Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amira Luthfita
"Kabupaten Kubu Raya merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota rawan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Barat dan mengalami kejadian kebakaran setiap tahun. Berdasarkan data Kesatuan Pengelolaan Hutan pada tahun 2018, terdapat sekitar 4406 titik panas yang tersebar di Kabupaten Kubu Raya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan berdasarkan aspek kondisi fisik wilayah yang meliputi ketebalan gambut, tutupan lahan dan curah hujan serta aspek sosial masyarakat yang meliputi kepadatan penduduk, tingkat pendidikan dan jenis lapangan usaha di Kabupaten Kubu Raya. Analisis spasial yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode overlay dengan Sistem Informasi Geografis. Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa wilayah di Kabupaten Kubu Raya yang terdeteksi sangat rawan sebesar 12,77 % dengan total luas wilayah 1124,31 km², rawan tinggi yaitu sebesar 26,75 % dengan total luas wilayah 2419,68 km², rawan rendah yaitu sebesar 31,48 % dengan total luas wilayah 3421,38 km², sedangkan tingkat rawan sangat rendah yaitu 29,00 % dengan total luas wilayah 2408,07 km². Hasil pengolahan menunjukkan bahwa Wilayah dengan tingkat kerawanan tertinggi yaitu Kecamatan Rasau Jaya dan wilayah dengan tingkat kerawanan terendah yaitu Kecamatan Kubu.
Kubu Raya Regency is one of 14 regencies / cities prone to forest and land fires in West Kalimantan Province and experiences fires every year. Based on data from the Forest Management Unit in 2018, there are around 4406 hotspots spread across Kubu Raya Regency. The purpose of this study is to analyze areas prone to forest and land fires based on aspects of the physical condition of the area including peat thickness, land cover and rainfall as well as social aspects of society which include population density, education level and type of business field in Kubu Raya Regency. The spatial analysis used in this study uses the overlay method with Geographic Information Systems. The results of the analysis that have been carried out show that the area in Kubu Raya District that was detected was very vulnerable at 12.77% with a total area of ​​1124.31 km², high vulnerable at 26.75% with a total area of ​​2419.68 km², low at risk that is amounting to 31.48% with a total area of ​​3421.38 km², while the level of vulnerability is very low at 29.00% with a total area of ​​2408.07 km². The analysis shows that the area with the highest level of vulnerability is Rasau Jaya District and the area with the lowest level of vulnerability is Kubu District."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafifurrahman
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana implementasi kebijakan pencegahan kebakaran hutan dan lahan serta menganalisis apa saja faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam melaksanakan upaya dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, bukan hanya dilakukan dengan sosialisasi dan kegiatan lainnya yang hanya menyasar permukaan dari penyebab permasalahan kebakaran hutan dan lahan. Tetapi juga menyasar bagaimana pengelolaan tata ruang khususnya pada kawasan gambut. Penelitian menggunakan metode kualitatif pendekatan post positivis dengan studi literatur yang terkait dengan implementasi kebijakan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Sebagai bahan pendukung, peneliti melakukan tinjauan literatur. Hasil analisis memperlihatkan bagaimana implementasi kebijakan pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau dan faktor-faktor yang mempegaruhinya masih terdapat beberapa kekurangan, namun upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dapat dioptimalkan. Arah kebijakan Pemerintah Provinsi Riau dalam menetapkan RTRW yang tepat dan akurat untuk mendukung pencegahan kebakaran hutan dan lahan terutama dalam pengelolaan gambut telah menunjukkan komitmen yang tinggi dengan hadirnya kebijakan RPPEG dan Riau Hijau.

This study aims to analyze how policies are implemented to prevent forest and land fires and analyze the factors that influence them. In carrying out efforts to prevent forest and land fires in Riau Province, it is not only carried out with socialization and other activities that only target the surface of the causes of forest and land fire problems. But it also targets spatial management, especially in peat areas. The research uses a qualitative post-positivist approach with literature studies related to policy implementation and prevention of forest and land fires. As a supporting material, the researcher conducted a literature review. The results of the analysis show how the implementation of forest and land fire prevention policies in Riau Province and the factors that influence them still have some deficiencies, but the efforts made by the government can be optimized. The policy direction of the Riau Provincial Government in establishing a precise and accurate RTRW to support the prevention of forest and land fires, especially in peat management, has shown high commitment with the presence of the RPPEG and Riau Hijau policies."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Melvina Ochtora
"Karhutla di Provinsi Riau selalu menjadi sorotan karena ulah manusia yang menyebabkan kerusakan ekosistem hingga kestabilan politik dengan negara tetangga. Untuk menyikapinya, Presiden memprioritaskan upaya pencegahan melalui kolaborasi multisektor antara pemerintah, swasta, hingga masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kolaborasi pencegahan karhutla dengan model collaborative governance. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses collaborative governance secara keseluruhan sudah diterapkan meskipun diperlukan penyempurnaan pada proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi kolaborasi. Intensitas dialog tatap muka masih rendah dan agenda pembahasan para aktor masih umum terhadap pengendalian kerhutla. Hasil sementara kolaborasi pencegahan belum terukur dengan baik sehingga egosektoral terlihat melalui berbagai program para aktor yang sifatnya mirip. Faktor-faktor yang menghambat kolaborasi adalah desain kelembagaan belum mengalokasi tugas pencegahan para aktor dengan jelas yang beresiko pada tumpang tindih kegiatan dan menurunnya transparansi kolaborasi. Anggaran pencegahan belum memadai karena Provinsi Riau belum memiliki dana alokasi khusus untuk pencegahan dan hanya bergantung pada anggaran aktor yang terlibat.

Karhutla in Riau Province has always been in the spotlight because of human activities that have caused damage to the ecosystem and political stability with neighboring countries. The President prioritizes prevention efforts through multi-sector collaboration between government, private sector, and community. This study aims to analyze the process and the factors that influence collaboration in preventing ‘karhutla’ with the collaborative governance model. The study indicates that collaborative governance process as a whole has been implemented although improvements are needed in the process and the factors that affect collaboration. Intensity of face-to-face dialogue is still low and the discussion is still on controlling ‘karhutla’. The interim results of prevention collaboration haven’t been well measured so that ego sector can be seen through various programs of actors that are similar in nature. The factors that hinder collaboration are the institutional design hasn’t allocated the task of preventing clearly so it’s risky to overlapping activities and decreasing collaboration transparency. The budget of prevention is not sufficient because Riau Province doesn’t have yet a special allocation fund for prevention and depends on the budget of the actors involved."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Amelina
"Polusi udara lintas batas negara merupakan permasalahan lingkungan yang terjadi ketika polusi dari suatu negara berpindah ke negara lain. Penanganan terhadap polusi udara lintas batas negara menjadi penting karena kerugian tidak hanya terjadi di negara asal melainkan negara yang terkena dampak polusi. Polusi udara lintas batas negara terus berkembang terutama di ASEAN. Polusi asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan di Indonesia saat musim El Nino berpindah ke Singapura dan Malaysia dipicu oleh angin muson. ASEAN memiliki instrumen hukum ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (?AATHP?) yang mulai berlaku sejak tahun 2003. AATHP mengatur adanya pengumpulan data, pengawasan, evaluasi dan penanganan kebakaran hutan untuk mengurangi polusi asap lintas batas negara. Namun, pada praktiknya, ketentuan tersebut dirasa belum mampu melakukan pengembangan teknologi pemadaman api di hutan atau lahan yang berada di wilayah terpencil. Koordinasi dan kerja sama regional dalam penanganan polusi asap lintas batas negara juga belum optimal. Selain itu, diperlukan penegakan hukum yang memadai di tingkat nasional untuk mencegah sistem tebang bakar lahan (slash and burn); tindak lanjut bagi pelanggar, baik pelaku industri skala kecil maupun skala besar; dan adanya sosialisasi kepada masyarakat terpencil akan bahaya sistem tebang bakar lahan yang tadinya merupakan salah satu kearifan tradisional yang diakui oleh negara Indonesia.
Transboundary air pollution is an environmental problem that occurs when pollution moves from one country to another country. Managing and handling transboundary air pollution become important because loss does not only suffered by home country but also affected country. Transboundary air pollution has been growing continually, especially in ASEAN. Haze pollution caused by land and forest fires in Indonesia during El Nino season moved to Singapore and Malaysia triggered by monsoon. ASEAN has legal instrument named ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution ("AATHP") which has came into force since 2003. AATHP has several main provis1ion namely data collection, monitoring, evaluation and handling of forest fires to reduce transboundary haze pollution. However, in practice, these provisions are still not be able to provide and develop sufficient land or forest fire fighting technology that happened in remote areas. Regional coordination and cooperation yet has not performed optimally. In addition, this also required strict law enforcement at the national level to prevent slash and burn; further investigation for offenders, both small scale industry and large scale industry; and socialization to remote communities or indigenous people about the dangers of slash and burn method that had been one of their local wisdoms that also recognized by Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60444
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Dewi Ayu Kusumaningtyas
"[;;;, ABSTRAK
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau mulai marak seiring dengan
meningkatnya laju penebangan hutan, pembersihan lahan dan iklim kering. Karhutla
menyebabkan pencemaran udara bahkan hingga ke Singapura sehingga
mempengaruhi ketegangan politik diantara kedua negara. Karhutla kerap terjadi tiap
tahunnya, padahal sudah banyak regulasi dan institusi yang menangani pencegahan
karhutla serta pengendalian bencana asap. Ketika proses pembakaran biomassa
terjadi, pencemar aerosol terlepas ke udara. Tingginya konsentrasi aerosol
menurunkan kualitas udara setempat dan mengurangi jarak pandang. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis kaitan karhutla di Provinsi Riau pada Juni 2013 dengan
pencemaran udara di Riau dan Singapura, karakteristik aerosol di Singapura pada saat
periode karhutla di Riau dan menganalisis implementasi kebijakan pencegahan dan
pengendalian bencana asap akibat karhutla. Metode penelitian yang digunakan adalah
campuran kuantitatif dan kualitatif dengan data sekunder dan primer yang berasal
dari wawancara. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kebakaran di Riau pada Juni
2013 mengakibatkan kenaikan ISPU hingga 1084 (berbahaya) di Riau, kenaikan
konsentrasi PM 2,5, dan menurunkan visibilitas di Singapura. Hasil karakterisasi
melalui parameter aerosol optical depth (AOD), parameter Ångstrom, dan distribusi
ukuran partikel menunjukkan keberadaan aerosol berukuran kecil dengan jumlah
lebih banyak di Singapura yang merupakan ciri aerosol dari karhutla.
Lemahnya kepemimpinan dan penegakan hukum, kurangnya koordinasi antar institusi di tingkat pemerinrah daerah, dan belum optimalnya pemanfaatan informasi peringatan dini adalah sejumlah faktor penghambat implementasi kebijakan pengendalian bencana
asap akibat karhutla.

ABSTRACT
Forest and land fire in Riau increase along with the rapid deforestation, land clearing, and fueled by dry climate. Forest and land fire causes trans-boundary air pollution up to Singapore and creates tensions among neighboring countries. Fires in Riau routinely occur every year, although there are a lot of regulations and institutions dealing with fire prevention and smoke haze management. When biomass burns, certain aerosol pollutant is emitted to the atmosphere. High concentration of aerosol could degrade the local air quality and reduce visibility. This study aimed to analyze the relation of forest and land fire in Riau in June 2013 with the air pollution in Riau and Singapore, the characteristics of aerosol in Singapore during the fire period in Riau and the implementation of fire prevention and smoke haze management policies.Research method that being used are a mixture of quantitative and qualitative with secondary and primary data from interview. The research found that Riau fires in June 2013 resulted the increase of Pollutant Standard Index (PSI) until 1084 (hazardous) in Riau, increase the concentration of PM 2,5, and reduce visibility in Singapore. Aerosol characterization through aerosol optical depth (AOD), Ångstrom parameter and particle size distribution indicates the existence of a small-sized aerosol in a great number in Singapore which is characteristic of aerosol from forest and land fire. Weak leadership and law enforcement, lack of coordination among institutions in local level as well as low utilization of early warning information are a number of factors inhibiting the implementation of smoke haze management policies.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Purbayanti
"ABSTRAK
Kebakaran hutan dan lahan gambut dapat menghasilkan polutan yang mengandung senyawa karsinogen PAH pada partikulat (PM10) yang dapat berkontribusi terhadap peningkatan kerusakan oksidatif DNA. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dini risiko kanker dengan melakukan pengukuran terhadap biomarker 8-OHdG pada sampel serum masyarakat kota Palangka Raya yang merupakan indikator kerusakan oksidatif DNA dan biomarker 1-OHP pada sampel urin untuk mengetahui paparan senyawa karsinogen PAH selama periode kabut asap tahun 2015. Hasil yang diperoleh akan dibandingkan dengan kontrol yang berasal dari masyarakat kota Batu. Jumlah sampel yang digunakan untuk analisis sebanyak 29 orang responden dari kota Palangka Raya sebagai kelompok terpapar dan 23 orang responden sebagai kelompok kontrol. Angket digunakan untuk mengumpulkan informasi terkait riwayat penyakit, merokok, pekerjaan, pola hidup dan aktivitas saat periode kabut asap.
Hasil yang diperoleh terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar 8-OHdG kelompok terpapar dan kontrol (Pvalue = 0,0001), dengan nilai rerata kelompok terpapar sebesar 5,606 ± 1,162 ng/mL dan kelompok kontrol sebesar 4,059 ± 0,709 ng/mL. Peningkatan kadar 8- OHdG pada kelompok terpapar terdapat hubungan yang signifikan pada lama paparan (P-value = 0,03). Perbedaan yang signifikan juga teramati pada biomarker 1-OHP antara kelompok terpapar dan kontrol (P-value = 0,0001), dengan nilai rerata kelompok terpapar sebesar 4,569 ± 4,267 μmol/mol kreatinin dan kelompok kontrol sebesar 0,733 ± 0,746 μmol/mol kreatinin. Peningkatan kadar 1-OHP pada kelompok terpapar terdapat hubungan yang signifikan pada lama paparan (P-value = 0,001) dan penggunaan masker (P-value = 0,03). Penelitian ini memberikan bukti ada hubungan antara kebakaran hutan dan lahan gambut dengan peningkatan kerusakan oksidatif DNA yang berkontribusi terhadap risiko kanker.

ABSTRACT
Forest and peatland fires can produce pollutants that contain carcinogenic PAH compounds in particulate matter (PM10), which contribute to increased oxidative DNA damage. This study aims to detect early cancer risk by measuring the biomarker 8-OHdG in serum samples urban of Palangkaraya which is an indicator of oxidative damage to DNA and biomarkers of 1-OHP in urine samples to determine exposure to carcinogenic compounds of PAH during periods of smoke haze in 2015. The results obtained were compared with the control group. The samples used for the analysis were 29 participants from Palangkaraya as the exposed group and 23 participants from Kota Batu as the control group. The questionnaire used to collect information related to medical history, smoking, occupation, lifestyle and activity during the smoke haze period.
The results obtained are significant differences of 8-OHdG levels in exposed group than control group (P-value = 0.0001), with the mean of the exposed group of 5,606 ± 1,162 ng/mL and a control group 4.059 ± 0.709 ng/mL. Increased levels of 8- OHdG in the exposed group there is significantly associated with long exposure (P-value = 0.03). Significant differences were also observed at 1-OHP biomarkers between exposed group than control (P-value = 0.0001), with the mean of the exposed group of 4,569 ± 4,267 μmol/mol kreatinin and a control group 0,733 ± 0,746 μmol/mol kreatinin. Increased levels of 1-OHP in the exposed group there is significantly associated with long exposure of smoke (P-value = 0.001) and the use of masks (P-value = 0.03). This study provides evidence of the correlation between forest and peatland fires with increased oxidative DNA damage that contribute to cancer risk.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haeropan Daniko Dwiputra
"Meningkatnya luas lahan yang terbakar pada tahun 2021 mempertegas urgensi pembuatan peta wilayah rawan karhutla di Kabupaten Situbondo. Pembuatan peta rawan karhutla di wilayah penelitian dilakukan dengan menggunakan metode SMCA, dengan variabel berupa: tutupan lahan, kehijauan vegetasi, kelembaban vegetasi, suhu permukaan daratan, dan faktor manusia yang diwakili oleh variabel aksesibilitas (jarak dari jaringan jalan) dan jarak dari aktivitas manusia (jarak dari pemukiman, ladang, dan kebun). Digunakan 3 (tiga) persamaan berbeda pada analisis SMCA, persamaan pertama memberikan bobot lebih besar pada faktor manusia, persamaan kedua memberikan bobot lebih besar pada faktor alami, dan persamaan ketiga memberikan bobot seimbang. Dari hasil validasi, model yang dibuat dengan menggunakan persamaan kedua dinilai memiliki kesesuaian yang lebih tinggi dan lebih cocok untuk digunakan pada pembuatan model rawan karhutla. Dari model kerawanan yang telah dihasilkan, didapatkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Situbondo memiliki tingkat kerawanan karhutla tinggi dengan luas wilayah sebesar 652,66 km² (39,08%). Luas wilayah dengan tingkat kerawanan menengah, rendah, dan tidak rawan secara berturut-turut, adalah sebesar 532,12 km² (31,87%), 306,46 km² (18,35%), dan 178,65 km² (10,70%). Dari hasil uji statistik dengan regresi logistik ordinal, didapatkan faktor alami memiliki tingkat pengaruh yang lebih tinggi (ψ= 4,824) terhadap kerawanan karhutla dibandingkan dengan faktor manusia (ψ= 1,051).

Research needs to be done to analyze areas prone to forest and land fires in Situbondo Regency because of the high burned area number in 2021. The process of making forest and land fire hazard map is carried out by using the SMCA methode, with forest fire prone variables in the form of type of land cover, greenness of vegetation, vegetation humidity, soil surface temperature, and human factors represented by accessibility (distance from road) and distance from settlements, fields, and gardens. Three different equations were used in the SMCA analysis, the first equation gave greater weight to anthropogenic factors, while the second and third equation gave greater weight to natural factors and the same weight on both factors, respectively. From the model validation results, the model made from the second equation is considered to have a higher suitability to be used in the process of modeling areas prone to forest and land fires in Situbondo Regency. From the vulnerability model that has been generated, it can be concluded that Situbondo Regency is dominated by areas with a high level of vulnerability, with an area of 652,66 km² (39,08%). The total area of middle, low, and non-vulnerable classes are 532,12 km² (31,87%), 306,46 km² (18,35%), and 178,65 km² (10,70%), respectively. From the results of statistical tests using the ordinal logistic regression method, it can be concluded the natural factor of forest and land fires had a higher level of influence (ψ = 4.824) on the vulnerability of forest and land fires rather than the human factor (ψ = 1.051)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindra Wahyu Hapsari
"Negara memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi Hak Asasi Manusia (HAM). Sejak 1997, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Tengah mulai meningkat. Kebakaran hutan yang paling banyak dan terparah sepanjang
sejarah terjadi pada tahun 2015. Sejak itu, kebakaran besar terjadi setiap tahun. Kenyataan itu menimbulkan pertanyaan bagaimana dengan penghormatan, penghormatan, dan pemenuhan hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat. Peristiwa karhutla dan kabut asap memberikan kerugian yang besar dan menjadi
potret buruknya tata kelola, khususnya tata kelola hutan dan lahan Indonesia. Akibat dari karhutla tersebut, masyarakat Gerakan Anti Asap (GAAs) Kalimantan Tengah melakukan gugatan class action. Pada Pengadilan Tingkat Pertama hingga Mahkamah
Agung, pemerintah dinyatakan bersalah melakukan perbuatan melawan hukum dan memerintahkan pemerintah melakukan langkah-langkah pemulihan. Namun Putusan Mahkamah Agung Nomor: 3555K/Pdt/2018 tanggal 16 Juli 2019 sampai saat ini belum
sepenuhnya dilaksanakan. Dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia, kasus karhutla ini terdapat beberapa pelanggaran hak yaitu hak hidup, hak anak, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak atas kesehatan, hak atas rasa aman, serta hak untuk memperoleh keadilan yang seharusnya dilindungi, dipenuhi, dan dipulihkan. Kasus karhutla ini tentu saja bertentangan dengan asas-asas perlindungan lingkungan hidup, tata kelola yang baik, dan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, thesis ini berusaha memberikan
kontribusi terhadap fenomena ini dengan memberikan analisa berdasarkan pendekatan hak asasi manusia, tata kelola yang baik, dan lingkungan hidup.

The State has an obligation to respect, protect, and fulfill human rights. Since 1997, the
cases of forest and land fires in Central Kalimantan have been escalating. The worse
situation occurred in 2015 and since then, the burning of forest and land has occurred every year. This situation leads to the question whether human rights particularly right to healthy environment has been respected, protected and fulfilled. The burning of land and forest has indeed brought to significant lost and reflected the poor good governance in Indonesia. Consequently, the People's Anti-Smoke Movement (GAAs) of Central Kalimantan filed a class action lawsuit. In their verdicts, the Local Court, Court of Appeal, and the Supreme Court commonly concluded that the government was found guilty and ordered to take remedial actions. Nevertheless, the orders of verdicts have not been met yet. In human rights context, the fires of forest and lands have violated several human rights namely right to life, child right, right to healthy environment, right to health, right to security, and access to justice. These rights are supposed to be respected, protected, and fulfilled. The case violates the principles of environmental protection as well as sustainable development. Hence, this thesis attemps to contribute to the discussion by providing analysis based on the principles of human rights based approach, good
governance, and environmental protections.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Qadarsyah Imami
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang strategi dan implementasi Program Desa Siaga Api terhadap kesadaran masyarakat atas bahaya kebakaran hutan dan lahan. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi program dilakukan dengan melibatkan pemerintah, masyarakat dan perusahaan, pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan kebakaran dilakukan dengan bentuk sosialisasi dengan pemangku kepentingan, kampanye, program pertanian ekologis terpadu dan program masyarakat siaga api. Hasil perubahan masyarakat dari pelaksanaan program dihasilkan kesadaran masyarakat karena adanya penegakan sanksi hukum terhadap pembakar lahan oleh aparat pemerintah, program desa siaga api memiliki andil dalam memberikan kesadaran kepada masyarakat yang terlibat dalam program, selain itu adanya program sebelumnya yang memiliki tujuan pencegahan kebakaran. Faktor yang menjadi penghambat program adanya aturan pemerintah membolehkan membuka ladang dengan membakar dengan batas yang ditentukan sedangkan faktor pendukung program adalah komitmen perusahaan dalam menjalankan program. Peran program desa siaga api dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran adalah mengisi kekosongan peran pemerintah dalam menanggulangi dan pencegahan kebakaran lahan.

ABSTRACT
This thesis discusses about the strategy and implementation of Desa Siaga Api Program in changing community behaviour to reduce the dangers of forest and land fires. The research used qualitative approach with descriptive design. The results of this study indicate that the strategy of the concept was involving government dan community to synergize with company. Fire prevention and countermeasure programs were implemented by some activities such as socialization with stakeholders, campaigns, integrated ecological agriculture program and masyarakat siaga api program. The results of implementation were the appearance of community interest to the program and also the elevation of their knowledge about integrated ecology farming and the program had changed community farming pattern. Government policy that allow community to slash and burn in farming was obstacle factors of the program, in contrast stakeholder rsquo s role in reinforcing strictly Inpres no 11 Th. 2015 and company rsquo s commitment to keep running the program were the supporting factor. The role of this program as the form of Corporate Social Responsibity was filling the gaps of the government 39 s role in tackling and preventing land fires"
Depok: 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emir Falah Azhari
"ABSTRAK
Kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia telah menyebabkan pencemaran dan perusakan lingkungan secara besar-besaran. Pemulihan yang terkontaminasi atau rusak
akibat dari peristiwa tersebut perlu dilakukan agar lingkungan dapat berfungsi seperti seharusnya. Namun, restorasi lingkungan ini tidak mudah untuk selesai. Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia telah menerapkan sistem kompensasi lingkungan di lahan gambut menurut undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan pelaksana. Undang-undang dan peraturan ini telah mengatur berbagai metode untuk mengumpulkan dana restorasi lingkungan, tetapi Hingga saat ini, penghimpunan dana untuk pemulihan lingkungan masih sangat minim bergantung pada tanggung jawab perdata. Namun, dana ini sulit untuk dikumpulkan karena jumlah besar dan proses pengadilan yang memakan waktu yang lama. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud memberikan alternatif pembiayaan pemulihan lingkungan melalui penerapan Risk Sharing Agreement. risiko
Sharing Agreement menawarkan mekanisme pembiayaan melalui sistem pool antara pelaku usaha dan pembayaran iuran yang dapat dilakukan secara ex ante bahkan ex post, serta pengawasan bersama antar anggotanya bisa diminimalisir risiko kebakaran hutan dan lahan. Dengan mekanisme Risk Sharing Kesepakatan yang ditawarkan diharapkan dapat menjadi alternatif baru bagi
menyediakan dana pemulihan lingkungan. Terutama di industri perkebunan plantation sawit yang selama ini menjadi pihak yang dianggap penyebabnya kebakaran hutan dan lahan. Metode penelitian dalam tulisan ini adalah yuridis-normatif dengan pendekatan konseptual dan komparatif.

ABSTRACT
Forest and peatland fires in Indonesia have caused massive environmental pollution and destruction. Contaminated or damaged recovery
consequences of these events need to be done so that the environment can function as it should. However, this environmental restoration is not easy to complete. To address this problem, Indonesia has implemented an environmental compensation system on peatlands according to Law No. 32 of 2009 on Environmental Protection and Management and implementing regulations. These laws and regulations have regulated various methods for collecting environmental restoration funds, but To date, the collection of funds for environmental restoration is still very minimal depending on civil liability. However, these funds are difficult to collect due to the large amounts and lengthy litigation processes. Therefore, this study intends to provide an alternative financing for environmental recovery through the application of a Risk Sharing Agreement. risk
The Sharing Agreement offers a financing mechanism through a pool system between business actors and payment of contributions that can be made ex ante and even ex post, as well as joint supervision between members to minimize the risk of forest and land fires. With the Risk Sharing mechanism, the agreement offered is expected to be a new alternative for
provide environmental restoration funds. Especially in the oil palm plantation industry, which has been considered the cause of forest and land fires. The research method in this paper is juridical-normative with a conceptual and comparative approach."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>