Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tampubolon, Michael Frederijk
"Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum dari suatu akta perjanjian dalam hal kerjasama perlindungan Sumber Daya Alam antar negara, serta bagaimana seorang Notaris dapat ikut berperan serta di dalamnya. Penelitian ini di analisis melalui metode penelitian secara doktrinal dengan menggunakan data sekunder. Penelitian dilaksanakan terhadap Akta Persetujuan Kerjasama antara Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Ditjen KSDAE) dan Universitas York Kanada tentang Kerjasama Konservasi Orangutan Kalimantan di Taman Nasional Kutai. Dalam akta tersebut, terlihat jelas bahwa segala bentuk kegiatan, lokasi, dan penyediaan sarana prasarana dalam rangka pelaksanaan konservasi dilaksanakan dan lebih menitikberatkan kepada pihak Indonesia. Adanya pengaturan pelayanan publik, keterbukaan informasi publik, dan bahwa salah satu pihak dalam akta tersebut berperan sebagai penguasa, membuat akta tersebut dikuasai oleh hukum Publik, namun dalam akta tersebut juga terdapat hal hal yang bersifat keperdataan seperti pendanaan, bantuan pihak ketiga, alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di Indonesia, serta adanya choice of law, yang identik dengan Hukum Perdata Internasional, sehingga membuat akta tersebut berada dalam lingkup hukum publik dan perdata, yang bekerja secara hybrid. Dalam hal inilah, seorang Notaris sebagai pejabat pembuat akta otentik di Indonesia dapat ikut berperan serta dalam memberikan sumbangsih ilmu bersifat keperdataan yaitu dalam hal pembuatan akta dan keautentikan akta. Notaris sebagai satu satunya pejabat pembuat akta otentik dapat melaksanakan beberapa hal seperti waarmerking untuk menandakan bahwa akta perjanjian tersebut sesuai dengan peraturan perundang undangan Indonesia, dan membuat akta otentik maupun addendum dalam akta terkait bantuan dan partisipasi dari pihak ketiga. Dengan adanya partisipasi dari Notaris tersebut, pelaksanaan Konservasi Orangutan Kalimantan akan memiliki kedudukan hukum yang kuat, sehingga dapat mencegah adanya wanprestasi, melindungi hak dan kewajiban pihak Indonesia dalam perjanjian ini, serta menjadi pembuktian yang sempurna apabila terjadi sengketa.

This research is aimed at finding out the legal position of a deed of agreement in terms of cooperation in protecting Natural Resources between countries, as well as how a Notary can participate in it. This research was analyzed through doctrinal research methods using secondary data. The research was carried out on the Deed of Cooperation Agreement between the Directorate General of Conservation of Natural Resources and Ecosystems (Ditjen KSDAE) and York University, Canada regarding Cooperation in Conservation of Bornean Orangutans in Kutai National Park. In this deed, it is clear that all forms of activities, locations and provision of infrastructure in the context of implementing conservation are carried out with greater emphasis on the Indonesian side. The existence of public service regulations, openness of public information, and the fact that one of the parties in the deed acts as a ruler, makes the deed controlled by public law, but in the deed there are also matters of a civil nature such as funding, third party assistance, alternative dispute resolution. implemented in Indonesia, as well as the existence of a choice of law, which is identical to International Private Law, thus making the deed within the scope of public and civil law, which works in a hybrid manner. In this case, a Notary as an official who makes authentic deeds in Indonesia can take part in providing civil knowledge contributions, namely in terms of making deeds and authenticating deeds. The notary as the only official who makes authentic deeds can carry out several things such as waarmerking to indicate that the deed of agreement complies with Indonesian laws and regulations, and make authentic deeds or addendums to deeds regarding assistance and participation from third parties. With the participation of the Notary, the implementation of the Kalimantan Orangutan Conservation will have a strong legal standing, so that it can prevent defaults, protect the rights and obligations of the Indonesian party in this agreement, and provide perfect proof in the event of a dispute."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Hendraning Kobarsyir
"Tesis ini mencoba untuk membedah permasalahan konflik Israel-Palestina yang cenderung berlarut-larut dengan menawarkan adanya konsep ideologi nasionalisme religius yang diusung oleh HAMAS yang selama ini nampaknya terabaikan dan terjebak dalam wacana Israel dan PLO belaka. Sehingga tesis ini mencoba untuk melihat secara lebih dalam betapa pentingnya konsep ideologi nasionalisme religius yang diusung oleh HAMAS untuk dilibatkan, khususnya dalam Proses Perjanjian Perdamaian terakhir di Wye Rivers, AS.
Keterbatasan sarana menyebabkan penelitian tesis ini mengandalkan pada bahan-bahan pustaka yang dengan selektif dipergunakan untuk membahas permasalahan agar lebih komprehensif. Sementara Kerangka Teori yang dipergunakan nampaknya tetap menggunakan konsep-konsep klasik dalam Ilmu Hubungan Politik Internasional, seperti teori-teori keseimbangan dan penggunaan kekuatan (power) yang dalam hal ini dikembangkan oleh Nicholas J. Spykman dan Frederick L. Schumann, konsep pemikiran dari seorang ahli sosiologi-politik, Mark Jurgensmeyer mengenai nasionalisme religius berikut konsep-konsep pemilaran orisinal dari HAMAS dari surnber kepustakaan yang ada.
Dari penulisan dapat disimpulkan, bahwa memang dalam konteks real-politik, HAMAS dengan ideologi nasionalisme-religiusnya menempati legitimasi yang sangat tinggi di mata rakyat Palestina pada umumnya karena hanya HAMAS lah hingga detik ini yang masih secara frontal menentang penindasan rezim Zionisme Israel walaupun jatuh banyak korban. Alangkah baiknya di kemudian hari, jika proses perdamaian juga melibatkan kepentingan HAMAS, disamping PLO, mengingat legitimasi politik HAMAS yang sangat kuat, disamping ideologi yang diusungnya sebenarnya berakar pada ajaran Islam yang dipeluk oleh kebanyakan rakyat Palestina dan sangat diyakini kebenarannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggarara Cininta P.
"ABSTRAK
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan organisasi
antarpemerintah yang beranggotakan sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara.
Setelah berlakunya Piagam ASEAN (ASEAN Charter), ASEAN diberikan
personalitas hukum dan kewenangan untuk membuat perjanjian dengan negara
maupun organisasi internasional. Dalam praktiknya, ASEAN telah membuat
perjanjian dengan negara maupun organisasi internasional sejak sebelum
berlakunya Piagam ASEAN. Selain perjanjian yang dibuat antara ASEAN sebagai
entitas dengan negara maupun organisasi internasional, terdapat pula perjanjian
yang dibuat oleh negara-negara ASEAN secara kolektif dengan negara bukan
anggota atau organisasi internasional lain. Perbedaan antara kedua jenis perjanjian
internasional tersebut tidak dinyatakan secara jelas hingga setelah adopsi Rules of
Procedure for Conclusion of International Agreements by ASEAN (ROP). ROP
hanya berlaku bagi perjanjian yang dibuat oleh ASEAN sebagai entitas tersendiri
dan bukan oleh negara-negara anggota ASEAN secara kolektif. Skripsi ini akan
meninjau personalitas hukum yang dimiliki ASEAN sebagai organisasi
internasional dan hubungannya dengan kedudukan ASEAN di dalam perjanjianperjanjian
internasional yang dibuat dengan negara maupun organisasi
internasional.

Abstract
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) is an intergovernmental
organization consisting of ten South Asian countries. After the ASEAN Charter
entered into force, ASEAN was conferred legal personality and the capacity to
enter into international agreements with states or international organizations. In
practice, ASEAN has concluded agreements with states or international
organizations on its own capacity even before the ASEAN Charter entered into
force. There are also agreements concluded collectively by the member states of
ASEAN with non-member states or other international organizations. The
difference between these types of international agreements is not clearly
expressed until the adoption of the Rules of Procedure for Conclusion of
International Agreements by ASEAN (ROP). The ROP only applies to
international agreements made by ASEAN as an entity distinct from its members
and not by ASEAN member states collectively. This thesis analyzes the legal
personality possessed by ASEAN as an international organization and its
correlation with ASEAN?s position in international agreements concluded with
states or international organizations."
Universitas Indonesia, 2012
S43214
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ken Swari Maharani
"CITES 1973 merupakan konvensi lingkungan internasional yang bertujuan untuk melindungi tumbuhan dan satwa dari perdagangan internasional yang berlebihan. Konvensi ini menggerakkan upaya global untuk melakukan konservasi terhadap keanekaragaman hayati. Salah satu satwa yang terancam bahaya kepunahan adalah harimau Sumatera. CITES 1973 memasukkannya ke dalam kategori Appendiks 1 yang berarti tidak boleh ada perdagangan komersial terhadap satwa tersebut. Indonesia, sebagai negara habitat harimau Sumatera, telah meratifikasi CITES 1973 dan mengesahkan peraturan-peraturan hukum untuk melindungi tumbuhan dan satwa, termasuk harimau Sumatera. Selain itu, Indonesia juga terlibat kerja sama regional dan global dengan negara-negara habitat harimau lainnya. Namun, populasi harimau Sumatera terus menurun, tidak hanya karena perdagangan, tetapi juga karena kerusakan habitat, perburuan liar, dan konflik dengan manusia. CITES 1973 belum diimplementasikan dengan baik di Indonesia terlihat dari lemahnya penegakan hukum yang menyebabkan populasi harimau Sumatera terus terancam. Penanganan kasus-kasus kriminal terkait harimau Sumatera tidak dilakukan secara tuntas dan sanksi-sanksi yang diberikan tidak memberi efek jera. Perdagangan liar bersifat terbuka dan terorganisir, baik di dalam maupun di luar negeri. Hutan di Pulau Sumatera mengalami degradasi karena banyaknya konversi fungsi hutan untuk kebutuhan komersial. Masyarakat belum dilibatkan dalam perlindungan harimau dan habitatnya; sementara peran NGOs sering terhambat oleh respon yang lambat dari pemerintah. Komitmen Indonesia terhadap CITES 1973 harus diperkuat agar harimau Sumatera tidak lagi terancam kepunahan dan ekosistem di sekitarnya juga turut dilestarikan.

CITES 1973 is an international environmental convention aiming to protect flora and fauna from excessive international trade. This convention drives a global effort to conserve biodiversity. One of the animals that are in danger of extinction is Sumatran tigers. CITES 1973 has categorized the species in the Appendix 1, which means there should be no commercial trade against the species. Indonesia, as the habitat for Sumatran tigers, has ratified CITES 1973 and passed the legal regulations to protect plants and animals, including Sumatran tigers. In addition, Indonesia is involved in regional and global cooperation with the other tiger range countries. Nevertheless, the population of Sumatran tiger continues to decline, not only because of trade, but also due to habitat destruction, illegal poaching, and conflict with humans. CITES 1973 has not been implemented properly in Indonesia as seen from the lack of law enforcement causing the population of Sumatran tigers continues to be threatened. Criminal cases towards Sumatran tigers have not been solved completely and sanctions given have less deterrent effect. Illegal trade has become increasingly open and organized, both domestically and globally. Forests in Sumatra have degraded because of the conversion of forest lands to fulfill commercial needs. Local communities have not been involved in the protection of tigers and their habitat; while the role of NGOs is often hampered by the slow response from the government. Indonesia's commitment to CITES in 1973 should be strengthened so that Sumatran tigers are no longer in danger of extinction and the ecosystem around them is also conserved.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42327
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Pramudianto
"Sampah plastik di laut saat ini sudah menjadi masalah dunia. Ancaman semakin nyata terhadap kehidupan ekosisitem laut dan generasi sekarang maupun mendatang. Sementara itu aturan terhadap keberadaan sampah plastik di laut masih tersebar dan belum komprehensif. Karena itu hukum internasional harus mengambil perannya untuk menangani persoalan sampah plastik di laut. Penelitian disertasi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis alasan bagi negara-negara yang harus bertindak secara bersama dan segera dalam penanggulangan sampah plastik di laut. Selain itu, disertasi ini juga menganalisis dan menelaah keberadaan hukum internasional dalam rangka melaksanakan upaya menanggulangi sampah plastik di laut. Selanjutnya, disertasi ini memformulasikan kesepakatan internasional yang baru dan norma-norma apa saja yang harus disesuaikan. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan normatif. Secara teori, untuk mencapai penyelesaian masalah secara bersama diperlukan kesepakatan internasional baru melalui konsensus. Fokus penelitian ini adalah persoalan sampah plastik di laut yang dilihat dalam perspektif perjanjian internasional sebagaimana yang saat ini melalui keputusan UNEA 5/14 yang sedang dalam proses. Disertasi ini melihat bahwa persoalan sampah plastik di laut telah nyata terjadi dan peredarannya sangat luas sehingga membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup. Berbagai dokumen internasional yang berbentuk perjanjian internasional baik yang soft law maupun hard law seperti Deklarasi Stockholm 1972, UNCLOS 1982, MARPOL 1973/1978, Konvensi Basel 1989 dan regional seperti UNEP Regional Seas Convention juga sudah diupayakan dalam menangani pencemaran di laut. Akan tetapi, belum dapat sepenuhnya dilaksanakan dikarenakan masih belum fokus dalam menangani sampah plastik di laut. Oleh karena itu, hukum internasional khususnya hukum lingkungan internasional sedang berupaya untuk mengharmonisasikan berbagai aturan dan norma yang tersebar agar terkoordinasi dengan baik melalui kesepakatan internasional baru dalam penanganan sampah plastik di laut. Kesepakatan internasional baru ini juga akan memasukan norma-norma yang didasarkan pada dokumen internasional sebelumnya sehingga terbentuk norma baru yang sesuai dengan kondisi penanganan sampah plastik di laut saat ini.

Plastic waste in the sea has now become a world problem. The threat is increasingly real to the life of the marine ecosystem and the present and future generations. Meanwhile, the rules regarding the existence of plastic waste in the sea are still scattered and not comprehensive. Therefore, international law must take its role in dealing with the problem of plastic waste in the sea. This dissertation research aims to find out and analyze the reasons for countries that must act together and immediately in dealing with plastic waste in the sea. In addition, this dissertation also analyzes and examines the existence of international law in order to implement efforts to overcome plastic waste in the sea. Furthermore, this dissertation formulates a new international agreement and what norms must be adjusted. The method in this research uses a normative approach. In theory, to achieve a joint problem solving, a new international agreement is needed through consensus. The focus of this research is the problem of plastic waste in the sea which is seen from the perspective of an international agreement as currently through the UNEA 5/14 decision which is in process. This dissertation sees that the problem of plastic waste in the sea has really occurred and its circulation is very widespread, thus endangering health and the environment. Various international documents in the form of international agreements, both soft law and hard law, such as the Stockholm Declaration of 1972, UNCLOS 1982, MARPOL 1973/1978, the Basel Convention of 1989 and regional ones such as the UNEP Regional Seas Convention have also been attempted in dealing with marine pollution. However, it has not been fully implemented because it is still not focused on dealing with plastic waste in the sea. Therefore, international law, especially international environmental law, is trying to harmonize the various rules and norms that are spread out so that they are well coordinated through a new international agreement on handling plastic waste in the sea. This new international agreement will also include norms based on previous international documents so that new norms are formed that are in accordance with the current conditions of handling plastic waste in the sea."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library