Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Ganishtasya Endhys Saputri
"Tulisan ini membahas proses sebuah in-between space yang awalnya dianggap sebagai ruang sisa dapat beralih sebagai sebuah place yang memiliki nilai di dalamnya. Tujuan dari penulisan ini untuk memahami bahwa hadirnya manusia dan kualitas ruang fisik memengaruhi transformasi tersebut. In-between space sebagai ruang sisa sendiri merupakan ruang yang terbentuk secara tidak terencana dan berada diantara elemen urban lain. Uniknya, ruang tersebut tetap memungkinkan beragam aktivitas hadir. Kehadiran makna dan sense of place lah yang memicu proses place-making. Dalam memahami konsep transformasi in-between space, skripsi ini menggunakan kasus Kolong Jembatan Slipi yang dianalisis berdasarkan tiga aspek: 1) identifikasi kualitas fisik dan ruang in-between space sebagai ruang sisa; 2) proses kehadiran aktivitas manusia di dalam in-between space; 3) sense of place yang hadir melalui beragam aktivitas. Melalui analisis tersebut menunjukkan bahwa kualitas ruang in-between space dan hadirnya aktivitas manusia memicu perubahan in-between space dari ruang sisa menjadi sebuah place.
This paper discusses about an in-between space that was originally considered as a lost space can turn into a place that has meaning and value in it. The purpose of this paper is to understand that the presence of humans and the quality of physical space influence the transformation. In-between space as lost space is a space that is formed unplanned and is located between other urban elements. These activities are influenced by the characteristics of the physical space between spaces as lost space and also by different human perceptions. In understanding the concept of transformation of the in-between space, this paper uses the case of Kolong Jembatan Slipi, which determines based on three aspects: 1) identification of the physical quality of the in-between space as lost space; 2) the process of the presence of human activities in the in-between space; 3) the emergence of meaning and a sense of place from the connection between human activity and the physical space between spaces. So, it can be said that this paper wants to show that the quality of the in-between space and the presence of human activity triggers the change in the in-between space from as lost space to a place."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Shan Savero
"Konsep in-between space sendiri terbentuk karena adanya margin di antara dua bangunan atau lebih. Karena adanya jarak di antara ruang tersebut in-between space terbentuk sebagai ruang ambang. Karena posisinya yang berada di antara, in-between space digunakan sebagai ruang transisional yang menghubungkan ruang yang mengapitnya. Sejauh ini ruang hanya digunakan sebagai akses untuk menuju titik pergi ke titik tujuan. Potensi ruang yang dapat digunakan sebagai sebuah ruang publik untuk berkegiatan pun tidak termaksimalkan. Karena kondisinya sebagai ambang, in-between space tidak terikat pada sebuah set kegiatan sehingga kegiatan yang dapat dilakukan menjadi bebas dan spontan. Pendekatan tactical urbanism menjadi sebuah cara untuk mengaktifkan dan membawa program baru ke dalam in-between space. Intervensi tactical urbanism berskala kecil dan bersifat temporer. Bentuk intervensi tersebut digunakan environmental graphic design sebagai mekanisme dalam membentuk program. Grafis menempati ruang secara dua dimensi, sehingga ruang fisik dari konteks tidak terubah. Fungsi in-between space sebagai ruang transisional tetap terjaga dan memiliki program baru melalu elemen grafis yang mengaktifkan ruang.
In-between space formed because of a margin between two or more buildings. Due to the distance between spaces, the in-between space is formed as a threshold space. In-between space serves as a transitional space connecting spaces. So far, space is only used as access from point to point. The space potential as a public space is not maximized. By being a threshold, in-between space is not tied to a set of activities, giving more possibilities to free and spontaneous activities. The tactical urbanism approach is one of the ways to activate and bring new programs into space. Tactical urbanism interventions are small-scale and temporary. Environmental graphic design could be used as a form of those interventions. The site program is shaped using the graphic mechanism. Graphics occupy space in two dimensions, so it does not alter the physical space of the context. The function of in-between space as a transitional space is maintained while a new program activates through graphics. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Kelvin Andrean
"Ruang antara merupakan ruang yang menjembatani ruang luar dan ruang dalam pada arsitektur. Dalam penelusurannya terdapat hubungan antar ruang yang terjadi dengan atribut masing-masing sebagai penghasil kompleksitas makna. Posisi ruang antara dalam hubungan ruang dalam dan luar, akan memberi pemahaman utuh mengenai konsep space. Pada prosesnya, terdapat asal mula, batas ruang, pengguna ruang, kualitas, serta respon ruang yang menjadi atribut utama. Dengan demikian, skripsi ini akan menjelaskan posisi ruang antara, melalui sudut pandang Interioritas kepada hubungan antar ruang luar dan ruang dalam. Posisi ruang antara akan dijelaskan dengan lebih dalam melalui elemen yang didapati pada hubungan antar ruang berupa, (1) batas ruang yang dapat memberi akses fisik dan visual, sebagai respon ruang, serta (2) kualitas ruang yang dihasilkan berdasarkan karakteristiknya dan aspek fisiologis - psikologis.
In-between space is a space that bridges the relation of inside and outside in architecture. In the process, an inside - outside relationship is established by each attribute which constructs a complexity of meaning in space. In-between space position in the inside - outside relationship will ultimately carry the ideation of space. It started with the origin of space, inhabitants, spatial quality, and architectures respond as the main attribute. Therefore, this thesis will clarify the in-between space, by presenting the perspective of Interiority, by exploring the connection of inside and outside. In-between positions will be examined by the elements of spatial relation through, (1) boundaries that give accessibility both physically and visually as architectural responses, also (2) spatial quality composed by inside - outside characteristic, and psychology - physiology aspect."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Aisyah Muthmainah
"Stasiun Transit Manggarai saat ini dipahami sebagai ruang yang dilewati secara cepat dan sebatas fungsional untuk mobilisasi. Dalam konteks supermodernitas, ruang transit sebagai titik perpindahan tanpa adanya keterikatan dan kehilangan makna personal, berpotensi menjadi ruang tanpa identitas atau non-place. Namun, pada penulisan ini akan berargumen bahwa ruang yang dialami dalam waktu singkat tetap akan memiliki potensi membentuk identitas ruang. Melalui konsep liminalitas, Stasiun Transit Manggarai dianalisis sebagai ruang antara yang berada dalam kondisi “di antara” awal dan akhir perjalanan. Penelusuran sejarah dilakukan untuk melihat bagaimana identitas ruang Stasiun Manggarai terbentuk sejak era kolonial hingga era modern. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa adanya pergeseran identitas ruang. Apabila era kolonial sangat kuat sebagai plac dengan makna sosial dan ekonomi, kini pada era modern berada dalam posisi in-between antara place dan non-place. Analisis dilakukan dalam aspek fisik dan temporal sebagai struktur dan mekanisme untuk melihat transformasi spasial yang terjadi melalui arus pergerakan (flows) pengguna kereta. Hasil penulisan menunjukkan bahwa interaksi antara individu dengan ruang dapat dihadirkan melalui rasa familiaritas dan rutinitas, sehingga Stasiun Transit Manggarai tetap mampu membentuk identitas ruang atau menjadi place.
Manggarai Transit Station is currently perceived as a space that is quickly passed through and functions primarily for urban mobility. Within the context of supermodernity, transit spaces as points of transition, devoid of place attachment and personal meaning, have the potential to become spaces without identity, or non-places. However, this paper argues that even spaces experienced in a short span of time still hold the potential to generate spatial identity. Through the concept of liminality, Manggarai Transit Station is analyzed as an in-between space, positioned between the beginning and end of a journey. A historical exploration is conducted to understand how the spatial identity of Manggarai Station has evolved from colonial period to the modern era. The findings reveal a shift in spatial identity. While in the colonial period, the station strongly embodied a place with social and economic meaning, in the modern context it occupies an in-between state between place and non-place. The analysis examines both physical and temporal aspects as structure and mechanism frameworks to understand the spatial transformations that occur through the flows of commuter movement. The findings suggest that interaction between individuals and space, mediated by familiarity and routine, enables Manggarai Transit Station to retain its spatial identity and remain a place"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library