Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chong, Chor-yon, 1979-
Kyonggi-do Koyang-si: Yedam, 2013
KOR 741.5 CHO m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chong, Chor-yon, 1979-
Kyonggi-do Koyang-si: Yedam, 2013
KOR 741.5 CHO m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chong, Chor-yon, 1979-
Kyonggi-do Koyang-si: Yedam, 2013
KOR 741.5 CHO m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan A. Trisna
Abstrak :
Lima pasang suami-istri bertemu selama duabelas kali dalam kelompok kecil untuk meningkatkan penyesuaian antar suami-istri. Hasil evaluasi mereka setelah enam kali pertemuan dan wawancara sebulan setelah pertemuan berakhir menunjukkan adanya peningkatan dalam penyesuaian antara suami-istri. Tes kertas dan pinsil tidak menunjukkan hal ini. Telah didapatkan bahwa salah satu penyebab timbulnya banyak masalah psikologis yang dialami seseorang ialah persepsinya yang salah atau beliefnya yang salah terhadap persepsinya (Ellis, 1973). Belief yang menimbulkan penyesuaian buruk orang itu dengan lingkungannya disebut belief negatif. Belief negatif ini dapat dibentuk orang tersebut oleh atribusi yang dilakukan orang-orang penting terhadapnya pada masa dininya (Laing, 1971), injunction (larangan bertingkah laku bebas) yang diberikan orang tuanya dan nasihat-nasihat yang membentuk naskah hidupnya (Steiner, 1974). Di samping pembentukan masa lampau, belief negatif juga bisa dibentuk pada masa kini, misalkan karena diajarkan padanya oleh orang panutannya, oleh bacaan dan tontonannya. Suatu belief dapat menjadi negatif karena isinya (contentnya), karena intensitasnya, karena dimiliki yang tertentu (yang mungkin bukan merupakan belief negatif bila dimiliki orang lain), dan karena diterapkan pada suatu situasi atau konteks tertentu. Belief seperti ini akan menimbulkan konflik dalam hubungan interpersonal orang tersebut dengan orang lain di sekitarnya, terutama dengan pasangan hidupnya. Program dalam penelitian ini mempunyai tujuan agar suami-istri dalam pernikahan mempunyai penyesuaian yang baik. Tujuan ini hendak dicapai melalui suatu perlakuan dalam kelompok kecil. Perlakuan itu mengarah pada empat langkah, yaitu: (1) Kesadaran, para peserta dalam program ini menjadi sadar akan adanya belief negatif yang mereka miliki dan yang menyebabkan buruknya penyesuaian dengan pasangannya; (2) Keputusan, setelah timbul kesadaran, mereka dibimbing untuk mengambil keputusan mengubah belief negatif yang mereka miliki; (3) Tekad, peserta menjabarkan secara konkrit keputusan untuk berubah itu dalam sebuah kalimat singkat dan jelas tentang tingkah laku yang akan mereka lakukan; (4) Tingkah laku, peserta melaksanakan tekad yang telah mereka buat sendiri. Diharapkan setelah melaksanakan langkah-langkah ini timbul kebiasaan baru yang meningkatkan penyesuaian mereka dengan pasangan mereka. Adapun hipotesa yang akan diteliti adalah:
Terdapat peningkatan penyesuaian antar suami-istri peserta kelompok kecil yang mencoba menghilangkan belief negatif yang lazim ada pada suami-istri dalam pernikahan. Untuk penelitian ini digunakan QUASI-EXPERIMENTAL DESIGN. Bentuk disainnya ialah Single Group Pretest-Postest Design. Variabel independennya ialah perlakuan dalam kelompok, variabel perantara ialah perubahan belief negatif, dan variabel dependennya ialah penyesuaian suami-istri. Instrumen yang dipakai ada dua, yaitu (1) wawancara yang diberikan pada para peserta sebulan setelah program selesai dan (2) tiga buah tes kertas dan pinsil, yaitu modifikasi dari Dyadic Adjustment Scale dan Kansas Marital Satisfaction Scale, serta Semantic Differential. Adapun prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kepada para anggota Gereja Bethel Indonesia Jl. Cimahi 23, cabang Cengkareng, ditawarkan program ini yang dilaksanakan dalam 12 kali pertemuan, seminggu sekali selama dua jam tiap kali pertemuan. Ada lima pasang suami-istri yang berminat mengikuti program ini.
b. Kesepuluh peserta menerima tes awal (tes kertas dan pinsil).
c. Tiap pertemuan mempunyai topik tersendiri sebagai berikut:
1. Belief negatif I
2. Belief negatif II
3. Mengerti dan Mengekspresikan Kasih
4. Komitmen Keberhasilan Pernikahan
5. Pembentukan Kepribadian Anak
6. Penyesuaian Dalam Pernikahan
7. Komunikasi dalam Pernikahan
8. Menyelesaikan Konflik
9. Mengambil Keputusan dalam Masalah
10. Hirarki Dalam Keluarga
11. Seks Dalam Pernikahan
12. Keluarga yang Kokoh
d. Pada tiap pertemuan ada latihan pengendapan seperti diskusi dan studi kasus, tanya jawab, sharing (berbagi pengalaman), role play, dan refleksi diri.e. Ada pula pekerjaan rumah mingguan yang perlu dilakukan tiap peserta yang disebut janji mingguan. Pekerjaan rumah ini dipilih sendiri oleh peserta.f. Setelah enam kali pertemuan, para peserta mengisi lembaran Evaluasi Pernikahan Tengah Program.
g. Sebulan setelah perlakuan berakhir, tiap pasang suami-istri diwawancarai. Mereka juga mendapatkan tes akhir (tes kertas dan pinsil).
h. Dari instrumen yang dipakai dilihat apakah perlakuan dalam kelompok kecil ini mendukung hipotesa penelitian ini. Hasil penelitian ini mendukung hipotesa walaupun dengan beberapa catatan. Dukungan terhadap hipotesa nyata dari wawancara dan data Evaluasi Pernikahan Tengah Program. Hasil tes kertas dan pinsil ternyata tidak mendukung hipotesa penelitian. Ada beberapa dugaan hasil tes ini: (1)faktor social approval, (2)pengisian tes awal yang kurang realistis, dan (3)peningkatan tolok ukur untuk menilai kwalitas pernikahan setelah mengikuti program.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Latifa Soetrisno
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini merupakan sebuah analisa atas kasus-kasus kekerasan yang dilakukan suami tehadap istrinya. Pengangkatan tema kekerasan terhadap istri ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa meskipun kekerasan terhadap istri merupakan persoalan yang sangat kompleks, namun di kalangan masyarakat luas masih sedikit orang yang menaruh perhatian dan menganggap penting persoalan ini. Berdasarkan 171 kasus (dikumpulkan dari kasus-kasus, yang ditangani oleh sebuah Lembaga Konsultasi Perkawinan di Jakarta, tahun 1992 s.d. 1996) penelitian ini bertujuan memperoleh pemahaman yang komprehensif mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tindak kekerasan terhadap perempuan (untuk kasus ini adalah para istri), yang ditelaah dengan perspektif feminis. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini mencakup tiga hal, pertama bagaimana gambaran mengenai kekerasan yang dialami oleh para istri yang menjadi korban. Untuk mendapatkan gambaran tersebut informasi yang dikumpulkan adalah sebagai berikut: a) Deskripsi tentang jenis-jenis kekerasan; b) Darnpak dari tindakan kekerasan tersebut; c) Frekuensi kekerasan; d) Diskripsi mengenai proses terjadinya tindak kekerasan. Penelitian ini juga mengangkat latar belakang terjadinya tindak kekerasan menurut sudut pandang korbanlistri dan pelaku kekerasan/suami serta mencoba meninjau masalah kekerasan dari perspektif feminis. Penjabaran masalah ini diangkat berdasarkan asumsi bahwa masih relatif sedikit studi yang mencoba mengungkapkan kuantitas dan kualitas kekerasan yang dihadapi perempuan dalam konteks keluarga. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut maka dilakukan analisis isi atas data yang telah dikumpulkan. Berdasarkan analisa atas kasus-kasus tersebut diperoleh hasil sebagai berikut: bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa kekerasan menimpa pasangan suami-istri dari berbagai lapisan sosial ekonomi. Karakteristik istri maupun suami juga sangat bervariasi. Baik suami maupun istri menjalankan berbagai profesi dan menduduki berbagai jabatan serta sebagian besar berpendidikan tinggi (tingkat SMA ke atas). Berdasarkan kasus-kasus kekerasan ini terungkap berbagai jenis kekerasan yang dilakukan suami terhadap istrinya, yaitu tindak kekerasan fisik, verbal dan seksual. Tindakan suami tidak hanya berdampak secara fisik (seperti meninggalkan bekas memar, biru, berdarah, dan sebagainya) tetapi juga berdampak secara psikologis. Apabila ditinjau dari segi frekuensi, maka teridentifikasi dari 171 kasus terdapat 118 kasus yang mengungkapkan bahwa istri sering mengalami tindak kekerasan. Berdasarkan hasil pengamatan lebih dalam terhadap kasus kekerasan ini maka diketahui bahwa sebagian besar tindak kekerasan sudah dimulai sejak awal perkawinan dan umumnya sebelum tindak kekerasan terjadi diawali terlebih dahulu dengan pertengkaran-pertengkaran. Menurut sudut pandang istri ada beberapa hal (yang menonjol) yang menjadi pemicu kekerasan, yaitu 1) adanya orang `ketiga' dalam perkawinan, 2) hal-hal yang berkaitan dengan tanggung jawab suami, 3) istri tidak menuruti kehendak suami, 4) istri tidak menanggapi perkataan suami, 5) suami mempunyai `kepribadian aneh' dan karena sebab lainnya. Sementara menurut sudut pandang suami, hal yang memotivasi mereka untuk melakukan tindak kekerasan adalah: 1) istri "cerewet"; 2) ingin "mendidik" istri; 3) karena istri menyeleweng, 4) karena istri bersikap kasar pada suami, 5) istri diam saja bila ditanya suami; 6) suami mengaku `khilaf. Apabila ditinjau dari sudut pandang feminis, maka dapat dikatakan bahwa berbagai tindak kekerasan terhadap istri merupakan cermin adanya ketidaksetaraan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Tindak kekerasan diyakini menjadi timbul bukan semata-mata karena adanya penyimpangan kepribadian akan tetapi karena adanya norma-norma atau nilai-nilai yang memberikan penghargaan lebih kepada kaum lelaki. Sehingga kaum laki-laki memiliki hak untuk mengontrol, termasuk mendominasi, segala hal yang berkaitan dengan hubungan antara laki dan perempuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindak kekerasan merupakan bagian dari tatanan sosial yang mentoleransi dominasi/kontrol suami terhadap istri. Dalam kenyataan, adanya nilai-nilai yang sangat merendahkan perempuan tersebut telah terinternalisasi sedemikian kuat dalam benak istri sebagai korban kekerasan tersebut. Tidak jarang para istri tersebut menampilkan sikap `rnendua' yaitu di satu sisi mereka merasa sangat menderita, takut dan terancam jiwanya tetapi di pihak lainnya mereka tampak berusaha untuk memaharni, menerima bahkan acapkali menyalahkan diri sendiri (self-blame) atas timbulnya kekerasan. Dengan mengadopsi sikap yang demikian dapatlah dipahami apabila korban kekerasan mengembangkan pemahaman yang keliru tentang banyak hal. Dalam upaya mencegah sekaligus menghilangkan atau sekurang-kurangnya mengurangi tindak kekerasan terhadap para istri, suatu pendekatan yang terintegrasi baik' dari segi pendidikan, hukum maupun dari segi jasa pelayanan/penanganan sangatlah diperlukan.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Woodroof, Martha
Abstrak :
Summary: "Tom Putnam, an English professor at a Virginia women's college, has resigned himself to a quiet and half-fulfilled life. For more than ten years, his wife Marjory has been a shut-in, a fragile and frigid woman whose neuroses have left her fully dependent on Tom and his formidable mother-in-law, Agnes Tattle. Tom considers his unhappy condition self-inflicted, since Marjory's condition was exacerbated by her discovery of Tom's brief and misguided affair with a visiting poetess. But when Tom and Marjory meet Rose Callahan, the campus bookstore's charming new hire, and Marjory invites Rose to dinner, her first social interaction in a decade, Tom wonders if it's a sign that change is on the horizon. And when Tom returns home that evening to a letter from the poetess telling him that he'd fathered her son, Henry, and that Henry, now ten, will arrive by train in a few days, it's clear change is coming whether Tom's ready or not. For readers of Helen Simonson and Anna Quindlen, Small Blessings is funny, heart-warming and poignant, with a charmingly imperfect cast of cinema-ready characters. Readers will fall in love with the novel's wonderfully optimistic heart that reminds us that sometimes, when it feels like life is veering irrevocably off track, the track changes in ways we never could have imagined"
New York: St. Martin's Press, 2014
813.54 WOO s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kalanithi, Paul
Abstrak :
Summary: When Breath Becomes Air What makes life worth living in the face of death? What do you do when the future, no longer a ladder toward your goals in life, flattens out into a perpetual present? What does it mean to have a child, to nurture a new life as another fades away? These are some of the questions Kalanithi wrestles with in this profoundly moving, exquisitely observed memoir. Paul Kalanithi died in March 2015, while working on this book, yet his words live on as a guide and a gift to us all. "I began to realize that coming face to face with my own mortality, in a sense, had changed nothing and everything, "he wrote. "Seven words from Samuel Beckett began to repeat in my head: I can't go on. I'll go on.' -- "--Janet Maslin, --USA Today "It's (Kalanithi's) unsentimental approach that makes When Breath Becomes Air ("When Breath Becomes Air From the Hardcover edition
Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2017
616.994 KAL w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Suryani
Abstrak :
Penelitian komunikasi antar pribadi ini mengamati 3 (tiga) pasang informan yang berkomitmen dalam perkawinan secara agama Katolik. Fokus penelitian adalah tahap-tahap perkembangan hubungan pribadi dalam perkawinan pada usia perkawinan yang berbeda. Informan dipilih dari latar belakang agama Katolik karena agama Katolik mempunyai beberapa ketentuan dalam perkawinan. Pertama, calon suami-istri harus mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan, Hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan menurut Gereja Katolik diberitahukan kepada pasangan tersebut termasuk cara berkomunikasi dalam keluarga, mendidik anak, mengelola keuangan rumah tangga, kesehatan keluarga dan lain-lain. Ketentuan kedua, agama Katolik menerapkan prinsip perkawinan satu kali seumur hidup dan melarang perceraian, Penelitian ini menggunakan teori Tahap-Tahap Perkembangan Hubungan (DeVito, 2001:253) yang menyatakan bahwa suatu hubungan intim dibangun melalui serangkaian tahapan yakni: Kontak, Keterlibatan, Keintiman, Penurunan, Perbaikan dan Pemutusan. Perkembangan hubungan ini bersifat standar namun tidak semua pasangan mengalami hal yang sama. Setiap tahap memiliki fase awal dan akhir; menjelaskan sifat suatu hubungan dan bukan menilai atau memprediksi bagaimana seharusnya suatu hubungan. Teori Ketertarikan juga dimanfaatkan untuk melihat bagaimana awal suatu hubungan berlanjut menjadi perkawinan. Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu "prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif (Miles dan Huberman, 1993: 15). Sementara Bogdan dan Taylor (1975: 5) berpendapat bahwa "penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku yang diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri". Paradigma yang menjadi acuan penelitian adalah konstruktivis atau interpretif yakni peneliti memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap tindakan sosial yang penuh makna. Peneliti terlibat langsung dengan pelaku sosial dalam kehidupan sehari-hari sehingga mampu memahami dan menafsirkan bagaimana para pelaku sosial menciptakan dan mengelola dunianya. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan pengamatan. Hasil penelitian menggambarkan bahwa hubungan antar pribadi pasangan yang terlibat perkawinan secara Katolik berkembang melalui serangkaian tahap: Kontak, Keterlibatan, Keintiman, Penurunan dan Perbaikan. Tahap Pemutusan tidaklbelum dialami karena prinsip perkawinan menurut agama Katolik yang diyakini informan. Ketiga pasang informan menyatakan berusaha untuk. tidak memikirkan pemutusan hubungan atau perpisahan atau perceraian sebagai alternatifjalan keluar ketika menghadapi konflik atau masalah. Usia perkawinan tidak berkaitan dengan perkembangan hubungan. Suami istri dengan usia perkawinan lima, limabelas dan tigapuluh tahun sama-sama melewati pengulangan tahap: Keintiman, Penurunan, Perbaikan, lalu kembali berada di tahap Keintiman. Tahap-tahap perkembangan hubungan yang terjadi pada tiap pasangan bervariasi dari segi waktu, situasi dan proses. Kesimpulan penelitian ini yakni perkembangan hubungan antar pribadi pada suami-istri Katolik sesuai dengan teori Tahap-Tahap Perkembangan Hubungan yang dikemukakan DeVito dan teori tersebut masih relevan dengan situasi saat ini.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nurra Kusumawardhany Hakim
Abstrak :

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan sebuah tindakan penyalahgunaan kekuasaan dengan cara mengancam atau mengambil alih hak seseorang secara paksa. Riset ini menggunakan metode cross-sectional dan retrospective dengan data sekunder yang menghubungkan antara usia perkawinan dengan alasan mencari bantuan diantara pasien yang mengalami KDRT. Data diambil dari laporan jaga actoret psikiatri mengenai laporan KDRT dari tahun 2013-2017 dan juga dari rekam medik. Uji korelasi Gamma dilakukan untuk mencari korelasi koefisiensi dan juga hubungan diantara usia perkawinan dan juga alasan mencari bantuan. Dari total 58 subjek penelitian, rata-rata usia pernikahan adalah 8 tahun dengan alasan mencari bantuan dibagi menjadi tiga yaitu untuk bercerai (44,8%), menginginkan suami untuk dihukum (17,2%) dan menginginkan sikap suami untuk berubah (37,9). Data menunjukkan bahwa usia perkawinan kurang dari 5 tahun lebih banyak memilih untuk mencari bantuan agar sikap suami dapat berubah, kontras dengan usia perkawinan  diatas 15 tahun yaitu untuk bercerai. Nilai p = 0.179 menunjukkan tidak ada signifikansi diantara dua variabel dan uji korelasi Gamma menunjukkan hasil -0.221 yang mengindikasikan bahwa terdapat hubungan korelasi yang negatif dan lemah diantara dua variable. Masih terdapat kekurangan dalam studi, maka dari itu studi lebih lanjut diperlukan dengan menggunakan faktor-faktor lainnya seperti latar belakang budaya, latar belakang pekerjaan, dan sebagainya.


Domestic violence (DV) is an act of power abuse by threatening or taking control over a person, yet there is still lack of awareness from the society on the impact of DV to the victims. This is a cross-sectional and retrospective research by using secondary data taken from Domestic Violence Report Book from Psychiatric Department RSCM from 2013-2017 and also from the medical record. From total of 58 subjects of DV patients, the mean age of marriage is 8 years with different help-seeking reasons that were divided into: to get a divorce (44,8%), to get the husband sentenced (17,2%) and to change the husband’s behavior (37,9%). Marriage less than 5 years have the highest reason to seek for help as to want the husband’s behavior to change, while those who are married for more than 15 years have the tendency to seek for help as to get a divorce. The correlation test showed there is no significant between two variables as p value = 0.179 and there is a weak negative correlation between two variables as Gamma test shows the result of -0.221. There is still lack of studies on the relationship between help-seeking reasons and the age of marriage, thus further studies regarding other factors affecting the help-seeking reasons may be done to further investigate the reasons by increasing the research power or adding more factors such as cultural background, career background, etc.

2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
This kualitatif study examines female vuctims understanding about husband-wife relationships,including description of their phenomenological experiences as victims of domestic violence and their opinions of what constitutes a harmonious relationship......
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>