Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Sugiarto
Abstrak :
Jakarta yang merupakan ibu kota Republik Indonesia, mempunyai kondisi udara yang buruk akibat polusi dari kendaraan bermotor. Untuk memperbaiki keadaan tersebut diadakan Program Langit Biru dan KLH yang salah satu sub-programnya adalah melakukan uji petik (chek spot) terhadap emisi gas buang pada kendaraan bermotor. Dari hasil uji petik ini akan diusulkan sebuah KEPMEN yang akan mengatur nilai ambang batas emisi gas buang untuk kendaraan bermotor lama. Dalam program ini ditentukan 5 (lima) titik pengujian, dimanaper titiknya diambil di tiap daerah tingkat II (walikota). Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kadar polusi yang keluar dari kendaraan bermotor (mobil pribadi dan penumpang). Sebagai standar digunakan baku mutu dari Pemda DKlJakarta yaitu keputusan Gubernur Nomor 1041/2000 dan dari Ketetapan Menteri Lingkungan Hidup No.35 tahun 1993. Emisi yang diuji adalah CO dan HC untuk kendaraan berbahan bakar bensin dan opasitas (ketebalan asap) untuk kendaraan berbahan bakar solar. Dari hasil uji petik ini terlihat bahwa tingkat kelulusan yang rendah (40%) untuk semua kategori mesin bensin dengan carburator dan 70% mesin bensin dengan sistem injeksi serta 60% untuk mesin berbahan bakar solar sehingga diperlukan peraturan setingkat Kep-men yang lebih ketat berikut tata laksana untuk implementasinya.
Jakarta is a capital of republic of Indonesia, has a poor condition due to air pollution from vehicle emission, for this reason ministry of environment conducting via " blue sky program " doing emission check spot for motor vehicle. In this program 5 spot checkpoints in local government put in 988 data from various vehicle (Private and public car with different year and fueling system). As a standard we use Government decree No. 1041/2000 and Ministry of Environment Decree No. 3 5/199 3 for comparison. The results shows that the level of pass is low (40%) for any category of gasoline with carburetor fueling system and 70% passed for injection system and 60% passed for smoke in Diesel engine and it's need a new decree and more tight for emission level from Ministry of environment.
2004
JUTE-XVIII-4-Des2004-256
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tri Esti Herbawamurti
Abstrak :
Penelitian pengaruh tanah liat atau clay pada pembuatan briket batubara tanpa karbonisasi dengan komposisi tanah liat sebagai variabel yakni 0%, 5%, 10% dan 15%, telah dilakukan di Laboratorium UPT - LSDE, BPPT. Hasil pengamatan diperoleh uji kuat tekan terhadap briket dengan tanah liat 0% = 5,5 kg/cm2 ; 5% = 9,25 kg/cm2 ; 10% = 12,95 kg/cm2 ; 15% = 16,65 kg/cm2. Dari segi ketahanan dan lama pembakaran menunjukkan briket dengan 0% tidak utuh, runtuh pada menit ke 90; briket dengan tanah liat 5% tidak utuh, runtuh pada menit ke 120; briket dengan tanah liat 10% utuh sampai ke menit 152; briket dengan tanah liat 15% utuh sampai ke menit 122. Analisa emisi gas pada pembakaran briket dengan tanah liat 0% menunjukkan CO rata-rata 434 ppm ; tahah liat 5% CO rata-rata 530 ppm ; tanah liat 10% dengan CO rata-rata 394 ppm dan tanah liat 15% CO rata-rata 386 ppm. Dua variabel atau komposisi tanah liat pertama tidak utuh dan dalam pembakaran tidak bertahan lama serta emisi gas CO lebih tinggi. Sedangkan pada dua variabel terakhir dapat disimpulkan bahwa tanah liat dengan komposisi tanah liat 10% lebih baik.
Research on clay as raw material in producing coal briquette without carbonization has been conducted in laboratory of UPT-LSDE, BPPT. Clay to coal composition that was used as variable was 0%, 5%, 10% and 15%. Result of pressure test of the mixture are as follow: for clay to coal 0% the strength is 5.5 kg/cm2; for clay to coal 5% the strength is 9.25 kg/cm2; for clay to coal 10%, the strength is 12.95 kg/cm2; for clay to coal 15%, the strength is 16.65 kg/cm2. From the view of lifetime and combustion time it was showed that briquette for clay to coal to coal 0% will be broken into pieces in 90 minutes, for clay to coal 5% will be broken into pieces in 120 minutes, or clay to coal 10% will be ruined into pieces in 152 minutes, for clay to coal 15% will be ruined into pieces in 122 minutes. The gas analysis showed that CO gas emission of the briquettes for the five are as follows: 0% of clay was 434 ppm, 5% of clay was 530 ppm, 10% of clay was 394 ppm, and 15% of clay was 386 ppm. The first two compositions is considered as weak, shorter durability and emitted more CO gas emission. Finally, between the last two compositions can be concluded that, that one with 10% of clay is the best.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
T2687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Djohan Asmawi
Abstrak :
Menipisnya cadangan minyak bumi, akan menjadikan bahan bakar minyak konvensional seperti Premix, Premium dan Solar semakin mahal harganya, dan subsidi terhadap minyak solar yang dilakukan Pemerintah selama ini suatu saat akan tidak dapat dilanjutkan. Melihat fenomena ini, menjadikan Pemerintah mengambil langkah kebijaksanaan bidang energi antara lain. kebijaksanaan konservasi dan diversifikasi energi guna mengurangi peranan bahan bakar minyak (BBM) dan meningkatkan peranan energi lain. Ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pemakaian BBM dan menggantikan dengan jenis energi lain guna memenuhi kebutuhan energi, khususnya untuk transportasi. Pembangunan yang semakin meningkat menjadikan tingkat pertumbuhan ekonomi semakin tinggi. Salah satu dampak yang terjadi adalah merangsang produksi dan jumlah kendaraan bermotor. Kehadiran kendaraan bermotor dalarn masyarakat sangatlah panting, akan tetapi telah terjadi pula permasalahan lalulintas seperti kemacetan, kecelakaan dan pencemaran udara. Hasil penelitian dari pola penggunaan BBM menunjukkan bahwa kontribusi pencemaran udara yang berasal dari sektor transportasi mencapai 60%, selebihnya sektor industri 25%, rumahtangga 10% dan sampah 5%. Untuk menghindari atau mengurangi polusi udara akibat emisi gas buang dari sektor transportasi, maka perlu dilakukan perlindungan melalui upaya pengendalian terbadap sumberiemisi gas buang kendaraan bermotor, sehingga pembebanan udara ambien tetap berada di bawah ambang batas yang diperbolehkan. Alternatif bahan bakar pengganti yang paling memungkinkan saat ini adalah bahan bakar gas (BBG), karena selain cadangannya dalam jumlah besar juga menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh LEMIGAS (1992) pada kendaraan yang berbahan bakar bensin, BBG lebih efisien dan lebih bersahabat dengan lingkungan. Untuk kendaraan berbahan bakar minyak solar (BBMS), penggantian ke BBG secara langsung masa sulit dilaksanakan karena sistem pembakaran yang berbeda dibanding kendaraan berbahan bakar bensin. Akan tetapi dengan teknologi yang ada, maka Cara dengan pemakaian alat Conversion Kit dapat dilakukan, di mana BBMS yang dipakai dapat disubstitusi dengan bahan bakar minyak solar-gas (BBMSG). Bila kendaraan bermotor yang berbahan bakar bensin dapat menggunakan bahan bakar gas yang terbukti lebih efisien dan lebih ramah dengan lingkungan, maka penelitian ini melihat emisi gas buang yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor Isuzu Panther BBMS, yang disubstitusi dengan BBMSG. Emisi gas buang yang diteliti dibatasi pada parameter karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC). Tujuan penelitian secara umum adalah untuk dapat mengantisipasi pemakaian bahan bakar alternatif dalam rangka menunjang kebijaksanaan diversifikasi dan konservasi energi, dan memperkenalkan kepada masyarakat bahwa kendaraan berbahan bakar solar dapat pula menggunakan bahan bakar gas dengan cara substitusi. Secara khusus penelitian ini melakukan uji coba untuk mengetahui : a. Seberapa besar emisi gas buang CO, NOx dan HC yang ditimbulkan bila menggunakan BBMS. b. Seberapa besar perbedaan emisi gas buang untuk masing-masing parameter tersebut di atas bila dilakukan substitusi dengan BBMSG. c. Apakah ada perbedaan emisi gas buang yang ditimbulkan antara kendaraan tersebut di tune-up (0 km) dan tidak di tune-up (setelah kendaraan menempuh jarak 5000 km), ditinjau dari bahan bakar yang digunakan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan mobil Isuzu Panther berbahan bakar solar yang dikondisikan. Maksud dikondisikan, kendaraan terlebih dahulu di tune-up (0 km) kemudian dipasang alat Conversion Kit. Penelitian dilakukan pada kendaraan dalam keadaan static atau posisi gigi transmisi bebas dan kendaraan pada posisi transmisi masuk pada kecepatan dan rpm sebagai berikut: 1. Gigi transmisi 0 (stalls), kecepatan 0 km/jam, rpm 1500. 2. Gigi transmisi 1, kecepatan 20 km/jam, rpm 2000. 3. Gigi transmisi 2, kecepatan 40 km/jam, rpm 2500. 4. Gigi transmisi 3, kecepatan 60 km/jam, rpm 3000. 5. Gigi transmisi 4, kecepatan 80 km/jam, rpm 3500. 6. Gigi transmisi 5, kecepatan 100 km/jam, rpm 4000. Sampel diambil sebanyak tiga kali pada tiap-tiap parameter yang diuji. Selanjutnya diulang kembali sebelum di tune-up (setelah kendaraan menempuh jarak 5000 km.) Data seluruh pengamatan pada setiap kali perulangan, baik kendaraan di tune-up atau tidak, sebanyak 216 kasus (sampel). Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan statistik deskriptif dan inferensial. Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan secara umum karateristik hasil pengamatan, sedangkan statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan yang mana dalam hal ini digunakan analisis sidik ragam (ASRA) dengan menggunakan fasilitas komputer program Microstat versi 4.1 dari Ecosoft Inc. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa: 1. Ada perbedaan yang nyata untuk emisi gas buang NOx, bila memperhitungkan bahan bakar yang digunakan. Penggunaan BBMSG menimbulkan emisi NOx lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan BBMS. 2. Tidak ada perbedaan yang nyata untuk emisi gas buang CO, bila kendaraan menggunakan BBMS ataupun BBMSG. 3. Ada perbedaan yang nyata untuk emisi gas buang HC, bila memperhitungkan bahan bakar yang digunakan. Penggunaan BBMSG menimbulkan emisi gas buang HC yang lebih tinggi, dibandingkan dengan penggunaan BBMS. 4. Ada perbedaan yang nyata emisi gas buang CO, NOx, dan HC bila memperhatikan kecepatan. Semakin cepat kendaraan melaju memperlihatkan semakin tinggi emisi gas buang yang dihasilkan. a. Untuk parameter CO, dengan kecepatan kendaraan 100 km/jam adalah: - 9,7 kali lipat dibandingkan kecepatan 20 km/jam; - 6,4 kali lipat dari 40 km/jam; - 2,5 kali lipat dari 60 km/jam; - 1,5 kali lipat dari 80 km/jam. b. Dengan kecepatan 100 km/jam diketahui emisi NOx yang dihasilkan adalah: - 1,5 kali lipat dari kecepatan 20 km/jam; - 1,2 kali lipat dari 40 km/jam; - 1,1 kali lipat dari 60 km/jam; - 1,1 kali lipat dari kecepatan 80 km/jam. c. Emisi gas buang HC pada kecepatan 100 km/jam adalah: - 2,4 kali lipat dari kecepatan 20 km/jam; - 2 kali lipat dari 40 km/jam; - 1,3 kali lipat dari 60 km/jam; - 1,1 kali lipat dari 80 km/jam. Kendaraan tersebut berlaku dalam keadaan tune-up (0 km) dan tidak tune-up (5000 km), baik menggunakan BBMS ataupun BBMSG dengan ukuran kelipatan yang tidak jauh berbeda. 5. Emisi gas buang CO yang dihasilkan tidak beda nyata antara kendaraan di tune-up (0 km) maupun tidak di tune-up (5000 km). Walaupun demikian CO lebih tinggi 1,4 kali lipat bila menggunakan BBMSG dibanding BBMS. 6. Untuk parameter NGx, emisi yang dihasilkan menunjukkan adanya perbedaan nyata antara kendaraan di tune-up dan tidak tune-up. Ternyata penggunaan BBMSG lebih baik dari penggunaan BBMS. Emisi karena penggunaan BBMS adalah 1,3 kali lipat lebih tinggi dibanding pada penggunaan BBMSG. 7. Untuk parameter HC, emisi gas buang yang dihasilkan, tidak ada perbedaan nyata baik kondisi tune-up maupun tidak tune-up. Namun bila dianalisis menurut bahan bakar yang digunakan, emisi HC pada penggunaan BBMSG cenderung lebih tinggi 1,1 kali lipat dibanding pada penggunaan BBMS. 8. Efisiensi ekonomi penggunaan BBMSG menunjukkan penghematan 58% lebih murah dari BBMS. 9. Dari percobaan dengan menggunakan BBMSG melalui penambahan alat Conversion Kit, yang mana campuran BBM yang digunakan adalah 40% BBMS dan 60% BBG, keadaan emisi gas buang untuk parameter utama sudah dapat diketahui. Untuk itu penelitian yang serupa oleh pihak lain terhadap beberapa parameter yang belum diteliti, konsumsi bahan bakar, akselerasi dan lain sebagainya dipandang perlu untuk dilakukan, sehingga temuan-temuannya dapat melengkapi hasil penelitian.
Decreasing the fossil fuel reserve will make combustible material lice Premix, Premium and Diesel fuel more expensive. Government subsidy for Diesel fuel will one day be discontinued. This phenomenon made the government take steps in the field of energy policy, namely conservation policy and energy diversification in order energy sources. Such is mean to reduce the level of dependency towards fossil fuel and replace it with other kinds of energy in fulfilling the need, particularly for transportation purposes. The ever increasing level of development resulted in an even higher economic growth. One of the impact that is occurring includes the stimulation in the number of motorized vehicle production. Its presence in the community is very important indeed, but another issue arises, namely traffic problems like accidents, traffic jams, air pollution, etc. Research results of the pattern of using fossil fuel showed that the contribution of air pollution originating from transportation reached 60%, the remaining sectors include industry 25%, domestic 10% and solid waste 5%. To evade or reduce air pollution as a result of exhaust gas emission from the transportation sector, the protection should be carried out through the endeavors of control towards the source or motorized vehicle exhaust gas emission. Such would keep the ambient air below the allowable threshold. The most possible replacement fuel as alternative, at present, is gas fuel (BBG). Besides its huge amount of reserves, the study result of Lemigas (1992) on vehicles with gasoline, BBG is more efficient and friendly with the environment. Vehicles with Diesel fuel could not be changed directly with BBG. The change is still difficult to implement because they differ in the combustion system compared to those with gasoline. Otherwise, with the availability of technology, by using the convention kit tool, it can be carried out whereby the Diesel fuel material used can be substituted with BBG. When a gasoline motorized vehicle can use BBG that turned out to be more efficient and more friendly with the environment, thence, this study focused on exhaust gas emission caused by Isuzu Panther motorized vehicle with Diesel fuel combustion material that is substituted by BBG. The studied gas emission was limited to the parameters CO, NOx and HC. The objective of this study is to anticipate the use of alternate fuel within the framework of supporting the diversification and energy conservation policy as well as introducing to the community that vehicles with Diesel fuel material can also use BBG by substitution. In particular, this study is to carry out a trial to know: a. How big the exhaust gas emissions of CO, NOx and HC are when using the Diesel fuel material (BBMS). b. How big the difference in exhaust gas emission for the respective parameters when it was carried out by BBMSG substitution. c. If there is difference in exhaust gas emission when the vehicle is tuned-up (0 km) and not tuned-up (after completing a distance of 5000 km), both from the fuel used as well as the velocity of the vehicle point of view. This study is an experimental study by using Panther Isuzu motorcar with conditioned Diesel fuel. Its mean that the car is first of all tuned-up (0 km) then a conversion kit is installed. The study is carried out when the motorcar is stationary or the transmission position is free and when the transmission position is in and the car is running at a velocity and rpm were as follows: 1. Transmission at 0 (static), velocity 0 km per hr, rpm 1500 2. Transmission at 1, velocity 20 km per hr, rpm 2000 3. Transmission at 2, velocity 40 km per hr, rpm 2500 4. Transmission at 3, velocity 60 km per hr, rpm 3000 5. Transmission at 4, velocity 80 km per hr, rpm 3500 6. Transmission at 5, velocity 100 km per hr, rpm 4000 For each parameter tested, the sample taken was three times. Then, it is repeated prior to be tuned-up (after the vehicle covered a distance of 5000 km). The entire observance data at every single repetition, both, whether the vehicle was tuned-up or not, the total number was 216 cases or samples. Data analysis was undertaken by using the descriptive statistical approach as well as inferential. The first was used to illustrate, in general, the characteristics of observance results, whereas, inferential statistic was used to test the proposed hypothesis that was presented and in this case was used for variance analysis (ANOVA) by using the facilities of Microstate version 4.1 computer program from Ecosoft Inc. The result of the study disclosed that: 1. The gas emission of NOx from diesel fuel-gas vehicle tends to be lower than that from diesel fuel vehicle. 2. The gas emission of CO from diesel fuel-gas vehicle tends to be the some as that from diesel fuel vehicle. 3. The gas emission of HC from diesel fuel-gas vehicle tends to be higher as that from diesel fuel vehicle. 4. There is significant difference of exhaust gas emission by Panther Isuzu vehicle when attention is paid on the velocity of the vehicle. a. For the CO parameter with a velocity of 100 km per hour: . 9.7 times compared with a velocity of 20 km per hour . 6.4 times with a velocity of 40 km per hour . 2.5 times with a velocity of 60 km per hour . 1.5 times with a velocity of 80 km/hour b. With a velocity of 100 km per hour NOx emission is known to be: . 1.5 times the a velocity of 20 km per hour . 1.2 times the a velocity of 40 km per hour . 1.1 times the a velocity of 60 km per hour . 1.1 times the a velocity of 80 km per hour c. HC exhaust emission at a velocity of 100 km per hour is: · 2.4 times the a velocity of 20 km per hour · 2 times the a velocity of 40 km per hour · 1.3 times the a velocity of 60 km per hour · 1.1 times the a velocity of 80 km per hour The vehicle in question holds in a tune-up (0 km) condition and not tune-up (500 km) both using BBMS or BBMSG with a multiplication measurement that do not differ much. 5. CO exhaust gas emission produced do not differ significantly between vehicle's tuned-up (0 km) as well as tuned-up (5000 km). Even then, CO is 1.4 times higher when using BBMSG compared to BBMS. 6. For NOx parameter, the emission produced showed significant difference between vehicle's tuned-up and not tuned-up. It turned out that BBMSG use is better than BBMS. The emission due to BBMS use is 1.3 times that of BBMSG. 7. There is no significant difference both tuned-up as well as not tuned-up for HC exhaust gas emission. However, if the analyzed according its fuel used, then HC emission tends to be higher by using BBMS compared to BBMSG, namely 1.1 times.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhri Raihan Ramadhan
Abstrak :
Penurunan produksi gas bumi dalam negeri mendorong penerapan sumber energi lain untuk menjaga ketahanan energi nasional. Coalbed Methane (CBM) dianggap sebagai kandidat potensial karena karakteristiknya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pemanfaatan CBM untuk menghasilkan Compressed Natural Gas (CNG). Penelitian ini mengkaji simulasi proses produksi CNG dari CBM dengan teknologi yang menghasilkan emisi paling rendah. Penelitian ini mengeksplorasi skenario pemanfaatan gas buang yang dihasilkan dalam proses. Penelitian ini juga akan membahas biaya dan skema transportasi BBG untuk pengguna di Sumatera Selatan. Studi ini menemukan bahwa CBM dapat diolah menjadi CNG menggunakan teknologi yang digunakan dalam pengolahan gas alam konvensional. Studi ini menyimpulkan bahwa ada pengaruh antara penggunaan dan jumlah kombinasi gas buang yang digunakan sebagai sumber energi proses terhadap jumlah CNG dan emisi yang dihasilkan pada akhir proses. Ditemukan bahwa jumlah emisi terkecil diperoleh ketika semua gas buang digunakan sebagai penyumbang energi dalam proses tersebut. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa biaya transportasi CNG akan tergantung langsung pada metode kepemilikan armada transportasi CNG tersebut. ......The decline in domestic natural gas production has encouraged the application of other energy sources to maintain national energy security. Coalbed Methane (CBM) is considered to be a potential candidate due to its characteristics. This research aims to study the use of CBM to produce Compressed Natural Gas (CNG). This research examines the process simulation of CNG production process from CBM with the technology that produces the lowest emissions. This research explores scenarios for utilizing produced flue gas in the process. This research will also discuss the cost and CNG transportation scheme for users in South Sumatra. This study found that CBM can be processed into CNG using the technology used in conventional natural gas processing. This study concluded that there is an effect between the use and the number of flue gas combinations used as a process energy source on the amount of CNG and emissions produced at the end of the process. It was found that the smallest amount of emission was obtained when all flue gas was used as an energy contributor in the process. This research also concludes that the transportation cost of CNG will depend directly on the ownership method of the CNG transportation fleet.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasbi Fadli
Abstrak :
Daerah perkotaan yang dipadati oleh bangunan dan gedung tinggi dapat mempersulit proses pendistribusian energi listrik ke tengah kota. Adanya keengganan masyarakat jika pemukimannya dilewati saluran transmisi atau dibangun gardu induk, serta biaya pembangunan saluran kabel bawah tanah yang lebih besar dari saluran udara menambah tingkat kesulitan tersebut. Apabila penyaluran energi listrik terkendala maka daerah perkotaan akan mengalami krisis energi listrik sehingga mengganggu kehidupan masyarakat. Salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan diatas adalah dengan pemasangan solar cell kaca (glasses solar cell) bermaterial thin film (CdTe) pada gedung bertingkat, yang berada ditengah kota dan energi listriknya dipasok oleh jaringan PLN (Perusahaan Listrik Negara). Dalam penelitian ini, solar cell kaca akan dipasang pada gedung “W” yang sudah dibangun, dengan luas area pemasangan solar cell yaitu 6.916 m2. Level transparansi kaca gedung yang menjadi objek penelitian adalah 30%, sehingga pemasangan solar cell kaca dengan tingkat transparansi yang sama, mampu memasok energi listrik maksimum sebesar 339.891 kWh/tahun atau setara 13% kebutuhan energi listrik gedung. Analisa kelayakan secara ekonomi digunakan pada penelitian ini, dimana diperoleh nilai NPV (-)Rp 6.419.969.265, IRR -2,68%, dan Payback Period lebih dari 25 tahun (umur investasi), sehingga secara keekonomian, pemasangan PV thin film dengan transparansi 30% belum layak untuk diterapkan. Penggunaan solar cell kaca berkontribusi mengurangi emisi gas karbon, maksimum 277.691 kg /tahun. ......Urban area populated by edifice and storey building can complicate process of electric energy distribution to the middle of city. Citizen reluctance if their settlement passed by transmission network or being built substation, and bigger cost of underground cable than overhead line increases such difficulty level. If there is problem in delivering electric energy, so the city will face electric energy crisis and disrupt society life. One of solution in overcoming that issue is by installation the glasses solar cell with thin film material (CdTe) on storey building, which located in the middle of city and its electric energy supplied by PLN. In this study, glasses solar cell will be installed in existing building “W” with solar cell area about 6,916 m2. Glasses transparency level of study object building is 30%, so by installing same transparency level of solar cell can supply maximum electric energy 339,891 kWh /year or equal to 13% electric energy demand of building. Economic feasibility analysis applied in this study, where NPV is IDR (-) 6,419,969,265, IRR is -2.68% and the payback period is more than 25 years (investment duration), so this technology is not yet feasible to be implemented economically. The usage of glasses solar cell contributes to deduct greenhouse gas emission, maximum 277,691 kg/year.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Yuni Anggraeni
Abstrak :
The objective of this study is to investigate the impact of greenhouse gas (GHG) emissions disclosure and environmental performance on firm value, and then it examines the role of environmental performance in moderating the relationship between them. The analysis of this study uses moderated regression analysis with panel data. The sample consists of firms that listed in PROPER?s rank and BEI for 2010-2013. Consistent with legitimacy and signaling theory, the results show that GHG emissions disclosure has a positive impact on firm value, while environmental performance does not, except for the gold rank. Then, the PROPER?s rank that is a proxy for the environmental performance cannot be moderating that relationship. It is probably that the ranks cannot represent the environmental performance of firm as a whole, so there is no evidence that the rank will be moderating the relationship between GHG emissions disclosure and firm value.

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengungkapan emisi gas rumah kaca (GRK) dan kinerja lingkungan terhadap nilai perusahaan, serta menguji peran kinerja lingkungan dalam memoderasi hubungan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi moderasi dengan data panel. Sampel penelitian terdiri atas perusahaan yang terdaftar dalam peringkat PROPER dan BEI selama periode 2010-2013. Sejalan dengan teori legitimasi dan sinyal, hasil penelitian menunjukkan bahwa pengungkapan emisi GRK berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, tetapi kinerja lingkungan tidak memengaruhi nilai perusahaan, kecuali untuk peringkat emas. Kemudian, peringkat PROPER tidak dapat memoderasi pengaruh positif antara pengungkapan emisi GRK dan nilai perusahaan. Hal ini kemungkinan karena pasar menilai peringkat tersebut tidak dapat menggambarkan kinerja lingkungan perusahaan secara keseluruhan sehingga dengan adanya kinerja lingkungan tidak memengaruhi hubungan positif antara pengungkapan emisi GRK dan nilai perusahaan.
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia, 2015
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Yusaq Faiz Fadin
Abstrak :
Fokus pada penelitian ini membahas potensi dampak lingkungan dari aktifitas pemanfaatan emisi gas karbon dioksida sebagai injeksi miscible gas pada enhanced oil recovery. Responsible Innovation dipilih sebagai kerangka kerja besar pada peneltian ini, pemanfaatan CO2 dianggap sebagai salah satu inovasi yang harus dijaga keberlanjutannyya, oleh karena itu studi ini membahas dan menganalisis menggunakan lima dimensi responsible innovation diantaranya: anticipation, reflexivity, responsiveness, deliberation and participation. Sebagai alat untuk mengevaluasi, Life Cycle Assessment digunakan untuk menganalisis dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh 4 unit utama dalam proses CO2-Enhanced Oil Recovery yaitu sumur gas Subang,CO2 Recovery, CO2 Transmisi, dan sumur minyak EOR Jatibarang. Kami membangun model perhitungan LCA dengan software spreadsheet, untuk mengukur berbagai kuantitas input feed gas yang berbeda untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang ditimbulkan. Potensi dampak lingkungan terbesar adalah kontribusi terhadap dampak pengasaman/acidification ,yang sumbernya didominasi oleh emisi dari unit CO2 recovery. Secara umum, dampak lingkungan terbesar dalam kategori LCA adalah pengasaman/acidification, diikuti oleh pembentukan photo-oxidant, perubahan iklim/climate change dan penipisian sumber daya abiotik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa unit sumur gas Subang menyumbang potensi dampak lingkungan terbesar dalam seluruh proses yang ada. ......The focus of this research is to analyze potential environmental impact in the utilization of carbon dioxide gas emission as miscible gas injection on Enhanced Oil Recovery activity. Responsible Innovation has been choosen as a grand framework on this study, CO2 utilization is considered as one of the innovations that should be kept sustainability, therefore this study discuss and analyzes using five dimensions of responsible innovation namely: anticipation, reflexivity, responsiveness, deliberation and participation. As a tool to asses, Life Cycle Assessment (LCA) is applied to analyze impacts environment, produced by the four main units in the process of CO2-Enhanced Oil Recovery, which are Gas Well in Subang, CO2 Recovery, CO2 Transmission and Oil Well fo EOR in Jatibarang. We developed LCA calculation model using spreadsheet software, used to assess a various of input quantity of feed gas to evaluate environmental impact. The biggest potential environmental impact is the contribution to acidification impact which emissions are produced mostly from unit CO2 recovery. In general, the biggest environmental impact in the LCA category is acidification, followed by photo-oxidant formation, climate change and depletion of abiotic resources. This study shows that gas wells in Subang gives the biggest environmental impacts potential in the whole process.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59767
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Nandini Prameswari
Abstrak :
Pada tahun 2013, pemerintah menerbitkan regulasi mengenai pengembangan kendaraan bermotor roda empat hemat energi dan harga terjangkau (KBH2). Regulasi tersebut bertujuan untuk mendorong penggunaan kendaraan bermotor yang ramah lingkungan dan mendukung konservasi energi dari sektor transportasi. KBH2 disebut kendaraan yang ramah lingkungan karena adanya persyaratan konsumsi minimal bahan bakar yang harus dipenuhi. KBH2 termasuk dalam program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) yang diimplementasikan untuk mendukung komitmen Indonesia dalam nationally determined contribution (NDC) sebagai akibat ratifikasi Persetujuan Paris. Namun, seringkali penerapan dari suatu regulasi tidak berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu, untuk mengetahui, memahami, sekaligus menganalisis penerapan regulasi KBH2 terhadap komitmen Indonesia dalam NDC, dilakukan penelitian secara analisis yuridis mengenai hubungan antara kedua hal tersebut, serta dilakukan wawancara kepada pihak dari Kementerian Perindustrian sebagai pihak yang mengatur mengenai ketentuan pengembangan KBH2. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan regulasi KBH2 belum mendukung komitmen Indonesia dalam NDC dan belum sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Apabila regulasi KBH2 terus diberlakukan, pemerintah harus melakukan beberapa perbaikan yang berkaitan dengan penerapan regulasi tersebut. ......In 2013, the government issued a regulation regarding the kendaraan bermotor roda empat hemat energi dan harga terjangkau (KBH2). The regulation aims to encourage the use of motorized vehicles that are environmentally friendly and to support energy conservation from the transportation sector. KBH2 is called an environmentally friendly vehicle due to the minimum fuel consumption requirements that must be met. KBH2 is included in the Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) program which is implemented to support Indonesia's commitment in the nationally determined contribution (NDC) as a result of the ratification of the Paris Agreement. However, often the implementation of a regulation does not work in accordance with the objectives that are intended to be achieved. Therefore, to find out, understand, and analyze the implementation of KBH2 regulation to Indonesia's commitments in the NDC, a juridical analysis of the relationship between the two matters was conducted, and an interview was also conducted with a representation from the Ministry of Industry, who regulates the provisions regarding the development of KBH2. The result showed that the implementation of KBH2 regulation has not supported Indonesia's commitment in the NDC. Thus, if the KBH2 regulation will continue to be implemented, the government must make some improvements relating to the implementation of the regulation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathan, Stanley
Abstrak :
Pada skripsi ini dilakukan penelitian terhadap karakterisasi kinerja mesin terhadap pengaruh perubahan sudut cam intake sepeda motor sebagai tahap awal untuk pengembangan variable valve timming. Dengan melakukan perubahan sudut ini maka akan berpengaruh terhadap waktu bukaan dan overlapping yang berdampak pada performa mesin tersebut. Dari hasil percobaan ini akan terlihat pengaruh dari perubahan sudut bukaan yang kemudian dianalisa untuk mendapatkan parameterparameter dari kondisi sudut bukaan yang efektif pada beberapa kondisi. Dari parameter itulah bisa didapatkan data awal untuk melakukan pengembangan lebih lanjut mengenai mekanisme dari variable valve timming pada camshaft sepeda motor. ......This research is about performance characterization of 4-stroke engine in 3 cofiguration, of intake cam degree .As the result,the changing of cam intake degree is effect the intake timming that related with Overlapping time. The result is used to be preliminary data for future development of mechanism of variable valve timming Camshaft. This result data is analyzed to obtain effective parameters of intake timming condition in a certain condition. From that parameter,then it can be used to make a control mechanism for this variable valve timming Camshaft.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1252
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>