Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Emirhadi Suganda
Abstrak :
ABSTRAK
Indonesia saat ini mempunyai jumlah pulau sekitar 17.000 buah dan panjang pantai sekitar 81.000 km. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, setelah Canada. Bagi indonesia, sumberdaya kawasan perkotaan pantai sangat penting karena terdapat 140 juta penduduk atau 60% penduduk indonesia tinggal di wilayah ini dengan lebar 50 km dari garis pantai. Sampai tahun 2000, terdapat 42 kota besar dan 181 kabupaten berada di wilayah pantai yang menjadi tempat pusat pertumbuhan ekonomi, industri dan berbagai aktivitas lainnya. Wilayah perkotaan pantai sangat rentan terhadap perubahan lingkungan dan penerima dampak dari daratan. Hal ini karena letak wilayah pantai yang berada diantara daratan dan lautan, dan adanya keterkaitan serta saling mempengaruhi antara ekosistem daratan dan lautan. Daya dukung dan daya tampung wilayah perkotaan pantai sudah melampaui kapasitasnya, 80% masyarakat perkotaan pantai masih relatif miskin, berpendidikan rendah dan sering termarjinalisasikan (DKP, 2005).

Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah: "Pembangunan kawasan perkotaan pantai saat ini, merupakan salah satu penyebab degradasi lingkungan fisik dan sosial, yang mengakibatkan letidaksejahteraan masyarakat, khususnya petani dan nelayan". Penataan ruang yang diperuntukan bagi kawasan perkotaan pantai, jika dikaitkan dengan pembangunan berkelanjutan, mempunyai formula sebagai berikut:

a. Ditinjau dari aspek berkelanjutan, penataan ruang = f (X,Y,Z) Penataan ruang adalah fungsi dari (lingkungan, ekonomi, sosial) Dimana:

X = Lingkungan, berupa keseimbangan ekosistem
Y= Ekonomi, berupa adanya kesempatan pekerjaan.
Z = Sosial, berupa teratasinya masalah kependudukan.

b. Ditinjau dari aspek kawasan, keberlanjutan = f (P, Q) Keberlanjutan adalah fungsi dari integrasi penataan ruang (kawasan daratan, pantai) Dimana:

P= Penataan ruang di kawasan daratan
Q = Penataan ruang di kawasan pantai

Pertanyaan penelitian yang timbul dalam rangka pembangunan berkelanjutan di kawasan perkotaan pantai adalah: (i) Mengapa pembangunan di kawasan perkotaan pantai menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan fisik dan sosial; (ii) Tata ruang perkotaan pantai yang bagaimana, yang sesuai dengan pembangunan berkelanjutan dan fokus pada peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat?.

Tujuan yang dirancang adalah untuk mengantisipasi tantangan dan prospek yang ada di masa mendatang, sebagai berikut: (a) Menemukan kelemahan pembangunan di kawasan perkotaan pantai yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan fisik dan sosial, yang pada akhirnya menyebabkan ketidak berlanjutan (Lingkungan, Ekonomi & Sosial); (b) Menemukan dan menetapkan prinsip serta kriteria untuk penataan ruang kawasan perkotaan pantai dalam pembangunan berkelanjutan, yang dapat membuat masyarakat strata bawah dapat meningkatkan kesejahteraannya lahir dan batin (well being). Dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 1: Pembangunan kawasan perkotaan pantai akan berkelanjutan jika mengintegrasikan penataan ruang kawasan daratan dan pantai. Hipoesis 2: Penataan ruang kawasan perkotaan pantai yang melibatkan partisipasi dan menampung aspirasi masyarakat, akan meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian untuk mengeksplorasi dan mengembangkan teori/konsep yang sudah ada (Exploratory Research) dengan carapre-scriptif. Sedangkan metoda penelitian yang dipilih adalah berupa gabungan antara penelitian metode kualitatif (untuk ranah makna) dan penelitian metode kuantitatif (untuk ranah fakta).

Wilayah penelitian yang diambil adalah: Kecamatan Pulomerak sebagai lokasi yang sudah dikembangkan (Desa Mekarsari, Desa Tamansari, Desa Margasari, dengan jumlah total responden 97 Kepala Keluarga (KK). Sedangkan Kecamatan Bojonegara dipilih untuk lokasi yang akan dikembangkan (Desa Bojonegara, Desa Margagiri, Desa Puloampel, dengan jumlah total responden 95 KK). Adanya pembangunan, merupakan daya tarik internal bagi penduduk pendatang, karena Pulomerak-Bojonegara mempunyai fasilitas pusat jasa, pusat perekonomian and simpul transportasi. Sedangkan daya tekan eksternal adalah berupa kemiskinan dan pengangguran penduduk di luar kawasan. Pembangunan tersebut pada kenyataannya menimbulkan degradasi, baik lingkungan fisik maupun sosial, berupa ketidaksejahteraan penduduk lokal.

Kerangka konsep penelitian ini adalah: Pembangunan berkelanjutan dapat terlaksana dengan mempertimbangkan aspek penduduk, tata ruang dan sumberdaya alam. Pada kawasan penelitian pembangunan belum berkelanjutan, disebabkan oleh: tekanan jumlah penduduk (asli dan pendatang) yang mempengaruhi ketidakseimbangan daya dukung dan daya tampung; kemudian tata ruang yang ada belum dilaksanakan secara taat asas; sehingga menyebabkan degradasi lingkungan. Melalui studi kepustakaan, dihimpun data tentang pembangunan perkotaan pantai, teori pengembangan wilayah, permasalahan perkotaan pantai dan kemiskinan. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Dynamic SWOT ( untuk mengetahui konsep strategi wilayah), analisis kebijakan Analytical Hierarchi Process (AHP). Untuk menganalisis daya dukung dan daya tampung, digunakan interpretasi superimposed data topografi berupa peta Rupabumi digital 1:25.000, melalui program GIS. Sedangkan untuk mengetahui data profil kependudukan diambil uji statistik dengan program Excell. Juga dilakukan observasi mendalam atas aspirasi penduduk tentang kesulitan, keresahan dan harapan hidup. Analisis dan sintesis dari proses penelitian tersebut di atas, diharapkan akan menemukan "Model Tata Ruang di Kawasan Perkotaan Patai dalam Pembangunan Berkelanjutan". Untuk kawasan perkotaan pantai, teori pengembangan wilayah yang akan dikembangkan adalah gabungan antara teori consensus planning, teori pola perkembangan lincar Branch; dan teori pendekatan normatif von thurunen. Pengembangan teori yang dipelajari dari studi kepustakaan di bidang kewilayahan/tata ruang, akan didasarkan pada Ecological Landscape Planning yaotu perencanaan dengan pendekatan ekologis, yang mempunyai fokus pada tiga perspektif yaitu perencanaan dengan pendekatan ekologis, yang mempunyai fokus pada tiga perspektif yaitu bio-fisik, masyarakat dan ekologi. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pendekatan perencanaan tata ruang berbasis lansekap ekologi adalah perencanaan dengan menggabungkan subdisiplin ekologi dengan geografi, dengan penekanan pada daya dukung dan daya tampung. Teori Lansekap Ekologi menekankan peran dan pengaruh manusia pada struktur dan fungsi lansekap, serta bagaimana jalan keluar untuk merestorasi degredasi lansekap.

Tahapan penelitian dikembangkan dengan melihat beberapa indikator sebagai berikut: hasil indikator degradasi lingkungan, yang terdiri atas data erosi, sedimentasi, pencemaran dapat disimpulkan bahwa telah terjadi degradasi lingkungan pada kawasan penelitian. Untuk mengetahui besarnya lokasi perubahan penggunaan ruang/lahan, digunakan metoda GIS, yaitu dengan cara analisis superimposed dalam kurun waktu 10 tahun (1992-1997-2002). Kemudian hasil superimposed ini dibandingkan dengan peraturan yang berlaku antara lain acuan pada Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung. Berkurangnya lahan alamiah dan bertambahnya lingkungan buatan dari tahun 1992 s/d 2003, memperlihatkan adanya pengawasan pembangunan yan tidak terkendali dan tata ruang yang ada belum memasukkan konsep lingkungan hidup secara utuh, sehingga kepentingan pembangunan ekonomi lebih ditekankan dibanding kepentingan atas perlindungan dan kelestarian alam. Dilihat dari hasil indikator penggunaan ruang dapat disimpulkan bahwa telah terjadi degradasi lingkungan pada kawasan penelitian, dengan adanya penggunaan ruang secara berlebihan, dan terjadinya konvensi hutan lindung menjadi daerah terbangun. Dilihat dari hasil indikator kemiskinan, yang terdiri dari data indikator kemiskinan, Human Development Index (HDI), Millennium Development Goals (MDGs), Partisipasi masyarakat dan aspirasi ibu rumah tangga dapat disimpulkan bahwa telah terjadi degradasi sosial pada kawasan penelitian. Analisis SWOT yang didasarkan pada loika yang memaksimalkan kekuatan (stength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (treats). Untuk mengurangi terjadinya degradasi lingkungan, dan kesenjangan ekonomi-sosial, serta untuk memperkecil ancaman bagi kebijakan tata ruang yang belum mendukung, maka diperlukan penyempurnaan atas kebijakan tata ruang yang ada (strategi W1-T3). Hasil akhir kebijakan publik yang dipilih oleh para pakar melalui model AHP adalah kebijakan penataan ruang dengan pendekatan : ekologi/holistik, daratan & pantai, dengan pelaku masyarakat/ stakeholders, ekosentrisme sebesar 38% (new paradigm), lebih diutamakan dibanding dengan kebijakan ruang dengan pendekatan: mekanistik, daratan & pantai, pelaku pemerintah & industri swasta, biosentrisme sebesar 35% (bussines as usual plus), dan kebijakan penataan ruang dengan pendekatan: mekanistik, bias daratan, pelaku pemerintah, antroposentrisme sebesar 27% (bussines as usual). Perubahan kebijakan ini tidak dapat dilakukan secara instant, melainkan harus secara bertahap.

Kesimpulan penelitian:
a. Kelemahan pembangunan di kawasan Perkotaan Pantai saat ini, yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan fisik dan sosial, karena belum mengintegrasikan penataan ruang kawasan daratan dan pantai, dan pemerintah belum taat asas dalam perencanaan, pengendalian dan pelaksanaan pembangunannya.
b. Prinsip penataan ruang di kawasan perkotaan pantai adalah dengan menggunakan perencanaan tata ruang berbasis Lansekap Ekologi, yaitu perencanaan dengan menggabungkan subdisiplin ekologi dengan geografi, dengan penekanan pada daya dukung dan daya tampung.
c. Kriteria penataan ruang di kawasan perkotaan pantai adalah berdasarkan keberpihakan pada lingkungan yang pengembangannya menggunakan etika lingkungan ekosentrisme, dengan memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologi, keberpihakan pada ekonomi kemasyarakatan, dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang ditujukkan untuk kesejahteraan semua anggota masyarakat ; keberpihakan pada keadilan sosial.
d. UU Nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang, perlu disempurnakan karena: () Bias pemerintah (seharunya perpihak pada pemerintah, pengusaha dan masyarakat sebagai kesatuan stakeholders), (ii) Bias kota (seharusnya dengan pendekatan perkotaan dan pedesaan), (iii) Bias daratan (seharusnya dengan pendekatan daratan, lautan dan udara), (iv) Belum menerapkan sanksi bagi pelanggaran pelaksanaan penataan ruang di lapangan.
e. Perencanaan tata ruang yang ada cukup baik sebagai payung normatif, namun untuk rencana detail tata ruang (RDTR) seperti yang digunakan di kota bojonegara perlu disempurnakan, khususnya peruntukan bagi kawasan pantai.
f. Degradasi lingkungan fisik dan sosial yang terjadi, disebabkan aparat pemerintah tidak taat asas dalam melaksanakan tata ruang di lapangan, khususnya yang berkaitan dengan bidang pemanfaatan dan pengendalian tata ruang.
g. Kemiskinan di kawasan penelitian terjadi karena pemerintah melaksanakan pembangunan ekonomi, lebih berpihak pada pelaku ekonomi (elit pengusaha), dibanding dengan berpihak pada masyarakat umum, termasuk petani dan nelayan.
h. Penetapan kebijakan baru dalam penataan ruang perkotaan pantai: yaitu model proses penataan ruang kawasan perkotaan pantai.

Saran penelitian
a. Perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian "Model Proses Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Pantai" sebagai konsep baru, harus disertai dengan tatanan baru pada proses pembuatan kebijakan dan kelembagaan penataan ruang Kebijakan berbasis bottom-up approach akan memperkuat landasan pelaksanaan kebijakan tersebut di lapangan. Sedangkan kelembagaannya dapat dikembangkan BKTRD) Badan Koordinasi Tata Ruang Daerah), yang secara normatif sebagai perwakilan BKTRN di pusat, namun mempunyai kewenangan otorisasi di daerah.
b. Pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan, tidak sekedar tataran peraturan dan konsep, namun lebih kearah kemauan politik dan budaya. Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan untuk penataan ruang dalam pembangunan berkelanjutan, fokus pada pendekatan partisipasi politik (political Participation) dan pendekatan budaya (Cultural Vibrancy).
2007
D623
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emirhadi Suganda
Abstrak :
ABSTRAK
Indonesia saat ini mempunyai jumlah pulau sekitar 17.000 buah dan panjang pantai sekitar 81.000 km. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, setelah Canada. Bagi indonesia, sumberdaya kawasan perkotaan pantai sangat penting karena terdapat 140 juta penduduk atau 60% penduduk indonesia tinggal di wilayah ini dengan lebar 50 km dari garis pantai. Sampai tahun 2000, terdapat 42 kota besar dan 181 kabupaten berada di wilayah pantai yang menjadi tempat pusat pertumbuhan ekonomi, industri dan berbagai aktivitas lainnya. Wilayah perkotaan pantai sangat rentan terhadap perubahan lingkungan dan penerima dampak dari daratan. Hal ini karena letak wilayah pantai yang berada diantara daratan dan lautan, dan adanya keterkaitan serta saling mempengaruhi antara ekosistem daratan dan lautan. Daya dukung dan daya tampung wilayah perkotaan pantai sudah melampaui kapasitasnya, 80% masyarakat perkotaan pantai masih relatif miskin, berpendidikan rendah dan sering termarjinalisasikan (DKP, 2005).

Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah: "Pembangunan kawasan perkotaan pantai saat ini, merupakan salah satu penyebab degradasi lingkungan fisik dan sosial, yang mengakibatkan ketidaksejahteraan masyarakat, khususnya petani dan nelayan". Penataan ruang yang diperuntukan bagi kawasan perkotaan pantai, jika dikaitkan dengan pembangunan berkelanjutan, mempunyai formula sebagai berikut:

a. Ditinjau dari aspek berkelanjutan, penataan ruang = f (X,Y,Z) Penataan ruang adalah fungsi dari (lingkungan, ekonomi, sosial) Dimana:

X = Lingkungan, berupa keseimbangan ekosistem
Y= Ekonomi, berupa adanya kesempatan pekerjaan.
Z = Sosial, berupa teratasinya masalah kependudukan.

b. Ditinjau dari aspek kawasan, keberlanjutan = f (P, Q) Keberlanjutan adalah fungsi dari integrasi penataan ruang (kawasan daratan, pantai) Dimana:

P= Penataan ruang di kawasan daratan
Q = Penataan ruang di kawasan pantai

Pertanyaan penelitian yang timbul dalam rangka pembangunan berkelanjutan di kawasan perkotaan pantai adalah: (i) Mengapa pembangunan di kawasan perkotaan pantai menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan fisik dan sosial; (ii) Tata ruang perkotaan pantai yang bagaimana, yang sesuai dengan pembangunan berkelanjutan dan fokus pada peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat?.

Tujuan yang dirancang adalah untuk mengantisipasi tantangan dan prospek yang ada di masa mendatang, sebagai berikut: (a) Menemukan kelemahan pembangunan di kawasan perkotaan pantai yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan fisik dan sosial, yang pada akhirnya menyebabkan ketidak berlanjutan (Lingkungan, Ekonomi & Sosial); (b) Menemukan dan menetapkan prinsip serta kriteria untuk penataan ruang kawasan perkotaan pantai dalam pembangunan berkelanjutan, yang dapat membuat masyarakat strata bawah dapat meningkatkan kesejahteraannya lahir dan batin (well being). Dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 1: Pembangunan kawasan perkotaan pantai akan berkelanjutan jika mengintegrasikan penataan ruang kawasan daratan dan pantai. Hipoesis 2: Penataan ruang kawasan perkotaan pantai yang melibatkan partisipasi dan menampung aspirasi masyarakat, akan meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian untuk mengeksplorasi dan mengembangkan teori/konsep yang sudah ada (Exploratory Research) dengan carapre-scriptif. Sedangkan metoda penelitian yang dipilih adalah berupa gabungan antara penelitian metode kualitatif (untuk ranah makna) dan penelitian metode kuantitatif (untuk ranah fakta).

Wilayah penelitian yang diambil adalah: Kecamatan Pulomerak sebagai lokasi yang sudah dikembangkan (Desa Mekarsari, Desa Tamansari, Desa Margasari, dengan jumlah total responden 97 Kepala Keluarga (KK). Sedangkan Kecamatan Bojonegara dipilih untuk lokasi yang akan dikembangkan (Desa Bojonegara, Desa Margagiri, Desa Puloampel, dengan jumlah total responden 95 KK). Adanya pembangunan, merupakan daya tarik internal bagi penduduk pendatang, karena Pulomerak-Bojonegara mempunyai fasilitas pusat jasa, pusat perekonomian and simpul transportasi. Sedangkan daya tekan eksternal adalah berupa kemiskinan dan pengangguran penduduk di luar kawasan. Pembangunan tersebut pada kenyataannya menimbulkan degradasi, baik lingkungan fisik maupun sosial, berupa ketidaksejahteraan penduduk lokal.

Kerangka konsep penelitian ini adalah: Pembangunan berkelanjutan dapat terlaksana dengan mempertimbangkan aspek penduduk, tata ruang dan sumberdaya alam. Pada kawasan penelitian pembangunan belum berkelanjutan, disebabkan oleh: tekanan jumlah penduduk (asli dan pendatang) yang mempengaruhi ketidakseimbangan daya dukung dan daya tampung; kemudian tata ruang yang ada belum dilaksanakan secara taat asas; sehingga menyebabkan degradasi lingkungan. Melalui studi kepustakaan, dihimpun data tentang pembangunan perkotaan pantai, teori pengembangan wilayah, permasalahan perkotaan pantai dan kemiskinan. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Dynamic SWOT ( untuk mengetahui konsep strategi wilayah), analisis kebijakan Analytical Hierarchi Process (AHP). Untuk menganalisis daya dukung dan daya tampung, digunakan interpretasi superimposed data topografi berupa peta Rupabumi digital 1:25.000, melalui program GIS. Sedangkan untuk mengetahui data profil kependudukan diambil uji statistik dengan program Excell. Juga dilakukan observasi mendalam atas aspirasi penduduk tentang kesulitan, keresahan dan harapan hidup. Analisis dan sintesis dari proses penelitian tersebut di atas, diharapkan akan menemukan "Model Tata Ruang di Kawasan Perkotaan Patai dalam Pembangunan Berkelanjutan". Untuk kawasan perkotaan pantai, teori pengembangan wilayah yang akan dikembangkan adalah gabungan antara teori consensus planning, teori pola perkembangan lincar Branch; dan teori pendekatan normatif von thurunen. Pengembangan teori yang dipelajari dari studi kepustakaan di bidang kewilayahan/tata ruang, akan didasarkan pada Ecological Landscape Planning yaotu perencanaan dengan pendekatan ekologis, yang mempunyai fokus pada tiga perspektif yaitu perencanaan dengan pendekatan ekologis, yang mempunyai fokus pada tiga perspektif yaitu bio-fisik, masyarakat dan ekologi. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pendekatan perencanaan tata ruang berbasis lansekap ekologi adalah perencanaan dengan menggabungkan subdisiplin ekologi dengan geografi, dengan penekanan pada daya dukung dan daya tampung. Teori Lansekap Ekologi menekankan peran dan pengaruh manusia pada struktur dan fungsi lansekap, serta bagaimana jalan keluar untuk merestorasi degredasi lansekap.

Tahapan penelitian dikembangkan dengan melihat beberapa indikator sebagai berikut: hasil indikator degradasi lingkungan, yang terdiri atas data erosi, sedimentasi, pencemaran dapat disimpulkan bahwa telah terjadi degradasi lingkungan pada kawasan penelitian. Untuk mengetahui besarnya lokasi perubahan penggunaan ruang/lahan, digunakan metoda GIS, yaitu dengan cara analisis superimposed dalam kurun waktu 10 tahun (1992-1997-2002). Kemudian hasil superimposed ini dibandingkan dengan peraturan yang berlaku antara lain acuan pada Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung. Berkurangnya lahan alamiah dan bertambahnya lingkungan buatan dari tahun 1992 s/d 2003, memperlihatkan adanya pengawasan pembangunan yan tidak terkendali dan tata ruang yang ada belum memasukkan konsep lingkungan hidup secara utuh, sehingga kepentingan pembangunan ekonomi lebih ditekankan dibanding kepentingan atas perlindungan dan kelestarian alam. Dilihat dari hasil indikator penggunaan ruang dapat disimpulkan bahwa telah terjadi degradasi lingkungan pada kawasan penelitian, dengan adanya penggunaan ruang secara berlebihan, dan terjadinya konvensi hutan lindung menjadi daerah terbangun. Dilihat dari hasil indikator kemiskinan, yang terdiri dari data indikator kemiskinan, Human Development Index (HDI), Millennium Development Goals (MDGs), Partisipasi masyarakat dan aspirasi ibu rumah tangga dapat disimpulkan bahwa telah terjadi degradasi sosial pada kawasan penelitian. Analisis SWOT yang didasarkan pada loika yang memaksimalkan kekuatan (stength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (treats). Untuk mengurangi terjadinya degradasi lingkungan, dan kesenjangan ekonomi-sosial, serta untuk memperkecil ancaman bagi kebijakan tata ruang yang belum mendukung, maka diperlukan penyempurnaan atas kebijakan tata ruang yang ada (strategi W1-T3). Hasil akhir kebijakan publik yang dipilih oleh para pakar melalui model AHP adalah kebijakan penataan ruang dengan pendekatan : ekologi/holistik, daratan & pantai, dengan pelaku masyarakat/ stakeholders, ekosentrisme sebesar 38% (new paradigm), lebih diutamakan dibanding dengan kebijakan ruang dengan pendekatan: mekanistik, daratan & pantai, pelaku pemerintah & industri swasta, biosentrisme sebesar 35% (bussines as usual plus), dan kebijakan penataan ruang dengan pendekatan: mekanistik, bias daratan, pelaku pemerintah, antroposentrisme sebesar 27% (bussines as usual). Perubahan kebijakan ini tidak dapat dilakukan secara instant, melainkan harus secara bertahap.

Kesimpulan penelitian:
a. Kelemahan pembangunan di kawasan Perkotaan Pantai saat ini, yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan fisik dan sosial, karena belum mengintegrasikan penataan ruang kawasan daratan dan pantai, dan pemerintah belum taat asas dalam perencanaan, pengendalian dan pelaksanaan pembangunannya.
b. Prinsip penataan ruang di kawasan perkotaan pantai adalah dengan menggunakan perencanaan tata ruang berbasis Lansekap Ekologi, yaitu perencanaan dengan menggabungkan subdisiplin ekologi dengan geografi, dengan penekanan pada daya dukung dan daya tampung.
c. Kriteria penataan ruang di kawasan perkotaan pantai adalah berdasarkan keberpihakan pada lingkungan yang pengembangannya menggunakan etika lingkungan ekosentrisme, dengan memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologi, keberpihakan pada ekonomi kemasyarakatan, dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang ditujukkan untuk kesejahteraan semua anggota masyarakat ; keberpihakan pada keadilan sosial.
d. UU Nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang, perlu disempurnakan karena: () Bias pemerintah (seharunya perpihak pada pemerintah, pengusaha dan masyarakat sebagai kesatuan stakeholders), (ii) Bias kota (seharusnya dengan pendekatan perkotaan dan pedesaan), (iii) Bias daratan (seharusnya dengan pendekatan daratan, lautan dan udara), (iv) Belum menerapkan sanksi bagi pelanggaran pelaksanaan penataan ruang di lapangan.
e. Perencanaan tata ruang yang ada cukup baik sebagai payung normatif, namun untuk rencana detail tata ruang (RDTR) seperti yang digunakan di kota bojonegara perlu disempurnakan, khususnya peruntukan bagi kawasan pantai.
f. Degradasi lingkungan fisik dan sosial yang terjadi, disebabkan aparat pemerintah tidak taat asas dalam melaksanakan tata ruang di lapangan, khususnya yang berkaitan dengan bidang pemanfaatan dan pengendalian tata ruang.
g. Kemiskinan di kawasan penelitian terjadi karena pemerintah melaksanakan pembangunan ekonomi, lebih berpihak pada pelaku ekonomi (elit pengusaha), dibanding dengan berpihak pada masyarakat umum, termasuk petani dan nelayan.
h. Penetapan kebijakan baru dalam penataan ruang perkotaan pantai: yaitu model proses penataan ruang kawasan perkotaan pantai.

Saran penelitian
a. Perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian "Model Proses Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Pantai" sebagai konsep baru, harus disertai dengan tatanan baru pada proses pembuatan kebijakan dan kelembagaan penataan ruang Kebijakan berbasis bottom-up approach akan memperkuat landasan pelaksanaan kebijakan tersebut di lapangan. Sedangkan kelembagaannya dapat dikembangkan BKTRD) Badan Koordinasi Tata Ruang Daerah), yang secara normatif sebagai perwakilan BKTRN di pusat, namun mempunyai kewenangan otorisasi di daerah.
b. Pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan, tidak sekedar tataran peraturan dan konsep, namun lebih kearah kemauan politik dan budaya. Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan untuk penataan ruang dalam pembangunan berkelanjutan, fokus pada pendekatan partisipasi politik (political Participation) dan pendekatan budaya (Cultural Vibrancy).
2007
D641
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Febrihakimi
Abstrak :
DKI Jakarta memiliki sisa peninggalan zaman keemasan Batavia, dimana pada kawasan Jalan Kali Besar berjajar bangunan-bangunan daei abad .18, beberapa dan awal abad 20. Kawasan ini merupakan pusat dari Benteng Kota Batavia. Saat ini pemerintah daerah DKI Jakarta berupaya melakukan revitalisasi berupa penataan arkid (arcade) dan trotoar jalan dengan tujuan meningkatkan kualitas lingkungan Kali Besar Jakarta dan sekitarnya. Tujuan penelitian adalah untuk: mengkaji perubahan kondisi bangunan di Kawasan Bersejarah Kali Besar Jakarta, mengkaji kondisi lingkungan di Kawasan Bersejarah Kali Besar Jakarta, mengevaluasi keberhasilan program revitalisasi yang dicanangkan oleh pemerintah, serta mengkaji peran serta masyarakat dalam upaya revitalisasi. Metode penelitian yang digunakan adalah ekpos facto dan survei. Data di analisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis, analisis induktif dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Hasil observasi kondisi bangunan menunjukkan bahwa di jalan Kali Besar Timur hanya menyisakan 53,8 persen bangunan saja yang masih baik, sedangkan di jalan Kali Besar Barat terdapat 79,3 persen bangunan yang masih memiliki kondisi baik. Hasil observasi kondisi lingkungan menunjukkan adanya. nilai kenyaman pada ruang terbuka bagi pejalan kaki. Hasil SWOT menunjukkan posisi revitalisasi berada pada kuadran I. Ini menunjukkan bahwa posisi program revitalisasi memiliki kekuatan internal yang cukup baik. Daya tarik kawasan berupa bangunan bersejarah dengan langgam arsitektur kolonial Belanda dan keanekaragaman budaya lokal akan memberi peluang yang cukup besar bagi kawasan untuk berkembang, yaitu sebagai daerah wisata dan dapat menghidupkan kembali fungsi CBD yang mulai hilang. Peran serta masyarakat sekitar Kali Besar. Jakarta telah berhasil memberi dampak positif bagi kegiatan revitalisasi.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25544
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Etti Diana
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan menguraikan aspek struktural, kultural dan prosesual dalam implementasi kebijakan Kawasan Perkotaan Baru dengan skema Kota Terpadu Mandiri. Mengambil lokasi penelitian di wilayah transmigrasi di Kecamatan Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini mengkesplanasi hubungan aspek struktural dalam pembangunan fisik dan pembangunan sosial. Penelitian ini kualitatif, dengan hasilnya agen dan struktur pemerintahan formal pusat dan Kabupaten lebih mendominasi tanpa melibatkan agen pada lembaga adat yang diakui dan dihormati oleh anggota masyarakat, sebagai kewenangan lokal dan hak asal usul. Perkembangan terbaru studi ini adanya pembangunan sosial hubungan struktur yang lebih mendominasi dari kekuatan kultural. Akibatnya pembangunan kawasan perkotaan baru terhambat. ......This study describes structural, cultural, and processual aspects of policy implementation on New City in Rural Area using Economically Integrated, Selfreliant City scheme, located at transmigration area in Silaut District, West Sumatera Province. The study explains relations between structural aspects in physical and social development. This qualitative study shows that agent and Central and Regency formal government structures are more dominant, no involvement of recognized, respected cultural institution agent as local authority and rights origin. The study depicts the latest situation of social development, i.e. structural relation is more dominant than cultural power, impeding development of the new city in rural area.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yehezkiel Willy Susanto
Abstrak :
Pemanfaatan bakteri telah banyak dilakukan pada banyak aspek kehidupan manusia dan menghasilkan dampak yang positif. Salah satu pemanfaatannya adalah asam laktat dan bakteriosin yang diekskresikan dari bakteri Streptococcus macedonicus. Bakteri Streptococcus macedonicus MBF10-2 adalah salah satu galur dari bakteri asam laktat yang diketahui memiliki potensi aktivitas antimikroba terhadap beberapa bakteri Gram positif. Aktivitas antimikroba ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai produk perawatan kulit. Dalam penelitian ini digunakan medium berbasis nabati yaitu de Man, Rogose, dan Sharpe(MRS) Vegitone untuk menjamin kehalalan dari proses dan produk akhir. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kondisi optimum perolehan massa sel terbanyak selama fermentasi pada medium de Man, Rogose, Sharpe(MRS) Vegitone pada skala yang diperbesar untuk meningkatkan produksi lisat. Optimasi kondisi optimum perolehan massa sel dilakukan dengan melakukan pengkulturan sel secara bertahap hingga skala besar pada fermentor. Optimasi pelisisan sel dilakukan dengan cara menggunakan metode ultrasonikasi dan gabungan dari ultrasonikasi dengan penambahan lisozim (enzimatik) dengan kondisi pada pH 7 dan 8 dengan pengulangan 20x dan 40x. Pengujian untuk mengkonfirmasi bahwa bakteri sudah terlisis dengan baik yaitu menggunakan pewarnaan Gram dan pengujian MTT Assay. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perolehan massa sel yang didapat pada medium MRS Vegitone adalah 7.987 gram, dan perolehan massa sel pada medium MRS standar adalah 8.7013 gram. Hasil dari optimasi lisis menunjukkan bahwa metode gabungan ultrasonikasi dan enzimatik dengan kondisi pH 8 dan pengulangan 40x memberikan hasil yang lebih baik, dibuktikan dengan pengujian perwarnaan Gram yang menunjukkan bahwa sel yang terlisis paling banyak dan rendemen hasil freeze dry sebesar 5.7267%. Dari pengujian MTT Assay juga menunjukkan bahwa sel telah terlisis dengan baik. Dapat disimpulkan bahwa waktu inkubasi optimum medium MRS Vegitone adalah 16 jam dengan efisiensi jumlah massa sel pada medium MRS Vegitone adalah 8,21% lebih sedikit jika dibandingkan denga medium MRS Standar dan kondisi lisis yang optimum adalah dengan metode gabungan ultrasonikasi dan enzimatik dengan kondisi pH 8 dan pengulangan 40x dengan perolehan rendemen hasil freeze drysebesar 5.7267%.
The use of bacteria has been done in many aspects of human life and has a positive impact. Several of the potential substance are lactic acid and bacteriocin. One of the example is Streptococcus macedonicus. Streptococcus macedonicus MBF10-2 is one ofthe strains of lactic acid bacteria that have antimicrobial activity against several Gram-positive bacteria. This antimicrobial activity is expected to be developed as a skin care product. In this study, vegetable-based medium was used, namely de Man, Rogose, and Sharpe (MRS) Vegitone to ensure halalness of the process and final product. Therefore, this study aims to obtain the optimumconditions for obtaining the most cell massgainduring fermentation in the de Man, Rogose, and Sharpe(MRS) Vegitone on a scale that is enlarged to increase lysate production. Optimization of the optimum conditions for cell mass gain was done by culturing cells gradually to a large scale in fermentor. Optimization of cell lysis is done by using ultrasonication method and a combination of ultrasonication with the addition of lysozyme (enzymatic) with conditions at pH 7 and 8with repetitions of 20 times and 40 times. Tests to confirm that the bacteria has been properly destroyed, that is, using Gram staining and MTT assay. The results showed that the cell mass gain obtained in the MRS Vegitone medium was 7.987 gramsand the cell mass gain obtained in Standard MRS medium was 8.7013 grams. The results of lysis optimization showed that the combined method of ultrasonication and enzymatic with conditionat pH 8 with repetitions of 40 times gave better results, proven by the Gram staining test which showed that the most cells are destroyed and the freeze dry yield was 5.7267 %. In MTT assay also shows that the cell has been properly destroyed. It can be concluded that the optimum incubation time of MRS Vegitone medium is 16 hours with the efficiency of cell mass in the MRS Vegitone medium was 8.21% less when compared to the standard MRS medium and the optimum lysiscondition is the combined of ultrasonication and enzymatic method with pH 8 and 40 times repetition with the yield of freeze dry is 5.7267%.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
John Mathiang Machar Mathiang
Abstrak :
Pengelolaan limbah padat yang efektif sangat penting bagi kelestarian lingkungan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Praktik pengelolaan limbah yang buruk oleh perusahaan dan pemerintah kota dapat menimbulkan risiko besar terhadap lingkungan, kesehatan masyarakat, dan kesejahteraan sosial. Tulisan ini mengkaji perusahaan pengelola sampah PT X yang beroperasi di wilayah perkotaan Malang, Jawa Timur. Penelitian ini menganalisis penerapan manajemen risiko dalam pengelolaan limbah padat (SWM) pada kasus PT X. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan pentingnya memasukkan konsep manajemen risiko ke dalam operasi PT X untuk memastikan lingkungan hidup yang lebih aman dan sehat. Dengan menganalisis penilaian risiko perusahaan, strategi mitigasi, dan keterlibatan masyarakat, kita dapat mengidentifikasi solusi potensial terhadap tantangan organisasi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun PT X berupaya untuk secara efektif mengelola risiko yang terkait dengan operasi pengelolaan limbah di sepanjang rantai nilai bisnisnya, ada beberapa kendala signifikan yang harus diatasi untuk mengoptimalkan operasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar secara keseluruhan. Tantangan-tantangan ini termasuk tidak adanya standar manajemen risiko formal dalam organisasi, ketidakpatuhan karyawan terhadap tindakan pencegahan keselamatan, dan kurangnya pendidikan di kalangan tenaga kerja. Studi ini merekomendasikan penerapan standar manajemen risiko yang komprehensif, terutama penerapan standar manajemen risiko yang diakui secara internasional yang dikenal sebagai kerangka organisasi internasional untuk standardisasi (ISO), program pelatihan staf reguler untuk meningkatkan kesadaran, dan pengenalan insentif untuk mendorong kepatuhan karyawan. terhadap prosedur keselamatan untuk mengatasi tantangan-tantangan yang melekat ini dan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memitigasi risiko sehingga dapat mencapai tujuan keseluruhannya dalam menciptakan nilai bagi seluruh pemangku kepentingan. Dengan menggunakan PT X sebagai studi kasus, penelitian ini berkontribusi pada pemahaman praktik manajemen risiko dalam pengelolaan limbah padat dan memberikan wawasan berharga bagi perusahaan pengelolaan limbah yang ingin meningkatkan operasi mereka dan mendorong lingkungan yang lebih aman dan berkelanjutan. ......Effective solid waste management is essential for environmental sustainability and improving the community's quality of life. Poor waste management practices by companies and municipalities can pose grave risks to the environment, public health, and social welfare. This paper examines the waste management company PT X, which operates in the urban region of Malang, East Java. The research analyzes the implementation of risk management in solid waste management (SWM) in the case of PT X. This study demonstrates the significance of incorporating risk management concepts into PT X's operations to ensure a safer and healthier living environment. By analyzing the company's risk assessment, mitigation strategies, and community involvement, we can identify potential solutions to the organization's challenges. The study concludes that while PT X strives to effectively manage the risks associated with its waste management operations along its business value chain, several significant obstacles must be overcome to optimize the process and improve the overall well-being of the community around it. These challenges include the absence of formal risk management standards within the organization, the need for more compliance of employees with safety precautions, and the need for more education among the workers. This study recommends the implementation of comprehensive risk management standards, especially the adoption of an internationally recognized standard on risk management known as the International Organization for Standardization (ISO) framework, regular staff training programs to raise awareness, and the introduction of incentives to encourage employee adherence to safety procedures to overcome these inherent challenges and improve the company's ability to mitigate risks to achieve its overall objectives of creating value for all stakeholders. Using PT X as a case study, this research contributes to understanding risk management practices in solid waste management. It provides valuable insights for waste management companies seeking to enhance operations and promote a safer, more sustainable environment.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library