Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saraswati Aisya
"ABSTRACT
Semakin cepatnya arus globalisasi mempermudah transaksi lintas batas.Transaksi lintas batas merupakan teknik perencanaan pajak yang identik menimbulkan penghindaran pajak.Salah satu penghindaran yang bisa dilakukan adalah melakukan investasi saham melalui pendirian anak perusahaan di Luar Negeri yang tidak terdaftar di bursa atau Controlled Foreign Company CFC .Upaya yang dilakukan Indonesia dalam mengatasi hal tersebut adalah menerbitkan Kebijakan CFC terbaru yaitu PMK 107/PMK.03/2017.Di dalam kebijakan CFC terbaru memperluasdefinisi entitas dan pengendalian, yaitu skema kepemilikan CFC melalui trust serta menambahkan peraturan terkait pengendalian secara tidak langsung Indirect Control .Kedua perubahan ini merupakan konsep baru dalam peraturan perpajakan Indonesia sehingga kepastiannya perlu diperhatikan.Oleh karena itu, perlu diketahui latar belakang ketentuan terkait kepemilikan CFC melalui trustserta meninjau ketentuan tersebut dan ketentuan indirect controldari sisi asas kepastianPenelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan data yang dikumpulkan merupakan hasil studi pustaka dan wawancara mendalam dengan key informant.Penelitian ini menghasilkan dua hasil penelitian. Pertama, terdapat beberapa latar belakang mengenai ketentuan terkait kepemilikan CFC melalui trust. Kedua, Kebijakan CFC belum memperhatikan kepastian hukum dari sisi subjek pajak, sisi prosedur, dan sisi pendefinisian terkait ketentuan kepemilikan CFC melalui trust dan indirect control.

ABSTRACT
The ever quicker globalization current facilitates cross border transactions. A cross border transaction is identical in giving rise to tax avoidance. One of the tax avoidance done was investing stocks through the establishment of a Controlled Foreign Company CFC . The efforts made by Indonesia in overcoming this was to publish the latest CFC Policy, PMK 107 PMK.03 2017.In the latest CFC policy expanded the definition and control of the entity, which is the ownership scheme of CFC through trust and adding regulations about Indirect Control. Both of these changes are new in taxation policy in Indonesia that its certainty needs to be concerned. Therefore, it needs to be noted about the background of the rules in relation to CFC 39 s ownership through trust and review the terms and conditions of indirect control from the principle of certainty.This research uses qualitative approaches and data collected from literature studies and in depth interviews with a key informant.This research produces two results. First, there are some backgrounds regarding the rules related to CFC 39 s ownership through trust. Second, CFC Policy hasn 39 t been paying attention to the legal certainty from the taxes subjects 39 side, procedural side, and the definition side in relation to the CFC 39 s ownership through trust and indirect control. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Raihan
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai latar belakang perubahan global approach menjadi designated jurisdiction approach dalam desain kebijakan CFC rule di Indonesia. Penelitian ini menganalisis kelebihan maupun kelemahan dari masing-masing pendekatan. Selain itu, penelitian ini juga membahas mengenai kelemahan pada upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah terkait dengan kebijakan CFC rule. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis data kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini adalah terdapat kelemahan dalam CFC rule Indonesia diantaranya terkait dengan definisi entitas, definisi kontrol, dan cakupan pemilihan yurisdiksi. Oleh karena itu, untuk memperkuat CFC rule Indonesia dapat melakukan redefinisi terhadap entitas, kontrol, dan batasan pemilihan yurisdiksi.

ABSTRACT
This research discusses about the background change of designated jurisdiction approach into global approach in designing CFC rule policy in Indonesia. This research analyzes the advantages and disadvantages of each approach. In addition, this research also discusses the weaknesses in efforts made by the government related to CFC rule policy. The research method used qualitative descriptive method. This research concludes that there are weaknesses in Indonesian CFC rule, such as the definition of entity, definition of control, and the scope of the election of jurisdiction. Therefore, to strengthen the CFC rule Indonesia can redefine entities, controls, and limitation on the selection of jurisdictions."
2017
S67547
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avif Prasetyo
"Adanya perusahaan yang didirikan diluar negeri yang seluruh atau sebagian sahamnya dimiliki oleh Wajib Pajak dalam negeri lazim disebut sebagai Controlled Foreign Company (CFC), CFC tidak hanya didirikan untuk tujuan bisnis namun juga dapat didirikan untuk tujuan penghindaran pajak dengan melakukan penundaan pembagian dividen atas laba yang berasal dari CFC tersebut, pencegahan atas skema penghindaran pajak melalui CFC ini diatur dengan CFC Rules. Indonesia mempunyai ketentuan CFC Rules dalam Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan serta pelaksanaannya diatur dalam PMK No. 107/PMK.03/2017 yang telah direvisi dengan PMK No. 93/PMK.03/2019 karena dinilai menghambat pelaku usaha dalam berekspansi keluar negeri serta beresiko menimbulkan pemajakan berganda. Penelitian ini mengkhususkan pembahasan mengenai penerapan prinsip-prinsip dalam CFC Rules untuk menghindari tax avoidance di Indonesia serta upaya pemerintah untuk menghindari pemajakan berganda atas ketentuan tersebut guna mengetahui penerapan prinsip-prinsip dalam CFC Rules yang seharusnya untuk menghindari tax avoidance di Indonesia beresiko menyebabkan pemajakan berganda. Penelitian ini berbentuk yuridis-normatif, dengan tipe deskriptif-analitis. Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa prinsip-prinsip dalam CFC Rules dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan, namun masih terdapat ketidakjelasan dalam menentukan objek pajak akibat penggunaan pendekatan entity approach yang memberlakukan seluruh jenis penghasilan yang berasal dari entitas CFC sebagai objek pajak yang diatur dalam PMK No. 107/PMK.03/2017 yang juga dapat menimbulkan pemajakan berganda, yang mana dicegah dengan mengubah pendekatan entity approach menjadi transactional approach yang menetapkan objek pajak sebagai penghasilan-penghasilan tertentu meliputi dividen, bunga, sewa, royalti, dan keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta yang diatur dalam PMK No. 93/PMK.03/2019. Berdasarkan penelitian ini PMK No. 93/PMK.03/2019 telah secara jelas menentukan penghasilan yang diberlakukan, namun penetapan penghasilan tertentu dalam ketentuan tersebut perlu diperluas, agar dapat secara lengkap mencakup penghasilan-penghasilan yang memiliki resiko penggerusan basis pemajakan domestik.

The existence of an entity established abroad whose shares are wholly or partly owned by the resident Taxpayer is commonly referred to as a controlled foreign company (CFC), CFC is not only established for business purposes but is also established for tax avoidance purposes by distributing dividends on the profits earned originating from the CFC, the order for the tax avoidance scheme through this CFC is regulated by CFC Rules. Indonesia has regulate CFC Rules in Article 18 paragraph 2 of the income tax law, the implementation of which is regulated in a regulation of the Minister of Finance. Regulations on the implementation of CFC Rules in Indonesia were previously regulated in Minister of Finance Regulation Number 107/PMK.03/2017 as amended by Minister of Finance Regulation Number 93/PMK.03/2019. The change was made because it was considered to be inhibiting to hamper business actors in expanding business activities aboard and risked causing double taxation. This research is specifically discuss about the application of the principles in the CFC Rules to avoid tax avoidance in Indonesia and the government's efforts to avoid double taxation of these provisions. The conclusion obtained from this research is that the principles in the CFC Rules as outlined in the Minister of Finance Regulation which is a derivative of Article 18 paragraph 2 of the Income Tax Law, but there is still uncertainty in determining tax objects due to the use of an entity approach that applies all types The stage originating from the CFC entity as a tax object is regulated in Minister of Finance Regulation Number 107/PMK.03/2017 which can also lead to double taxation, which is prevented by changing the entity approach to a transactional approach that defines tax objects as stages originating from CFC entities as regulated in Minister of Finance Regulation Number 93/PMK.03/2019."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto Purnomo
"Penelitian ini bermula dari adanya tampilan atau display merchandising di outlet yang berusaha ditata sedemikian rupa oleh perusahaan sehingga tampil menarik. Tampilan ini memberikan stimulus pada khalayak atau lebih spesifik pada calon konsumen yang melihatnya dan menghasilkan tanggapan. Meskipun perusahaan berusaha menampilkan yang terbaik, belum tentu calon konsumen merasakan hal yang sama, oleh karena itu perlu sekali diadakan suatu penelitian yang mendalam pada calon konsumen tentang apa yang mereka rasakan dan apa yang sebenarnya mereka inginkan dari tampilan merchandising itu. Tampilan merchandising yang akan diberi tanggapan oleh calon konsumen ini akan dioperasionalisasikan dalam bentuk atribut dan setiap atribut itu akan dibahas secara rinci dan mendalam.
Penelitian ini berdasarkan paradigma post positivism social science yang merupakan suatu metode yang terorganisir untuk mengkombinasikan deductive logic dengan pengamatan empirik, guna secara probabilistic menemukan atau memperoleh konfirmasi tentang hukum sebab akibat yang bisa dipergunakan memprediksi pola-pola umum gejala sosial tertentu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang dipandang sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.
Penelitian ini menggunakan Focus Group Discussion (FGD) sebagai alat pengumpulan data utama dikarenakan sifat FGD ini cukup unik yaitu bisa menggambarkan sifat (Attitude), perasaan (Feeling), kepercayaan (Beliefs), pengalaman (Experience) dan reaksi dari sekelompok responden yang dipilih.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa hal yang diinginkan responden FGD terhadap tampilan merchandising produk Johnson's baby wash antara lain adalah peletakkan tampilan merchandising pada area yang strategis dan ramai, area peletakkan cukup luas jaraknya, penunjuk arah dan tempat yang jelas dan memadai, cahaya cukup terang, ruangan sejuk dan tidak pengap, berbau natal dan tidak menyengat, posisi peletakkan barang setinggi mata (Eye Level), barang terlihat jelas (Eye Catching) sehingga mudah diketemukan dan menarik perhatian serta jumlah barang yang dipajang cukup banyak. Implikasi dari temuan diatas adalah dapat dibuatnya banyak penelitian lanjutan tentang berbagai hal spesifik mengenai merchandising yang disesuaikan dengan local content Indonesia seperti tinggi dari eye level konsumen dan lain-lain.
105 halaman, Bibliograhi: 24 Buku, 10 Jurnal, 19 artiket (Website):1988-2003

This research is conducted based on the merchandising display in the outlet which is made by the company in order to gain an attractive display. The display gives a stimulus to the society or specifically to target customer who saw it and creates opinion.
Even though the company had tried hard to make the very best display, it could be happen that the target customer doesn't feel the same. So, it's very important to conduct an intensive research to the customers about what they feel and what the real merchandising display that they want. The merchandising display which will be associated by the customer will be executed in from of attributes and every attribute will be discussed deeply.
This research is based on post positivism social science paradigm which is an organized method for combining deductive logic and an empiric observation in order to find probabilistic confirmation about causative law which could be used to predict a selective social symptom generally.
The research method used is a qualitative method which is meant as a research procedure that give descriptive data inform of written and spoken data from the society or behavior that could be observed.
This research uses Focus Group Discussion (FGD) which is used as a tool for getting the main data. It's used because the FGD has a unique feature which could describe attitude, feeling, beliefs, experience and reaction from the chosen group of respondent.
The result of this research describes something which FGD respondent want to Johnson's baby wash merchandising display, for example the placing of the merchandising display at the strategic and crowded area, the placing at the wide area, the placing direction and the suitable place, good lighting, cool, fresh room, neutral smell. the placing position at the eye level position, eye catching, in order to be easy to find out and attractive also a lot of products which is displayed.
105 pages, Bibliography: 24 Books, 10 Journal, 19 articles (Website):1988-2003"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hantoro Widyo Pratomo
"Tulisan ini menganalisis bagaimana perlakuan ketentuan perpajakan yang ada saat ini terhadap perusahaan digital asing yang beroperasi tanpa kehadiran fisik di Indonesia dan bagaimana pilar satu amount A menjawab isu perpajakan internasional terhadap kegiatan usaha perusahaan digital. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode peneliitian doktrinal. Hak pemajakan perusahaan digital asing sebagai subjek pajak luar negeri ditentukan berdasarkan kehadiran fisik yang diatur melalui konsep Bentuk Usaha Tetap (BUT). Perkembangan ekonomi digital memungkinkan perusahaan digital dapat beroperasi tanpa adanya kehadiran fisik di Negara pasar, akibatnya Negara pasar tidak berhak untuk mengenakan pajak atas laba yang dihasilkan perusahaan digital. Situasi ini menyebabkan beberapa Negara di Eropa mengenakan pajak layanan digital secara sepihak terhadap laba bisnis perusahaan digital yang dihasilkan dari negaranya. Aksi sepihak ini mengakibatkan ketegangan dagang antar negara. Celah aturan BUT memicu praktik penghindaran pajak secara yang berpotensi menggerus basis pajak. OECD/G20 menyusun dan mengimplementasikan suatu rencana aksi melalui inclusive framework BEPS, dimana rencana aksi satu dimaksudkan untuk mengatasi tantangan perpajakan sehubungan dengan digitalisasi melalui solusi dua pilar. Pilar pertama bagian amount A yang membahas tentang alokasi pembagian hak pemajakan. 140 negara yang telah tergabung dalam inclusive framework BEPS telah menghasilkan draft kesepakatan multilateral convention (MLC) untuk menerapkan amount A. Grup Perusahaan Multinasional (MNE) yang tercakup dalam MLC berdasarkan aturan ambang batas peredaran usaha dan profitabilitas tertentu. Aturan nexus menggunakan ambang batas pendapatan tertentu yang dihasilkan dari negara pasar berdasarkan kategori tertentu. Laba yang dialokasikan kepada negara pasar sebesar 25% dari sisa laba yang dihitung melalui suatu mekanisme. Eliminasi pajak berganda diatur agar grup MNE tidak terbebani dengan pajak yang dikenakan atas objek yang sama lebih dari satu kali. Mekanisme yang diatur dalam MLC diharapkan mampu menjawab tantangan perpajakan akibat perkembangan ekonomi digital.

This paper analyzes how the current tax provisions treat foreign digital companies operating without physical presence in Indonesia and how the pillar one amount A answers the issue of international taxation of digital companies' business activities. This paper is prepared by using the doctrinal research method. The taxation rights of foreign digital companies as foreign tax subjects are determined based on physical presence regulated through the concept of Permanent Establishment (PE). The development of the digital economy allows digital companies to operate without a physical presence in the market country, as a result, the market country is not entitled to tax the profits generated by digital companies. This situation has led some countries in Europe to unilaterally impose digital service taxes on the business profits of digital companies generated from their countries. This unilateral action resulted in trade tensions between countries. The loophole in the PE rule triggers tax avoidance practices that have the potential to erode the tax base. The OECD/G20 developed and implemented an action plan through the inclusive framework of BEPS, where action plan one is intended to address tax challenges related to digitalization through a two-pillar solution. The first pillar is Part A, which addresses the allocation of taxing rights. The 140 countries that have joined the inclusive framework of BEPS have produced a draft multilateral convention (MLC) agreement to implement amount A. Multinational Enterprise (MNE) groups covered by the MLC are based on certain business turnover and profitability threshold rules. The nexus rules use certain thresholds of revenue generated from the market country based on certain categories. The profit allocated to the market country is 25% of the remaining profit calculated through a mechanism. Double taxation elimination is regulated so that MNE groups are not burdened with taxes imposed on the same object more than once. The mechanism stipulated in the MLC is expected to be able to answer the taxation challenges due to the development of the digital economy.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library