Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Roslaina
"Lelang adalah suatu cara untuk membentuk suatu perjanjian jual beli. Sedangkan pelaksanaan lelang ini hanya boleh dilakukan di muka pejabat lelang. Dengan demikian lelang bersifat monopolistis. Di dalam undang-undang ditegaskan barang siapa yang hendak mengadakan penjualan dengan cara lelang harus mengajukan permohonan kepada Kantor Lelang setempat. Apabila lelang tidak dilakukan di depan Pejabat Lelang dikenakan sanksi berupa denda, karena perbuatan tersebut dianggap tindak pidana berupa pelanggaran. Konsekuensinya Pejabat Lelang tidak berwenan menolak permintaan akan perantaraannya yang akan mengadakan penjualan lelang dalam daerahnya. Namun apabila surat-surat keterangan yang diajukan si pemohon lelang tersebut tidak lengkap, maka Pejabat Lelang berhak menunda pelaksanaan lelangya. Hal ini untuk menghindari gugatan-gugatan hukum yang timul di kemudian hari. Undang-undang menyebutkan bahwa si pemohon dapat menentukan kapan lelang diselenggarakan. Namun dalam praktek waktu pelaksanaan lelang ditentukan oleh Kantor Lelang."
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarra Nur Alyani
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana pandangan hakim dalam putusan-putusan pengadilan mengenai pembeli beritikad baik, terutama tentang ada atau tidaknya kewajiban dari pembeli untuk memeriksa/mengecek objek jual beli terlebih dahulu sebelum dilaksanakannya jual beli. Disusun dengan menggunakan metode yuridis normatif, pembahasan dalam skripsi ini dilakukan dengan menjabarkan teori-teori dasar dari perjanjian jual beli seperti pengertian, objek, saat terjadinya, kewajiban para pihak dalam jual beli serta bagaimana jual beli atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Mengenai itikad baik selanjutnya dibahas dalam lingkup sejarah dan perkembangannya, pengertian, kedudukan itikad baik dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dan fungsinya dalam perjanjian.
Pada penelitian ini, Penulis menganalisis bagaimana para hakim di pengadilan baik tingkat pertama maupun tingkat kasasi menafsirkan seseorang yang dikatakan sebagai pembeli beritikad baik. Hasil dari analisis dimuat dalam tabel yang dikategorikan berdasarkan objek jual beli yaitu benda bergerak berwujud, benda bergerak tidak berwujud, dan benda tidak bergerak. Adapun hasil dari penelitian ini merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk membuat suatu pengaturan atau pedoman yang jelas dan terperinci mengenai asas itikad baik di Indonesia, terutama dalam mengukur pembeli beritikad baik.

This thesis discusses about judge’s standpoint in court verdicts regarding the good faith purchaser, particularly whether there is an obligation of the buyer to check the object first before purchasing or not. Formulated using a normative juridical method, the study is carried out by elaborating the fundamental theories of a sale and purchase agreement such as the definition, objects, time of occurrence, obligations of both parties, and the legal basis of trade of movable and immovable goods. For the good faith principle also discussed from the historical scope, definition, the arrangement of good faith in Indonesian Civil Code, and its function in the agreement.
The author will analyze how the judges at the first level court and the cassation level decipher about people who is being categorized as the good faith purchaser. The result of the analysis will be consisting of tables that are categorized by type of objects, which are tangible movable objects, intangible movable objects, and immovable objects. For the result of this research are to recommend the Indonesian Government to make a clear and detailed arrangement or guideline of the good faith principle in Indonesia, especially in identifying the good faith purchaser.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jogjani Imam Pambudi
"ABSTRAK
I. Pokok permasalahan :
Pelaksanaan pengadaan barang untuk Proyek Pemerintah melalui perjanjian jual beli dengan pihak Swasta pada hakekatnya masuk didalam bidang Hukum Perdata.
Ternyata proses pelaksanaan pengadaan barang tersebut di atur didalam beberapa peraturan per Undang-undangan, dan peraturan peraturan pelaksanaan lainnya sebagai berikut :
1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW)
2. Undang-undang Perbendaharaan Indonesia (ICW)
3. KEPPRES Nomor 29 Tahun I984
4. Peraturan-peraturan pelaksanaan dari KEPPRES Nomor 29 Tahun 1984.
Dalam rangka pengadaan barang, cara penunjukan pelaksanaan pekerjaan dilakukan melalui :
1. pelelangan umum
2. pelelangan terbatas
3. penunjukan langsung
4. pengadaan langsung.
Selanjutnya proses pelaksanaan pengadaan barang sampai selesai melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1. Pengumuman /melalui iklan untuk pelelangan umum.
2. Pembelian Dokumen Lelang /Rencana Kerja dan Syarat-syarat.
3. Anwijzing (Penjelasan Lelang).
4. Penyerahan contoh barang untuk dinilai.
5. Pengumuman lulus contoh barang.
6. Pemasukan Surat Penawaran Harga.
7. Pembukaan Surat Penawaran Harga.
8. Pengumuman pemenang.
9. Pembuatan Surat Perintah Kerja (SPK).
10. Pembuatan Surat Perjanjian (kontrak).
11. Pelaksanaan prestasi /penyerahan barang.
12. Pembuatan Berita Acara Permintaan Pembayaran Pembangunan dan lampiran-lampirannya sebagai bukti-bukti.
14. Pengujian bukti-bukti oleh Kantor Perbendaharaan Negara.
15. Pembayaran oleh Kantar Kas Negara kepada pihak Swasta (rekanan).
Yang menjadi pokok permasalahan adalah apakah dasar hukum dari proses pelaksanaan pengadaan barang sampai selesai tersebut diatas telah mencerminkan kepastian hukum dan apakah peraturan-pe raturan yang mendasari proses tersebut tidak bertentangan satu sama lainnya ?
II. Metode penelitian :
Metode penelitian yang dipergunakan mencakup studi kepustakaan /studi dokumen dan wauancara.
Dldalam studi kepustakaan /dokumen, sebagai alat penelitian dipergunakan :
a. Dokumen Surat Perjanjian Pengadaan Peralatan Olah Raga Sekolah Dasar antara Proyek Penyediaan Peralatan Olah Raga Sekolah Dasar (inpres Mo, 6 Tahun 1984) Departemen P dan K dengan P.T, Duii Puri Karya (Surat Perjanjian tgl. 26-7-1985 No. 194.6.P3DR-5D.Set. VII.85).
b. Dokumen-dokumen pertinggal Surat Perintah Membayar pada Kantor Perbendaharaan Negara (KPN).
c. Buku - buku.
d. Peraturan per-Undang-undangan dan peraturan-peraturan pelaksanaannya.
Wawancara dilakukan terhadap :
a. Para pengusahaha Swasta
b. Para karyawan Proyek Pemerintah
c. Para Pejabat dan Karyawan pelaksanaan pada Kantor Perbendaharaan Negara (KPN).
III. Hal-hal yang ditemukan :
1. Didalam Lampiran I KEPPRES RI Nomor 29 Tahun 1984, tidak dicantumkan dengan jelas kapan Surat Perjanjian dibuat, sehingga pembuatan Surat Perjanjian yang berlarut-larut dapat mengakibatkan kerugian pada pihak Swasta (rekanan) karena Surat Perjanjian merupakan syarat. untuk menerima prestasi berupa pembayaran.
2. Kelambatan dalam pelaksanaan pembayaran sebagai akibat terlambatnya Pihak Proyek Pemerintah mengajukan Surat Permintaan Pembayaran kepada Kantor Perbendaharaan Negara.
3. Pemerintah tidak dapat, dikenakan ganti rugi berdasarkan KEPPRES RI Nomor 29 Tahun 1984 dan Undang-undang Perbendaharaan Indonesia (ICW).
4. Perjanjian yang dibuat menyimpang dari pasal 1266 KUH Per. karena pihak pemerintah dapat menghentikan pelaksanaan perjanjian secara sepihak tanpa melalui proses Pengadilan.
5. Perjanjian yang dibuat merupakan perjanjian standar yang dibuat secara sepihak oleh Pihak Proyek Pemerintah.
6. Sampai saat tulisan ini dibuat Tim Pengendali Pengadaan Barang /Peralatan Pemerintah (TPPBPP) belum menetapkan suatu standar Surat Perjanjian (kontrak) untuk berbagai pemborongan /pembelian yang berlaku secara nasional.
7. Cara penyelesaian sengketa didalam Surat. Perjanjiam pada umumnya dilakukan dengan musyawarah, jika tidak dapat. diselesaikan dengan musyawarah , para pihak meneruskannya ke Pengadilan Negeri. Menurut hemat penulis, cara penyelesaian sengketa seperti ini dapat berlarut-larut.
IV. Kesimpulan dan Saran.
Menurut pengamatan penulis, pelaksanaan pengadaan barang untuk keperluan Proyek Pemerintah melalui Perjanjian Jual beli dengan pihak Swasta belum seluruhnya mencerminkan kepastian hukum.
Dalam hal ini berdasarkan KEPPRES RI Nomor 29 Tahun 1984 (pasal 20 ayat 3) Tim Pengendali Pengadaan Barang /Peralatan Pemerintah (IPPBPP) perlu segera menetapkan standar Surat Perjanjian kontrak untuk berbagai pemborongan /pembelian yang mencerminkan keadilan yang berlaku secara nasional demi tercapainya kepastian hukum.
Selain dari pada itu perlu dibuat suatu Undang-undang Hukum Perikatan yang berlaku secara nasional untuk menggantikarr ketentuan ketentuan yang tersebar.
Namun demikian sambil menunggu Undang-undang Hukum Perikatan Pelaksanaan
yang baru, perlu ditinjau kembali peraturan-peraturah per Undang undangan yang ada dan peraturan-peraturan pelaksanaannya apakah telah menjamin tercapainya kepastian hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library