Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Latifah Hanum Aini
Abstrak :
Keselamatan pasien merupakan hal yang harus ada dalam suatu jasa pelayanan kesehatan rumah sakit dan TKPRS (Tim Keselamatan Pasien) merupakan standar yang ada di rumah sakit di Indonesia sebagai syarat untuk akreditasi rumah sakit. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara pendidikan dan pengetahuan dengan perilaku tenaga kesehatan dalam mendukung keselamatan pasien. Penelitian ini menggunakan disain potong lintang (cross sectional). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan tenaga kesehatan mempunyai hubungan bermakna dengan perilaku dengan p value = 0.0001 dengan OR=45.250 artinya tenaga kesehatan berpendidikan tinggi mempunyai peluang 45.250 kali untuk mendukung perilaku keselamatan pasien dibandingkan pendidikan dibawah SLTA. Pengetahuan tenaga kesehatan mempunyai hubungan bermakna dengan perilaku p value= 0.0001 dengan OR= 75.417 artinya tenaga kesehatan berpengetahuan baik mempunyai peluang 75.471 kali untuk mendukung perilaku keselamatan pasien dibandingkan yang kurang. Dengan diketahuinya hubungan antara pendidikan dan pengetahuan tenaga kesehatan dalam mendukung perilaku keselamatan pasien, peneliti menyarankan : Rumah Sakit hendaknya menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi tenaga ksehatan serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam mendukung program keselamatan pasien.
Patient safety is something that must exist in a health service hospital and TKPRS (Patient Safety Team) is a standard that is in the hospital in Indonesia as a requirement for hospital accreditation. The purpose of this study was to determine the relationship between education and knowledge of the behavior of health personnel in support of patient safety. This study uses cross-sectional design (cross-sectional). The results showed that health education has a significant correlation with the behavior of the p value = 0.0001 OR = 45 250 health workers educated means having opportunities 45 250 times to support patient safety behavior than education below high school. Knowledge of health workers has a significant relationship with p value = 0.0001 behavior with OR = 75 417 means knowledgeable health professionals 75 471 times better to have the opportunity to support patient safety behavior than less. By knowing the relationship between education and knowledge of health professionals in support of patient safety behavior, researchers advise: Hospitals should provide education and training programs to improve and maintain the competency of ksehatan and support interdisciplinary approaches to support patient safety program.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T34914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Tiurlan
Abstrak :
Cakupan persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Puskesmas Nulle 40,8%, masih dibawah target Standar Pelayanan Minimum bidang kesehatan. Penelitian ini merupakan studi cross sectional terhadap 141 ibu yang bersalin tahun 2013, dengan tujuan untuk menganalisis faktor- faktor yang berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Nulle Tahun 2013. Pengumpulan data dengan metode wawancara menggunakan kuesioner. Hasil penelitian mendapatkan hubungan yang signifikan antara pendidikan, ketersediaan faskes dan riwayat kehamilan dengan pemilihan penolong persalinan. Pendidikan merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan pemilihan penolong persalinan (p=0,001; OR=9,92) artinya ibu yang berpendidikan tinggi berpeluang 10 kali memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan dibanding ibu dengan pendidikan rendah, setelah dikontrol oleh ketersediaan fasilitas kesehatan, riwayat kehamilan dan jarak tempuh.
Maternity coverage of Nulle?s public health center are 40,8%, still under the target of Health Minimum Standard Service. This study is cross sectional study in 141 maternity mothers 2013, with the goals to analyze factors associated with the birth attendants election in Puskesmas Nulle. Data collection is done by interview using a questionnaire. Results of this studi concluded that education, the availability health facilities and history of pregnancy were significantly associated with the birth attendants election. Education is the most dominant factor related to birth attendants election(p = 0,001; OR = 9,92) means that highly educated mothers 10 times choose health personnel as birth attendants than mothers with low education, after adjusted by the availability of health facilities, pregnancy history and mileage.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Geneva: World Health Organization, 1999
362.196 WOR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Simmers, Louise
New York: Thomson , 2005
513.1 SIM p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ghini Alfikra
Abstrak :
Hipertensi adalah salah satu penyakit tidak menular yang berkontribusi pada sebagian besar kematian di dunia. Sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, puskesmas berperan dalam tindakan preventif, promotif, dan kuratif terhadap hipertensi. Praktik kolaborasi interprofesi menjadi salah satu faktor yang berkontribusi pada penatalaksanaan klien hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana persepsi tenaga kesehatan terhadap praktik kolaborasi interprofesi dalam penanganan klien hipertensi di Kota Bekasi. Penelitian dilakukan di 9 Puskesmas di Kota Bekasi, yaitu dokter, perawat, bidan, apoteker/ asisten apoteker, kesehatan masyarakat, dan ahli gizi. Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif cross-sectional, sampel 112 responden dengan teknik quota sampling. Instrumen yang digunakan adalah Perception of Collaboration Model Questionnaire (PINCOM-Q) versi Bahasa Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan persepsi kolaborasi interprofesi pada kategori baik (50,9%) dan kurang baik (49,1%). Hasil penelitian dapat menjadi landasan bagi tenaga kesehatan untuk mengevaluasi praktik kolaborasi interprofesi pada pelayanan hipertensi. ......Hypertension is a non-communicable disease that contributes to the majority of deaths in the world. As a first-level health service facility, community health centers play a role in preventive, promotive, and curative measures against hypertension. The practice of interprofessional collaboration is one of the factors that contribute to the management of hypertensive clients. This study aims to identify the perceptions of health workers regarding the practice of interprofessional collaboration in treating hypertensive clients in Bekasi City. The research was conducted at 9 Community Health Centers in Bekasi City, namely doctors, nurses, midwives, pharmacists/pharmacist assistants, public health, and nutritionists. This research design uses a cross-sectional descriptive research design, a sample of 112 respondents using a quota sampling technique. The instrument used was the Indonesian version of the Perception of Collaboration Model Questionnaire (PINCOM-Q). The research results show that perceptions of interprofessional collaboration are in the good (50.9%) and poor (49.1%) categories. The results of the research can be a basis for health workers to practice interprofessional collaboration in hypertension services.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kennamer, Mike
Australia: Thomson/Delmar Learning, 2005
510 KEN m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Astuti
Abstrak :
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi selama penderita dirawat di rumah sakit dan sebelumnya tidak ada atau tidak dalam mass inkubasi penyakit infeksi tersebut. Akibat dari infeksi ini selain dapat meningkatkan mordibitas dan mortalitas serta lama perawatan dan biaya perawatan pasien, berpotensi pula menimbulkan tuntutan pengadilan. Ruang rawat intensif merupakan ruang perawatan dengan risiko yang tinggi untuk terjadinya infeksi nosokomial sehingga pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di ruang ini perlu dilakukan, diantaranya melalui peningkatan perilaku kepatuhan petugas kesehatan dalam menjalankan prosedur tindakan medik/keperawatan dengan berprinsip pada teknik aseptik antiseptik dan kewaspadaan standar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mernperoleh informasi tentang faktor - faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial pada tindakan medik dan keperawatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan di ruang rawat intensif RS Medistra tahun 2004. Penelitian ini menggunakan desain observasional non eksperimental dengan rancangan survei cross sectional. Besar sampel sebanyak 65 orang yang terdiri dari Dokter Spesialis, Dokter Umum dan Perawat yang melakukan tindakan medikl keperawatan di ruang rawat intensif RS Medistra dari tanggal 15 Maret - 15 Mei 2004. Dari penelitian ini didapatkan bahwa perilaku pencegahan infeksi nosokomial responden di ruang rawat intensif RS Medistra berada pada kategori baik sebanyak 32 (49,2%) orang dan kurang baik sebanyak 33 (50,8%) orang. Selanjutnya dari uji Chi - square, independent t test, uji ANOVA dan korelasi terbukti bahwa : I. Variabel faktor predisposisi : pengetahuan berhubungan secara signifikan dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial, sementara variabel tingkat pendidikan dan sikap tidak berhubungan. II. Variabel faktor pemungkin : ketersediaan fasilitas berhubungan secara signifikan dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial, sementara variabel lama bekerja tidak berhubungan. III. Variabel faktor penguat : pelatihan dan pengawasan tidak berhubungan dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial. Dari hasil analisis multivariat didapatkan bahwa variabel pengetahuan dan fasilitas merupakan variabel yang berhubungan secara signifikan, namun dari kedua variabel ini ketersediaan fasilitas merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial pada tindakan medik/ keperawatan di ruang rawat intensif RS Medistra tahun 2004 dengan OR 3,23 (CI: 1,09 - 9,57). Untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat intensif RS Medistra disarankan agar Manajemen RS Medistra meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan khususnya Dokter dan Perawat, melalui sosialisasi Standard Operating Procedure ruang rawat intensif secara terus-menerus dan berkelanjutan terutama tentang pentingnya kesehatan dan kebersihan tangan, langkah mencuci tangan dan menggosok tangan dengan benar serta pembenahan fasilitas cuci tangan yang ada.
Factors Related to Behavior of Health Workers in Preventing the Nosocomial Infection in Medistra Hospital Intensive Ward, 2004 Nosocomial infection occurs when the patient is hospitalized and having no previous infection or incubation period. This nosocomial infection causes the increasing level of morbidity as well as mortality, hospitalization cost. length of stay and potentially create lawsuit. Intensive ward is a high-risk potential area for the nosocomial infection to take place, so that prevention and control strategies are extremely required in this area_ One of the strategies is to constantly improve the behavior of health workers. the obedience following the standard medical/nursing procedure in aseptic-antiseptic technique and applying the universal precaution. The objective of this research is to gain information about factors that are related to the health workers' behavior in their effort to prevent this nosocomial infection, and their submission in following the standard medical/nursing done in Medistra Hospital intensive ward, 2004. This research used a non-experimental observation, with the cross sectional survey design. The research samples involves 65 participants : Specialist Doctors, General Doctors and Nurses who are in charge in the intensive ward during the period of March 15 until May 15, 2004. From this research, we could get a conclusion based on the health workers' conduct in preventing the nosocomial infection done in Medistra Hospital intensive ward. It was concluded into two performance categories : 32 (49,2%) health workers with good performance and 33 (50,8%) health workers with less performance. The Chi-square test, independent t test, ANOVA test and correlation regression test have proven : I. Predisposing factors variable : knowledge is significantly related to anticipation behavior of the nosocomial infection, while there is no significant relation with education level and attitudes. II. Enabling factors variable : supporting facilities are significantly related to anticipation behavior of the nosocomial infection, while there is no significant relation with the length of work. III. Reinforcing factors variable : training and supervision have no significant relation with the anticipation behavior of the nosocomial infection, Multivariate analysis has shown that both knowledge and facilities were variables that significantly related to anticipation behavior of the nosocomial infection, but the most dominant factor related to anticipation behavior of this nosocomial infection in Medistra Hospital intensive is supporting facilities with OR 3,23 (CI : 1,09 - 9,57). In conclusion, to prevent the nosocomial infection in Medistra Hospital intensive ward, we recommend the hospital management to run serious efforts by continually increasing the knowledge of doctors and nurses, with intensive information of the standard operating procedure. The important of sanitary hand, how to clean and wash their hands regularly in correct ways are also necessary. We also suggest the improvement of hand washing facilities in Medistra hospital intensive ward.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12915
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lebuan, C. H. Adeline
Abstrak :
Program Pembangunan Nasional di bidang kesehatan 2010 adalah meningkatkan derajat kesehatan yang optimal dari setiap individu untuk mencapai manusia yang berkualitas. Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak berada di dalam kandungan ibu sampai dengan kontak pertama saat bayi dilahirkan. Sentuhan psikososial pertama kali diberikan oleh ibu pada saat bayi lahir dan ini merupakan critical point bagi tumbuh. kembang individu selanjutnya. Sentuhan psikososial tersebut dapat berwujud kontak dini antara ibu dan bayi dan pemberian immediate breas feeding, dan hal ini harus difasilitasi oleh petugas kesehatan. Petugas kesehatan akan memfasilitasi hal tersebut dengan baik apabila petugas memiliki pengetahuan sikap dan keterampilan dalam penerapan ASI eksklusif dan immediate breastfeeding khususnya. Tetapi apabila pengetahuan petugas kurang maka akan bersikap tidak suportif terhadap ASI dan permasalahannya, karena pengetahuan petugas akan mempengaruhi ibu dalam mengambil keputusan untuk menyusui atau tidak menyusui bayinya. Dan wawancara dengan petugas dan pengamatan data sekunder dari rekam medik di rumah sakit X, pelaksanaannya dari 69 persalinan normal ada 17,39 % yang immediate breasfeeding dan diasumsikan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan petugas. Juga peneliti tertarik untuk diteliti, karena belum ada penelitian ini di rumah sakit X. Penelitian deskriptif kuantitatif ini mempunyai tujuan untuk mendapatkan gambaran fakor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan petugas tentang immediate breastfeeding di Rumah Sakit X tahun 2004. Sedangkan rancangan penelitiannya dilakukan studi cross sectional dengan total populasi sebanyak 51 petugas kesehatan yang bekerja di ruang persalinan yang terdiri dari 5 orang berpendidikan SPR, 23 orang berpendidikan SPK dan 21 orang berpendidikan DM Kebidanan dan 2 orang berpendidikan DIII Keperawatan. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner, disamping itu juga diambil data sekunder dari rekam medik di Rumah Sakit X tahun 2004. Pengolahan dan analisis data dikerjakan dengan menggunakan komputer. Analisis dilakukan secara univariat melalui analisis persentase dan secara bivariat melalui uji statistic Chi Square untuk mengetahui hubungan antar variabel independen dan dependen. Dari hasil penelitian didapatkan data sebagai berikut : 76,47% responden berada pada rentang umur 30-49 tahun, 45,09% responden berpendidikan SPK dan 41,8% , berpendidikan DIII Kebidanan, dengan rentang masa kerja selama 1 sampai 34 tahun bekerja sebagai petugas kesehatan, 66,67 % terpapar aktif terhadap informasi tentang immediate breasfeeding dan 47% memiliki pengetahuan yang baik tentang immediate breastfeeding. Dari hasil analisa bivariat terdapat satu variabel yang memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan variabel dependen yaitu variabel pendidikan terhadap pengetahuan petugas tentang immediate breasfeeding. Sedangkan variabel independen lainnya tidak menunjukan hubungan yang bermakna dengan variabel dependen. Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa 52.90% responden memiliki pengetahuan yang kurang baik, tentang immediate breasfeeding. Juga didapatkan bahwa petugas kesehatan dengan yang berpendidikan pendidikan DIII mempunyai pengetahuan tentang immediate breasfeeding lebih baik dibandingkan dengan SPR-SPK. Saran-saran yang diajukan dalam penelitian ini untuk Rumah Sakit X adanya kebijakan dari pimpinan keperawatan tentang pelayanan persalinan yang terkait dengan immediate breastfeeding juga agar diadakan pelatihan berkala, forum informasi yang ada agar diselipkan artikel-artikel tentang ASI untuk menambah wawasan keilmuan petugas kesehatan. Saran untuk petugas kesehatan agar mau membuka wawasan dengan membaca, berdiskusi dengan pakar ASI. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dikombinasi dengan penelitian kualitatif. Daftar Bacaan : 61 (1980-2004)
Factors Related to Knowledge on Immediate Breastfeeding among Health Workers in Hospital X Jakarta Year 2004National health development program 2010 plans to improve health status optimally targeted to every individual to be high quality human being. The first investment to achieve quality human being starts from fetal until the first touch after born. This first psychosocial touch by mother is a critical point to the future development of the newborn. One form of the first touch is through immediate breastfeeding which should be facilitated by health workers. Health workers will facilitate immediate breastfeeding if they have sufficient knowledge, proper attitude, and adequate skill in exclusive breastfeeding and immediate breastfeeding. Health worker's knowledge will influence mother's decision to breastfeed or not. Preliminary interview with health workers in Hospital X and secondary data shows that out of 69 normal births, there were 17.39% mothers who provided immediate breastfeeding and this finding led to the assumption of health worker's lack of knowledge regarding this matter. This kind of study has never been conducted in Hospital X. This quantitative descriptive study aimed at describing factors related to knowledge on immediate breastfeeding among health workers in Hospital X Jakarta year 2004. Design of the study was cross sectional with total population of 51 health workers who worked in delivery room consisted of 5 workers with SPR education, 23 with SPK education, 21 with Midwifery Diploma, and 2 with Nursing Diploma. Primary data were obtained through questionnaire, while secondary data came from medical record. Analyses were conducted in univariate (percentage analysis) and bivariate (chi-square) methods. The study shows that 76.47 respondents were in the age range of 30-49 years old, 45.09% had Nursing School educational background and 41.8% had Midwifery Diploma with length of work ranged of 1-34 years, 66.67% actively exposed to information on immediate breastfeeding and 47% had good knowledge on immediate breastfeeding. Bivariate analysis reveals that only education variable showed significant statistical relationship with worker's knowledge on immediate breastfeeding. This study concludes that 52.09% respondents had poor knowledge on immediate breastfeeding. Workers with diploma education possessed better knowledge on immediate breastfeeding compared to those with other lower educational background (SPR and SPK). It is recommended to Hospital X to endorse policy related to immediate breastfeeding in birth, and maternal and neonatal care. Trainings should be conducted routinely and provide information on immediate breastfeeding and exclusive breastfeeding to improve worker's knowledge. It is recommended to health workers to open their knowledge horizon with reading and discussion with experts. Next study should incorporate qualitative study. References: 61 (1980-2004).
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wadianto
Abstrak :
ABSTRAK
Menghadapi tantangan kedepan yang mengalami banyak perubahan, mengakibatkan unit pelaksanan teknis (UPT) di lingkungan Departemen / Lembaga Negara meningkatkan kinerja pelayanannya terhadap masyarakat. Akademi Keperawatan (Akper) Depkes sebagai salah satu UPT milik Departemen Kesehatan tentunya harus memperhatikan kinerjanya untuk meningkatkan pelayanan jasa pendidikan keperawatan. Terobosan strategis, pada era reformasi dan keterbatasan anggaran pemerintah serta berlakunya otonomi daerah telah memberikan peluang Akper Depkes untuk menjadi unit swadana, sehingga memungkinkan Akper Depkes dikelola secara swasta dengan model privatisasi.

Pengukuran kinerja pada Akper, penulis menggunakan pendekatan Balanced Scorecard yaitu diukur pada aspek pelanggan, aspek bisnis internal, aspek belajar dan berkembang, serta aspek keuangan. Pada aspek

keuangan penelitian dilakukan dengan melihat rasio efisiensi, yaitu membandingkan total sumber biaya dengan biaya variabel. Penelitian dilakukan secara deskritif analistis, dan untuk mengukur variabel kinerja digunakan skala pengukuran dengan model Likert yaitu skala 1 - 5.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengukuran Balanced Scorecard dapat memberikan gambaran tentang kemampuan Akper dalam memberikan pelayanan jasa pendidikan kepada pelanggannya. Kinerja pelayanan terhadap mahasiswa sebagai pelanggan dirasakan pada kondisi hampir baik tetapi masih terjadi negative gap terhadap harapan pelanggan. Demikian pula kinerja pada proses bisnis internal khususnya pada profil inovasi masih dibutuhkan penciptaan nilai tambah bagi pelanggannya. Pada proses belajar dan berkembang, hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar karyawan menyatakan bahwa proses pembelajaran baru diterapkan pada sebagian kecil organisasi. Pada aspek keuangan, rasio efisiensi yang terjadi cukup baik sejak diterapkannya pola swadana.

Secara umum, dapat disimpulkan bahwa Akper Depkes perlu meningkatkan dan mengarahkan seluruh potensi yang ada untuk memperbaiki kualitas pelayanan pendidikan. Faktor pemimpin sebagai pengarah dan motivator, perlu ditingkatkan agar organisasi dapat menuju ke proses perubahan melalui pembelajaran secara berkesinambungan.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Citraningtyas
Abstrak :
Pendahuluan: Tenaga kesehatan mental di Indonesia perlu mendapat bekal tambahan untuk dapat menangani anak dan remaja di daerah bencana. Untuk itu, Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Hospital, Divisi Psikiatri Anak dan Remaja, bekerja sama dengan Institute for Mental Health Singapura, telah menyusun modul pelatihan berjudul ?Peningkatan Kapasitas Kesehatan Mental Anak dan Remaja di Daerah Bencana? (Child and Adolescent Mental Health in Disaster areas - CAMHD). Tujuan: Untuk mengetahui manfaat pelatihan dengan modul tersebut dalam meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan mental (psikiater, dokter, psikolog, pekerja sosial, dan perawat) serta pandangan peserta tentang modul dan pelatihan. Metode: Penelitian tindakan (action research) dilakukan dengan metode campuran kuantitatif dan kualitatif. Data dikumpulkan dari peserta penelitian dalam bentuk tes sebelum dengan sesudah pelatihan (one group pre and post-test), kuesioner data demografi, kuesioner evaluasi pelatihan, serta diskusi kelompok terarah (Focus group Discussion - FGD). Hasil: Semua subjek (n=16) mengalami peningkatan pengetahuan, dengan perbedaan rata-rata (mean) skor pretest dan posttest yang bermakna secara statistik (p=0,001). Hal-hal penting yang diperoleh dari pelatihan mencakup antara lain pemahaman dasar, identifikasi kebutuhan, identifikasi sumber daya dan persiapan, serta alur berpikir kesehatan mental anak dan remaja di daerah bencana, deteksi dini terutama menggunakan Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ), formulasi kasus, dan penanganan secara komprehensif, termasuk Psychological First Aid (PFA) serta intervensi krisis. Subjek penelitian terutama menghargai pembelajaran aktif seperti studi kasus, bermain peran, diskusi, serta bertukar pengalaman antar peserta pelatihan. Pada kuesioner umpan balik, seluruh subjek penelitian menyatakan kualitas pelatihan sangat baik atau cukup. Masukan dari subjek penelitian antara lain mencakup kebutuhan untuk penyederhanaan bahasa modul, konsistensi fasilitasi, penyempurnaan bahan tayangan pelatihan, perlunya pegangan praktis untuk digunakan di lapangan, bentuk modul berjenjang menurut profesi, contoh-contoh kasus nyata, serta pelatihan yang berkelanjutan. Simpulan: Pelatihan menggunakan modul ?Peningkatan Kapasitas Kesehatan Mental Anak dan Remaja di Daerah Bencana? dapat meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan mental. Terkumpul masukan untuk perbaikan dan pengembangan modul dan pelatihan selanjutnya. ......Introduction: Mental health workers need to be better equipped with more knowledge to deal with children and adolescents in disaster areas. For this reason, the Department of Psychiatry of Cipto Mangunkusumo Hospital, Division of Child and Adolescent Psychiatry, in collaboration with the Institute for Mental Health Singapore, developed the module ?Capacity Building for Child and Adolescent Mental Health in Disaster areas (CAMHD). Objectives: To ascertain the benefits of training using the module in increasing the knowledge of mental health workers (psychiatrists, doctors, psychologists, social workers, and nurses) and the participants? views on the module and training. Methods: Action research was conducted using mixed (quantitative and qualitative) methods. Data was collected from the training participants in the form of one group pre and post tests, and questionnaires demographic data, training evaluation forms, and focus group discussions. Results: All subjects (n=16) increased in knowledge, with a statistically significant mean difference of pretest and posttest scores (p=0.001). Important points gained through the training include basic understanding, needs assessment, resource identification and preparation, as well as thinking process in dealing with children and adolescents in disaster areas, early detection especially using Strength and Difficulties Questionnaires (SDQ), case formulation, and comprehensive management, including Psychological First Aid (PFA) and crisis intervention. In terms of training process, research subjects especially appreciated active learning processes such as case studies, role plays, discussions, and sharing of experiences among training participants. On the feedback forms, all research subjects stated the quality of training was excellent or satisfactory. Input from research subjects included the need for simplification of the language of the module, consistency of facilitation, enhancement of training presentation materials, the need for practical guides to use in the field, profession-based stepped modules, examples from actual cases, and further training. Conclusion: Training using this ?Capacity Building for Child and Adolescent Mental Health in Disaster areas? module can increase the knowledge of mental health workers. Input was collectedto enhance and develop further modules and training.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>