends to provide an describe of nursing care to powerlessness issues on a client with Chronic Kidney Disease CKD . The author conducted psychosocial nursing care for a period of five days to a client experiencing moderate powerlessness. CKD raised various problems, which in turn became a cause of the ensuing powerlessness issues. Intervention provided was in the form of series nursing care strategies related to the powerlessness. Evaluation of the implementation results demonstrated that signs of powerlessness on client decreased. Psychosocial nursing care intervention of powerlessness need to be developed and implemented at patient general care wards. Keywords Chronic kidney disease , Powerlessness, urban community"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Levy Wayiqrat
"Kepatuhan pembatasan cairan merupakan permasalahan yang akan terus dihadapi pasien GGK. Ketidakpatuhan pembatasan cairan dapat menyebabkan kegagalan terapi, menurunnya kualitas hidup pasien, bahkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan tentang manajemen cairan dengan kepatuhan pembatasan asupan cairan pasien GGK dengan hemodialisis di RSAU dr. Esnawan Antariksa. Desain penelitian adalah Cross Sectional dengan jumlah sampel 101 responden dengan consecutive sampling.
Metode pengumpulan data dengan cara pengisian kuesioner dan pengamatan IDWG Interdialytic Weight Gain . Analisis hasil penelitian menggunakan Chi-Square bivariat dengan ?=0,05, didapatkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang manajemen cairan dengan kepatuhan pembatasan asupan cairan p=0,88. Penelitian ini merekomendasikan pentingnya pemberian perhatian pada kondisi psikologis pasien GGK on HD untuk meningkatkan kepatuhannya.

Fluid resstriction adherence is a major change in patient with CKD. Nonadherence to fluid restriction can lead to treatment failure, reduce quality of life, and also increase morbidity and mortality number. This study aimed to identify the corelation between fluid management knowledge level with fluid restriction adherence in CKD patient undergoing haemodialysis at RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta Timur.
The study design was Cross Sectional that involved 101 respondents. Data were collected through filling questionnaire and observating Interdialytic Weight Gain IDWG. Analysis data used Chi Square 0.05, resulted in that there was no significant association between fluid management knowledge level and fluid restriction adherence p 0.88. This study recommends the important of psychological issues to increase patients adherence level.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S67814
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pinontoan, Rosnah
"ABSTRAK
Latar belakang: Penyakit ginjal kronis PGK merupakan penyakit yang perlu menjalani Hemodialisis HD . HD merupakan suatu prosedur yang bersifat katabolik, sehingga memerlukan asupan energi dan protein yang adekuat untuk menghindari risiko malnutrisi.Kasus: Total pasien PGK dalam serial kasus ini berjumlah empat orang, berusia 36 ndash;54 tahun, telah menjalani HD dalam rentang waktu yang berbeda. Seluruh pasien mempunyai riwayat asupan protein
ABSTRACT Introduction As one of primary treatment for end stage renal disease patients, hemodialysis HD is a catabolic procedure. Unless having adequate energy and protein intake, dialysis patients will be at risk for malnutrition. Cases Four dialysis patients in this case series, aged 36 54, have undergone HD at different timescales. All patients had high risk of malnutrition, due to protein intake "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>