Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Willem Benyamin Mariawassy
"Sesuai dengan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang, maka dalam Pelita ke IV prioritas diletakkan pada Pembangunan bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor Pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan yang akan terus dikembangkan dalam Pelita-pelita selanjutnya.
Disamping itu pembangunan industri harus makin diarahkan pada usaha memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga mengurangi ketergantungan pada impor serta meningkatkan ekspor hasil-hasil industri. Dengan demikian diharapkan bahwa jumlah penduduk yang hidup dari sektor-sektor di luar pertanian semakin bertambah dan komposisi ekspor Indonesia akan berubah, yaitu tidak lagi hanya berupa bahan mentah akan tetapi akan berubah menjadi bahan yang telah diolah dan bahan jadi.
Pembangunan industri diarahkan pada usaha memperluas lapangan kerja dan kesempatan kerja dalam usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat yang lebih baik, namun industri juga dapat membawa pengaruh negatif terhadap lingkungan hidup masyarakat dengan menimbulkan pencemaran fisik seperti pencemaran air, tanah,dan udara serta pencemaran sosial yang seringkali menimbulkan keresahan-keresahan sosial yang rawan dan gawat.
Oleh karena itu perlu ditempuh cara atau pola dalam prosedur pelaksanaan pembangunan industri untuk menghindari keresahan-keresahan sosial dan mengembangkan ekonomi masyarakat ketingkat yang lebih baik, sehingga masyarakat memperoleh manfaat dari pembangunan industri tersebut. Sehubungan dengan persyaratan tersebut, maka dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup seyogyanya proyek-proyek yang sudah berjalan seperti halnya dengan PT. Pupuk Kujang di Desa Dawuan memerlukan evaluasi pengaruh, untuk mengetahui pengaruh positif dan pengaruh negatif yang telah terjadi sehingga diharapkan akan sangat berguna bagi penelaan kembali kebijaksanaan dan pengawasan dalam usaha meningkatkan kualitas lingkungan yang optimal di masa mendatang. "
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Plenum Press, 1979
362.104 2 TOW
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Kurniasari
"Permukiman Nelayan Muara Angke merupakan permukiman yang dibangun atas dasar perencanaan sebelumnya oleh pemerintah DKI Jakarta. Tujuan pembangunannya adalah untuk memukimkan kembali nelayan-nelayan yang sebelumnya menempati kawasan yang tidak diperuntukkan bagi kegiatan bermukim seperti muara sungai atau tepi laut dari beberapa tempat di DKI Jakarta dan mewujudkan perumahan yang yang sehat, aman, nyaman sesuai dengan pola penghidupan mereka. Tipe rumah tinggal yang telah dibangun adalah rumah tidak bertingkat (rumah), rumah panggung dan rumah susun. Dalam perkembangannya, perumahan nelayan turut memberikan pengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan Permukiman Nelayan Muara Angke. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana keberlanjutan Permukiman Nelayan Muara Angke ditinjau dari pengaruh rumah tinggal terhadap peningkatan kualitas sosial budaya nelayan dan lingkungannya. Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah mengidentifikasi pengaruh rumah tinggal nelayan terhadap kualitas sosial budaya penghuninya, mengidentifikasi pengaruh rumah tinggal terhadap kualitas lingkungan dan mengidentifikasi keberlanjutan Permukiman Nelayan Muara Angke ditinjau dari kontribusi yang diberikan oleh rumah tinggal di dalamnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan kondisi rumah tinggal nelayan berupa rumah, rumah panggung dan rumah susun. Perubahan kondisi rumah disebabkan oleh dua faktor yaitu pertama, kondisi hidrologi berupa banjir dan pasang surut; kedua, peralihan kegiatan ekonomi dari nelayan penangkap ikan menjadi nelayan pedagang. Banjir dan pasang surut yang semakin sering melanda tempat tinggal mereka telah mengubah persepsi terhadap banjir dari semula sebagai hal yang biasa menjadi hal yang tidak menyenangkan (buruk). Persepsi ini telah menimbulkan motivasi penghuni rumah, rumah panggung dan rumah susun untuk melakukan perlawanan terhadap lingkungan. Motivasi perlawanan terhadap lingkungan memacu tindakan-tindakan mengubah rumah tinggal berupa pengurugan tanah dan melapisi permukaannya dengan perkerasan.
Peralihan kegiatan ekonomi dari nelayan penangkap ikan menjadi nelayan pedagang disebabkan oleh penurunan kualitas penangkapan ikan karena penggunaan teknologi yang sederhana. Penurunan kualitas penangkapan ikan berpengaruh langsung terhadap penurunan penghasilan nelayan. Kondisi ini menyebabkan perubahan persepsi mereka tehadap kegiatan penangkapan ikan dari semula sebagai profesi yang dapat menghidupkan menjadi kegiatan yang tidak menguntungkan dan membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Persepsi ini menimbulkan motivasi nelayan untuk mengubah mata pencaharian kepada kegiatan yang dianggap lebih dapat memberikan kehidupan. Berdasarkan pengamatan keberhasilan orang lain dan pengalaman yang dialaminya, nelayan memilih menjadi pedagang ikan. Perubahan kegiatan ekonomi telah memotivasi mereka untuk menyesuaikan komposisi rumah tinggal yang semula terdiri dari bangunan rumah tinggal dan ruang terbuka sebagai tempat penyimpanan alat-alat perikanan menjadi seluruhnya digunakan untuk bangunan rumah tinggal. Motivasi penyesuaian bentuk rumah tinggal menimbulkan tindakan mengubah penataan ruang rumah untuk menampung kegiatan menetap sekaligus tempat berusaha.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi rumah dan rumah panggung memberikan empat pengaruh positif terhadap kecenderungan potensi peningkatan kualitas sosial budaya penghuninya yaitu kemampuan rumah tinggal dalam memberikan dukungan terhadap pemenuhan kegiatan ekonomi, mengakomodasi perkembangan keluarga, mendukung peranan perempuan dalam pengasuhan anak dan memenuhi kebutuhan pencapaian privacy penghuninya. Sedangkan rumah susun hanya memberikan satu pengaruh positif terhadap kualitas sosial budaya penghuninya yaitu kemampuan rumah tinggal dalam memberikan dukungan terhadap kegiatan ekonomi penghuninya. Rumah, rumah panggung dan rumah memberikan satu pengaruh negatif terhadap kualitas sosial budaya penghuninya berupa kecenderungan penurunan interaksi sosial diantara sesama anggota masyarakat lainnya karena penataan ruang rumah tinggal berorientasi ke dalam dan lebih mementingkan pencapaian privacy. Ditinjau dari kondisi rumah, rumah panggung dan rumah susun dalam memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap penghuninya maka secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi rumah tinggal nelayan cenderung berpotensi meningkatkan kualitas sosial budaya penghuninya.
Hasil temuan penelitian menunjukkan kondisi rumah, rumah panggung dan rumah susun memberikan lima pengaruh negatif terhadap kecenderungan penurunan kualitas lingkungan yaitu pertama, kontruksi bangunan yang tidak tepat dengan kondisi tanah rawa sehingga mengakibatkan penurunan permukaan tanah; kedua, penggunaan lahan yang secara maksimal untuk rumah tinggal dan melapisi seluruh permukaan tanah dengan perkerasan sehingga menghalangi peresapan air ke dalam tanah; ketiga peningkatan konsumsi listrik sebagai akibat penyaluran air bersih dan penerangan alami yang tidak optimal serta peningkatan penggunaan peralatan listrik sebagai sarana untuk membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga ataupun pencarian informasi/hiburan; ketiga pengelolaan sampah yang kurang tepat dimana tempat sampah dibiarkan terbuka sehingga mencemari udara di dalam rumah; keempat, kepemilikan septic tank pribadi justru menyebabkan pengelolaan limbah kotoran manusia menjadi tidak efisien dan manambah kecenderungan pencemaran air tanah; kelima, penyaluran air hujan secara langsung ke saluran lingkungan berpotensi meningkatkan jumlah air di dalamnya sehingga mempercepat terjadinya banjir terutama pada musim penghujan. Kondisi rumah, rumah panggung dan rumah susun hanya memberikan satu pengaruh positif bagi peningkatan kualitas lingkungan yaitu dalam hal pengelolaan air kotor. Penghuni rumah, rumah panggung dan rumah susun menyalurkan air kotor ke saluran lingkungan dan melakukan kegiatan kerja bakti secara rutin membersihkan saluran-saluran di sekitar rumah mereka sehingga mengurangi genangan air dan timbunan sampah yang terbawa saat air pasang. Ditinjau dari kondisi rumah, rumah panggung dan rumah susun dalam memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap kualitas lingkungan maka secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi rumah tinggal nelayan cenderung berpotensi menurunkan kualitas lingkungan.
Hasil penelitian dan perhitungan menunjukkan bahwa kondisi rumah, rumah panggung dan rumah susun lebih besar memberikan pengaruh negatif dibandingkan pengaruh positifnya terhadap kualitas Permukiman Nelayan Muara Angke. Keberadaan perumahan nelayan di dalamnya cenderung berpotensi menurunkan kualitas lingkungan sehingga dapat dikatakan bahwa Permukiman Nelayan Muara Angke tidak berkelanjutan. Kondisi ketidakberlanjutan terjadi karena upaya peningkatan kualitas sosial budaya penghuni diiringi dengan penurunan kualitas lingkungan. Jika kondisi penurunan kualitas lingkungan terus terjadi pada akhirnya dapat membahayakan penghuni yang tinggal dan berkegiatan di dalamnya terutama mereka dari generasi yang akan datang.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Permukiman Nelayan Muara Angke menunjukkan kecenderungan potensi tidak berlanjut karena menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Berkenaan dengan hal tersebut maka saran-saran yang disampaikan agar Permukiman Nelayan Muara Angke dapat terus berlanjut sebagai berikut pertama, keberadaan nelayan penangkap ikan di DKl Jakarta perlu diiringi dengan peningkatan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju sehingga kegiatan penangkapan ikan menjadi profesi yang menguntungkan dan menjanjikan penghidupan; kedua, upaya masyarakat mengatasi banjir yang terns menerus perlu diimbangi dengan intervensi pemerintah berupa penanggulan kawasan; ketiga perencanaan pembangunan perumahan nelayan di masa mendatang sebaiknya disesuaikan dengan karakter masyarakat nelayan yang terdiri atas sub-sub kelompok sesuai mata pencaharian mereka yaitu nelayan penangkap ikan, nelayan pembuat sarana, nelayan pengolah ikan dan nelayan pedagang/pemodal; ketiga, pengadaan rumah tinggal nelayan di perkotaan harus berhadapan dengan masalah keterbatasan lahan, sehingga kecenderungan tipe huniannya diarahkan ke rumah susun, dalam perlu diperhatikan adalah luas bangunan dan penataan ruang rumah agar dapat mengakomodasi perkembangan kondisi sosial budaya keluarga nelayan.

The Fisherman Settlement of Muara Angke is in fact a settlement constructed upon previous planning designed by the government of DKI Jakarta. The purpose of the construction itself is to resettle fishermen who previously inhabited areas not destined for settlement activity such as estuary or sea shores in several locations in DKI Jakarta and also in realize healthy, sale, and eolulnrtable housing suitable to their living pattern, The types of residence built are rumah tidak bertingkat (rumah), rumah panggung, and rumah susun. Within the development, fisherman housing has given influences in the diminution of environmental qualities of the Muara Angke Fisherman Settlement. This, of course, questions the probability of the continuation of Muara Angke Fisherman Settlement observed from the influences of residences to the socio-cultural quality augmentation of the fishermen and their environment. The purpose of the research which is about to be achieved is to identify the influences of the fishermen's residences towards the socio-cultural qualities of the inhabitants, to classify the influences of the residences towards the environmental qualities, and to identify the continuance of the Muara Angke Fisherman Settlement regarded from the contributions donated the residences within.
Research reveals that there have been changes in the fishermen's housing conditions in terms of rumah, rumah panggung, and rumah susun. The alteration of housing conditions is caused by two main factors; the hydrological conditions in terms of floods and tide, and the shift of economical activities from becoming fishing fishermen to merchant fishermen. Floods and tide striking their residences have amended the perception towards floods from what was enjoyable to now unpleasant. This perception has generated motivations to the residents of rumah, rumah panggung, and rumah susun to commit a fight against the environment. This battling motivation against the environment triggers acts of transforming residences in terms of levering the soil and coating the surface solidly.
The transformation of economical activities from being fishing fishermen to merchant fisherman is caused by the diminution of fishing quality due to the simple technological usage. The downgrade of fishing quality affects immediately in decreasing the fishermen's income. This condition triggers the change of their perception towards fishing activity from what was life-supporting profession to non-profit action that needs high operational costs. This perception sets off fishermen's motivation to change their living to activities considered to be able to give more income.
Based on the observations of other people's success and the undergone experiences, fishermen tend to choose to become merchant fishermen. The alteration of economical activities has motivated them to adjust the housing composition that was based upon residential structure and open spaces for storing fishing equipment to become residential structure completely. This motivation of adjusting the residence makes them to alter the house space arrangement so that it would be possible to accommodate settling activities and workplace at the same time.
Research findings reveal that conditions of rumah, rumah panggung, and rumah susun has given six negative influences to the environmental quality diminution, which are first of all, building construction inappropriate for the swamp condition so that it causes the decline of land surface; second, maximum land usage for residence thus having solid covering that prevent water absorption by the soil; third, the increase of electricity as a consequence of clean water distribution and non-optimal natural illumination and the increase of electrical appliances either as a mean to help finishing household chores or as a source of information and entertainment; fourth, the mismanagement of garbage where trash containers are left open thus contaminating the air within the house; fifth, the possession of personal septic tanks which in fact makes human waste management inefficient and add up water pollution; sixth, the distribution of precipitation directly onto the waterway creates the potential to increase water volume thus accelerating floods, especially during rainy season. The condition of rumah, rumah panggung, and rumah susun seems to only contribute one positive impact to the augmentation of environmental quality, which is in terms of filthy water management. The inhabitants of rumah, rumah panggung, and rumah susun distribute filthy water to the waterways and perform routine joint environmental cleaning by cleaning surrounding waterways in order to decrease puddle and garbage pile carried away by tide. Observed from the conditions of rumah, rumah panggung, and rumah susun in contributing positive as well as negative impacts to the environmental qualities, it can be generally said that fishermen's housing conditions tend to downgrade environmental qualities.
Research indicates that the conditions of rumah and rumah panggung give four positive effects to the augmentation of socio-cultural qualities of the inhabitants, which are the ability of the house to provide support to the fulfillment of economical activities, to accommodate family development, to support the role of women in child care, and to fulfill the need of privacy achievement of the inhabitants. On the other hand, rumah susun only gives one positive impact to the socio-cultural qualities of the inhabitants, which is the ability of the house to provide support to the economical activities of the inhabitants. rumah, rumah panggung, and rumah susun donates one negative outcome towards the socio-cultural quality of the inhabitants, which is in terms of a tendency to decrease social interaction among society members because the space management of the housing is oriented inward and aimed more to the privacy achievement. Observing the condition of rumah, rumah panggung, and rumah susun in presenting positive and negative impacts for the inhabitants, therefore it can be concluded in general that the condition of Fishermen's housing tends to augment the socio-cultural qualities of the inhabitants.
Research and calculations indicate that the conditions of rumah, rumah panggung, and rumah susun give more negative influences rather than positive ones to the quality of the Muara Angke Fisherman Settlement. The existence of fishermen's housing there tends to downgrade the environmental qualities so that it can be said that the Muara Angke Fisherman Settlement is not in continuation. This condition of non-continuance happens due to the efforts to increase socio-cultural qualities of the inhabitants followed by the diminution of environmental qualities. If this condition of quality diminution keep on occurring, in the end, it can jeopardize the inhabitants living and doing activities inside, specially those of future generation.
Based on the above explanation. it can be interred that the Muara Angke Fisherman Settlement doesn't show the continuance tendency as it causes environmental quality diminution. Concerning the matter, the suggestions so that the Muara Angke Fisherman Settlement can stay exist are; first, the existence of fishing fishermen in MI Jakarta needs to be followed by the augmentation of fishing technology far more advance so that fishing can be lucrative and promising; second, the ceaseless efforts of the society in dealing with floods needs to be balanced with government intervention in terms of barricading the area; third, the construction design of fisherman housing in the future should be adjusted with the characters of the fisherman society which is based on sub groups according to their methods of living, which are fishing fishermen, facility producers fishermen, fish processing fishermen, and mercantile fishermen; fourth, the establishment of fisherman housing in urban areas has to be able to deal with the problem of land inadequacy, so that the tendency of the settlement type is aimed to rumah susun, and what needs to be noted is the width of the building and the spatial arrangement in order to accommodate the development of socio-cultural conditions of fisherman families.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15257
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koren, Herman
"Buku yang berjudul "Illustrated dictionary of environmental health & occupational safety" ini ditulis oleh Koren Herman. Buku ini merupakan sebuah kamus mengenai kesehatan lingkungan dan perlindungan kerja."
Boca Raton: Lewis Publishers, 1996
R 616.980 03 KOR i
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Islam
"ABSTRACT
This research is classified as correlational research which consists of two independent variables, the knowledge of environmental pollution and emotional intelligence, and a dependent variable, that is the participation of housewife in health care environment. This research was carried out in Cimandala village, Bogor district in 2012 with a total sample of 233 people who were taken as a multistage proportional random sampling. The research uses a method of survey and data analysis technique, with correlation and simple linear regression as well as correlation and multiple linear regression statistic tests. Meanwhile, the hyphotesis test was conducted on α = 0,05 dan α = 0,01. This research has three conclusions as follow: (1) There is a very significant positive relationship between the knowledge of environmental pollution with the participation of housewife in health care environment by the regression equation Ŷ = 140.606 + 0.632 X1, with the correlation coefficient value of ry1 =0.528 and the determination of the coefficient (r2) = 0.279. (2) There is a very significant positive correlation between the emotional intelligence with the participation of housewife in health care environment by the regression equation Ŷ = 54.487 + 0.654X2 and correlation coefficient ry2 = 0.542and than the coefficient determination (r2) was equal to 0.294. (3) there is a very significant relationship between the knowledge of environmental pollution and the emotional intelligence together with the participation of housewife in health care environment by the regression equation Ŷ = 84.737 + 0.260 X1 +0.420 X2, with the value of the coefficients correlation of ry12 = 0.551 and the determination of the coefficient (r2) = 0.303 Based on these results, it can be concluded that the participation of the housewife in health care environment can be improved through the knowledge environmental pollution and emotional intelligence."
Bogor: Program Pascasarjana Universitas Pakuan, 2017
370 JPLH 5:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Warmo Sudrajat Suryaningrat
"Berbagai pengaruh dan perubahan pembangunan yang terjadi dalam era globalisasi, yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat membawa dampak negatif yaitu berupa pencemaran lingkungan, yang mengakibatkan berkembangnya industri jasa laboratorium kesehatan lingkungan untuk melakukan aktifitasnya berupa pemeriksaan spesimen kesehatan lingkungan yang secara otomatis juga diikuti biaya penyelenggaraannya. Salah sate upayanya adalah analisa biaya satuan (Unit cost) yang kemudian dijadikan faktor utarna dalarn penetapan tarif yang wajar dan rasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran subsidi (Cross subsidi) pada pemeriksaan spesimen kesehatan lingkungan berdasarkan analisa biaya satuan. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, oleh karena tidak mencari hubungan antara 2 (dua) variabel tetapi hanya menganalisa subsidi silang yang terjadi dari data sekunder, data tahun 1997/1998. Perhitungan biaya satuan didapatkan dari analisa biaya dengan metoda double distribution, dimana biaya satuan untuk pemeriksaan masing-masing spesimen kesehatan lingkungan bervariasi antara sate dengan lainnya. Secara umum tarif lama tidak dapat dipertafiankan lagi, karena dengan tarif ini BTKL Jakarta menderita defisit relatif besar setiap tahun. Usulan tarif baru ternyata belum dapat mengangkat pendapatannya kearah surplus, meskipun kondisinya defisit namun telah terlihat adanya subsidi silang balk antar spesimen dalam kelompok, maupun antar kelompok dalam pemeriksaan spesimen kesehatan lingkungan di BTKL Jakarta. Basil simulasi dari kebijakan kepala BTKL Jakarta berupa diskon 10 % untuk pemeriksaan air bersih demikian hasilnya masih defisit. Untuk menghindari defisit dilakukan penetapan tarif. Penetapan tarif tersebut sudah tidak layak dan sesuai untuk mengimbangi biaya yang dikeluarkan, akibatnya perlu diperbaharui dengan penyesuaian tarif (simulasi perbaikan usulan tarif baru BTKL Jakarta).

Many of the influences and development changes in the globalization era have the objective to increase public welfare, but in the other hand, the influences also have negative impacts such as environmental pollution which is one of the causes. One of the important changes is that the numbers of laboratory service industries keeps up and the activities are to analyze environmental health specimens and it automatically brings some costs. One of the ways to analyze the costs is called unit cost which becomes one main factors in setting up reasonable price. This research has the objective to find out the cross subsidi on environmental health specimens analysis based on the unit cost. This research is also done descriptively, and in order not to find the relation between the two variables but to analyze the cross subsidy appears from secondary data for 199711998. The calculation of unit cost is obtained from the cost analysis using double distribution methode where the unit cost for analyzing each environmental health specimen varies one to another. Generally, the previous price cannot longer used, because BTKL Jakarta always gets relatively large deficit by using the previous price. The new proposed price has, in fact, not kept up the income to surplus point. Even though the condition is still in deficit, it is obviously seen that the cross subsidy exists whether the specimen is in groups or in the groups themselves in environmental health spesimen analysis at BTKL Jakarta. The result of simulation from head of BTKL Jakarta is 10 % discount for clean water analysis and the income is still in deficit point. To avoid the deficit, BTKL has set up a new price. The new price itself is not appropriate to balance the outgoing cost and the conclusion is that a price adjusment must be taken. ;Analysis of Cross Subsidy for Public Health Specimen Analysis Services at Environmental Health Engineering Laboratory Jakarta (BTKL Jakarta) in 1997/1998"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Carla K.
"Latar belakang masalah adalah sesuai dengan tujuan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan yaitu Perbaikan mutu Lingkungan Hidup untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian, sedangkan kondisi perumahan di Jakarta masih banyak yang belum memenuhi syarat kesehatan sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit antara lain penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang penularannya terjadi melalui udara.
Tujuan penelitian ini adalah diperolehnya pengetahuan mengenai pengaruh lingkungan rumah terhadap terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut, khususnya mengenai pengaruh daripada: kepadatan penghuni, suhu, kelembaban, ventilasi, adanyan sumber penularan dalam rumah dan adanya sinar matahari dengan tidak lupa memperhatikan adanya pengaruh daripada lingkungan sosio-kultural yaitu tingkat pendidikan ibu dan tingkat sosio-ekonomi keluarga.
Adapun penelitian ini merupakan survei analitik, "Cross sectional study" yang didahului dengan survei pendahuluan untuk mengetahui jumlah populasi. Pemilihan sampel secara "cluster sampling" dan "simple random sampling". Penelitian di lapangan dilakukan dengan wawancara, pengamatan dan pengukuran-pengukuran. Analisa data dilakukan dengan komputer mempergunakan program statistik "Stat Pao" dan "SPSS/PC".
Kesimpulan yang diperoleh ialah dari faktor-faktor lingkungan fisik rumah berupa : kepadatan penghuni, suhu, kelembaban, ventilasi, sumber penularan dalam rumah dan adanya sinar matahari, yang jelas memperlihatkan pengaruh yang bermakna secara statistik terhadap kejadian ISPA pada balita ialah kelembaban, disamping faktor suhu dan tingkat sosio-ekonomi keluarga yang juga memperlihatkan adanya pengaruh yang bermakna secara statistik. Untuk penelitian yang akan datang konsep mengenai ventilasi, sumber penularan dalam rumah dan adanya sinar matahari sebaiknya dipertajam lagi. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arsyad
"Program PHBS adalah salah satu kebijakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 1997, program ini meliputi 5 settling yakni setting rumah tangga, tempat kerja, tempat umum, institusi sekolah dan tempat ibadah. Promosi kesehatan ini diarahkan kepada perubahan perilaku mengenai hidup bersih dan sehat, untuk itu dilakukan strategi-strategi yang dikenal dengan S2PHBS (Strategi Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). Menurut L. Green (1984), promosi kesehatan merupakan kombinasi pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, sumber daya organisasi dan upaya kesehatan lingkungan yang bertujuan untuk memunculkan perilaku yang menguntungkan kesehatan.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Eksperimen Sernu, Sekolah Dasar Negeri 008 Sidodadi Kecamatan Wonomulyo sebagai kelompok eksperimen dan Sekolah Dasar Negeri 003 Lampa Kecamatan Mapilli sebagai kelompok kontrol. Jumlah sampel pada kelompok eksperimen sebesar 122 murid dan kelompok kontrol 107 murid. Metode pendidikan kesehatan yang dipilih adalah metode ceramah, tanya jawab, alat peraga, bermain peran dan dinamika kelompok.
Hasil perlakuan program PUBS menunjukkan hubungan bermakna pada pengetahuan murid mengenai hidup bersih dan sehat pada kemaknaan < 0,05 dengan P-value sebesar 0,01 dan sikap P-value sebesar 0,01 < 0,05, sedangkan pada praktek secara statistik terbukti tidak adanya hubungan program PHBS terhadap perilaku murid mengenai hidup bersih dan sehat dengan kemaknaan ? 0,1 dengan hasil uji statistik P. value sebesar 0,13 menurut pengamatan orang tua dan 0,38 menurut pengamatan guru di sekolah.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai pengetahuan murid mengenai perilaku hidup bersih dan sehat, minimum 28 dan maksimum 39 dengan rata-rata 35. Nilai sikap, minimum 10 dan maksimum 47 dengan nilai rata-rata 38,37 sedangkan nilai pada praktek menurut gum minimum 13 dan maksimum 26 dengan nilai rata-rata 22,37 dan menurut orang tua nilai minimum 14 dan maksimum 26 dengan nilai rata-rata praktek 21,96.
Dengan demikian penelitian ini menyarankan kepada institusi kesehatan agar melakukan strategi-strategi yang lebih mendalam seperti pembuatan model-model kepercayaan kesehatan yang lebih kondusif dalam usaha-suaha peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat pada setting institusi pendidikan.

The Effect of Improving Health Behaviour Program for Knowledge, Attitude and Practice about Improving Health Behaviour on State Primary School 008 Sidodadi pupils Wonomulyo District Polewali Mamasa Regency South Sulawesi Province by the year 2000.Program for Improving Health Behavior was one of policy of The Center for Health Education, Health Department Republic of Indonesia by year the 1997, this program involved home setting, schools, health institution, work place, and public place. The health promotion focussed for behavior changing how to improve health behavior, therefor have been done strategy for improving health behavior (Known with S2PHBS). According L. Green (1998), said that health promotion form health education combination, health service, organization resource, and health environment effort, which have objective for appearance a conducive health behavior.
This research use Quasi Experimental, State Primary School 008 Sidodadi Wonomulyo District Polewali Mamasa Regency was intervention group and State Primary School 003 Lampa Mapilli District Polewali Mamasa Regency was control group. Intervention group 122 respondents, control group 107 respondents. Health and group dynamic.
Intervention shown relationship on pupils knowledge about improving health behavior < 0,05 p = 0,01 and attitude P = 0,01 while practice by statistic no relationship with improving health behavior with significant > 0,1 p =0,13 according to teacher and p=0,38 according to pupils' parents.
Researched known report pupils knowledge about how to improve health behavior, according to pupils' teacher minimum 28 and maximum 39 with average 35. Attitude, minimum 10 and maximum 47 with average 38,37, while practice minimum 13, maximum 26, average 22,37. According to pupils' parents minimum 14, maximum 26 with average 21,96.
This research recommendation for health department will do strategies making health models more conducive by strategy for improving health behavior in school setting and education institution.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia
"Rumah sakit adalah salah satu industri jasa yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan berfungsi sosial serta menyelenggarakan kegiatan rumah sakit yang meliputi kuratif (pengobatan penyakit), rehabilitatif (pemulihan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), dan promotif (pembinaan kesehatan).
Untuk melakukan kegiatannya, rumah sakit menghasilkan bermacam-rnacam buangan berbentuk cair, padat, dan gas yang berasal dari kegiatan medis maupun nonmedis. Hasil buangan ini akan berdampak terhadap kesehatan pasien, pengunjung, masyarakat sekitar rumah sakit, petugas yang menangani secara langsung, bahkan pada lingkungan alam sekitar.
Berdasarkan survei yang dilakukan bersama Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Jakarta Pusat pada bulan Juli 2003, masih didapati beberapa masalah dalam pengelolaan limbah padat, yaitu:
1. Pemisahan antara limbah medis dan non-medis belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dengan masih adanya limbah medis yang bercampur dengan limbah nonmedis.
2. Sarana dan prasarana untuk pengelolaan limbah padat belum memadai, seperti bak-bak sampah yang tidak mempunyai tutup dan tidak dilapisi dengan kantong plastik serta jumlahnya kurang.
3. Kurangnya disiplin petugas yang mengelola limbah padat untuk menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), seperti masker dan sarung tangan.
4. Masih terdapatnya pemulung dengan bebasnya berkeliaran di lingkungan rumah sakit.
5. Dari 26 rumah sakit yang ada di Jakarta Pusat, 19 rumah (73%) yang mempunyai IPAL dan hanya 7 rumah sakit (27%) yang mempunyai insinerator, dan tidak satupun rumah sakit yang memiliki insinerator melakukan pemantauan terhadap emisi gasnya.
RS. St. Carolus adalah RS swasta yang berlokasi ditengah-tengah permukiman penduduk. Dalam pengelolaan limbahnya telah menggunakan IPAL untuk limbah cair dan insinerator untuk limbah padat. Sejak tahun 1999, RS St. Carolus telah menerima penghargaan karena pengelolaan limbah cairnya yang bagus, sedangkan untuk limbah padat masih perlu pengelolaan yang lebih baik lagi karena asap dari insineratornya mengganggu masyarakat sekitar.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: a. Mengetahui jumlah limbah padat yang dihasilkan RS. St. Carolus, b. Mengetahui cara pengelolaan limbah padat di RS St. Carolus, c. Mengetahui kualitas emisi gas insinerator di RS. St. Carolus, d. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tenaga kerja dalam mengelola limbah padat di RS St. Carolus.
Penelitian ini menggunakan rancangan analitik yang dilakukan secara observasional dengan metode cross sectional dilakukan antara bulan Mei 2003 sampai dengan Agustus 2003. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai RS. St. Carolus. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner, wawancara, dan pengamatan langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dan pihak RS. St. Carolus dan berbagai sumber yang berkaitan.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tenaga kerja dalam pengelolaan limbah padat di RS. St. Carolus, digunakan variabel pendidikan, umur, pengetahuan, pengalaman, sikap sebagai variabel bebas, dan perilaku sebagai variabel terikat.
Hasil penelitian didapat jumlah timbunan limbah padat di RS. Sint Carolus adalah 3,66 m3/ hari (1.393,25 kg) dengan rincian limbah padat nonmedis 3,61 m3/ hari dan jumlah limbah padat medis 0,05 m3 (71,61 kg).
RS Saint Carolus sudah mulai menjalankan peraturan dalam pengelolaan limbah padat namun masih perlu perbaikan pada beberapa hal antara lain dengan melakukan segregasi limbah infeksius dan non infeksius lebih optimal, meningkatkan pengetahuan tenaga kerja, meningkatkan minimisasi limbah padat, meningkatkan disiplin tenaga kerja untuk menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), dan dilakukan pemantauan terhadap emisi insineratornya.
Berdasarkan hasil pengukuran emisi gas insinerator didapat parameter yang melewati baku mutu yaitu partikel 179,6 mg/m3. Hal ini membuktikan bahwa parameter ini yang mencemari udara dan mengganggu masyarakat sekitar RS. Sint Carolus.
Analisis terhadap responden dibagi 3 kelompok, yaitu kelompok manajerial, kelompok profesional, dan kelompok pekarya. Analisis terhadap kelompok manajerial menggunakan korelasi Spearman's rho dengan hasil sebagai berikut: antara faktor pendidikan dengan umur menghasilkan hubungan sangat kuat (r = 0,801), terdapat hubungan yang sangat kuat (r = 0,935) antara pendidikan dengan pengetahuan, hubungan yang kuat (r = 0,722) antara pendidikan dengan pengalaman, hubungan yang sangat kuat (r = 0,801) antara pendidikan dengan sikap, hubungan yang sangat kuat (r = 0,876) antara umur dengan pengetahuan, hubungan yang kuat (r = 0,685) antara umur dengan pengalaman, hubungan yang sedang (r = 0,418) antara umur dan sikap, hubungan yang sangat kuat (r = 0,810) antara pengetahuan dengan pengalaman, hubungan yang kuat (r = 0,798) antara pengetahuan dengan sikap, dan hubungan yang kuat (r = 0,739) antara pengalaman dengan sikap.
Analisis kelompok pekarya menggunakan korelasi Spearman's rho dengan hasil sebagai berikut: korelasi antara faktor pendidikan dengan perilaku menghasilkan hubungan lemah (r = 0,210), korelasi yang sangat lemah (r = 0,116) antara umur dengan perilaku, korelasi kuat (r = 0,626) antara pengetahuan dengan perilaku, korelasi yang sangat lemah (r = 0,162) antara pengalaman dengan perilaku, dan korelasi yang sangat lemah (r = 0,045) antara sikap dengan perilaku.
Analisis terhadap kelompok pegawai menggunakan regresi berganda, didapat hasil persamaan regresi sebagai berikut:
Y= 0,203-7,64 X1 + 4,897 X2 + 2,104 X3-9,81 X4+0,168X5
F hitung persamaan garis regresi perilaku pegawai sebesar 143,63 lebih besar dari F tabel yaitu 2,30, hal ini berarti Ha diterima yaitu secara bersama-sama pendidikan, umur, pengalaman, pengetahuan, dan sikap berpengaruh terhadap perilaku kelompok profesional dalam pengelolaan limbah padat.
Hasil hitung koefisien determinasi (R2) adalah 0,88 yang berarti bahwa 88% perilaku kelompok profesional dalam mengelola limbah padat dipengaruhi oleh faktor-faktor pendidikan, umur, pengetahuan, pengalaman, dan sikap.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: a. Limbah padat yang dihasilkan RS.St.Carolus adalah 3,66 m3/hari (1.393,25 kg) dengan komposisi limbah medis adalah 71,61 kg (5,14%); b. RS St. Carolus sudah mulai menjalankan peraturan dalam mengelola limbah padatnya, namun masih didapati beberapa hal yang diperbaiki dan ditingkatkan; c. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap emisi gas insinerator RS. St. Carolus masih didapati satu parameter yang di atas baku mutu yaitu parameter partikel; d. Berdasarkan perhitungan statistik didapatkan hasil sebagai berikut: Untuk kelompok manajerial terdapat hubungan yang sangat kuat antara faktor pendidikan, umur, pengetahuan, pengalaman, dan sikap dalam pengelolaan limbah padat; Untuk kelompok pekarya tidak terdapat hubungan antara perilaku dengan pendidikan, umur, pengetahuan, pengalaman, dan sikap dalam pengelolaan limbah padat; Untuk kelompok profesional didapat faktor pendidikan, umur, pengetahuan, pengalaman, dan sikap berpengaruh secara bersama-sama terhadap perilaku kelompok profesional dalam pengelolaan limbah padat.
Adapun saran yang dapat diberikan adalah: a. Kereta dorong yang digunakan untuk limbah infeksius dan noninfeksius agar dibedakan dan setelah digunakan harus dibersihkan dan diberi desinfektan; b. Pengetahuan tenaga kerja pekarya agar lebih ditingkatkan lagi dengan cara mengikutsertakan dalam pelatihan pengelolaan limbah padat; c. Disiplin tenaga kerja dalam memakai APD agar lebih ditingkatkan lagi untuk menjaga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja; d. Pelaksanaan minimisasi limbah padat agar lebih ditingkatkan lagi dengan melakukan segregasi terhadap limbah yang dapat di daur ulang dan bemilai jual; e. Supaya dipasang alat pengukur suhu pembakaran untuk insinerator (thermocopel) agar diketahui apakah suhu pembakaran sudah mencapai 1000°C atau belum; f. Pemantauan terhadap emisi insinerator agar dilakukan setiap 6 bulan dan dilaporkan ke instansi yang berwenang; g. Abu hasil pembakaran agar diperiksa untuk mengetahui apakah mengandung B3. Apabila mengandung B3 maka harus dikelola oleh instansi yang telah ditunjuk oleh pemerintah.

Hospital Solid Waste Management (Case Study of Jakarta Saint Carolus Hospital)Hospital has known as one of service industry provided health care to community, hold social function and organized hospital activity including curative (sickness healing), rehabilitative (health recovery), preventive (disease prevention) and promotion (health education).
During running its activities, hospital produce manures in forms of liquid, solid, and gasses that came from both medical and non-medical activities. Those waste substances were no doubt could affect patients' health, neighborhood communities, hospital staffs that directly manage the waste, hospital visitors and even natural environment.
Based on the collaborative survey with Office of Public Health Center of Jakarta Municipality on July 2003, there are some problems exist in solid waste management, following:
1. Imperfection in separating effort between medical and non-medical waste. This condition shown by the mixture of both types of waste,
2. Inadequate of tools and infrastructures for waste management, such as uncovered litterbins with no plastics layer inside, not to say the lack in numbers,
3. Lack of discipline from officer in charge to use Personnel Protective Equipment (PPE) such as mask and hand gloves,
4. Uncontrolled and illegal activities of pemulung (people who collect materials from garbage tanks and separate by the types, i.e. plastic, glass, Styrofoam, etc. and sold them to be re-use) around the hospital,
5. The fact that, from all 26 hospital located in Center Jakarta Municipality, there is 19 in number (73%) that have Waste Processing Installation (IPAL) and only 7 hospitals (27%) have incinerator, but not a single of these hospital conduct monitoring program for their gas emission.
St. Carolus is a private hospital and located in center of communities settlement. In handling its waste, St. Carolus operated IPAL for liquid waste and incinerator for solid one. Since 1999 St. Carolus Hospital had been rewarded for its excellent performance in liquid waste management, whereas for solid waste improving were still require since the smoke coming from incinerator started to disturbing the population around.
Research objectives are: a) To find out the amount of solid waste produce by St. Carolus Hospital; b) To discover any steps in waste management of St. Carolus Hospital; c) To find out the quality of gas emission from the incinerator; d) To determine factors that influence behavior of hospital workers in managing hospital's solid waste.
This research used analytical design carried out in observational manner with cross sectional approach from May to August 2003. Research population is the staff of St. Carolus Hospital. Data used were primary and secondary data. Primary data gathered through questionnaire, interview and direct observation while secondary data were getting from hospital and other relevant sources.
To find out behavior-influenced factors, the research used several variables, such education, age, knowledge, experience, and attitude as independent variables, while behavior put as dependent variables.
The result showed the amount of solid waste is 3.66 m3/day (1,393.25 kg) consist of non-medic waste of 3.61m3/day and medic waste of 0.05 m3 (71.61 kg).
Basically St. Carolus had implemented regulation for solid waste management, however, improving still require, like, more optimal segregation for infectious and non-infectious waste, enhance knowledge capacity of the labors, improving minimization effort of solid waste, improving workers' discipline in using of PPE and start monitoring program for incinerator's emission.
Based on result in measurement of gas emission, there is one parameter that exceeded quality standard that is particles in level of 179.6 mg/m3. It proved that the air already contaminated by this parameter and disturbing population around. Analysis were divided base on 3 (three) groups that are, managerial groups, professional groups and workers groups.
Managerial groups analyzed by Correlation of Spearman's rho with the result as follow: there is very strong relation between education factor and age (r=0.801) and between education and knowledge (r=0.935); strong relation between education and experience (r=0.722) and, very strong relation between education and attitude (r=0.801), very strong relation between age and knowledge (r=0.876), strong relation between age and experience (r=O.685), moderate relation between age and attitude (r=0.418), very strong relation between knowledge and experience (r=0, 801), strong relation between knowledge and attitude (-0.798) and strong relation (r=0.739) between experience and attitude.
The analyzing of workers group was doing by correlation of Spearman's rho with results as follow: weak correlation between education factor and behavior (r-0.210), very weak correlation between age and behavior (-0.116), strong correlation (r=0.626) between knowledge and behavior, very weak correlation between experience and behavior (r=0.162) and very weak correlation (r=0.045) between attitude and behavior.
Groups of professional were analyzing using multiple regression technique with the result:
Y=0.023-7.64 X1+4.897 X2+ 2.104 X3- 9.81 X4+ 0.168 X5
By doing comparison, the Fcalculation (143.63) was found higher than Ftable (2.30), mean the research accept hypothesis Ha, that is education, age, experience, knowledge and attitude altogether influenced the behavior of professional group in solid waste management.
Coefficient of determination (R2) showed number of 0.88 mean 88% of professional group's behavior was influenced by education, age, knowledge, experience and attitude.
Conclusion for this research is: a) Solid waste produced from activities in St. Carolus Hospital is 3.66 m3/day (1,393.25 kg) consist of non-medic waste of 3.61 m3/day and medic waste of 0.05 m3 (71.61 kg); b) St.Carolus already implemented the regulation in processing its solid waste, however some improvement and reformation were required; c) Based on the examination of gas emission from incinerator, it was founded that there is one parameter that exceeded standard quality, that is particles; d) Based on statistical calculation there are some results, following: For managerial group there strong relation between factors of education, age, knowledge, experience and attitude in solid waste management; For workers group there is no relation between behavior and education, age, knowledge, experience and attitude in solid waste management; and for professional group there is influence of education, age, knowledge, experience and attitude altogether toward the behavior in solid waste management.
Base on those results, I hereby give suggestion: a. wheeled containers used for the waste of infectious and noninfectious should be differentiated and after used have to be cleaned and using disinfectant; b. knowledge of man power should be more improved again by participating in training of management of solid waste; c. Man power discipline in wearing APD should be more improved again to keep safety and health of the man power; d. Minimize implementation of solid waste should be more improved again with segregation of solid waste which can be recycle and have selling value; e. Should be installed measuring burning temperature's instrument for incinerator (thermocoppel) to be known the burning temperature have reached 1000°C or not yet; f. Monitoring to the emission of incinerator should be conducted every 6 months and reported to institution in charge; g. The ash from result of burning should be checked to know if the ash still containing 133. If it still contains B3, it has to be managed by institutions which have been appointed by Government."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T 11399
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nely Isdiarti
"Contractor Health Environment and Safety Management (CHESM), yang merupakan aplikasi peraturan pemerintah Indonesia BPMIGAS PTK-007 dan BPMIGAS PTK-013-K3LL sebagai upaya pencegahan kecelakaan terhadap pekerja kontraktor. Pemegang kontrak (contract owner) merupakan pihak yang memiliki tanggung jawab, fungsi, dan berperan aktif dalam pelaksanaan CHESM. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis tingkat pemahaman pengetahuan kerja (job knowledge) para pemegang kontrak serta memberikan rekomendasi perbaikan sehingga dapat mendukung penciptaan ?Zero is Attainable? di PT CI. Penelitian ini bersifat semi kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan wawancara. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa tingkat pemahaman job knowledge para contract owner di PT CI tergolong rendah. Penegasan fungsi dan tanggung jawab, pelatihan secara berkala serta pemilihan pemegang kontrak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh perusahaan perlu dilakukan sehingga tujuan utama CHESM dapat tercapai.

The Contractor of Health Environment and Safety Management (CHESM) which is an application of the Indonesian Government Regulations: BPMigas PTK-007 (oil & gas procurement guideline) and BPMIGAS PTK-013-K3LL (oil & gas CSMS guideline) as an effort to prevent accidents happening to the employees of the contractor. The contract owner is the party that bears the responsibility, has the function, and plays an active role in the implementation of CHESM. The purpose of this study is to determine and analyze the level of understanding of the job knowledge of contract owners and provide recommendations to achieve "Zero is Attainable" program at PT CI. This is a semi quantitative research with a cross-sectional study design. Data was collected through questionnaires and interviews. The result of the study revealed the low level of understanding of the job knowledge of contract owners at PT CI. Affirmation of the functions and responsibilities, regular training and the selection of the owner in accordance with the contract specifications that have been determined by the company must be done in order to achieve the main objectives of CHESM.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T41625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>