Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jazman Ihsanuddin
"Dampak penurunan tarif impor terhadap kesempatan kerja di negara berkembang masih banyak diperdebatkan. Menurut teori, efisiensi penggunaan sumber daya dari perdagangan internasional dapat meningkatkan produksi domestik dan permintaan tenaga kerja. Namun setidaknya dalam jangka pendek pengangguran dapat meningkat di sektor yang tidak mampu bersaing. Studi di Indonesia belum banyak menunjukkan bukti empiris pengaruh penurunan tarif impor terhadap kesempatan kerja. Dengan mengadopsi metodologi Hasan, Mitra, Ranjan, & Ahsan (2012) dan data individual dan sektoral dari SAKERNAS 2000-2010, studi ini menunjukan penurunan tarif impor di Indonesia dapat mengurangi kemungkinan menganggur di sektor yang mampu bersaing dan meningkatkan kemungkinan menganggur di sektor kurang mampu bersaing.

The effect of import tariff reduction on job opportunities in developing countries is still debateable. The theory suggests that efficiency in utilization of resources resulting from international trade can increase domestic production and demand of labour. However, at least in the short-run, unemployment can increase in less competitive sectors. Empirical studies from Indonesia on this issues are still limited. By adopting the methodology from Hasan, Mitra, Ranjan, & Ahsan (2012) and employing individual and sectoral data from SAKERNAS 2000-2010, this study shows that reducing import tariff in Indonesia decreases of probability of unemployment in competitive sectors but increases it in less competitive sectors.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S59964
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djarot Utomo
"Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 558/KMK.01/1999 tanggal 31 Desember 1999 tentang penetapan tarif bea masuk atas impor beras dan gula mulai berlaku tanggal 01 Januari 2000, tarif (bea masuk) impor beras sebesar Rp. 430 per kilogram. Dengan diberlakukannya tarif bea masuk tersebut diduga akan turut mempengaruhi harga beras dipasaran yang akan dirasakan oleh konsumen Indonesia. Hipotesa yang diajukan adalah harga eceran beras domestic dipengaruhi oleh tarif bea masuk impor dan variable lain yaitu selisih antara harga eceran beras domestic terhadap harga eceran beras dunia, kurs rupiah terhadap dollar Amerika, dan gross domestic product (GDP). Untuk mengetahui hal tersebut dilakukan pengkajian dengan pengolahan data menggunakan model regresi linier berganda dengan tingkat signifikansi a = 5%.
Dart hasil pengolahan data dengan regresi liner bergabda tersebut menunjukkan bahwa harga eceran beras Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh selisih antara harga eceran beras domestic terhadap harga eceran beras dunia (IP), kurs rupiah terhadap dollar Amerika (ER1), dan gross domestic product (GDP).
Namun koefisien dummy tarif impor beras adalah kurang signifikan, yang berarti bahwa dengan adanya pengenaan tarif tea masuk tidak signifikan pengaruhnya terhadap harga eceran beras domestik."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armanita Kusumaningrum
"ABSTRAK
Dugaan bahwa kebijakan liberalisasi perdagangan dapat menciptakan seleksi pasar telah menjadi sorotan peneliti di negara berkembang. Dugaan teoritis menunjukkan dengan meningkatnya kompetisi akibat liberalisasi perdagangan, perusahaan yang kurang produktif akan terdorong keluar dari pasar, dan sebagai akibatnya, sumber daya produksi akan berpindah ke perusahaan yang lebih produktif. Studi ini menguji hipotesis tersebut dengan cara menganalisis korelasi antara tingkat produktivitas dan market share perusahaan setelah perubahan tarif impor barang final. Dengan menggunakan data mikro tingkat perusahaan, studi ini menemukan peningkatan korelasi antara Total Factor Productivity perusahaan dan pangsa pasar setelah penurunan tarif impor barang final di sektor manufaktur Indonesia pada periode tahun 1998-2013. Hasil empiris ini mendukung gagasan bahwa liberalisasi perdagangan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya di proses produksi.

ABSTRACT
The idea that trade liberalization can generate a market selection has been an interest for researchers in developing countries. Theoretically, trade liberalization-induced competition can benefit the high-productive firms but lead the low-productive ones out of market. The implication of the selection is the more efficient use of resources. This study examined the firm-level data of productivity and market share from Indonesian Manufacturing Firms Data from the 2000 -2013 period and found an increased positive correlation between the firms total factor productivity and its output share after import tariff decreases. The empirical findings supports the benefit from trade liberalization in terms of resource use.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T52478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gama Noviantara
"ABSTRAK
Studi ini dilakukan untuk menemukan indikasi tax evasion pada perdagangan bilateral Singapura ke Indonesia berdasarkan hubungan antara tarif dan selisih data perdagangan. Model yang digunakan dalam studi ini mempertimbangkan adanya kemungkinan endogenitas tingkat pengawasan sebagai fungsi dari tarif, di mana importir dapat membangun ekspektasi mengenai seberapa tinggi tingkat pengawasan berdasarkan besaran tarif. Dengan menggunakan data bulanan, hasil estimasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tarif dan selisih data perdagangan, mengindikasikan bahwa perubahan tarif impor berasosiasi dengan pelaporan nilai impor yang lebih rendah. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara tingkat pengawasan dan selisih data perdagangan.

ABSTRACT
This paper aims at finding indication of tax evasion from Singapore Indonesia bilateral trade, based on the relationship between tariff and trade data differences. The model considers the possibility of endogeneity of enforcement level as a function of tariff, of which the importer can build expectation about the level of enforcement based on tariff rate. Utilizing monthly data, the result shows that the change in tariff rate is associated with the change in trade data differences, indicating that the higher tariff rate leads to the lower import values reported. The result also shows that the level of enforcement is negatively correlated with trade data differences."
2018
T49997
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windi Agustin Maulina
"ABSTRAK
Secara teori, dampak tarif input dan output terhadap kinerja perusahaan berbeda. Namun, hal tersebut belum terbukti secara empiris di Indonesia. Penelitian ini akan membuktikan dampak berbeda antara tarif output dan tarif input terhadap probabilitas perusahaan untuk keluar dari pasar. Dengan menggunakan data IBS tahun 2003-2012 kami menemukan bahwa efek kompetisi yang dihasilkan akibat penurunan tarif output akan meningkatkan probabilitas perusahaan untuk keluar dari pasar namun penurunan tarif input akan menurunkan probabilitas perusahaan untuk keluar dari pasar. Setelah mendisagregasi perusahaan berdasarkan beberapa karakteristik yang dapat diobservasi kami menemukan bahwa perusahaan yang memproduksi barang konsumsi, perusahaan dalam industri yang padat karya, perusahaan kecil, dan perusahaan yang terdapat pada industri yang lebih kompetitif memiliki peluang utuk keluar dari pasar lebih tinggi.

ABSTRACT
Theoretically, the impact of output and input import tariff on firms performance is different. But it has never been proven empirically in Indonesia. This study will prove the opposite effect between input and output tariffs on probability firm exit. Using Indonesian Manufacturing Firms Data from 2003 2012 we found that competition effects resulting from lower output tariffs exerts greater impact on the likelihood of exit but decreasing input tariffs will actually reduce the probability of exit firms. After classifying our sample into a different group based on observed characteristics of industry and firm, we found firms that produce consumer good, labor intensive firm, small firms, firms in competitive industry have a higher probability to exit."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfa Sarah Dina
"ABSTRAK
Pada Maret 2018, Presiden Donald Trump memberlakukan tarif impor baja dan aluminium dengan alasan bahwa itu akan membantu industri baja dan aluminium domestik untuk meningkatkan produksi domestik dan melindungi keterampilan yang diperlukan sehingga produsen domestik dapat memenuhi permintaan nasional dan dapat meminimalkan ketergantungan pada produsen asing. Namun, kekhawatiran penting mengenai perubahan kebijakan ini adalah dampak ekonomi, distribusi, dan kesejahteraan, terutama pada ekonomi US. Maka dari itu esai ini mencoba untuk mengkaji secara teoritis dan empiris dampak yang mungkin terjadi dari tarif tersebut pada kesejahteraan ekonomi US dalam konteks konsumen, perusahaan domestik, pemerintah, dan perusahaan berorientasi ekspor dalam negeri.
ABSTRACT
On March 2018, President Donald Trump imposed tariff on foreign imports of steel and aluminium with the reasons that it will help domestic steel and aluminium industries to raise domestic productions and protect necessary skills so domestic producers can meet the national demand and hence reliance on foreign producers can be minimized. However, the important concerns regarding this policy change are its economic, distributional, and welfare impacts, particularly on US economy. This essay therefore attempts to theoretically and empirically examine the probable impacts of such tariffs on the welfare of US economy in context of consumers, protected firms, government, and domestic export oriented firms. "
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Risnawaty
"Jagung menjadi salah satu bahan penting yang terkandung dalam pakan unggas karena nilai kandungan energi dan proteinnya. Sebagian besar jagung yang digunakan dalam industri pakan masih merupakan jagung impor. Dikarenakan produksi yang belum mampu mencukupi kebutuhan jagung dalam negeri, sampai saat ini Indonesia masih merupakan importir utama jagung. Untuk melindungi para petani penghasil jagung dari serbuan barang impor, pemerintah mengenakan pajak impor sebesar 5% bagi jagung impor. Di lain pihak, para pengusaha pakan ternak sebagai konsumen utama jagung, berpendapat bahwa impor tariff sebesar 5% tersebut terlalu tinggi dan meminta kepada pemerintah agar tarif tersebut dihilangkan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dampak tariff impor jagung terhadap produksi pakan ayam di Indonesia, khususnya di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Agar tujuan penelitian dapat tercapai, penelitian ini menggunakan beberapa variabel bebas: (i) harga jagung di pasar domestik, (ii) Konsumsi jagung untuk pakan, (iii) harga kedelai di pasar domestik, (iv) harga pakan pada tahun sebelumnya, (v) produksi pakan rata-rata di tahun sebelumnya, dan (vi) tingkat tarif impor jagung. Dalam penelitian ini analisis data panel digunakan untuk menganalisa pengaruh impor tarif jagung terhadap produksi pakan. Dari hasil tes Chow dan perbandingan jumlah data cross-section dan time-series, ditetapkan bahwa metode yang cocok digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Efek Tetap (MET).
Hasil estimasi menunjukkan bahwa produksi pakan dan harga pakan pada tahun sebelumnya memiliki dampak positif terhadap produksi pakan. Sementara itu, harga kedelai dan tingkat tarif impor memberikan dampak negatif terhdap produksi pakan di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Lebih lanjut, produksi pakan di tahun sebelumnya secara signifikan mempengaruhi produksi pakan di tahun berjalan pada tingkat kepercayaan 99%. Harga kedelai di pasar domestik berdampak secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95%. Variabel lain seperti harga pakan pada tahun sebelumnya dan tingkat tarif impor berdampak secara signifikan pada tingat kepercayaan 90%. Namun demikian, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa produksi pakan tidak terlalu responsif terhadap perubahan variabel-variabel bebas tersebut.

Due to its energy and protein content, maize becomes one of the important ingredients of poultry feed. Most of maize used in feed industry is still imported. Since domestic production of maize could not satisfy domestic demand, Indonesia is still a net importer of maize up to this day. In order to protect domestic producers from import surge, government imposed 5% tariff on maize. On the other hand, producers of feed, as the main consumers of maize, suggest that the imposition of 5% tariff is too high, and ask the government to remove the import tariff.
The objective of this research is to analyze the impact of import tariff of maize on poultry feed production in Indonesia, especially in Sumatra, Java, and Sulawesi. In order to reach this objective, the study will use the following independent variables: (i) domestic price of maize, (ii) consumption of maize for feed, (iii) domestic price of soybeans, (iv) price of feed in previous year, (v) average production feed in the previous year, and (vi) import tariff level of maize. With the purpose of analyzing the impact of import tariff of maize on feed production, a panel data analysis is used. Based on a Chow test and a comparison of cross-section and time-series data applicability, Fixed Effect Method (FEM) was decided as the appropriate method for this study.
The result indicates that average feed production and the price of feed in previous year have positive impact on feed production. Meanwhile, domestic price of soybeans, and import tariff level have negative impact of feed production in Java, Sumatra, and Sulawesi. Furthermore, average feed production in previous year influences feed production this year significantly at the 99% level. Domestic price of soybeans also affects significantly at the 95% level. Other variables such as feed price in previous year and the import tariff level are also significant at the 90% level. Although these variables have significant impact on feed production but the result also shows that feed production is not too responsive to the changes in these variables.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28739
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wayan R. Susila
"The imposition of a 25 percent import tariff for cane sugar in Indonesia has rose a controversy. Sugar producers have persistently pressured the government of Indonesia to increase the tariff level to sufficiently protect domestic sugar industries. On the other hand, the government has not showed an indication to change the tariff level. This study was conducted to formulate import tariff levels as alternatives to solve the controversy. An alternative approach, called compromise approach, was used in this study. On the basis some objective factors, such as number of producers and consumers, price elasticities, and government policy bias, three alternatives of import tariff level, namely, neutral, bias to producer, and bias to consumer, are propused. The impacts of these import tarriff levels on government revenue, provenue price, and retail price are also discussed."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
EFIN-XLVIII-2-Juni2000-175
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tomy Nugroho
"Kedele menjadi salah satu komoditi pertanian yang dimasukkan kedalam agenda sasaran Ketahanan Pangan Nasional. Hal ini tercantum dalam UU No.7 Tahun 1996 tentang pangan dan dalam RPJMN 2015 – 2019 Buku 1 Agenda Pembangunan Nasional. Melalui Persamaan Simultan dengan metoda Three Stage Least Square (3SLS) dan data Time Series tentang perkedelean dari tahun 1980 hingga 2015 serta menggunakan program Eviews9, maka peneliti menemukan faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi produksi, konsumsi, impor serta harga kedele. Pada persamaan produksi, variabel luas panen kedele dan produkifitas menjadi faktor yang paling signifikan. Pada persamaan konsumsi, variable harga kedele lokal, jumlah penduduk, konsumsi kedele tahun sebelumnya dan tarif impor kedele menjadi faktor yang paling signifikan. Pada persamaan impor, variable kurs, harga kedele impor, pendapatan perkapita, dan konsumsi kedele menjadi faktor yang paling signifikan. Pada persamaan Harga Kedele, variabel harga kedele impor, produksi dan konsumsi kedele menjadi faktor yang paling signifikan. Kemudian peneliti melakukan simulasi pada periode 2013 – 2015 dengan memasukkan tariff impor 30% ke dalam persamaan simultan untuk melihat implikasinya dalam persamaan tersebut. Kebijakan ini hanya dapat menekan laju impor tahun 2013 dan 2014., sedangkan untuk 2015 terjadi fenomena sebaliknya. Dampak lainnya adalah turunnya konsumsi kedele oleh karena pengenaan tarif impor mencapai 30 persen, tetapi di tahun 2015 konsumsi kedele kembali naik. Dilain sisi, produksi kedele mengalami kenaikan di tahun 2013 dan 2014 akibat kenaikan harga kedele impor yang mendorong petani kedele menanam kedele .

Soybean become one of the agricultural commodities were included in the agenda of the National Food Security objectives. It is stated in Law No. 7 of 1996 on food and in RPJMN 2015-2019 Book 1 of the National Development Agenda. Through Simultaneous Equations with Three Stage Least Square method (3SLS) and Time Series Data on perkedelean from 1980 to 2015 as well as the use Eviews9 program, the researchers found significant factors affecting production, consumption, imports and the price of soybeans. In the production equation, variables soybean harvested area and produkifitas be the most significant factor. In the consumption equation, variable local soybean prices, population, consumption of soy a year earlier and soybean import tariffs be the most significant factor. On the import equation, variable rate, the price of soybean imports, per capita income, and consumption of soy be the most significant factor. Soybean prices in the equation, the variable price of imported soybean, soybean production and consumption become the most significant factor. Then the researchers conducted a simulation in the period 2013 - 2015 with a 30% import tariff to enter into simultaneous equations to see the implications in the equation. This policy can only reduce the rate of imports in 2013 and 2014, while for 2015 the other sebaliknya. Dampak phenomenon is the fall of the consumption of soybean due to the imposition of import tariffs to 30 percent, but in 2015 the consumption of soy-back riding. On the other hand, soybean production has increased in 2013 and 2014 due to rising prices of imported soybeans are encouraging farmers to plant soy soybean."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Irianta
"Beras merupakan bahan pangan pokok bagi 95 persen penduduk Indonesia yang jumlahnya cenderung terus meningkat. Dengan demikian, ketersediaan beras merupakan tolok ukur bagi ketahanan pangan nasional. Untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri agar dapat menjamin ketersediaan beras nasional, pemerintah telah mendorong kegiatan usahatani padi karena usahatani padi merupakan kegiatan yang dapat menghasilkan padi yang dapat diolah menjadi beras dan merupakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi 21 juta rumah tangga tani di Indonesia. Dengan demikian, usahatani padi merupakan kegiatan yang strategis dalam program peningkatan produksi padi/beras dalam negeri.
Pada tahun 2004, produksi padi nasional diperkirakan mencapai 54,34 juta ton atau setara dengan 33,92 juta ton beras (Angka Ramalan III BPS). Dari total produksi padi nasional tersebut, padi sawah memberikan konstribusi sekitar 94,67% dari total produksi padi nasional. Sentra-sentra produksi padi terbesar antara lain terdapat di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Konstribusi produksi padi dari propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan terhadap total produksi padi nasional pada tahun 2004, masing-masing adalah 15,61% , 16,56 % dan 7,19 %.
Untuk memberikan dukungan bagi peningkatan produksi padi dan pendapatan petani, pemerintah telah mengimplementasikan berbagai kebijakan perberasan. Pada periode sebelum krisis (1970-1996), pemerintah telah mengimplementasikan kebijakan harga dasar gabah (HDG), kebijakan subsidi benih, kebijakan subsidi pupuk, kebijakan subsidi kredit usahatani padi, manajemen stock dan monopoli impor oleh Bulog, penyediaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk pengadaan gabah oleh Bulog, subsidi untuk Bulog dalam melakukan operasi pasar yaitu pada saat harga beras tinggi Bulog harus menjual dengan harga murah, dan kebijakan tarif impor beras. Pada periode krisis (1997-1999), pemerintah menerapkan kebijakan transisi yaitu menghapus semua kebijakan kecuali kebijakan harga dasar gabah dan melakukan liberalisasi impor beras dengan mencabut monopoli impor yang dipegang oleh Bulog dan menetapkan tarif bea masuk beras sebesar nol persen. Pada periode pasta krisis (2000-2004), pemerintah menerapkan harga dasar pembelian gabah oleh pemerintah (HDPP), kebijakan tarif impor beras dan pelarangan impor beras sejak 7anuari 2004 sampai dengan saat ini.
Globalisasi Perdagangan dapat menjadi ancaman bagi kelanasungan produksi padi nasional. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan produksi padi secara berkelanjutan. Permasalahan pokok dalam peningkatan produksi padi yang berkelanjutan antara lain adalah (1) Lemahnya daya saing padi sawah yang tercermin dari meningkatnya volume impor beras pada periode 1996-2001, (2) Rendahnya profltabilitas usahatani padi sawah yang tercermin dari masih banyaknya petani yang menerima harga gabah di bawah harga dasar yang ditetapkan pemerintah dan menurunnya nilai tukar petani (NTP) pada periode 1996-2001, dan (3) rendahnya tingkat proteksi pada usahatani padi sawah. IJntuk mengatasi permasalahan tersebut, sejak tahun 2000 pemerintah telah menerapkan kebijakan tarif impor beras dengan tujuan supaya dapat meningkatkan daya saing dan profitabilitas usahatani padi sehingga dapat memberikan dukungan bagi peningkatan produksi padi dan pendapatan petani.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan tarif impor beras terhadap dayasaing dan profitabilitas usahatani padi yang difokuskan pada komoditas padi sawah di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan Periode 2002-2003. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Policy Analysis Matrix (PAM) karena merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk menganalis kebijakan pertanian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya saing usahatani padi sawah di propinsi Sawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada periode 2002-2003 menunjukkan peningkatan yang tercermin dari menurunannya nilai PCR. Penurunan nilai PCR berarti menunjukkan peningkatan daya saing usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut. Nilai PCR padi sawah di propinsi Jawa Tengah menurun dari 0,57 menjadi 0,38; di propinsi Jawa Timur menurun dari 0,54 menjadi 0,43; dan di propinsi Sulawesi Selatan menurun dari 0,53 menjadi 0,36. Profitabilitas usahatani padi sawah juga menunjukkan peningkatan yang tercermin dari meningkatnya net transfer usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut. Peningkatan net transfer berarti menunjukkan peningkatan profitabilitas usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut. Net transfer usahatani padi sawah di propinsi Jawa Tengah meningkat dari Rp 900.194/ha menjadi Rp 2.084.490/ha; di propinsi Jawa Timur meningkat dari Rp 1.495.400/ha menjadi Rp 2.507.780/ha; dan di Sulawesi Selatan meningkat dari Rp 345.394/ha menjadi Rp 2.809.759/ha.
Peningkatan daya saing dan profitabilitas usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut terjadi karena adanya peningkatan proteksi dari kebijakan tarif impor beras. Peningkatan proteksi dari kebijakan tarif impor beras mengakibatkan peningkatan harga gabah di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada periode 2002-2003. Selain terjadi peningkatan harga gabah yang disebabkan oleh Peningkatan proteksi dari kebijakan tarif impor beras, juga terjadi penurunan harga pupuk yang mengakibatkan peningkatan total penggunaan pupuk sehingga meningkatkan produktivitas padi sawah di tiga propinsi tersebut. Selanjutnya meningkatnya harga gabah dan produktivitas padi sawah tersebut mengakibatkan peningkatan pendapatan usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut. Meningkatnya pendapatan usahatani tersebut mengakibatkan peningkatan daya saing dan profitabilitas usahatani padi sawah di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada periode 2002-2003.
Proteksi pada usahatani padi sawah di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada periode 2002-2003 menunjukkan peningkatan yang tercermin dari peningkatan NPCO (Nominal Protection Coefficient on Output), penurunan NPCI (Nominal Protection Coefficient on Input), dan peningkatan EPC (Effective Protection Coefficient). Nilai NPCO usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut masing-masing adalah 1,26, 1,38 dan 1,08, dan pada tahun 2003 masing-masing adalah 1,43, 1,42, dan 1,52. Sedangkan nilai EPC usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut pada tahun 2002 masing-masing adalah 1,26, 1,40 dan 1,07, dan pada tahun 2003 masing-masing adalah 1,51, 1,47 dan 1,63. 8iia dikaitkan dengan tarif impor sebesar Rp 430/Kg (setara 30 % ad valorem), maka tingkat proteksi pada usahatani padi sawah di propinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan pada tahun 2002 lebih kecil dari tarif impor beras tersebut sehingga belum memberikan proteksi yang efektif. Sebaliknya di propinsi Jawa Timur, tingkat proteksinya lebih besar dari tarif impor beras sehingga memberikan proteksi yang efektif. Pada tahun 2003, tingkat proteksi pada usahatani padi sawah di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan lebih besar dari tarif impor beras sehingga memberikan proteksi yang efektif pada usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut.
Dari hasil analisis, terlihat bahwa model analisis PAM sangat sensitif terhadap perubahan asumsi-asumsi yang digunakan. Dalam analisis ini, nilai tukar rupiah pada tahun 2002 dan tahun 2003 masing-masing diasumsikan sebesar Rp 9.315,89/US$ dan Rp 8.792,20/US$ serta besarnya tarif impor beras diasumsikan sama dengan tarif impor beras yang ditetapkan pemerintah yaitu Rp 430/Kg (30% ad valorem). Jika nilai tukar rupiah menguat atau tarif impor beras diturunkan, maka harga aktual gabah akan menurun mendekati harga sosialnya. Penurunan harga aktual gabah tersebut akan mempengaruhi pendapatan usahatani padi sawah sehingga mempengaruhi daya saing dan profitabilitas usahatani padi sawah. Oleh karena itu, jika nilai tukar rupiah dan tarif impor beras berubah, maka pembuat kebijakan harus hati-hati dalam memutuskan kebijakan tersebut.
Secara ringkas dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk memberikan dukungan bagi peningkatan produksi padi dan pendapatan petani, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan perberasan nasional yaitu antara lain kebijakan harga dasar gabah dan beras, kebijakan subsidi benih, kebijakan subsidi pupuk, kebijakan subsidi bunga kredit usahatani, manajemen stock dan monopoli impor beras oleh Bulog, penyediaan KLBI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia) untuk pengadaan beras oleh Bulog, subsidi untuk Bulog dalam melakukan operasi pasar yaitu pada saat harga beras tinggi Bulog harus menjual dengan harga murah, tarif impor beras sebesar Rp 430/Kg atau setara 30 % ad valorem dan pelarangan impor beras sejak Januari 2004 sampai dengan saat ini.
Kebijakan tarif impor beras yang telah diimplementasikan sejak tahun 2000 hingga saat ini memberikan dampak positif terhadap peningkatan daya saing dan profitabilitas usahatani padi sawah di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada periode 2002-2003. Namun demikian, kebijakan tarif impor beras tersebut belum memberikan proteksi yang efektif pada usahatani padi sawah di propinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan pada tahun 2002. Sebaliknya di propinsi Jawa Timur memberikan proteksi yang efektif. Selanjutnya pada tahun 2003, kebijakan tarif impor beras tersebut memberikan proteksi yang cukup efektif pada usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut. Model analisis PAM sangat sensitif terhadap perubahan asumsi-asumsi yang digunakan. Jika nilai tukar rupiah menguat atau tarif impor beras diturunkan, maka harga aktual gabah akan menurun mendekati harga sosialnya. Oleh karena itu, jika nilai tukar rupiah dan tarif impor beras berubah, maka pembuat kebijakan harus hati-hati dalam memutuskan kebijakan tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T17169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library