Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Apakah yang tidak bisa dilakukan perempuan? Hak perempuan dan laki-laki sama! kami tidak bisa dilecehkan. Memang benar laki-laki dan perempuan itu berbeda, tapi diskriminasi gender itu tidak boleh!
Jakarta: Alex Media Komputindo, 2014
741.5 NOW
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Risma Kartika
Abstrak :
Masalah kesetaran dan keadilan jender di Indonesia merupakan masalah yang sangat kompleks. Kondisi tersebut tidak saja di timbulkan oleh adanya ketimpangan struktural mengenai kedudukan dan peran kaum perempuan dalam keluarga dan masyarakat, tetapi juga di bentuk oleh berbagai elemen dan faktor kultural yang bersifat diskriminatif. Dan era reformasi yang terjadi saat ini, masih belum banyak memberikan perubahan mendasar terhadap posisi dan keberadaan kaum perempuan tersebut. Salah satu cara yang harus dilakukan untuk mendukung gerakan pemberdayaan perempuan tersebut dilakukan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia melalui kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang diarahkan kepada pengembangan pemahaman, sikap dan perilaku positif yang mendukung Gerakan Kesetaraan dan Keadilan Jender kepada seluruh masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan strategi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang digunakan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia dalam mensosialisasikan gerakan kesetaraan dan keadilan jender (GKKJ) tahun 2001 dan mendeskripsikan faktor pendukung upaya lembaga pemerintah tersebut dalam mencapai optimalisasi strategi komunikasinya. Beberapa konsep yang digunakan di sini adalah dasar konsep komunikasi, informasi dan edukasi, konsep pemasaran sosial, konsep komunikasi pemasaran terpadu dan konsep jender . Metode penelitian ini adalah kualitatif dan bersifat deskriptif-studi kasus evaluatif. Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu data primer yang dilakukan dengan wawancara mendalam, dan data sekunder yang diperoleh dengan hasil FGD, studi kepustakaan dan sumber tertulis yang sudah ada. Hasil penelitian mengasumsikan bahwa sosialisasi gerakan kesetaraan dan keadilan jender sudah menunjukkan perubahan perilaku masyarakat yang cukup signifikan tentang isu jender dalam kehidupan sehari-hari walau beban kaum perempuan relatif berat dan masih penuh tantangan. Namun dalam implikasinya pengetahuan masyarakat akan jender relatif masih sangat minim. Untuk itu harus lebih diefektifkan lagi melalui humas sesuai tugas dan fungsinya sebagai 'cooperate image' kepada masyarakat agar 'aware' terhadap program tersebut, juga kerjasama pihak-pihak terkait dalam mensosialisasikan dengan pemanfatan pendekatan teori komunikasi pemasaran tertentu dan metode baru strategi KIE yang lebih spesifik untuk menuju terciptanya kesetaraan dan keadian jender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Grace Berliana
Abstrak :
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa saat pintu terbuka bagi perempuan untuk memasuki semua sektor publik, saat itu pula perempuan merasakan ketidakadilan jender dalam sistem dan struktur organisasi serta lingkungan kerja sektor publik terutama sektor publik yang maskulin. Demikian pula pada penelitian yang menganalisis perempuan yang bekerja di bidang konstruksi. Penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan mengalami hambatan-hambatan yang mempengaruhi mereka dalam memilih bidang ilmu serta bekerja di bidang konstruksi. Memiliki bidang keahlian tertentu terutama untuk menunjang kerja dan karir dapat dimulai saat seseorang memasuki bidang ilmu yang akan ditekuni di Perguruan Tinggi. Ketertarikan terhadap konstruksi bangunan dan profesi konstruksi yang dinamis mendasari keinginan sebagian perempuan dalam penelitian ini untuk memilih Fakultas Teknik jurusan Sipil sebagai kelanjutan dari pendidikan mereka. Namun, pada dasamya perempuan sulit untuk menentukan sendiri masa depannya. Dalam menentukan pilihannya suka atau tidak suka, perempuan selalu dipengaruhi lingkungannya. Lebih tidak menyenangkan, bila budaya yang bias jender mempengaruhi lingkungan tempat perempuan tinggal. Perempuan yang pilihannya tidak disenangi lingkungannya lebih merasakan hambatan-hambatan budaya tersebut dibandingkan dengan perempuan yang pilihannya didukung lingkungannya. Dalam dunia kerja konstruksi, perempuan mengalami ketidakadilan jender yang menghambat kerja mereka. Dalam sistem kerja, dan struktur organisasi bidang konstruksi yang dipengaruhi budaya rekayasa memberi dampak pada ketidakadilan jender melalui kebijakan-kebijakan perusahaan. Pertama, ketidakadilan dalam penempatan kerja; ke-dua ketidakadilan dalam peningkatan karir; ke-tiga ketidakadilan dalam kesempatan memimpin proyek. Tentu saja ketidakadilan jender tersebut sangat terkait satu sama lain.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T917
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruzaki Hamda
Abstrak :
Studi mengenai ukuran kondisi hidup telah banyak berkembang beberapa dekade ini. Social well-being menjadi ukuran dari kualitas hidup seseorang dalam konteks karakteristik sosial tempat tinggalnya. Studi terdahulu menyebutkan bahwa terdapat faktor struktural dan kultural yang mempengaruhi social well-being. Dengan menggunakan data-set Survey Kebahagiaan dan Kesejahteraan Tahun 2017 oleh Konsorsium Studi SWB, studi ini berupaya menjembatani gap kedua studi tersebut dengan menguji beberapa variabel independen sebagai determinan dari Social Well-Being yaitu stratifikasi, gender discrimination, dan religious capital. Kebaruan lain yang ditawarkan dalam studi ini adalah melihat perbedaan kondisi sosial well being berdasarkan generasi baby boomers, generasi X, Y, dan Z. Hasil studi ini menunjukkan bahwa dalam konteks DKI Jakarta religious capital merupakan variabel yang paling berpengaruh, diikuti dengan variabel gender discrimination. Sementara yang paling lemah pengaruhnya adalah variabel stratifikasi. Pengaruh variabel religious capital lebih kuat di generasi baby boomers dibanding generasi lainnya. Sementara dua variabel lainnya lebih kuat di generasi Z. ......The study of life measurement has been developed over the decades. Social well-being has become a measurement that quantifies people quality of life-based on the social character of their community. The previous study shows that structural and cultural factors affect social well-being. By using the International Comparative Surveys on Lifestyle and Values (ICSLV) data set provided by SWB Study Consortium, this study strives to connect the gap of that study with examining several independent variables as determinant factors of social well-being such as stratification, gender discrimination, and religious capital. Social well-being conditions in conceptual of generations as another novelty of this study. The findings show that religious capital affects social well-being more than the others and then followed by gender discrimination. Contrary to those conditions, stratification shows weak correlation. Religious capital more effects in Baby Boomers generation, and the others more effectively in Generation Z.
2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Fajria Yuliantini
Abstrak :
Skripsi ini membahas perubahan peran wanita pada saat kerajaan Joseon ke modern Korea ditinjau dari sudut pandang ajaran Konfusianisme. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perubahan peran wanita Joseon yang hanya sebatas urusan rumah tangga ke masa modern Korea dengan memasuki dunia kerja. Dari penelitian kualitatif deskriptif ini dapat disimpulkan bahwa perubahan peran wanita Joseon ke modern Korea menimbulkan dampak positif dan negatif. Selain itu, sistem patriarki dan hierarki yang berdasarkan ajaran Konfusianisme tetap berjalan, seperti masih terdapatnya diskriminasi jender dalam hal pembagian dan kesempatan kerja. ......The focus of this study is the changing of women in the Joseon dynasty into Modern Korea reviewed from the perspective of the teachings of Confucianism. The purpose of this study to know changes the role of Joseon women that only for household affairs to the modern Korea with entering the workforce. From this descriptive qualitative research can be concluded that the changing role of Joseon women to modern Korea the impact of positive and negative. In addition, the patriarchal and hierarchy system based on the teachings of Confucianism remains running, as there is still gender discrimination in terms of distribution and employment opportunities.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43296
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hashila Gemellia
Abstrak :
Novel epistoler disebut sebagai genre sastra yang memiliki kemampuan dalam menyampaikan emosi secara efektif, karena dapat menampilkan sudut pandang subjektif karakternya secara mendalam. Dengan tokoh utama perempuan, novel ini mampu memperlihatkan subjektivitas karakter perempuan tersebut, dan mengaitkannya dengan gerakan feminisme gelombang keempat yang berfokus pada pemberdayaan perempuan. Artikel ini membahas isu mengenai diskriminasi gender yang terjadi pada tokoh-tokoh perempuan dalam novel Un Fils Parfait karya Mathieu Menegaux dan perjuangan mereka memperoleh keadilan. Daphné, seorang ibu dan wanita karir berkeinginan untuk membebaskan kedua putrinya dari suaminya, Maxime, yang diketahui melakukan tindakan agresi seksual pada mereka, meskipun tanpa adanya perlindungan ataupun pembelaan yang adil dari aparat kepolisian dan hukum Prancis. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan bentuk-bentuk resistensi yang dilakukan oleh tokoh Daphné untuk memperoleh keadilan gender, baik bagi dirinya sendiri maupun kedua putrinya. Dengan metode kualitatif, penelitian ini akan menggunakan teori struktur naratif Roland Barthes untuk membedah struktur teks dan teori resistensi oleh James C. Scott, serta dibantu oleh teori feminisme eksistensial dari Simone de Beauvoir (1949) untuk memahami perlawanan Daphné memperoleh kesetaraan agar tidak terjebak pada determinasi sosial. Hasil analisis mengemukakan bentuk resistensi yang terjadi pada tokoh Daphné adalah resistensi terbuka dan semi-terbuka yang digunakan untuk melawan diskriminasi gender di era modern. ......Epistolary novel is a literary genre that has the ability to convey emotions effectively, because it can display the subjective point of view of a character in depth. With a female main character, this novel is suitable to show the subjectivity of that female character, in accordance with the fourth wave feminism movement that focuses on empowering women. This article discusses the issue of gender discrimination that occurs in female characters in Mathieu Menegaux's novel, Un Fils Parfait, and their battle to achieve justice. Daphné, a mother and a career woman, fights to free her two daughters from her husband, Maxime, who is known to have sexually assaulted them, even without any protection or fair defense from the police and the French law. This study aims to describe the forms of resistance carried out by Daphné to obtain gender justice both for herself and her two daughters. With a qualitative method, this research will use Roland Barthes's theory of narrative structure to analyse the structure of the text and the theory of resistance by James C. Scott, as well as the existential feminism theory of Simone de Beauvoir (1949) to understand Daphné's resistance to achieve equality, so that she is not trapped in social determination. The results of the analysis show that the form of resistance that occurs in Daphné's character is open and semi-open resistance which is used to fight gender discrimination in the modern era.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Nurfirman
Abstrak :
Dominasi kelompok laki-laki terhadap perempuan dalam masyarakat menimbulkan diskriminasi gender di tempat kerja. Ketimpangan gender menunjukkan bagaimana perempuan tidak mampu berbicara lantang karena dibungkam oleh kelompok dominan. Akibat dari dominasi oleh laki-laki di tempat kerja adalah wanita tidak dapat mengekspresikan diri mereka dengan bebas. Jika wanita mencoba untuk menyuarakan suara mereka, akan menghambat efektifitas kerja dan berujung pada mengundurkan diri dari pekerjaan. Kejadian ini menunjukan Teori Muted Group yang berfokus pada kurangnya suara dan juga perlawanan terhadap pembungkaman. What Men Want (2019) adalah film produksi Amerika yang disutradarai oleh Adam Shankman yang menggambarkan diskriminasi gender di tempat kerja. Penelitian ini menggunakan analisis film naratif, yang bertujuan untuk menghubungkan teori Muted Group dengan keadaan lingkungan kehidupan nyata yang digambarkan dalam film What Men Want (2019). Studi ini digunakan untuk menunjukkan bahwa laki-laki terus mendominasi tempat kerja yang menghambat wanita untuk berkembang dalam pekerjaanya dan hal ini digambarkan dalam perfilman Amerika. Studi ini menemukan bahwa perempuan dianggap sebagai kelompok bisu karena perempuan tidak mendapatkan kesempatan promosi yang sama seperti laki-laki yang digambarkan dalam film What Men Want (2019) karena kebisuan dan ketidakmampuan mereka untuk tampil sesuai dengan pikiran dan bahasa mereka mengakibatkan diskriminasi di tempat kerja. oleh laki-laki. Film ini menggambarkan karakter perempuan sebagai sosok yang tidak berdaya di tempat kerja ketika pendapat mereka tidak didengar selama proses pengambilan keputusan karena laki-laki membungkam mereka sebagai kelompok dominasi. Untuk rekapitulasi, dominasi dan diskriminasi laki-laki terhadap perempuan di tempat kerja mengakibatkan pelecehan, penghinaan, dan merendahkan perempuan, seperti yang digambarkan dalam What Men Want (2019). ......The domination of men over women in society creates gender discrimination in the workplace. Gender imbalance shows how women are unable to speak out loud because they are silenced by the dominant group. The result of domination by men in the workplace is that women cannot express themselves freely. If women try to voice their voices, it will hinder work effectiveness and lead to resigning from work. This would result in Muted Group Theory focuses on lack of voice as well as resistance to silencing. What Men Want (2019) is an American film directed by Adam Shankman that depicts gender discrimination in the workplace. This study uses narrative film analysis, which aims to connect Muted Group theory to the real-life environmental circumstance portrayed in the film What Men Want (2019). This study is used to show that men continue to dominate the workplace, which hinders women from developing in their jobs and this is depicted in American cinema. This study found that women are regarded as the muted group as women do not get equal promotion opportunities as men portrayed in the film What Men Want (2019) because of their silence and incapacity to perform in line with their thoughts and language results in workplace discrimination by males. The film illustrates women characters as powerless undervalued in the workplace when their opinion is unheard during the decision-making process because men are muting them as the domination group. To recapitulate, men's domination and discrimination towards women at work resulted in harassment, humiliation, and undervaluing women, as depicted in What Men Want (2019).
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salwa Kholifah
Abstrak :
Faktanya, kebutuhan pasar pasti meningkat dari tahun ke tahun, begitu pula dengan peluang dan risiko yang menyertainya. Seperti perusahaan yang melakukan ekspansi global dan menjadi perusahaan multinasional untuk memperluas pasarnya untuk memperoleh keuntungan sebanyak mungkin, mereka akan dihadapkan pada kompleksitas manajemen yang mungkin berbeda secara signifikan antara negara asal mereka dan negara tujuan akibat perbedaan budaya dan sistem regulasi. Salah satu kompleksitas manajemen dalam menangani sumber daya manusia secara global adalah mengenai kompensasi. India yang menyandang predikat sebagai negara dengan populasi ekspatriat terbesar di dunia juga menduduki peringkat keenam dengan populasi ekspatriat perempuan di antara beberapa negara Asia. Terkenal dengan biaya tenaga kerja yang rendah bagi penduduk lokalnya, sayangnya India juga terkenal dengan disparitas kesenjangan upah gender yang sangat besar yang terjadi karena budaya patriarkinya. Diperkirakan 67 persen perempuan lokal di India ditemukan mendapat upah lebih rendah dari pria dikarenakan adanya diskriminasi gender. Lingkungan kerja yang tidak nyaman tidak dapat disangkal akan terjadi antara perempuan ekspatriat dan perempuan lokal karena upah ekspatriat yang mungkin lebih tinggi daripada penduduk lokal sehingga menyebabkan kepuasan kerja yang rendah, kinerja yang buruk, dan berakhir dengan tingginya turnover rate. Dengan biaya tenaga kerja yang rendah di India dan seksisme di tempat kerja yang memperburuk disparitas upah antara perempuan ekspatriat dan penduduk lokal, lingkungan kerja yang beragam dan inklusif serta pencarian pendekatan kompensasi yang sesuai diperlukan bagi perusahaan multinasional di India dan begitu pula dukungan dari keterlibatan pemerintah India dalam mengatasi diskriminasi gender di tempat kerja. ......In a point of fact, market needs inevitably increase throughout the years and so do the opportunities and the risks that follow. In the same way as companies going global and becoming a multinational enterprise to enhance their market size for they gain as much profit as possible, they are posed to the management complexities that might differ significantly between their home country and the host countries due to the difference of culture and system regulations. One of the management complexities in dealing with human resources globally is regarding compensation. India and its title as the world’s largest expatriate population also ranked in the sixth place with its female expatriate population among several Asian countries. Famous for its low labour costs for its locals, unfortunately, India is also famous for its huge disparity of the gender pay gap that occurs due to its well-known patriarchal culture. An estimation of 67 percent of local females in India found to get a lower wage compared to male due to gender discrimination. An uncomfortable work environment will undeniably occur between the female expatriates and locals as the expats wages might be higher than the locals for it leads to a low job satisfaction, poor performance, and subsequently results in high turnover rate. With India’s low labour cost and sexism in the workplace worsening the wage disparity between female expatriates and locals, a diverse and inclusive work environment along with seeking for an appropriate compensation approach are needed for MNEs in India and so do the support from India's government involvement in addressing gender discrimination in the workplace.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kristoforus Andro Putranto
Abstrak :
Dalam masyarakat yang kental dengan cara pandang heteronormativitas, individu nonbiner memanfaatkan ruang digital untuk mempresentasikan identitas gender diri seutuhnya. Salah satu aplikasi kencan berbasis internet, Bumble menembus batas mengekang tersebut dengan membentuk ruang aman beserta rangkaian kebijakan yang mengutamakan gender inklusivitas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melibatkan enam pengguna Bumble yang mengidentifikasi diri sebagai nonbiner, serta memperoleh data melalui wawancara mendalam bersama informan, serta observasi penggunaan Bumble. Hasil penelitian menunjukkan bagaimana platform Bumble tersebut tak sepenuhnya ramah bagi gender minoritas karena pengguna nonbiner sering kali mengalami mikroagresi. Selain itu, identitas gender memegang peran penting bagi pengguna nonbiner di Bumble dalam membangun interaksi dengan orang baru. Pengguna nonbiner menanggulangi diskriminasi yang terjadi melalui metode penyaringan profil secara manual dengan kriteria tertentu untuk memilah profil yang mereka ingin menjalin interaksi. Hal ini bertujuan untuk melindungi diri dari terjadinya mikroagresi dan diskriminasi serta tetap dapat menavigasikan identitas gender mereka dengan leluasa pada aplikasi tersebut. ......In a society deeply rooted by heteronormative perspectives, nonbinary individuals leverage digital spaces to authentically present their gender identities. Internet-based dating application, Bumble, defies these constraints by establishing a safe space and a set of policies that prioritize gender inclusivity. This research employs a qualitative method involving six Bumble users who identify as nonbinary, gathering data through in-depth interviews, also through observations of Bumble usage. The findings indicate that the Bumble platform is not entirely accommodating to gender minorities, as nonbinary users frequently experience microaggressions. Furthermore, gender identity plays a crucial role for nonbinary users on Bumble in establishing interactions with new people. Nonbinary users prevent discrimination through manual profile filtering methods with specific criteria to select profiles with whom they wish to interact. This aims to protect themselves from microaggressions and discrimination while navigating their gender identities freely on the application.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library