Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Amin
Abstrak :
Proses penyelesaian sengketa terutama menyangkut utang piutang dipandang relatif lebih efektif apabila diselesaikan melalui mekanisme Pengadilan Niaga dibandingkan dengan mekanisme Peradilan Umum biasa karena aturan yang terdapat dalam proses berperkara di Pengadilan Niaga lebih terprediksi dibandingkan dengan aturan beracara di Peradilan Umum biasa, sehingga para pencari keadilan bisa memperoleh gambaran yang jelas kapan sengketa yang dihadapinya bisa mendapatkan kepastian hukum. Dan seiring dengan riwayat lahirnya Pengadilan Niaga ini yang dilatar-belakangi oleh keadaan moneter yang sangat tidak menentu sudah barangtentu pemanfaatannya juga diharapkan bisa optimal dengan kata lain jangan sampai sia-sia, oleh karena itu setiap orang yang hendak menempuh penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Niaga hendaknya harus terlebih dahulu memperhatikan syarat-syarat yang digariskan oleh peraturan perundang-undangan baik syarat formil maupun materil, dan dari aturan yang disuguhkan oleh Undang-undang No.4 Tahun 1998 tentang Kepailitan sebenamya sangat kontributif untuk pengembangan nilai-nilai keadilan dalam rangka merespon dinamika masyarakat terutama para pencari keadilan karena mekanismenya cukup tenrkur dan dinamis tinggal bagaimana masyarakat melihatnya sebagai suatu terobosan dalam dunia peradilan yang lahir pada mass krisis ekonomi melanda bangsa Indonesia. Walaupun dalam hasil penelitian ini ditemukan putusan Pengadilan yang tidak konsisten satu sama lain, sebagai suatu negara yang menganut system hukum civil law, keadaan ini harus disikapi sebagai sesuatu yang wajar dan pasti akan terjadi karena adanya dinamika penafsiran terhadap isi Undang-undang, berbeda dengan negara yang menganut sistem comman law dimana suatu Undang-undang bersifat bottom-up yang konsistensi penafsirannya terhadap isi suatu Undang-undang relatif lebih terpelihara. Namun demikian terlepas dari sistem hukum yang melatarbelakangi suatu negara, persfektif masyarakat dalam melihat aplikasi suatu Undang-undang pada setiap putusan Pengadilan akan ditentukan oleh tingkat rasionalitas pertimbangan hukum yang terdapat dalam putusan Pengadilan yang bersangkutan dihubungkan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, dan hal ini pulalah yang menjadi salah satu alat ukur rasa keadilan masyarakat, pada hal disisi lain pengakuan masyarakat atas penafsiran yang diberikan oleh para praktisi hukum terhadap isi suatu peraturan perundang-undangan sangat bersifat kasuistik. Dari keadaan inilah yang membuat menarik untuk melakukan analisa terhadap suatu putusan Pengadilan yang telah ber-kekuatan hukum tetap, karena akan banyak dimensi berfikir yang bisa dilalui antara lain, pertama dapat melihat cara penerapan suatu Undang-undang terhadap suatu masalah, kedua bagaimana cara melakukan penafsiran, ketiga dapat melihat tingkat rasionalitas pertimbangan hukum yang diberikan oleh Hakim serta dapat merasakan konsistensi satu putusan terhadap putusan yang lain.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T18992
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Budiman
Abstrak :
Dalam rangka menjamin adanya mekanisme penyelesaian sengketa hutang piutang antara kreditor dan debitor secara adil, cepat, terbuka dan efektif melalui lembaga peradilan, Pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Undang-undang tersebut merupakan pengganti dari Peraturan Kepailitan (Faillissenient Verordening) Stb. 1905 - 217 jo. 1906 -- 348, yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 1 tahun 1998 yang selanjutnya diundangkan menjadi Undang-Undang No. 4 tahun 1998. Kepailitan pada intinya adalah sitaan umum atas aset debitor yang ditandai dengan adanya suatu pemyataan pailit terhadap debitor yang dinyatakan dengan suatu putusan pengadilan. Kepailitan mempunyai peranan untuk menyelesaikan bermacam-macam tagihan yang diajukan oleh kreditor-kreditor kepada debitornya yang masing-masing mempunyai karakter, nilai dan kepentingan yang berbeda-beda. Proses dalam kepailitan dapat mengatur perbedan-perbedaan tersebut melalui mekanisme pengkolektifan penagihan piutang sehingga masing-masing kreditor tidak secara sendiri-sendiri menyelesaikan tagihannya. Dalam pelaksanaannya, banyak persoalan-persoalan hukum yang perlu memperoleh penegasan karena undang-undang tidak memberikan definisi secara tegas sehingga timbul penafsiran-penafsiran yang berbeda di antara praktisi hukum, bahkan pengadilan atau Mahkamah Agung sendiri yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Di samping itu, beberapa ketentuan di dalamnya dapat menimbulkan permasalahan berupa kemungkinan benturan-benturan dengan ketentuan yang ada dalam perundang-undangan lainnya. Dalam proses kepailitan diatur bahwa setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Namun demikian, hak eksekusi kreditor dimaksud ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pemyataan pailit diucapkan. Ketentuan tersebut, dalam prakteknya kemungkinan akan menemui benturan khususnya dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Ketentuan dalam Undang-undang Kepailitan tersebut tentunya dapat memberikan dampak yang merugikan bagi kreditor-kreditor tersebut, termasuk kreditor pemegang hak tanggungan dalam melaksanakan hak-haknya selaku kreditor pemegang hak jaminan. Ketentuan kepailitan bahkah lebih jauh lagi telah tidak memberikan jaminan atau perlindungan bagi kreditor pemegang hak tanggungan dalam melaksanakan haknya.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fennieka Kristianto
Abstrak :
Perjanjian Kredit Sindikasi (PKS) adalah perjanjian mengenai suatu pinjaman yang diberikan oleh dua atau lebih lembaga keuangan kepada satu debitor, berdasarkan syaratsyarat dan ketentuan-ketentuan yang sama, dengan menggunakan satu dokumentasi kredit yang sama bagi semua kreditor peserta sindikasi serta diadministrasikan oleh satu agen yang bertindak sebagai kuasa para kreditor untuk pengurusan fasilitas dan jaminan sindikasi. Kreditor seringkali menjalankan hak tagihnya sendiri terhadap debitor. Adanya ketidakjelasan mengenai kewenangan bertindak melaksanakan hak tagihnya dalam gugat pailit terhadap debitor baik oleh agen sindikasi maupun oleh kreditor sendiri, perlu dipahami melalui ketentuan umum dalam Buku III KUHPer yang mengatur mengenai perjanjian dan kuasa, serta ketentuan khusus dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan (OUK). Penelitian deskriptif kualitatif ini, menggunakan metode penelitian kepustakaan. Tujuan penelitian adalah memperoleh data dan kejelasan atas kewenangan agen jaminan dan kreditor, khususnya dalam kasus kepailitan. Berdasarkan analisa isi diperoleh kesimpulan berikut. Kewenangan agen sindikasi terbatas pada fungsi administratif dan koordinatif pelaksanaan sindikasi, kecuali diatur secara lain dalam PKS. Dalam PKS, agen jaminan bertindak berdasarkan kuasa anggota sindikasi. Tergantung dari ketentuan dan persyaratan dalam PKS, maka anggota sindikasi bisa atau tidak bisa mengajukan hak tagih, meskipun sudah ada penunjukan agen jaminan. Dilakukan penelitian atas dua perkara yang berkaitan dengan PKS dan pelaksanaan hak tagih dalam kasus kepailitan. Dari penelitian tersebut terlihat belum adanya keseragaman pemahaman mengenai hak anggota sindikasi dalam upaya pelaksanaan hak tagih khususnya dalam kasus kepailitan. Baik anggota sindikasi maupun agen sindikasi maupun pihak ketiga termasuk instansi peradilan harus melihat kesepakatan para pihak dalam PKS yang dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak. ...... A syndicated credit agreement (PKS) is an agreement whereby two or more financial institutions grant a credit facility to .a debtor upon the same terms and conditions provided for in a credit documentation applicable to all syndicated creditors, where the facility and the syndicated security are administered by an agent acting as representative of the creditors. A creditor often collects payment directly from the debtor. The ambiguity of the power of the syndication agent and of the creditors to exercise the collection right in a bankruptcy claim against the debtor would need to be understood through the general provisions of Book III of the Civil Code concerning agreements and agency and the specific provisions in the Law Number 4 Year 1998 concerning Bankruptcy (UUK). This descriptive-qualitative research uses the bibliographical research method. The research is aimed at obtaining data and clarification regarding the power of the security agent and the creditors, particularly in bankruptcy cases. The analysis leads to the following conclusion. Unless otherwise provided in the PKS, the syndication agent's power is limited to his administrative and coordinating function in the syndication arrangement. Under the PKS, the security agent shall act as a representative of the syndication members. Depending upon the terms and conditions of the PKS, the syndication members may or may not exercise the right to collect payment notwithstanding the appointment of the security agent. The research involves two bankruptcy cases concerning PKS and the exercise of collection right. The research shows that there is no uniform understanding of the syndication members' right in attempting to exercise the collection right, particularly in bankruptcy cases. The syndication members and the syndication agent as well as any third party, including the courts, must observe the agreement reached by the parties as embodied in the PKS, entered into on the basis of the freedom of contract.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Agus Salim
Abstrak :
Pailitnya suatu perusahaan pada dasarnya merupakan fenomena dalam dunia bisnis. Terjadinya krisis ekonomi sejak pertengahan 1997 yang berdampak pada pendapatan perseroan menjadi menurun dan utang terus membengkak sehingga perseroan tidak mampu melunasi utangnya kepada kreditur. Undang-undang Kepailitan memberikan kesempatan bagi para kreditur untuk mengajukan permohonan pailit bagi perusahaan publik yang tidak mampu melaksanakan kewajibannya. Apabila perusahaan publik dipailitkan, maka investor akan sangat menderita karena saham yang dimilikinya tidak dapat diperjualbelikan lagi di bursa, bahkan investor publik kemungkinan tidak akan mendapatkan sisa harta pailit. Oleh karena itu, harus ada perlindungan bagi investor pada perusahaan publik yang dimohonkn pailit. Bapepam dan Bursa Efek Jakarta mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk melindungi kedudukan investor publik. Berdasarkan uraian di atas, penulisan ini mengkaji bagaimana bentuk perlindungan dan upaya bursa dalam melindungi investor publik terhadap kepailitan perusahaan publik. Metode penelitian yang digunakan dalam mengkaji permasalahan yaitu pendekatan yuridis normatif dan deskriptif analitis, adapun teknik pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan wawancara dengan pihak yang dianggap mengetahui dan berperan serta terhadap permasalahan yang dikaji. Ketentuan perlindungan bagi investor terhadap kepailitan emiten tidak diatur secara jelas dalam Undang-Undang Kepailitan dan Undang-Undang Pasar Modal, namun investor dapat melakukan upaya perlindungan hukum perdata dan pidana jika komisaris atau direksi melakukan kelalain dan pengelolaan perusahaan.
2007
T20048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicita Reyna Pratita
Abstrak :
Negara Australia memiliki perundang-undangan pailit (insolvent trading law) dimana direksi sebuah perusahaan bertanggung jawab secara pribadi atas kegiatan perdagangan yang terjadi disaat mereka melakukan saat pailit. Sepanjang tulisan ini akan dibahasa secara mendalam apakah perundangan-undangan ini telah berhasil melayani masyarakat dengan baik atau tidak. Penelitian dalam tulisan ini didasarkan pada perbandingan hukum antara negara Australia dan Inggris, serta Amerika Serikat. Selain itu, tulisan ini juga menggunakan argumen dan riset yang sudah dilakukan oleh berbagai professional di puluhan universitas di Australia. Penemuan dari tulisan ini adalah meskipun sudah dilakukan reformasi, undang-undang masih memberikan kesenjangan untuk para direksi.  ......Australia has an insolvent trading law under which directors across the country can be personally liable for any trading they conduct while being insolvent. Throughout this paper, it will be discussed whether this law has been justified and has served the people right. This paper's research is based on a comparison of Australian law to that of the United Kingdom and the United States. Furthermore, it also uses arguments and research from various professionals across dozens of Australian universities. Despite its reformation, the law still has some flaws, according to the findings of this study. 
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Juristezar P.A. Lumban
Abstrak :
[ABSTRAK
Tesis ini membahas studi kasus permohonan kepailitan PT. Mandala Airlines yang diajukan secara sukarela. Pembahasan terhadap PUTUSAN NOMOR 48/PDT.SUS.PAILIT /2014/PN.NIAGA.JKT.PST) meliputi beberapa aspek hukum terkait perlindungan terhadap para pemegang saham PT. Mandala Airlines diantaranya aspek hukum kepailitan dan aspek hukum perusahaan. Pada kasus perkara kepailitan P.T Mandala Airlines menjadi menarik untuk dibahas mengingat justru pada saat proses kepailitan berlangsung, para pemegang saham yang notabenenya justru mayoritas malah tampil menjadi pemohon keberatan dalam proses tersebut. Pada akhirnya, putusan kepailitan tetap dijatuhkan oleh Majelis Hakim dalam perkara ini, sekalipun asas kelangsungan usaha yang dikedepankan oleh pemohon keberatan telah dikedepankan. Namun karena semua persyaratan untuk dijatuhkannya pailit bagi pemohon telah memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepailtan, maka sesederhana pembuktiannya pula, PT Mandala Airlines akhirnya memperoleh putusan pailit tersebut. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah mencari informasi dan menganalisa bagaimana proses pengajuan pailit atas permohonan sendiri oleh suatu badan hukum perseroan terbatas serta bagaimana pula hukum positif Indonesia memberikan perlindungan hukum bagi pemegang saham badan hukum perseroan dalam proses kepailitan. Dan tesis ini menjawab dua pokok permasalahan tersebut dimana proses pengajuan pailit atas permohonan sendiri memiliki mekanisme/tata cara yang sama dengan proses pengajuan pailit oleh kreditor dan Undang-Undang Kepailitan Indonesia tidak mengatur tentang perlindungan hukum bagi pemegang saham (shareholder) perseroan terbatas dalam proses pailit, tetapi tetap membuka pintu bagi pihak berkepentingan untuk melakukan upaya hukum terhadap putusan pailit.
ABSTRACT
This thesis discusses case studies of insolvency petition PT. Mandala Airlines submitted voluntarily. Discussion on verdict number 48/PDT.SUS.PAILIT.2014/ PN.NIAGA.JKT.PST consisting some aspects of the law regarding the protection of shareholders PT. Mandala Airlines including aspects of bankruptcy/insolvency law and legal aspects of the company. The case of PT Mandala Airlines bankruptcy case will be rather interesting to be reviewed considering the fact that, just when bankruptcy proceedings take place, the shareholders who appears to be the majority is actually the applicants who objects in that process. At the end, the decision of bankruptcy still being uphold by the Judges in this case, even if the principle of continuity of effort being put forward by the applicant, objections has been put onward. However, since all the qualifications to have the bankruptcy case being filed towards the applicants has been fulfilled, as stated in Section 2 Verse (1) juncto Section 8 Verse (4) Indonesian Law of Insolvency/Bankruptcy, it will as easily be proven PT. Mandala Airlines will eventually receive the verdict for that insolvment. Literature research, secondary data and verbal interviews as primary resource with all parties involve such as notary, and curator will be uphold for information gathered in PT. Mandala Airlines bankruptcy case as writing methods throughout this thesis. This thesis discuss two major problem, first, how the process of filing for bankruptcy voluntarily (company) and how the Indonesian positive law provides a legal protection for shareholder in bankruptcy proceedings. And this thesis also provides answer for the two main issues where the process of filing for bankruptcy voluntarily has the same mechanism/ procedure the process of filing for bankruptcy by creditors; and Indonesia Bankruptcy Act does not regulate a specific legal protection for shareholders (company) in the process of bankruptcy, but there’s a chance for interested parties to take legal actions against the bankruptcy decision. ;This thesis discusses case studies of insolvency petition PT. Mandala Airlines submitted voluntarily. Discussion on verdict number 48/PDT.SUS.PAILIT.2014/ PN.NIAGA.JKT.PST consisting some aspects of the law regarding the protection of shareholders PT. Mandala Airlines including aspects of bankruptcy/insolvency law and legal aspects of the company. The case of PT Mandala Airlines bankruptcy case will be rather interesting to be reviewed considering the fact that, just when bankruptcy proceedings take place, the shareholders who appears to be the majority is actually the applicants who objects in that process. At the end, the decision of bankruptcy still being uphold by the Judges in this case, even if the principle of continuity of effort being put forward by the applicant, objections has been put onward. However, since all the qualifications to have the bankruptcy case being filed towards the applicants has been fulfilled, as stated in Section 2 Verse (1) juncto Section 8 Verse (4) Indonesian Law of Insolvency/Bankruptcy, it will as easily be proven PT. Mandala Airlines will eventually receive the verdict for that insolvment. Literature research, secondary data and verbal interviews as primary resource with all parties involve such as notary, and curator will be uphold for information gathered in PT. Mandala Airlines bankruptcy case as writing methods throughout this thesis. This thesis discuss two major problem, first, how the process of filing for bankruptcy voluntarily (company) and how the Indonesian positive law provides a legal protection for shareholder in bankruptcy proceedings. And this thesis also provides answer for the two main issues where the process of filing for bankruptcy voluntarily has the same mechanism/ procedure the process of filing for bankruptcy by creditors; and Indonesia Bankruptcy Act does not regulate a specific legal protection for shareholders (company) in the process of bankruptcy, but there’s a chance for interested parties to take legal actions against the bankruptcy decision. , This thesis discusses case studies of insolvency petition PT. Mandala Airlines submitted voluntarily. Discussion on verdict number 48/PDT.SUS.PAILIT.2014/ PN.NIAGA.JKT.PST consisting some aspects of the law regarding the protection of shareholders PT. Mandala Airlines including aspects of bankruptcy/insolvency law and legal aspects of the company. The case of PT Mandala Airlines bankruptcy case will be rather interesting to be reviewed considering the fact that, just when bankruptcy proceedings take place, the shareholders who appears to be the majority is actually the applicants who objects in that process. At the end, the decision of bankruptcy still being uphold by the Judges in this case, even if the principle of continuity of effort being put forward by the applicant, objections has been put onward. However, since all the qualifications to have the bankruptcy case being filed towards the applicants has been fulfilled, as stated in Section 2 Verse (1) juncto Section 8 Verse (4) Indonesian Law of Insolvency/Bankruptcy, it will as easily be proven PT. Mandala Airlines will eventually receive the verdict for that insolvment. Literature research, secondary data and verbal interviews as primary resource with all parties involve such as notary, and curator will be uphold for information gathered in PT. Mandala Airlines bankruptcy case as writing methods throughout this thesis. This thesis discuss two major problem, first, how the process of filing for bankruptcy voluntarily (company) and how the Indonesian positive law provides a legal protection for shareholder in bankruptcy proceedings. And this thesis also provides answer for the two main issues where the process of filing for bankruptcy voluntarily has the same mechanism/ procedure the process of filing for bankruptcy by creditors; and Indonesia Bankruptcy Act does not regulate a specific legal protection for shareholders (company) in the process of bankruptcy, but there’s a chance for interested parties to take legal actions against the bankruptcy decision. ]
2015
T43873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Cahya Hapsari
Abstrak :
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis pengaturan mengenai tanggung jawab Direksi dan kaitannya dengan pelaksanaan doktrin business judgment rule dalam kepailitan Perseroan Terbatas menurut hukum positif di Indonesia, dan melakukan identifikasi serta analisa mengenai kemungkinan penerapan tanggung jawab pribadi Direksi dalam konsep perlindungan Safe Harbor on Insolvent Trading di Australia dalam praktik kepailitan perseroan di Indonesia. Bentuk penelitian yang akan Penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif, dan dengan tipe penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan penerapan ketentuan dalam pengaturan hukum kepailitan di Indonesia, yaitu dengan menambahkan unsur pembuktian pembebanan tanggung jawab pribadi Direksi atas kepailitan Perseroan yang diatur dalam Pasal 104 ayat (4) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan dengan menambahkan ketentuan mengenai perlindungan terhadap beban tanggung jawab pribadi Direksi atas perbuatan Direksi tanpa persetujuan pengurus yang menimbulkan kewajiban setelah dimulainya penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 240 ayat (3) UUK-PKPU No. 37 Tahun 2004. Adanya kemungkinan penerapan tersebut merupakan bentuk perwujudan asas undang-undang kepailitan, bahwa undang-undang seyogyanya memberikan kesempatan restrukturisasi utang sebelum diambil putusan pernyataan pailit kepada Debitor yang masih memiliki usaha yang prospektif, dan untuk mendorong Direksi bertikad baik melaksanakan dengan sebaik-baiknya, tanpa dibayangi kekhawatiran harus bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan.
This thesis is aimed to analyze the regulations regarding Director’s liability and the implementation of business judgment rule doctrine in Bankruptcy of Limited Liability Company according to Indonesian positive law. This research is also aimed to identify the possibility of implementing Australian Corporate Insolvency Law regarding Safe Harbor Protection Principal on Insolvent Trading in practice of Indonesia Corporate Bankruptcy. The form of research used in this study is normative judicial research with typology of descriptive research. This thesis shown there’s a possibility on protecting Director’s personal liability from insolvent trading practice in Australian Corporate Insolvency Law to be applied in the regulation of Indonesian Bankruptcy Law, by to issue an additional regulation regarding element of proof on exception of Director’s liability on Bankruptcy of Limited Liability Company in accordance with Limited Liability Company Law No. 40/2007 (“Company Law”), and to issue an additional regulation regarding protection of Director’s liability for exercise Director’s powers without approval of administrator when Limited Liability Company in a state of Suspension of Payment in accordance with Bankruptcy and Suspension of Payment Law No. 37/2004 (“Bankruptcy and Suspension of Payment Law”). The possibility of implementing Safe Harbor Protection makes it necessary to issue an adequate regulation as an application of principal of Indonesian Bankruptcy Law that Bankruptcy Law supposedly providing company’s director a chance to take a reasonable steps to restructure and face the financial difficulties while the business of the company is still prospective, before put into state of bankruptcy, with purpose to encourage directors with good faith remain exercise their fiduciary duties in their absolute best without fear of personal liability.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library