Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Ratu Sari
Abstrak :
Kita mengenal apa yang dinamakan kebebasan pers. Kebebasan pers itu sendiri tidak bersifat mutlak. Salah satu pembatasnya adalah kode etik jurnalistik. Pasal-pasal dalam kode etik jurnalistik merupakan saringan bagi kebebasan pers. Dengan begitu, pers tidak dapat menyajikan berita sebebas-bebasnya. Ada suatu pedoman yang harus dijadikan pegangan, yang harus dihormati agar beritanya tidak melampaui batas-batas yang telah ditetapkan dalam kode etik jurnalistik. Dengan mematuhi kode etik jurnalistik misalnya, pemberitaan di media massa diharapkan tidak menghukum seseorang bersalah atau tidak. Di Indonesia belum terdapat peraturan yang mengatur tentang trial by the press. Padahal, pemberitaan yang sudah "memvonis" seseorang tersangka dilihat dari sudut tata negara sudah merupakan trial by the press, karena sudah merupakan perusakan sistem ketatanegaraan (Loqman, 1994:10). Dalam suatu negara hukum, dilarang main hakim sendiri (Eigenrichting). Karena itu, tindakan pers yang "memvonis" tersangka padahal hakim belum menjatuhkan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, merupakan pelanggaran terhadap fungsi kekuasaan kehakiman. Seharusnya kekuasaan kehakiman yang menentukan kesalahan seseorang tersangka, tidak boleh dipengaruhi kekuasaan apapun termasuk media massa. Kekuasaan kehakiman harus bebas. Menurut Padmo Wahyono (dalam Logman, 1994:10), trial by the press dapat dilihat dari dua sisi, yakni pers yang bebas menghakimi seseorang. Jadi ada suatu pertentangan dengan kebebasan seseorang dan pers yang bebas ikut campur atau mempengaruhi kekuasaan kehakiman yang merdeka. Dalam hal sisi yang pertama bila dikaitkan dengan Pasal 24 Undang-undang Dasar 1945, maka kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. Karena itu, tidak ada pemberian kekuasaan di luar kehakiman dalam menghakimi seseorang. Jadi, penghakiman oleh pers merupakan perbuatan yang melanggar konstitusi. Sedangkan sisi yang kedua, hakim yang profesional dalam kariernya tidak akan terpengaruh oleh tanggapan pers yang bebas. Bila pemberitaan pers sampai mempengaruhi jalannya suatu proses peradilan, maka hal itu merupakan masalah yang sifatnya konstitusional. Karena di satu pihak kebebasan pers harus dihormati, di lain pihak kebebasan pers jangan sampai menghakimi tersangka (jangan sampai terjadi trial by the press). Di beberapa negara, bila sampai terjadi penghakiman oleh pers, maka media massa tersebut diberi sanksi dengan dasar telah melakukan contempt of court (kejahatan terhadap proses peradilan). Ini berarti, media massa tersebut dianggap telah melakukan trial by the press dan harus mempertanggungjawabkannya melalui peradilan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Cetta Adhipurusa
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas eksplorasi efek media (presentasi) Microsoft PowerPoint menggunakan konsep tetrad of media effects dengan tujuan memetakan efek yang tidak terlihat (ground) maupun terlihat (figure) dari software tersebut. Dalam memetakan efek media, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi pada Kelas Bahasa Sunda Dasar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi non partisipan serta wawancara semi-terstruktur (mendalam) pada enam informan yang terdiri dari dua dosen dan empat mahasiswa. Hasil penelitian menunjukan peran PowerPoint dalam mengkonstruksikan pembelajaran bahasa berbasis konsep serta mempraktikan metode belajar tubian. Selain itu, penelitian ini menemukan juga berkurangnya relevansi media non digital dalam membantu pembelajaran serta beberapa proses yang. Adapun dari segi konstruksi media, PowerPoint dipersepsikan mampu mengembalikan beberapa fungsi media yang eksis pada zamannya seperti prasasti, OHP, mesin cetak gutenberg hingga frasa less is more. Selain itu, penggunaan PowerPoint yang berlebih berpotensi menghambat terbentuknya proses belajar yang kondusif, merubah format PowerPoint menjadi Powertext, memberikan efek pusing, serta menjadikan kondisi belajar yang hanya terpaku di dalam kelas. Sebagai tambahan, penelitian ini menemukan tiga faktor yang menyebabkan efek tetrad berbeda dari sudut pandang dosen (presenter) dan mahasiswa (audiens), yakni kuasa, historis, serta audiens sentris.
ABSTRACT
This study discusses the exploration of media effects, specifically Microsoft PowerPoint using tetrad of media effects concept with the aim of mapping the effects that are not visible (ground) or visible (figure). This study uses qualitative research methods with a phenomenological approach to the Basic Sundanese Language Class of the Faculty of Humanities, Universitas Indonesia. Data collection in this study used non-participant observation techniques and semi-structured interviews (in-depth) on six informants consisting of two lecturers and four students. The results of the study show the role of PowerPoint in constructing concept-based language learning and practicing personal learning methods. This study also found a reduced relevance of non digital media in assisting learning. In terms of media construction, PowerPoint is perceived as able to restore some of the media functions that exist in its era such as inscriptions, OHPs, gutenberg printing machines to less is more phrase. In addition, excessive use of PowerPoint has the potential to inhibit the formation of a conducive learning process and have several more negative side effects. This study also found three factors caused the tetrad effect to differ from the point of view of lecturers and students, which are power, history, and audience centric.
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahathir Rahman
Abstrak :
Di Indonesia peraturan Hak Cipta diatur pada Undang Undang Hak Cipta nomor Nomor 28 Tahun 2014 dan pada hukum internasional menganut TRIPS, biasanya implementasi atas hak cipta yang diberikan oleh pencipta kepada pemegang hak cipta dapat melalui License Agreement untuk guna meng-exploitasi sisi komersial yang ada dalam hak cipta tersebut. Audio Visual ada bagian dari Hak Cipta yang sedang marak dinikmati oleh masyarakat Indonesia maupun Dunia dikarenakan terpaksanya dihentikan mobilitas didalam masyarakan karena covid-19. Audio Visual dapat diberikan melalui License Agreement dan/atau Media Right Agreement lalu di daftarkan kepada Direktorat Jendral Hak Kekayaan intelektual, dari kedua perjanjian ini perlu diketahui apakah memiliki perbedaan yang signifikan dengan kaitan sah atau tidaknya dalam mengajukan kepemilikan Hak Cipta atas suatu Ciptaan di Lembaga yang berwenang. ......In Indonesia, copyright regulations are regulated in the Copyright Law number 28 year 2014 and international law adheres to TRIPS , usually the implementation of copyright granted by the creator to the copyright holder can be through a license agreement to exploit the side of the copyright. commercial rights contained in the copyright. Audio Visual is part of Copyright which is currently being enjoyed by the people of Indonesia and the world because mobility in society has been forced to stop due to Covid-19. Audio Visual can be provided through a License Agreement and/or Media Rights Agreement and then registered with the Directorate General of Intellectual Property Rights, from these two agreements it is necessary to know whether there is a significant difference with the legal connection or not in applying for Copyright ownership of a Work in an institution that authorized.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library