Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alvin Jesson
Abstrak :
Latar Belakang: Gigi dengan kerusakan periodontal yang berat akan mengakibatkan peningkatan pada mobilitas gigi. Hal itu menjadi indikasi untuk perawatan splin. Penelitian mengenai distribusi status periodontal pada pasien periodontitis dengan terapi temporary periodontal splint belum pernah dilakukan terutama di Indonesia. Tujuan Penelitian: Mendapatkan distribusi status periodontal gigi pada pasien periodontitis dengan perawatan temporary periodontal splint. Metode: Penelitian deskriptif retrospektif menggunakan data sekunder dari 47 rekam medik dari pasien dengan terapi temporary periodontal splint di klinik Periodonsia RSKGM FKG UI periode 2018-2020. Hasil: Perawatan temporary periodontal splint paling banyak dilakukan pada Regio gigi anterior mandibular (49,8%). Mayoritas mobilitas gigi adalah mobilitas derajat 2 (49,2%).  Mayoritas derajat kerusakan tulang adalah kerusakan hingga 1/3 tengah (49,2%) dengan pola kerusakan terbanyak pola horizontal (62,8%). Kehilangan perlekatan klinis terbanyak adalah buruk (76,8%). Uji-T Berpasangan menunjukan adanya perbedaan bermakna antara indeks plak sebelum dan sesudah 1 minggu perawatan (p<0,05) dengan rerata sesudah 1 minggu lebih rendah dibanding sebelum perawatan. Kesimpulan: Perawatan temporary periodontal splint paling sering dilakukan pada gigi dengan derajat mobilitas 2, kerusakan tulang mencapai 1/3 tengah akar, dan kehilangan perlekatan klinis buruk. Perawatan paling banyak dilakukan pada gigi anterior mandibula. Terdapat perbedaan bermakna antara indeks plak sebelum dan sesudah 1 minggu perawatan dengan indeks plak sesudah mengalami penurunan. ......Background: Tooth with severe periodontal damage will result in an increase in tooth mobility. This tooth will be splint to prevent further damage. There has been no research on the distribution of periodontal status in periodontitis patient who were treated with temporary periodontal splint in Indonesia. >Objective: Determine the distribution of periodontal status of tooth with periodontitis who were treated with temporary periodontal splints. Method: This retrospective descriptive study was conducted using 47 periodontal medical record patient who were treated with temporary periodontal splints in RSKGM FKG UI Periodontia clinic period of 2018-2020. Result: Temporary periodontal splint treatment was mostly performed on the anterior mandible (49,8%). The majority mobility of the tooth are grade 2 mobility (49,2%). Majority degree of bone damage is damage up to middle 1/3 (49.2%) with the most damage pattern is horizontal pattern (62.8%). Most of the clinical attachment loss is poor (76,8%). Dependent T-test result showed that there is a significant difference (p<0,05) between plaque index before and after 1 week of treatment with the mean after 1 week of treatment lower than before treatment. Conclusion: Temporary periodontal splint treatment is most often performed on teeth with mobility grade 2, bone damage reaching the middle 1/3 of the root, and poor clinical attachment loss. Treatment is mostly done on mandibular anterior teeth. There is a significant difference between the plaque index before and after 1 week of treatment with the plaque index after 1 week decreased.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rahma Prihantini
Abstrak :
Aplikasi Subgingiva antimikroba setelah Skeling dan Penghalusan Akar SPA mampu membunuh bakteri anaerob yang tersisa Penelitian ini bertujuan menganalisis efek klinis aplikasi subgingiva H2O2 3 setelah SPA pada periodontitis kronis poket le 6 mm 45 subjek periodontitis kronis poket le 6 mm diskor plak skor perdarahan kedalaman poket kehilangan perlekatan Satu sisi rahang diaplikasi subgingiva H2O2 3 dan kontrol pada kontralateral dievaluasi 4 minggu setelahnya Aplikasi subgingiva H2O2 3 secara statistik terbukti menurunkan skor perdarahan kedalaman poket kehilangan perlekatan pre dan post perawatan serta antar kedua kelompok periodontitis kronis poket le 6 mm Kata kunci Skor Perdarahan Poket Periodontal Kehilangan Perlekatan SPA Aplikasi subgingiva ......Subgingival application with 3 H2O2 after scaling and root planing SRP is assumed to be kill the bacteria left behind after mechanical debridement The aim of this study was to analyze the clinical effects of subgingival application 3 H2O2 after SRP in the treatment of chronic periodontitis pocket depth le 6 mm Forty five patients chronic periodontitis pocket depth le 6 mm were scaled and root planed prior to baseline measurement BOP PPD CAL and evaluated on weeks 4 Subgingival application with 3 H2O2 produced a significant reduction in BOP PPD and CAL compared to the control Key words Gingival bleeding on probing probing pocket depth clinical attachment loss scaling and root planing subgingival application 3 H2O2
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T33114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anandhara Indriani Khumaedi
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Periodontitis merupakan penyebab infeksi kronis terbanyak pada penyandang diabetes. Periodontitis adalah penyakit inflamasi kronis yang menyerang jaringan penyanggah gigi yang disebabkan oleh organisme spesifik. Periodontitis secara klinis bermanifestasi sebagai pembentukan poket pada gingiva dan kehilangan perlekatan gingiva yang dapat memfasilitasi kebocoran mediator inflamasi dari rongga mulut. Inflamasi sistemik derajat rendah ini telah diketahui berperan dalam aterogenesis. Hubungan periodontitis dengan insiden aterosklerosis telah banyak dilaporkan dengan hasil yang konsisten. Di lain pihak hubungan periodontitis dengan aterosklerosis subklinis, khususnya kekakuan arteri, tanda awal dari aterosklerosis menunjukkan hasil yang beragam. Studi-studi sebelumnya yang menilai periodontitis dengan kekakuan arteri dilakukan pada populasi umum, hanya sedikit yang dilakukan pada populasi diabetes.Tujuan: Mengetahui korelasi derajat periodontitis dengan kekakuan arteri pada penyandang DM tipe 2.Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang terhadap 97 penyandang DM tipe 2 dewasa ddi poliklinik metabolik endokrin RSCM pada bulan April hingga Agustus 2017. Periodontitis dinilai secara klinis dengan kedalaman poket periodontal dan jarak kehilangan perlekatan gingiva. Kekakuan arteri dinilai dengan PWV karotis-femoral menggunakan SphygmoCor.Hasil penelitian: Sembilan puluh sembilan persen penyandang DM tipe 2 mengalami periodontitis dan 78 penyandang DM tipe 2 mengalami periodontitis berat sesuai dengan kriteria AAP 1999. Korelasi antara menifestasi periodontitis kedalaman poket dan kehilangan perlekatan dengan kekakuan arteri tidak terbukti pada penelitian ini karena baik kedalaman poket dan kehilangan perlekatan menunjukkan korelasi sangat lemas dan keduanya tidak menunjukkan hasil yang bermakna PD, r= 0,024 p= 0,403 CAL, r= 0,011 p=0,456 .Kesimpulan: Sebagian besar penyandang DM tipe 2 mengalami periodontitis berat dan tidak ada korelasi positif bermakna antara derajat periodontitis dengan kekakuan arteri pada penyandang DM tipe 2. ABSTRACT
Background Periodontitis is an inflammatory disease affecting tissue teeth supporting tissue caused by specific organism and is a major cause of chronic infection in diabetic population. Periodontitis is clinically manifested by gingival bleeding, pocket formation and attachment loss that facilitated systemic leakage of oral inflammatory mediators. These low grade systemic inflammation is known to play a role in atherogenesis. Association on periodontitis and atherosclerosis incident is established and showed consistent results in previous studies. The association of periodontitis and subclinical atherosclerosis however, showed conflicting result, specially in studies involving arterial stiffness, the early sign of atherosclerosis. These studies were conducted in general population, very few were performed in type 2 diabetes population. Objective To learn about the correlation between periodontitis and arterial stiffnes.Method This is a cross sectional study involving 97 type 2 diabetics recruited in endocrinology clinic fin ciptomangunkusumo general hospital from April to August 2017. Periodontitis were defined by clinical measures such as pocket depth and clinical attachment loss, those measures reflected disease activity and gingival destruction. Arterial stiffness were measured by carotid femoral PWV using cuff based tonometry device, SphygmoCor.Result Periodontitis is found in 99 type 2 diabetics and 78 of them had severe periodontitis. Correlation coefficient for both pocket depth and clinical attachment loss showed very weak positive result, but none of them is statistically significant PD, r 0,024 p 0,403 CAL, r 0,011 p 0,456 .Conclusion Most of type 2 diabetics has severe periodontitis and correlation between periodontitis and arterial stiffness can rsquo t be concluded in this study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kania Hanna Suherman
Abstrak :
Latar Belakang: Informasi radiografis mengenai kehilangan tulang berperan penting dalam penentuan diagnosis, rencana perawatan, dan prognosis periodontitis. Pengklasifikasian diagnosis periodontitis berdasarkan AAP 2017 mencakup komponen kehilangan perkelatan klinis dan persentase kehilangan tulang radiografis yang menghasilkan diagnosis periodontitis berdasarkan tingkat keparahan. Tujuan: Melihat tingkat kesesuaian diagnosis radiografis berdasarkan persentase kehilangan tulang dengan diagnosis klinis berdasarkan kehilangan perlekatan. Metode: Menggunakan studi potong lintang menggunakan 70 sampel komponen data kehilangan perlekatan klinis rekam medis dan radiograf intraoral sisi proksimal sampel gigi dengan diagnosis dan kerusakan terparah dari pasien periodontitis kronis di RSKGM FKG UI. Perhitungan kerusakan menggunakan persentase kehilangan tulang dengan mengukur jarak CEJ ke defek tulang terparah dan jarak CEJ ke ujung apeks gigi. Hasil: Uji komparatif Wilcoxon menunjukkan terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara diagnosis klinis dan radiografis berdasarkan klasifikasi AAP 2017 mengenai periodontitis dengan nilai p=0,003. Sebanyak 64,3% sampel memiliki kesesuaian diagnosis klinis dan radiografis, 27,1% sampel memiliki diagnosis radiografis < klinis, dan 8,6% sampel memiliki diagnosis radiografis > klinis. Kesimpulan: Diperlukan dua alat diagnostik untuk menentukan tingkat keparahan periodontitis, yaitu secara klinis dan diikuti dengan pemeriksaan radiografis untuk menutupi limitasi dari masing-masing jenis pemeriksaan. Berdasarkan kesesuaian diagnosis yang signifikan, radiograf periapikal dapat digunakan untuk membantu diagnosis periodontitis. ......Background: Radiographic information regarding bone loss plays an important role in determining periodontitis diagnosis. The AAP 2017 classification of periodontitis diagnosis uses CAL and the RBL that would result in a periodontitis diagnosis based on the severity and disease progression. Objectives: The study was aimed to compare the diagnosis based on a percentage of RBL and clinical diagnosis based on CAL. Methods: The cross-sectional study was conducted on 70 samples using CAL and percentage of RBL in proximal sites. Radiographic assessment was done by calculating the distance from CEJ to proximal bone defects and from CEJ to root tip. Result: The result of the Wilcoxon comparative test showed a statistically significant difference between clinical and radiographic diagnosis based on the AAP 2017 classification with p-value=0.003. The result showed that 64,3% had clinical diagnosis = radiographic diagnosis, 27,1% had a radiographic diagnosis < clinical diagnosis, and 8,6% had a radiographic diagnosis > clinical diagnosis. Conclusion: Two diagnostic tools are needed to determine the severity of periodontitis, clinically and followed by a radiographic examination to cover the limitations of each examination. Based on the significant accuracy of the diagnosis, the periapical radiograph can be used to assist in the periodontitis diagnosis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlisa Desy Chairunisa
Abstrak :
Gigi berjejal merupakan salah satu faktor lokal dalam rongga mulut yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan jaringan periodontal dengan meningkatkan penimbunan plak, serta mempersulit pembersihan gigi. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan status periodontal pada kondisi gigi anterior rahang bawah berjejal kelas I Angle berdasarkan jenis kelamin, umur, dan tingkatan mahasiswa. Metode: Penelitian menggunakan desain deskriptif analitik dengan rancangan potong lintang. Sebanyak 52 subjek dengan metode pengambilan sampel non probability, yaitu consecutive sampling. Variabel yang diperiksa adalah status kebersihan mulut menggunakan indeks plak dan indeks kalkulus. Setelah itu, status periodontal dinilai berdasarkan parameter klinis antara lain indeks perdarahan papila, kedalaman poket, kehilangan perlekatan klinis, dan resesi gingiva. Data dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square, T-Test, dan Mann-Whitney U-Test. Hasil: Terdapat signifikansi bermakna pada status kebersihan mulut dan kedalaman poket berdasarkan umur serta tingkatan mahasiswa p0,05. Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian, umur dan tingkatan mahasiswa berpengaruh terhadap status kebersihan mulut dan kedalaman poket. Semakin tinggi umur dan tingkatan mahasiswa, semakin baik status kebersihan mulutnya. Hal tersebut menunjukkan adanya korelasi antara pengetahuan dengan perilaku kesehatan gigi dan mulut.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Widyastuti
Abstrak :
Latar Belakang: Informasi diagnostik tinggi tulang bukal atau lingual dari radiograf sangat penting untuk menegakkan diagnosis, rencana perawatan dan prognosis periodontitis. Destruksi tulang alveolar pada pasien periodontitis tidak hanya terjadi pada interproksimal melainkan juga mencakup permukaan bukal dan/atau lingual yang berada pada dimensi ketiga di radiograf konvensional. Destruksi yang terjadi di bukal dan/atau lingual tidak dapat terlihat secara langsung dari radiograf dua dimensi. Tujuan: Untuk memperoleh signifikansi hasil evaluasi sisa tulang bukal atau lingual secara klinis dibandingkan dengan prakiraannya secara radiografis. Metode: Studi potong lintang dilakukan pada 68 rekam medis dan radiograf intraoral gigi molar satu atau dua rahang bawah dengan evaluasi kehilangan tulang 2 sampai 6 mm atau secara radiografis digolongkan moderate. Evaluasi secara klinis menggunakan data kehilangan perlekatan, dan secara radiografis dengan menghitung jarak dari CEJ (cementoenamel junction) ke defek tulang bukal dan/atau lingual. Analisis statistik dilakukan dengan uji Wilcoxon. Hasil: Nilai rata-rata pengukuran secara klinis adalah 4,28±0,99 mm dan secara radiografis adalah 3,97±1,13 mm. Rentang perbedaan hasil evaluasi prakiraan radiografis dan klinis berkisar antara 0-1,9 mm dengan rata-rata perbedaan sebesar 0,31±0,50 mm. Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna antara hasil evaluasi prakiraan sisa tulang bukal dan/atau lingual secara radiografis dibandingkan klinis, dengan kecendrungan tinggi tulang secara radiografs tidak separah kondisi klinisnya yaitu lebih rendah 0 – 1.9 mm. ......Background: Radiographs provide diagnostic information of the buccal and lingual bone height that is essential in the diagnosis, treatment plan, and prognosis of periodontitis. Alveolar bone loss in periodontitis patients does not only occur at proximal areas but also involves the third dimensional aspects at the buccal and/or lingual two-dimensional radiographs. Objective: To acquire the significancy of the remaining buccal or lingual bone height assessed clinically in comparison with the radiographc estimation. Method: The cross sectional study was conducted on 68 medical records and intraoral radiographs of the lower first or second molar with moderate 2-6 mm alveolar bone loss. Clinical evaluation was performed using the loss of attachments data at the buccal and/or lingual surface, and the radiographic assessment was done by calculating the distance from CEJ (cementoenamel junction) to buccal and/or lingual bone defects. The datas were then analysed using the Wilcoxon test. Results: The average value of clinical compared to radiographic measurement was 4.28±0.99 mm and 3.97±1.13 mm consecutively. The difference between the estimated radiographic and clinical evaluation results was varied between 0-1.9 mm with the average difference value of 0.31±0.50 mm. Conclusion: There was a significant difference between the estimated evaluation results of the remaining buccal and/or lingual alveolar bone height evaluated clinically compared to the radiographic estimation, with a tendency that the estimated height of the radiographic assessment was not as severe as its clinical condition by 0-1.9 mm.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gladiola Alifa Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Diabetes Melitus tipe-2 dan penyakit periodontal merupakan penyakit dengan frekuensi tinggi di Indonesia. Diabetes Melitus tipe-2 diketahui dapat memperberat penyakit periodontal, dan juga sebaliknya. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan status periodontal pada penderita periodontitis kronis dengan Diabetes Melitus tipe-2 dan tanpa Diabetes Melitus tipe-2. Tujuan penelitian: Mengetahui perbedaan status periodontal pada penderita periodontitis kronis dengan Diabetes Melitus tipe-2 dan tanpa Diabetes Melitus tipe-2, dengan batasan penelitian pada kedalaman poket, resesi gingiva, dan kehilangan perlekatan klinis. Metode: Penelitian cross-sectional pada 97 subjek Diabetes Melitus tipe-2 dan 97 subjek tanpa Diabetes Melitus tipe-2 menggunakan data kartu status rekam medik Klinik Periodonsia RSKGM FKG UI tahun kunjungan 2007-2016. Data dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna dari rerata kedalaman poket, resesi gingiva, dan kehilangan perlekatan klinis subjek Diabetes Melitus tipe-2 dibandingkan dengan subjek tanpa Diabetes Melitus tipe-2
ABSTRACT
Background Type 2 Diabetes Mellitus and periodontal are high frequency diseases in Indonesia. Type 2 Diabetes Mellitus has known for the effect that can worsen periodontal diseases, and vice versa. Therefore, further researches are needed on the difference of periodontal status between chronic periodontitis patient with and without type 2 Diabetes Mellitus. Objective To understand the periodontal status differences between chronic periodontitis patient with and without type 2 Diabetes Mellitus, with limitation spesifically on pocket depth, gingival recession, and loss of attachment. Method Cross sectional study of 97 subjects with type 2 Diabetes Mellitus and 97 subjects without type 2 Diabetes Mellitus sourced from medical record status cards in Klinik Periodonsia RSKGM FKG UI during 2007 2016. It was statistically analyzed by Mann Whitney test. Result There were statistically significant differences in the mean values of pocket depth, gingival recession, and loss of attachment on subjects with type 2 Diabetes Mellitus compared with subjects without type 2 Diabetes Mellitus p
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library