Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thianti Sylviningrum
Abstrak :
Ketrampilan komunikasi merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter. Kemampuan mahasiswa mencapai ketrampilan komunikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah karakteristik (usia, suku dan jenis kelamin) dan keaktifan pengalaman berorganisasi. Hasil penelitian dari faktor-faktor tersebut bervariasi berdasarkan situasi dan kondisi di tempat penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keaktifan pengalaman berorganisasi dengan ketrampilan komunikasi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Jendcral Soedinnan ( FK Unsoed). Penelitian dilakukan secara cross-sectional sejak Mei sampai Agustus 2007 di FK Unsoed.Ketrampilan komunikasi mahasiswa dinilai oleh dosen yang sudah mengikuti pelatihan dengan mengisi kuesioner modifikasi dari The Harvard Medical School Communication Skill Tool. Mahasiswa semester empat FK UNSOED menjadi subyek penelitian ini dan melengkapi kuesioner data-data karakteristik (usia,jenis kelamin, suku) dan keaktifan pengalaman berorganisasi. Sejumlah 82 dari 91 mahasiswa semester IV FK Unsoed menjadi sampel penelitian ini.Sebagian besar mahasiswa berusia 19 tahun (42,68%) dan 20 tahun (43,90%}, jenis kelamin perempuan (67,07%), bersuku Jawa (70,73%) dan keaktifan pengalaman berorganisasi tinggi (54,88%). Prevalensi mahasiswa dengan ketrampilan komunikasi baik sebesar 78,05%. Analisis statistik regresi eox menunjukkan mahasiswa dengan aktif pengalaman berorganisasi memiliki ketrampilan komunikasi lebih baik (Hazard Ratio=2.8l,95%CI=l.48~5.35, P=0.002) yang berarti dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki pengalaman berorganisasi pasif; mahasiswa dengan pengalaman berorganisasi aktif memiliki ketrampilan komunikasi hampir tiga kali lebih baik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah mahasiswa FK Unsoed dengan aktif pengalaman berorganisasi memiliki ketrampilan komunikasi lebih baik dari pada mahasiswa dengan pengalaman berorganisasi pasif.
Communication skills are part of doctor's competencies. Students communication skills are influenced by many factors, namely students characteristics and participation in organizational experiences. Another research on factors that influence communication skills results vary according to the situation and condition where the research took place. The research was aimed to confirm the relationship between participation in organizational experiences with communication skills among medical faculty students. A cross sectional study has been conducted from May to August 2007 in Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Students communication skills were assessed by trained teachers through filled in a modification questionnaire based on The Harvard Medical School Communication Skill Tool. Fourth semester Unsoed medical faculty students were participated in the research and completed questionnaires about organizational participation and students? characteristics (age, gender, ethnicity). From 91 students, 82 students involved in this study. Most of students were 20-year-old (43.9%), female (67.l%), Javanese (70.7%) and participated actively in organizational experience (53.7%). The prevalence of the students with good communication skills was 78.l%. Cox regression statistical analysis showed active participation in organizational experiences had better communication skills (Hazard Ratio=2.8l, 95%Cl=I.48-5.35, P=0.002) which means that compared to students with passive participation in organizational experiences, students with active participation had almost three times better communication skills. Students with active organizational experience had better communication skills than students with passive participation in organizational experiences.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T33070
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elias Wirotama
Abstrak :
PT X merupakan perusahaan penanaman modal asing yang bergerak di bidang ekspor barang jadi yang berdiri tahun 2003. Dengan tenaga kerja yang bermula dari dua orang, hingga sekarang berjumlah enam orang, serta hubungan antara satu individu dengan individu lain masih cenderung informal, maka perusahaan ini dapat dikatakan masih berupa organisasi struktur sederhana. Seiring dengan perkembangan perusahaan, pimpinan menilai bahwa karyawan belum memberikan peningkatan unjuk kerjanya. Karyawan tidak termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Setelah melakukan wawancara dengan seluruh karyawan dan pimpinan, serta observasi di perusahaan, maka diindikasikan adanya permasalahan komunikasi antara pimpinan dan karyawan. Komunikasi merupakan faktor yang penting karena komunikasi dapat mengendalikan perilaku individu dalam organisasi. Selain itu, hampir tiga perempat dari seluruh aktivitas kerja seorang karyawan digunakan untuk berkomunikasi seperti menulis, membaca, berbicara, dan mendengarkan. (Robbins, 2003). Komunikasi menjadi efektif ketika makna pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan sama dengan yang diterima oleh penerima pesan. Namun demikian, dalam kenyataannya, tidak selalu komunikasi belja\an dengan efektif, karena mengalami hambatan-hambatan seperti adanya ketidakjelasan verbal atau ambiguitas, makna ganda, yang dapat menyebabkan distorsi pesan sehingga pesan yang diterima tidak sama dengan yang disampaikan. Faktor-faktor individual seperti pengalaman, persepsi pengirim pesan terhadap penerima pesan atau sebaliknya, dapat berpengaruh pada proses penyampaian pesan. Dalam perusahaan, hambatan-hambatan komunikasi yang ditemui misalnya, pendapat bawahan sering tidak dianggap oleh pimpinan, bawahan menjadi ragu untuk menyampaikan pendapatnya ----~-···--- karena pimpinan merasa masukan yang diberikan bawahan dapat merusak rencananya. Untuk dapat meningkatkan efektivitas komunikasi, maka penulis merekomendasikan rancangan program pelatihan kepada seluruh tenaga kerja di PT X Tujuan rancangan program pelatihan ini pada akhimya adalah memberikan pengetahuan dan keterampilan komunikasi interpersonal, sehingga perilaku-perilaku yang menghambat efektivitas komunikasi dapat diubah, tentunya dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa pada rancangan program. Metode-metode yang dipakai dalam rancangan program pelatihan ini merupakan campuran dari metode pelatihan pada peketjaan dan pelatihan di luar pekerjaan (on-the-job training dan off-the-job training). Hal tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan kondisi perusahaan, dipandang dari tersedianya dana, sarana-prasarana, waktu, serta jumlah tenaga kerja yang ada untuk menjadi peserta pelatihan.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Pratidina Susilo
Yogyakarta: Lembah Manah, 2013
610.73 AST l (1);610.73 AST l (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Desyi Prana
Abstrak :
Breaking bad news berkaitan dengan penyampaian informasi yang tidak menyenangkan bagi pasien dan keluarga yang sering harus disampaikan oleh perawat dalam praktik keseharian. Kurangnya keterampilan dan kepercayaan diri perawat masih ditemukan sebagai hambatan dalam breaking bad news. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi efektivitas metode komunikasi model ABCDE dalam meningkatkan keterampilan dan kepercayaan diri perawat dalam breaking bad news. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment pre and post test with control group. Sampel penelitian adalah perawat pelaksana di RS X Depok sebanyak 40 orang, 20 orang dalam kelompok intervensi dan 20 orang dalam kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan penerapan metode komunikasi model ABCDE efektif meningkatkan keterampilan (p<0,001(intervensi), p=0,017(kontrol)) dan kepercayaan diri (p<0,001(intervensi), p=0,001(kontrol)) perawat dalam breaking bad news baik pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Penerapan model komunikasi ABCDE dalam praktik keperawatan membutuhkan dukungan lebih dalam dimensi advance preparation dan dimensi encourage and validate, reflect emotions. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan keterlibatan manajemen atau head nurse sebagai key person di unit perawatan untuk melakukan monitoring dan menciptakan iklim yang memotivasi. ...... Breaking bad news is related to delivering unpleasant information to patients and their families, which nurses often have to convey in daily practice. Nurses’ lack of skills and confidence is still seen as a barrier to breaking bad news. This study aims to identify the effectiveness of the ABCDE model communication method on the skills and confidence of nurses in breaking bad news. This research used a quasi-experimental pre-and post-test design with a control group. The research samples were 40 nurses at X Hospital Depok, 20 nurses in the intervention group, and 20 nurses in the control group. The results showed that the implementation of the ABCDE model communication method effectively increased the skills (p<0,001(intervention), p=0,017(control)) and self-confidence (p<0,001(intervention), p=0,001(control)) of nurses in breaking bad news. The implementation of the ABCDE model communication method in nursing practice requires much more support in the advance preparation dimension and the encourages, validates, and reflects emotions dimension. This can be done by increasing the involvement of management or the head nurse as the key person in the nursing unit to monitor and create a motivating climate.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boby Nurmagandi
Abstrak :
Pesatnya perkembangan game online saat ini dapat dilihat dari tingginya jumlah pengguna salah satunya pengguna usia remaja. Usia remaja merupakan usia dengan tugas perkembangan psikososial yakni pembentukan identitas diri yang berisiko mengalami adiksi game online apabila mengalami masalah dalam proses perkembangan. Pendidikan kesehatan, terapi kelompok terapeutik dan latihan komunikasi asertif dapat digunakan untuk pembentukan konsep diri dan keterampilan komunikasi agar remaja mencapai perilaku adaptif dalam menghadapi tugas perkembangan psikososialnya sehingga mampu terhindar dari risiko adiksi game online. Tujuan penelitian ini adalah menilai pengaruh pendidikan kesehatan, terapi kelompok terapeutik usia remaja dan latihan komunikasi asertif terhadap konsep diri dan keterampilan komunikasi remaja untuk mencegah adiksi game online. Desain penelitian ini menggunakan quasi eksperimental pre-post test with control group. Teknik pengambilan sampel menggunakan stratified sampling kemudian proportional sampling dan simple random sampling dengan jumlah remaja sebagai responden yaitu 76 remaja yang terbagi atas 2 kelompok. Kelompok intervensi memperoleh pendidikan kesehatan, terapi kelompok terapeutik dan latihan komunikasi asertif sedangkan kelompok hanya memperoleh pendidikan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja kelompok intervensi mengalami perubahan yakni peningkatan konsep diri dan keterampilan komunikasi setelah dilakukan pendidikan kesehatan, terapi kelompok terapeutik dan latihan komunikasi asertif dibandingkan remaja kelompok kontrol yang hanya memperoleh pendidikan kesehatan (ρ value < 0,05). Nilai rata-rata konsep diri dan keterampilan komunikasi remaja kelompok intervensi lebih besar dibandingkan konsep diri dan keterampilan komunikasi remaja kelompok kontrol setelah pelaksanaan pendidikan kesehatan, terapi kelompok terapeutik dan latihan komunikasi asertif (ρ value < 0,05). Terapi kelompok terapeutik dan latihan komunikasi asertif dapat menjadi terapi yang digunakan dalam pelayanan keperawatan untuk meningkatkan perilaku adaptif remaja terhadap perkembangan psikososial melalui peningkatan konsep diri dan keterampilan komunikasi pada remaja sebagai upaya pencegahan risiko adiksi game online. Pelayanan keperawatan pada sasaran remaja menggunakan pendidikan kesehatan dapat dilakukan oleh perawat generalis sedangkan terapi kelompok terapeutik dan latihan komunikasi asertif dapat dilakukan oleh perawat spesialis melalui kerjasama dengan pihak sekolah. Pelayanan keperawatan juga dapat diberikan kepada keluarga agar dapat menjalankan tugas dan fungsi keluarga agar menjadi sumber dukungan sosial, pengawasan serta kontrol keluarga dan lingkungan terhadap aktivitas bermain game online agar remaja terhindar dari risiko adiksi game online. ...... The rapid development of online games today could be seen from the high number of users, one of which was teenagers. Adolescence was an age with the task of psychosocial development, namely the formation of self-identities that were at risk of experienced online game addiction if they experienced problems in their development process. Health education, therapeutic group therapy and assertive communication training could be used to form self-concept and communication skills so that adolescents achieved adaptive behavior in faced their psychosocial development tasks so that they were able to avoided the risk of online game addiction. The purpose of this study was to assessed the effect of health education, adolescent therapeutic group therapy and assertive communication training on adolescent self-concept and communication skills to prevent online game addiction. The research design used a quasi experimental pre-posttest with control group. The sampling technique used stratified sampling then proportional sampling and simple random sampling with the number of adolescents as respondents, namely 76 adolescents who were divided into 2 groups. The intervention group received health education, therapeutic group therapy and assertive communication training, while the group only received health education. The results showed that adolescents in the intervention group experienced changed, namely increased self-concept and communication skills after health education, therapeutic group therapy and assertive communication training compared to adolescents in the control group who only received health education (ρ value <0.05). The mean value of self-concept and communication skills of adolescents in the intervention group was greater than the self-concept and communication skills of adolescents in the control group after the implementation of health education, therapeutic group therapy and assertive communication exercises (ρ value <0.05). Therapeutic group therapy and assertive communication training could be used in nursing services to improved adolescent adaptive behavior to psychosocial development through increased self-concept and communication skills in adolescents as an effort to prevent the risk of online game addiction. Nursing services for adolescents using health education could be carried out by generalist nurses, while therapeutic group therapy and assertive communication exercises could be carried out by specialist nurses in collaboration with the school. Nursing services also could be provided to families in order to carried out family duties and functions in order to became a source of social support, family and environmental supervision and controlled of online game played activities so that teenagers avoided the risk of online game addiction.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retna Puji Lestari
Abstrak :
[Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara keterampilan komunikasi nonverbal dan jenis kelamin pada remaja pengguna internet. Pengukuran keterampilan komunikasi nonverbal yang digunakan adalah skala Social Skills Inventory milik Riggio yang telah diadaptasi oleh peneliti. Partisipan berjumlah 222 orang remaja, yang terdiri dari 104 laki-laki (46,8 %) dan 118 perempuan (53,2%) berusia 12 – 24 tahun. Melalui perhitungan statistik dengan perbandingan rata-rata (Independent Sample T-Test) diperoleh hasil, yaitu tidak terdapat perbedaan antara keterampilan komunikasi nonverbal dan jenis kelamin pada remaja pengguna internet. Selain itu, dilakukan penelitian lanjutan tentang hubungan setiap Domain Keterampilan Komunikasi Nonverbal dan Jenis Kelamin. Melalui perhitungan statistik ditemukan terdapat perbedaan antara domain Emotional Expresiveness dengan jenis kelamin. Sedangkan, untuk domain Emotional Sensitivity dan domain Emotional Control tidak menunjukkan perbedaan dengan jenis kelamin. Berdasarkan hasil tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa jenis kelamin hanya berbeda dengan domain Emotional Expresiveness, yaitu keterampilan dalam mengirimkan (encoding) pesan nonverbal. ......This study was conducted to determine the difference between non-verbal communication skills and sexes in teenager internet users. Measurement of nonverbal communication skills used are scale-owned Riggio Social Skills Inventory that has been adapted by researchers. The number of participants 222 teenagers, consisting of 104 men (46.8%) and 118 women (53.2%) aged 12-24 years. Through a statistical calculation of the ratio of the average (Independent Sample T-Test) obtain resulted that there is no difference between non-verbal communication skills and gender in teenager Internet users. In addition, further research on the relationship of each Domain Nonverbal Communication Skills and Sex. Through a statistical calculation is found there is a difference between the domain Emotional Expresiveness with sex whereas, for the domain Emotional Sensitivity and the domain Emotional Control showed no difference in sexes. Based on these results, it can be concluded that the sexes differ only with the domain Expresiveness Emotional, ie skills in sending (encoding) nonverbal messages. , This study was conducted to determine the difference between non-verbal communication skills and sexes in teenager internet users. Measurement of nonverbal communication skills used are scale-owned Riggio Social Skills Inventory that has been adapted by researchers. The number of participants 222 teenagers, consisting of 104 men (46.8%) and 118 women (53.2%) aged 12-24 years. Through a statistical calculation of the ratio of the average (Independent Sample T-Test) obtain resulted that there is no difference between non-verbal communication skills and gender in teenager Internet users. In addition, further research on the relationship of each Domain Nonverbal Communication Skills and Sex. Through a statistical calculation is found there is a difference between the domain Emotional Expresiveness with sex whereas, for the domain Emotional Sensitivity and the domain Emotional Control showed no difference in sexes. Based on these results, it can be concluded that the sexes differ only with the domain Expresiveness Emotional, ie skills in sending (encoding) nonverbal messages ]
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S61914
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Putri Anandiva
Abstrak :
Kualitas pertemanan merupakan hal yang paling penting untuk dilihat dalam meneliti mengenai pertemanan anak-anak, termasuk anak berkebutuhan khusus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara keterampilan komunikasi dan kualitas pertemanan pada anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusif. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat perbedaan kualitas pertemanan dari anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusif berdasarkan jenis kelamin. Dalam penelitian ini, keterampilan komunikasi diukur dengan menggunakan alat ukur Social Skills Improvement System SSIS dimensi komunikasi yang dikembangkan oleh Gresham dan Elliott 2008, sedangkan kualitas pertemanan diukur dengan menggunakan alat ukur Friendship Quality Questionnaire FQQ yang dikembangkan oleh Parker dan Asher 1993. Partisipan dari penelitian ini adalah anak berkebutuhan khusus yang berusia antara 7 hingga 12 tahun, hanya memiliki satu jenis kebutuhan khusus, memiliki tingkat gangguan yang tergolong ringan, dan memiliki kemampuan membaca N = 108. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keterampilan komunikasi dan kualitas pertemanan pada anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusif. Dengan kata lain, semakin tinggi keterampilan komunikasi dari anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusif, semakin tinggi pula kualitas pertemanannya. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari kualitas pertemanan anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusif berdasarkan jenis kelamin. ......Friendship quality is the most important thing to be seen when studying about friendship of children, including children with special needs. The aim of this study was to examine the relationship between communication skills and friendship quality among children with special needs in inclusive primary school. This study was also aimed to examine the difference of friendship quality of children with special needs in inclusive primary school by gender. In this study, communication skills was measured by the communication dimension of Social Skills Improvement System SSIS Gresham Elliott, 2008, meanwhile friendship quality was measured byFriendship Quality Questionnaire FQQ Parker Asher,1993. Participants of this study consisted of children with special needs aged between 7 and 12 years, only have one type of special needs, have a mild level of disability, and have the ability to read N 108 . This study was a correlational study which was conducted with a quantitative approach. The results of this study showed a significant relationship between communication skills and friendship quality among children with special needs in inclusive primary school r 0.613, p 0.01. This meansthe higher the communication skills of children with special needs, the higher their friendship quality is. The result of this study also showed a significant difference of friendship quality of children with special needs in inclusive primary school by gende.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lenny Brida
Abstrak :
Era globalisasi menuntut adanya kemampuan komunikasi yang dapat dipahami secara internasional, terutama kemampuan berbahasa Inggris. Akan tetapi dari laporan hasil pengawasan dan pemeriksaan pengajaran bahasa Inggris, secara nasional penguasaan bahasa Inggris siswa disimpulkan masih rendah. Dalam hal ini masalah kurikulum, PBM, sarana, mutu pengajar, jumlah siswa perkelas sering dianggap sebagai penyebabnya, sementara faktor karakteristik pembelajar kurang diperhatikan, terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor psikologis.
Sebagaimana yang dipaparkan oleh Mackey (1979) banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan berbahasa asing dan Mackey mengelompokkannya ke dalam tiga kelompok, yaitu faktor linguistlk, faktor sosial budaya dan faktor psikologis. Faktor psikologis yang menjadi fokus penelitian ini adalah faktor berpikir, yaitu berpikir kreatif dan berpikir komprehensi, karena biaanya orang dewasa lebih mengandalkan strategi kognitifnya dalam mempelajari sesuatu, temmasuk mempelajari bahasa asing.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar sebenarnya kontribusi kemampuan berpikir kreatif dan berpikir komprehensi terhadap penguasaan bahasa Inggis mahasiswa Administrasi. Bisnis Poiiteknik Negeri Jakarta Dengan demikian hail penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam upaya pengintegrasian aspek kreativitas dalam pengajaran bahasa Inggris.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : a. Terdapat kontribusi yang signilikan dan posiiif antara kemampuan berpikir kreatif dengan penguasaan bahasa Inggris (Hal). b. Terdapat kontribusi yang signihkan dan positif antara kemampuan berpikir komprehensi dengan penguasaan bahasa Inggris (Ha2) c. Terdapat kontdbusi yang signilikan dan positif antara kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan berpikir komprehensi terhadap penguasaan bahasa Inggris (Ha3). d. Kedua prediktor secara simultan bergabung memberi kontribusi lebih besar terhadap penguasaan bahasa Inggris, dibanding ketika masing-masing prediktor berdiri secara terpisah (Ha4).
Untuk membuktikan hipotesis di atas, penclitian ini menggunakan meiode regresi multivariat untuk mengkaji akibat-akibat dan besarnya akibat dan dua variabel bebas terhadap satu variabel terikat Sampel dipilih berdasarkan strata dan dengan mempcrhatikan proporsinya berdasarkan banyaknya subjek dalam masing-masing strata. Instrumen-instrumen yang digunakan untuk mernperoleh data yang diperlukan adalah Tes Kreativitas Verbal (TKV) untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif, Cloze Test (CT) digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir komprehensi dan English Proficiency Test (EPT) digunakan untuk mengukur penguasaan bahasa inggris subjek penelilian Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data penelitian terleblh dahulu instrumen diujicoba dan dianalisis validilas dan reliabilitasnya dengan menggunakan Uji slaristik Cronbach Alpha dan Analisis Faktor. Data utama yang diperoleh dianalisis dengan teknik analisis regresi linear sederhana dan regresi linear ganda, dengan menggunakan bantuan komputer, yaitu program SPSS 7.5 dan tingkat signifikansi yang dipilih adalah 5% atau P 0.05. Dari hasil analisis tersebut ditemukan : Terdapat kontribusi yang signifikan dan positif antara kemampuan berpikir kreatif dengan penguasaan bahasa lnggris mahasiswa Administrasi Bisnis Politeknik Negeri Jakarta Besaran kontribusi adalah 3l,9% dengan tingkat probabilitas 0.000. Dengan demikian hipotesis kerja pertama (Hal) diterima. Terdapat kontribusi yang signifikan dan positif antara kemampuan berpikir komprehensi dengan penguasaan bahasa lnggris mahasiswa, dengan bsaran konuibusi yang tidak terlalu besar, yaitu hanya l0,8%, tetapi dengan tingkat probabilitas 0,002 (lebih kecil dari 0.05). Dengan demikian hipotesis kerja kedua (Hal) diterima. Terdapat kontribusi gabungan yang signifikan dan positif antara kemampuan berpikir kreatlf dan berpikir komprehensi terhadap penguasaan bahasa Inggris, yaitu sebesar 57,3% dengan tingkat probabilitas 0.000. Dengan demikian hipotesis kerja ketiga (l-la3) diterima. Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan bahasa Inggris mahasiswa Administrasi Bisnis Politeknik Negexi Jakarta berkaitan dengan variahel lain yang tidak 'diteliti dengan besaran 42,7 %. Hasil kontribusi gabungan jauh lebih tinggi dari konttibusi variabel bebas secara sendiri-sendiri. Besaran kontribusi gabungan adalah 57,3 % > 3l,9% (TKV) > l0,8% (CT). Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan prediktor TKV lebih besar kontribusinya dari pada predilctor CT, tetapi prediktor gabungan (TKV dan CT) lebih besar kontribusinya dari pada prediktor terpisah. Dengan demikian secara terpisah kemampuan berpikir kreatif lebih besar kontribusinya terhadap penguasaanbahasa lnggris dibanding kemampuan berpikir kornprehemi, sementara gabungan antara kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan berpikir komprehensi memberi kontribusi yang lebih besar lagi. Dengan demikian hipotesis kerja keempat (Ha4) dapat diterima Dari hasil temuan di atas dapat disarankan agar teknik-teknik pengembangan berpikir kreatif diintegrasikan ke dalam pengajaran bahasa Inggris dan penelinan ini perlu dikembangkan dalam populasi yang lebih besar, dan dengan komposisi jenis kelamin yang lebih seimbang sehingga dapat diperoleh gambaran hasil yang lebih akurat.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library