Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dimas Prasetyo Wibowo
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai gerakan Bali Tolak Reklamasi menolak upaya reklamasi kawasan perairan Teluk Benoa. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana pengaruh strktur kesempatan politik terhadap framing gerakan Bali Tolak Reklamasi? Penelitian ini berlandaskan kerangka konsep gerakan sosial dan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa munculnya gerakan Bali Tolak Reklamasi disebabkan oleh kemampuan untuk mengkonversi struktur kesempatan politik, melalui framing yang dilakukan terhadap isu lingkungan hidup, tata kelola pemerintahan, serta adat dan budaya, sebagai sumber daya mobilisasi dan pengorganisasian gerakan. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa struktur kesempatan politik mempengaruhi framing yang dilakukan gerakan Bali Tolak Reklamasi.

ABSTRAK
opportunity structures towards Bali Tolak Reklamasi movement’s framing. This research based on social movement conceptual frameworks and conducted with qualitative method. The results indicate that the emergence of Bali Tolak Reklamasi movement is caused by the ability to convert the political opportunity structures through the framing by the movement against environmental impacts, governances, customs and cultural issues, as mobilization and organizational resources. Conclusion in this study is that political opportunity structures influence framing of the Bali Tolak Reklamasi movement."
2014
S60392
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Adityaningsih Utami
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas pembentukan identitas beberapa tokoh dalam novel The
Bluest Eye karya Toni Morrison. Tokoh-tokoh tersebut adalah Pecola Breedlove,
Pauline, Cholly Breedlove, dan Three Whores (China, Poland, dan Miss Marie).
Keempat tokoh tersebut memiliki permasalahan masing-masing dalam memahami
dan membentuk identitas. Identitas kolektif yang mereka miliki, pengakuan dari
masyarakat, serta kemampuan mereka menentukan dan mempertahankan identitas
diri mempengaruhi proses pemahaman dan pembentukan identitas yang mereka
jalani. Hal ini memiliki persamaan dengan tiga poin yang terkandung dalam
konsep identitas Kwame Anthony Appiah. Penelitian ini menggunakan analisis
karakterisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemahaman dan
pembentukan identitas pada seseorang maupun kelompok tidak hanya dipengaruhi
oleh lingkungan sekitar tetapi juga melewati tiga poin atau tahapan dalam konsep
identitas Appiah

ABSTRACT
The focus of this research is to analyze on the formatting of identity of several
characters in The Bluest Eye by Toni Morrison. The characters analyzed Pecola
Breedlove, Pauline, Cholly Breedlove, and The Three Whores (China, Poland,
dan Miss Marie). These four characters have their difficulties in understanding
and forming of their own identities. The process of understanding and forming of
identity is influenced by the existence of collective identities, recognition from
community and society, along with their capability to decide and protect their
identities. These related to three points about identity that consist in the concept of
identity of Kwame Anthony Appiah. This research uses analysis of
characterization as the basic method. The result of this research proves that the
process of understanding and forming of identity is not only influenced by the
environment but also has to go through three points or phases in Appiah?s concept
of identity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42567
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edward Peratenta
"

Karya tulis ini meneliti kesempatan politik yang dimiliki gerakan Movement Against Tyranny (MAT), gerakan sosial yang berusaha untuk menghentikan martial law di Mindanao, Filipina. MAT menggunakan perubahan struktur kesempatan politik sebagai faktor eksternal pembentuk identitas kolektif dan kapasitas gerakan dalam strategi pembingkaian. Penelitian ini memiliki pertanyaan penelitian Bagaimana pengaruh struktur kesempatan politik terhadap pembingkaian yang dilakukan agar terbentuk identitas kolektif gerakan Movement Against Tyranny (MAT) dalam menuntut penghapusan martial law di Mindanao tahun 2017-2018?. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengambilan data melalui data primer dan data sekunder. Peneliti berargumen bahwa struktur kesempatan politik di Filipina memberikan kesempatan bagi gerakan ini untuk menganalisis ancaman yang dimiliki sehingga dapat membentuk identitas kolektif serta memberikan pilihan untuk menentukan strategi pembingkaian.

Kata Kunci:

Identitas Kolektif, Martial Law, Movement Against Tyranny


This thesis discusses the political opportunities of the Movement Against Tyranny (MAT), a social movement that seeks to stop martial law in Mindanao, Philippines. MAT uses changes in the structure of political opportunities as an external factor forming a collective identity and an analysis of the selection of framing strategies. This study has a research question "How is the political structure of opportunities for framing carried out to form the collective identity of the Movement Against Tyranny (MAT) movement in requesting the completion of martial law in Mindanao in 2017-2018?". This research uses qualitative methods by retrieving data through primary and secondary data. The researcher argues about the political opportunity structure in the Philippines provides an opportunity for this movement to analyze the challenges associated with making collective identification and providing options for determining the framing strategies.

Key words:

Collective Identity, Martial Law, Movement Against Tyranny

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulana Putra
"Penelitian ini berfokus pada dampak kebijakan luar negeri terhadap identitas kolektif suatu negara dengan menggunakan disain penelitian studi kasus dimana kasus yang digunakan adalah hubungan internasional di Semenanjung Korea. Analisis dilakukan melalui dua tahap: (1) analisis pada kebijakan luar negeri yang berfokus pada hasil kebijakan luar negeri, (2) analisis yang menjelaskan hasil kebijakan luar negeri pada empat aspek identitas kolektif: ketergantungan, kesenasiban, keseragaman, dan ketahanan diri. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kebijakan Trust Building Process Korea Selatan dan kebijakan denuklirisasi Amerika Serikat serta Tiongkok terhadap Korea Utara mempunyai pengaruh pada identitas kolektif Korea Selatan.

This study focuses on the impact of foreign policies toward a state?s collective identity. The study was conducted by implementing a case study design which used international relation in Korea peninsula as the main case. The data of the study was analyzed in two phases: first, analysis focused on the outcomes of South Korea's, China?s, and the U.S.? foreign policies and, second, analysis on the results of the foreign policies in four aspects of collective identity, which are interdependence, common fate, homogeneity, and self-restrain. Eventually, the study concludes that South Korea's Trust Building Process policy, as well as the U.S.? and China?s denuclearization policy toward North Korea had an influence on South Korea?s collective identity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novrista Widiyanti
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana jaringan sosial dan framing terkait identitas kolektif yang diproduksi oleh aktor lokal mampu membentuk suatu aktivisme penggemar. Di Indonesia, popularitas grup idola K-Pop diiringi oleh banyaknya anak muda yang menjadi penggemar membentuk kekuatan baru di dalam fandom. Penggemar yang menjadi bagian dari suatu fandom dapat menggerakkan penggemar lain untuk berpartisipasi dalam aktivisme yang dilakukan. Studi terdahulu mengenai aktivisme penggemar menunjukkan bahwa aktivisme di dalam fandom dapat terwujud karena adanya budaya partisipatif (participatory culture) sebagai ruang yang dapat mendukung atau mendorong aktivisme. Akan tetapi, studi-studi terdahulu cenderung menyamakan aktivisme dengan budaya penggemar pada umumnya, seperti produksi teks atau konten yang mengekspresikan kecintaan mereka kepada idolanya. Oleh karena itu, bagaimana aktivisme penggemar dapat terjadi tidak terlihat dalam penjelasannya. Selain itu, dengan cara seperti apa penggemar menggunakan sumber daya yang ada untuk membentuk aktivisme belum nampak pembahasannya dalam studi-studi terdahulu. Peneliti berargumen bahwa aktivisme penggemar dapat terwujud karena kuatnya jaringan sosial dan adanya framing terkait identitas kolektif yang diproduksi oleh aktor lokal di media sosial. Metodologi kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan melalui wawancara mendalam terhadap aktor lokal dalam fandom grup idola K-Pop, serta observasi online di dalam platform Twitter.

This study aims to explain how social networks and collective identity framing produced by local actors are able to form fan activism. In Indonesia, K-Pop idol groups’ popularity followed by many young people who become fans is forming a new force in fandom. Fans who are part of a fandom can encourage other fans to participate in their activities. Previous studies on fan activism have shown that activism in fandom can be formed because of a participatory culture as a space that can support activism. However, previous studies tend to see activism as fan culture in general view, such as the production of texts or content that expresses their love for their idols. Therefore, how fan activism can occur is not seen in the explanation. In addition, the ways in which fans use existing resources to form activism have not been discussed in previous studies. The researcher argues that fan activism can be formed because of the strong social network and collective identity framing produced by local actors on social media. Qualitative methodology is used in this study. The data collection technique that is used through in-depth interviews with local actors in the K-Pop idol group fandom, and online observations on the Twitter.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Ramdhany Irdiansyah
"Skripsi ini bertujuan untuk melihat bagaimana organisasi keagamaan mengkonstruksikan identitas kolektifnya dalam wacana pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS). Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang diajukan ke DPR RI sejak tahun 2016 dan disahkan menjadi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada tahun 2022 telah mendorong berbagai kelompok masyarakat membentuk wacana PPKS, termasuk NU dan Muhammadiyah. Keduanya membangun wacana PPKS menggunakan berbagai strategi retorika yang dipublikasi melalui situs web NU.or.id dan Muhammadiyah.or.id. Wacana tidak sekedar menunjukkan pandangan organisasi, tetapi juga identitas kolektif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruksionisme sosial. Teks wacana PPKS berupa artikel-artikel dalam situs web NU.or.id dan Muhammadiyah.or.id dianalisis menggunakan metode analisis tematik dan analisis retorika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa NU dan Muhammadiyah mengkonstruksi identitas kolektif sebagai gerakan dakwah, organisasi masyarakat sipil, dan kelompok budaya. Agama menjadi sumber utama bagi identitas kolektif. Sebagai gerakan dakwah, NU dan Muhammadiyah menyampaikan pemikiran mengenai kekerasan seksual yang bersumber dari nilai-nilai Islam. Sebagai organisasi masyarakat sipil, NU lebih banyak menunjukkan aksi-aksi simbolik yang memanfaatkan modal sosial, adapun Muhammadiyah lebih banyak menunjukkan program-program yang dilakukan organisasi secara mandiri. Sebagai kelompok budaya, NU menggunakan memori kebudayaan berupa kegiatan istigasah kubra, sowan, dan pesantren untuk menggambarkan diri sebagai gerakan dakwah berbasis tradisi dan kebudayaan lokal. Adapun Muhammadiyah menggunakan memori kebudayaan berupa simbol ”kerja dakwah”, sekolah, dan kampus untuk menggambarkan diri sebagai gerakan dakwah pengabdian masyarakat.

This thesis aims to see how religious organizations constructed their collective identity in the discourse on sexual violence prevention and management (PPKS). The Draft of Elimination of Sexual Violence Bill (RUU PKS) which was first proposed in 2016 until it was passed as Sexual Violence Crime Bill (UU TPKS) in 2022 had encouraged various community groups to create PPKS discourse, including NU and Muhammadiyah. Both organization created the PPKS discourse by the used of various rhetorical strategies which then published on the website NU.or.id and Muhammadiyah.or.id. Those discourses not only showed organizational views, but also collective identity. This research used qualitative approach with the paradigm of social constructionism. The text of PPKS discourse in the form of articles on the websites NU.or.id and Muhammadiyah.or.id were analyzed by thematic analysis and rhetorical analysis methods. The research showed that NU and Muhammadiyah constructed collective identities as da'wah movements, civil society organizations, and cultural groups. Religion was the main source of their collective identity. As da'wah movements, NU and Muhammadiyah conveyed their ideas about sexual violence that originate from Islamic values. As a civil society organization, NU showed more symbolic actions that utilized social capital, while Muhammadiyah shows more programs that were carried out independently. As a cultural group, NU uses cultural memories in the form of istigasah kubra, sowan, and pesantren activities to described themselves as a da'wah movement based on tradition and local culture. As for Muhammadiyah used cultural memories in the form of symbol of "da’wah work", schools and campuses to described themselves as a community service da’wah movement."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Wolter T. W.
"Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami identitas kolektif virtual dalam gaming community of practice klub sepak bola virtual “Santuy VFC” dan perannya dalam menjaga keutuhan tim. Salah satu karakteristik identitas virtual adalah konstruksinya melalui jaringan yang bersifat anonim. Dalam dunia eSports, identitas kolektif virtual berperan penting, dimana tim eSports yang memiliki tujuan dan minat bersama, relasi antar anggota, serta praktik-praktik bersama, tidak terlepas dari peran identitas kolektif virtual. Oleh karena itu, penelitian berfokus pada identitas kolektif virtual yang ada pada gaming community of practice serta bagaimana perannya dalam memupuk keutuhan anggota tim. Penelitian ini memiliki paradigma konstruktivis dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan metode etnografi virtual. Pengumpulan data penelitian menggunakan metode observasi partisipasi, focus-group discussion, serta wawancara mendalam dengan melibatkan lima informan penelitian. Penelitian menemukan bahwa persamaan latar belakang anggota tim sebagai bapak-bapak yang aktif bekerja dan telah berkeluarga dengan minat terhadap sepak bola dan gemar bertukar konten “dewasa” yang mengisi interaksi antar pemain berperan dalam konstruksi identitas kolektif virtual tim eSports. Kemudian, kebiasaan untuk bernyanyi, yel-yel dan jersey tim, serta asosiasi pesepakbola yang disematkan kepada anggota tim menumbuhkan rasa keanggotaan. Melalui proses tersebut, terbentuk identitas kolektif virtual tim eSports sebagai komunitas dalam interaksinya bernuansa maskulin.

The aim of this research is to understand virtual collective identity in the gaming community of practice of the virtual football club "Santuy VFC" and its role in maintaining integrity. One of the characteristics of virtual identity is its construction through an anonymous network. In the world of eSports, virtual collective identity plays an important role, where shared goals and interests, relationships between members, and shared practices, cannot be separated from the role of virtual collective identity. Therefore, the research focuses on the virtual collective identity that exists in the gaming community of practice and how it plays a role in fostering the integrity of team members. This research has a constructivist paradigm with a qualitative approach using virtual ethnographic methods. Research data collection used participant observation methods, focus-group discussions, and in-depth interviews involving five research informants. The research found that the similarity of the team members' backgrounds as fathers who are actively working and have families with an interest in football and a hobby of exchanging "adult" content that fills interactions between players plays a role in the construction of the eSports team's virtual collective identity. Then, the habit of singing, chants and team jerseys, as well as footballer associations attached to team members foster a sense of membership. Through this process, a virtual collective identity of the eSports team is formed as a community whose interactions have a masculine nuance."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cheryl Arshiefa Krisdanu
"Kurangnya kesadaran dan pengetahuan konsumen menjadi hambatan dalam memobilisasi fashion berkelanjutan. Komunitas yang memiliki visi bersama dalam aksi global untuk meningkatkan kesadaran mengenai fashion berkelanjutan seperti Slow Fashion Indonesia memerlukan komitmen yang berkelanjutan dari anggotanya. Dalam mempertahankan komitmen secara berkelanjutan, dibutuhkan identitas kolektif dari komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui identitas kolektif dalam komunitas Slow Fashion Indonesia menggunakan strategi penelitian etnografi digital. Hasil penelitian menemukan bahwa komunitas Slow Fashion Indonesia telah mengembangkan identitas kolektif melalui kesamaan persepsi serta pengetahuan terhadap slow fashion dan komunitas, hubungan kedekatan dan keakraban akibat diskusi dan interaksi antar anggota komunitas, serta investasi emosional terhadap komunitas. Identitas kolektif yang telah terbentuk kemudian menumbuhkan kesamaan persepsi dan nilai bersama yang mengikat anggota untuk terus menjalankan dan mengembangkan komunitas.

The lack of consumer awareness and expertise poses a significant barrier to promoting sustainable fashion. Communities such as Slow Fashion Indonesia, which aim to promote sustainable fashion and create worldwide awareness, necessitate their members' solid and sustainable commitment. A collective community identity is necessary to ensure long- term dedication to sustainability. This study aimed to determine the collective identity within the Slow Fashion Indonesia community by employing the digital ethnography research strategy. The findings indicated that the Slow Fashion Indonesia community has established a collective identity based on similar perceptions and knowledge of slow fashion and the community, a sense of closeness and familiarity resulting from discussions and interactions among community members, and a strong emotional commitment to the community. Forming a collective identity encourages the development of shared values and similar perceptions, motivating members to sustain and advance the community."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library