Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maya Surjadjaja
"Tujuan: Mengetahui pengaruh suplementasi vitamin B12 400 µg/hari selama enam minggu terhadap kadar vitamin B12 dan homosistein serum pada adventis vegan dewasa.
Tempat: Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Jakarta Barat.
Metadologi: Penelitian pro dan pasca perlakuan pada 27 orang subjek, berusia 20-60 tahun. Setiap subjek mengkonsumsi suplemen vitamin B12 400 µg/hari dosis tunggal selama 42 hari. Data yang dikumpulkan meliputi data demografi, antropometri pra dan pasca perlakuan, asupan nutrisi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) dengan metode recall 1 x 24 jam dua kali seminggu pra, pertengahan dan pasca perlakuan. Data asupan vitamin B6, B12 dan asam folat dengan FFQ semi kuantitatif serta data laboratorium meliputi kadar vitamin B12, asam folat, dan homosistein serum pra dan pasta perlakuan.
Hasil: Data demografi menunjukkan sebagian besar (81,5%) subjek berpendidikan tinggi dan semua subjek berpenghasilan di atas garis kemiskinan. Data antropometri pada pra dan pasca perlakuan menunjukkan seluruh subjek mempunyai IMT dalam batas normal. Asupan nutrisi selama perlakuan yang meliputi asupan energi, karbohidrat, lemak dan protein tidak mengalami perubahan. Bila dibandingkan dengan AKG tahun 1988 asupan energi, sebagian besar subjek termasuk cukup, asupan karbohidrat, dan protein termasuk kurang; asupan lemak termasuk lebih, Asupan vitamin B6 pada akhir perlakuan tidak menunjukkan penurunan secara signifikan (p=0,6874), sebaliknya dengan asupan vitamin B12 yang menunjukkan peningkatan signifikan (p = 0,021) dan asam folat yang menunjukkan penurunan signifikan (p = 0,0001). Hasil pemeriksaan laboratoriurn pada akhir perlakuan menunjukkan peningkatan signifikan pada kadar vitamin B12 (p = 0,0000) sebesar 202,6%, dari median 127 (58,0-193,0) pg/mL menjadi 376 (183,0-1168,0) pg/mL dan penurunan kadar homosistein yang signifikan (p = 0,0000) sebesar 39% dari median 14,50 (11,1-34,2) } µmol/L menjadi 9,50 (5,6-24,8) µmol/L. Kadar asam folat tidak mengalami penurunan bermakna (p = 0,2960).
Kesimpulan: Suplementasi vitamin B12 sebanyak 400 µg/hari selama 42 hari pada vegan terbukti meningkatkan kadar vitamin B12 dan menununkan kadar homosistein.

The Effect Of Vitamin B12 Supplementation On Homocysteine Level Of Adult VegansObjective: To investigate the effect of 400 µg /day vitamin B12 supplementation for 42 days on serum vitamin B12, and homocysteine levels of 27 adult vegan subjects.
Location: Seventh Day Adventists Church, West Jakarta.
Method: A pre and post test design study was carried out on 27 subjects, aged 20-60 years, who fulfilled the criteria of the selection. Subjects were given 400 µg/day vitamin B12 single dose supplementation for 42 consecutive days. Data collected were demographic, anthropometric, nutritional, and laboratory. The data of energy, carbohydrate, protein, and fat intake were collected using 1 x 24 recall method twice a week at the beginning, within, and the end of the study; whilst vitamin B6, B12 and folk acid intake were obtained with FF0 semi-quantitative method at the beginning and the end of the study. Laboratory data were collected before and after study including serum vitamin B12, folk acid and homocysteine
Results: Demographic data showed that most of the subjects had high formal education level (81.5%) and all subjects had income above the poverty line. Anthropometric data showed that BMI at the beginning and in the end of the study were in normal range. Dietary intake estimation including energy, carbohydrate, protein, and fat, were not significantly changed. Compared to Indonesian RDA 1998, intake of energy was considered adequate, carbohydrate and protein were low, and fat was high. Vitamin B6 intake did not decrease significantly (p = 0.6874) However vitamin B12 intake increased (p = 0.021) and folic acid intake decreased significantly (p = 0.0001). Median value of serum vitamin B12 after supplementation increased significantly (p = 0,0000) by 202.6% from 127 (58.0-193.0) pg/mL to 376 (183.0-1168.0) pg/mL. There was no significant difference in the serum level of folic acid (p = 0.2960). Median value of homocysteine after supplementation decreased significantly (p = 0.0000) by 39% from 14.50 (3.8-34.2) man, to 9.50 (5.6-24.8) µmol/L.
Conclusion: Supplementation of single dose 400 µg vitamin B12 for 42 consecutive days on adult vegan subjects was proven to elevate the level of serum vitamin B12 and decrease the level of homocysteine.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T13675
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarif Husin
"Tujuan : Untuk mengetahui gambaran status vitamin B-12, asam folat, nutrisi dan profit lipid serum pada lanjut usia, agar dapat dimanfaatkan untuk pertimbangan pencegahan dan terapi penyakit jantung ; coroner (PJK) dan aterosklerosis.
Tempat : Sepuluh puskesmas kecamatan di Jakarta Selatan,
Cara : Studi cross-sectional pada lanjut usia z 60 tahun, subjek dipilih secara acak pada tingkat puskesmas. Data yang dikumpulkan meliputi sosio-demografi; pola makan; asupan energi, karbohidrat, lemak, protein, kolesterol, vitamin B-12, asam folat; kadar vitamin B-12; asam folat dan lipid serum, indeks massa tubuh (A.fl) dan rasio LPe-LPa.
Hasil : Prevalensi kekurangan vitamin B-12 serum 34,6% dan kekurangan asam folat serum 34,0%. Konsentrasi vitamin B-12 serum dan asam folat serum pada pria lebih rendah dari wanita. Pada pria dan wanita vitamin B-12 serum kelompok umur z 70 tahun lebih rendah dibanding kelompok umur 60-69 tahun. Prevalensi hiperkolesterolemia dan kolesterol LDL serum yang tinggi (z 160 mg/dL) adalah, 42,6% dan 24,1%. Pada pria dan wanita kolesterol total serum pada kelompok umur z 70 tahun lebih rendah dibanding kelompok umur 60-69 tahun. Di lain pihak kolesteroI HDL serum pada pria dan wanita kelompok umur Z 70 tahun lebih tinggi dibanding kelompok umur 60-69 tahun. Rata-rata IMl' untuk pria 23,9 dan wanita 24,1 dan rata-rata rasio LPe-LPa untuk pria 0,93 dan wanita 0,85. Pada lanjut usia dengan konsentrasi vitamin B-I2 serum < 350 pg/mL berkorelasi positif dengan kolesterol HDL serum (r = 0,29; P = 0,03), tetapi tidak berkorelasi dengan kolesterol total serum, kolesterol LDL serum, rasio kolesterol total/ kolesterol HDL dan rasio kolesterol LDLlkolesterol HDL. Di lain pihak lanjut usia dengan konsentrasi vitamin B-I2 serum Z 350 mg/mL tidak berkorelasi dengan lipid serum.
Kesimpulan : Melalui pendekalan faktor resiko PiK, prevalensi kekurangan vitamin B-12 dan kekurangan asam folat di Indonesia relatif tinggi dan sesuai dengan penelitan-penelitian yang telah dilakukan di negara-negara maju. Interaksi antara vitamin B-12 serum dan lipid serum belum dapat ditentukan sebagai interaksi yang linier tanpa adanya informasi mengenai homosistein serum. Kecukupan vitamin B-12 serum untuk lanjut usia sangatlah esensial untuk memperkecil terjadinya dislipidemia sebagai salah satu faktor resiko PJK.

Objective : To determine vitamin B-l2, folic acid, anthropometric and serum lipid profiles of the Indonesian elderly which are considered to be important in the prevention and treatment of coronary atherosclerosis.
Place : Ten PHC in the district of South Jakarta.
Methods : A cross-sectional study on the elderly (z 60 year) was carried out in 10 PHCs, Subjects were drawn randomly at the PHC levels. Data collected were sosio-demography; food habits; intakes of energy, carbohydrate, fat, protein, cholesterol, vitamin B-12, and folic acid; serum vitamin B-12, serum folic acid, serum lipids; anthropometry [body mass index (BMI) and waist-hip ratio].
Results : The prevalence of biochemical vitamin B-12 and folic acid deficiencies were 34.6% and 34.0% respectively. Serum vitamin B-12 and folic acid concentrations of the elderly men were lower than those of the elderly women. Serum vitamin B-12 of both elderly men and women aged Z 70 years was lower than their younger counterparts aged 60-69 years. The prevalence of hypercholesterolemia and high serum LDL cholesterol (z 160 mg/di.) was 42.6% and 24.1% respectively. Mean serum total cholesterol of both elderly men and women aged z 70 years was lower than those aged 60-69 years old. On the other hand, serum HOL cholesterol of both elderly men and women aged z 70 years was higher than their younger counterparts aged 60-69 years. Mean BMI values were 23.9 kglm2 for the elderly men and 24,1 kglrn2 for the elderly women. Mean waist-hip ratios for the elderly men and women were 0.93 and 0.85 respectively, In the elderly subjects with low serum vitamin B-12 (< 350 pg/mL), positive correlations were found between serum vitamin B-12 and serum HDL cholesterol (r 0.29; P = 0.03), but not with any of serum total cholesterol, serum LDL cholesterol, total cholesterol/HDL cholesterol ratio, and LDLIHDL ratio. On the other hand, in the elderly subjects with normal and high serum vitamin B-12 (z 350 pglmL), there were no correlations between serum vitamin B-I2 and serum lipids.
Conclusions: Using the CHD-risk approach, the prevalence of biochemical vitamin B-12 and folic acid deficiencies of the Indonesian elderly was relatively high and comparable with existing studies in developed countries. Without information on serum homocysteine concentration, the interactions between serum vitamin B-12 and lipids were not linear. Clearly, adequacy of serum vitamin B-12 for the elderly is essential to minimize disorder of lipid metabolism as one amongst other CHD risk factors.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nany Leksokumoro
"Tujuan: Mengetahui status asam folat dan perilaku tentang asupan asam folat pada akseptor KB, sehingga dapat dipertimbangkan perlu tidaknya suplementasi asam folat pada akseptor KB, khususnya akseptor pil.
Tempat: RW 014 Kelurahan Pisangan Baru, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur.
Bahan dan Cara: Penelitian crows-sectional dan subjek penelilian adalah semua akseptor KB yang memenuhi kriteria penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi data sosio demografi, pola makan, asupan giri (makro matrial dan asam folat), status kadar asam folat serum dan sel darah merah (SDM).
Hasil: Tidak didapatkan kadar asam folat serum < 3 ag/ml. Status asam folat serum subjek tidak berhubungan dengan pemakaian pil, karakteristik demografi, asupan gizi dan status gizi. Persentase kadar asam folat SDM < 160 mg/ml. adalah 3,5%. Kadar asam folat SDM subjek pil tidak berbeda dengan subjek bukan pil, namun ada kecenderungan kadar asam folat SDM subjek pil lebih rendah dari subjek bukan pil. Secara bermakna kadar asam folat SDM subjck bcrhubungan dengan kebiasaan mengkonsumsi sayur hijau dan kelompok umur. Perbedaan dalam mengolah sayur menyebabkan perbedaan bermakna pada jumlah subjek yang mempunyai kadar asam folat SDM < 160 mg/ml. Rata-rata asupan zat-zat gizi subjck penelitian di bawah AKG yang dianjurkan. Subjek pil mempunyai rata-rasa asupan asam folat lebih rendah bermakna dari subjek bukan pil, namun tidak didapatkan korelasi antara asupan asam folat dengan kadar asam folat serum dan SDM subjek penelitian.
Kcsimpulan: Status asam folat serum dan SDM subjek penelitian tidak berhubungan dengan pemakaian pil dan bukan pil, sehingga belum diperlukan suplementasi pada subjek penelitian khususnya subjek pil.

Objective: To determine the folic acid slates and the behavior of folic acid intake in contraceptive users. This is in order to decide whether folic acid supplemeration is necessary, especially for pill users.
Location: RW 014 Kelurahan Pisangan Baru, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur.
Methods: cross-sectional study and subjects were all contraceptive users who fulfill study criteria. Data ' collected were socio-demographic, eating paucrn, nutritional intake (macro nutrient and folic acid), nutritional status, serum and RISC folic acid level.
Results: Serum folic acid level of < 3 mg/ml, was not found, Scrum folic acid level was not associated with using pill or non pill, socio-demographic, eating pattern, nutritional intake and nutritional status. The percentage of RISC folic acid level of N 160 mg/ml, was 3.5%. RISC folic acid level was not associated with using pill or non-pill, but there was a tendency Chef ItBC folic acid level in pill users was lower than non-pill users, There was a significant correlation between R13C folic acid level wish the frequency of green vegetables consumption and age group, 'Ihe difference in the manner of cooking significantly associated with the number of subject with RBC folic acid level of 160 mg/ml. Nutritional intake was under RDl level in almost subjects. Pill users had in average significant lower folic acid intake compare to non-pill users, but there was no correlation between folic acid intake with scrum and RBC folic acid level.
Conclusions: Serum and RHC folic acid stains is not associated with using pill or non-pill. From this study it is still not necessary for folic acid supplementation, especially for pill users.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T4024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mardiana
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Asam folat adalah salah satu kompleks vitamin B. Bentuk aktif asam folat berupa tetrahidrofolat (THF) yaitu suatu koenzim yang mempunyai peranan mentransfer gugus metil, metilen, metenil, formil dan formimino. Asam folat diperlukan untuk sintesis DNA dan beberapa asam amino seperti metionin dan serin. Peranan asam folat lainnya adalah dapat mencegah anemia megaloblastik, menurunkan resiko kanker dan menurunkan konsentrasi homosistein plasma darah sehingga dapat mencegah gangguan pembuluh darah. Dengan peranan asam folat yang begitu penting, maka diperlukan kemampuan untuk mengukur kadar asam folat dalam serum.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik pengukuran kadar asam folat dalam serum dengan cara yang aman, mudah dan murah, yaitu suatu teknik analisa yang dianalogikan dengan teknik ELISA (enzyme-linked immuno-sorbent assay). Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah isolasi PIF dari susu sapi dengan teknik salting out, dilanjutkan purifikasi dengan teknik kromatografi dan menguji afinitas PIF yang didapat terhadap folat serum dengan teknik yang analog ELISA. Untuk teknik tersebut perlu dibuat suatu konjugat folat-avidin dengan jembatan glutaraldehid. Selanjutnya teknik yang didapat digunakan untuk mengukur folat dalam serum.
Hasil dan kesimpulan : Telah dapat diisolasi protein ikat folat (PIF) dari susu sapi dengan kadar 2,884 mg/mL. PIF yang didapat diuji kemampuannya untuk mengikat folat dengan berbagai pengenceran 11500000, 1150000, 115000, 11500, 1150, 115. Pengenceran yang menunjukkan afinitas tertinggi terhadap folat yaitu 1150. Kemudian dilakukan titrasi lagi dengan tujuan untuk penghematan PIF, yaitu 1150, 11140 dan 11200. Dari ketiga pengenceran yang mempunyai linieritas tertinggi pada pengenceran 11100. Kemudian dilakukan pengukuran folat serum yang dibandingkan dengan metoda lain dengan hasil 26,4; 55,4; 31,4 dan 86,4 ng/mL. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PIF dari susu sapi dapat digunakan untuk mengukur folat dalam serum."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda T. Angeles-Agdeppa
"Prevalensi anemia di negara berkembang masih tetap tinggi meskipun program suplementasi tablet besi-asam folat telah dilaksanakan dalam skala besar. Dampak suplementasi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti rendahnya kepatuhan minum tablet, efek samping yang kurang disukai, persediaan tablet kurang, rendahnya jangkuan program, status vitamin A yang rendah dan hambatan asorpsi zat besi karena suplementasi zat besi setiap hard.
Strategi yang mungkin dapat dilakukan untuk menurunkan prevalensi dan mengatasi masalah operasional adalah pemberian suplemen multi-vitamin mineral selama masa remaja dengan dosis lebih rendah dan frekuensi pemberian yang lebih jarang/tidak setiap hari.
Suatu penelitian kros-seksional telah dilakukan untuk mendapatkan informasi dasar tentang status gizi dan kesehatan remaja laki-laki serta putri yang telah mendapat haid pada tiga buah sekolah menengah yang dipilih secara acak di Jakarta Timur. Usia rata-rata remaja laki-laki adalah 14,8 tahun dan remaja putri 15,6 tahun. Para remaja tersebut berasal dari keluarga golongan sosial ekonomi mengengah. Prevalensi "thinness" lebih tinggi pada laki-laki (43%) daripada yang putri (10,2%) dan kelebihan berat badan lebih banyak pada remaja putri (32,9%). Prevalensi "stunting" pada remaja laki-laki dan putri (22%). Prevalensi anemia lebih tinggi pada remaja putri (21%) daripada laki-laki (2,5%).
Setelah penelitian kros-seksional, dilakukan intervensi/suplementasi dengan tujuan menentukan pengaruh multivitamin-mineral dalam berbagai dosis pada hemoglobin, feritin plasma dan status vitamin A remaja putri. Tiga ratus enam puluh tiga subyek dipilih secara acak yaitu remaja putri yang telah mendapat haid, dengan kisaran usia 14-18 tahun dan tidak menderita clamant, infeksi saluran nafas, atau penyakit "gastro intestinal". Pengelompokan subjek menjadi 4 kelompok perlakuan (tiga kelompok mendapat suplemen dan sate mendapat plasebo) dilakukan secara "double-blind". Pil suplemen yang mengandung: 60 mg zat besi el, 2500 SI vitamin A, 250 ug asam folat, dan 60 mg vitamin C diberikan kepada kelompok dosis harian (DD); 60 mg zat besi el, 20 000 SI vitamin A, 500 g g asam folat dan 60 mg vitamin C untuk kelompok setiap minggu dosis rendah (WLD); ] 20 mg zat besi el , 20 000 SI vitamin A, 500 lag asam folat dan 60 mg vitamin C untuk kelompok setiap minggu-dosis tinggi (WHD), dan kelompok terakhir diberi pil plasebo (PL). Pil multi-vitamin dan mineral tidak dapat dibedakan dari pil plasebo secara kasat mata. Sebelum suplementasi didapati prevalensi anemia yang tinggi (21%), feritin plasma rendah (37%), dan retinol plasma rendah (31%).
Suplementasi selama 8 minggu menaikkan secara bermakna kadar hemoglobin (Hb), feritin plasma (FP), retinol plasma (RP), tinggi badan dan skor tes prestasi sekolah, semua kelompok yang mendapat suplemen. Kenaikan kadar FP kelompok dosis harian (DD) lebih besar (bermakna) daripada kelompok dosis setiap minggu.
Penambahan vitamin A dalam pd suplemen meningkatkan kadar RP dan rupanya berpengaruh pada penggunaan zat besi secara efisien untuk erythropoiesis. Peningkatan pada kelompok plasebo (PL) tidak jelas sebabnya, tetapi ada kemungkinan pengaruh obat cacing.
Peningkatan prestasi sekolah dapat disebabkan oleh peningkatan penyediaan zat besi dalam otak dan distribusinya ke sel-sel otak yang penting untuk kelancaran fungsi neuron "dopaminergic". Suplementasi multi-vitamin dan mineral dapat memacu pertumbuhan linier tetapi tidak mengkompensasi kehilangan awal. Bertambahnya tinggi badan karena suplemen multivitamin-mineral dapat dikaitkan Dengan perbaikan status zat, besi yang meningkatkan oksidasi dan penyediaan energi untuk propliferasi sal. Prevalensi "stunting", "thinness" dan kelebihan berat tidak berkurang. Berat badan rupanya tidak dipengaruhi oleh suplementasi multi- vitamin dan mineral.
Peningkatan masa suplementasi sampai 12 minggu tidak menghasilkan peningkatan Hb dan RP pada kelompok multi-vitamin dan mineral, tetapi memberikan waktu yang lebih lama untuk meningkatkan (bermakna) FP pada kelompok dosis mingguan..Pada kelompok dosis harian (DO) kadar FP bertambah tetapi tidak berbeda bermakna darn kadar pads minggu ke 8.
Tidak ada perbedaan efek dosis-frekuensi dari berbagai komposisi pil multi-vitamin dan mineral untuk seluruh rnasa suplementasi kecuali kenaikan FP yang menyolok kelompok dosis harian (DD) pada minggu ke-8.
Selama masa 12 minggu, "individual lobe counts" dari granulosit (gejala defisiensi asam folat) setiap kelompok dalam kisaran normal sedangkan subjek penelitian tidak menderita demam, infeksi saluran pernafasan dan infeksi saluran pencernaan. Dengan demikian penyebab anemia dalam penelitian i:ni disebabkan oleh kelcurangan zat besi dan/atau kekurangan vitamin A.
Pada minggu ke 36 (24 minggu atau 6 bulan setelah akhir suplementasi) subyek yang sama diperiksa lagi untuk menilai sisa (retention) pengaruh suplementasi multivitamin-mineral pada kadar Hb, FP, RP dan pertumbuhan badan.
Semua kelompok yang mendapat suplemen, kadar RP dan tinggi badannya tetap lebih tinggi secara bermakna. Kadar Hb yang lebih tinggi (bermakna) hanya terdapat pada kelompok mingguan-dosis-rendah (WLD), sedangkan kadar FP yang lebih tinggi ditemukan pada kedua kelompok mingguan (WLD, WHD). Kadar Hb dan FP cenderung menurun mulai akhir suplementasi sampai minggu ke 36 sesudahnya.
Oleh sebab itu suplementasi mingguan dengan pit dosis rendah (WLD) yang mengandung 60 mg zat besi el, dan 20 000 SI vitamin A, 500 μg asam folat dan 60 mg vitamin C selama 12 minggu, dapat dipertimbangkan sebagai strategi pencegahan untuk meningkatkan kesehatan, status gizi, dan skor tes prestasi belajar para remaja sebelum hamil. Suplementasi berkala perlu dilakukan setiap 6 bulan. Namun demikian perencana program perlu memperhatikan bahwa meskipun program suplementasi besi adalah jalur utama untuk menanggulangi anemia, di dalamnya harus ada pendidikan gizi antara lain tentang petunjuk aturan minum pil suplemen . Suatu strategi campuran yang seimbang yang terdiri dari strategi jangka menengah yang berhubungan dengan fortifkasi pangan dan strategi jangka panjang yang bertujuan mengubah kebiasaan makan melalui pendidikan gizi harus menjadi bagian program suplementasi zat besi untuk memastikan kesinambungan dari program.
Penelitian lebih lanjut dengan jumlah subyek yang lebih besar perlu dilakukan untuk menunjang/menegaskan basil penelitian ini dan mengetahui peranan kekurangan zat gizi lain yang berkaitan dengan anemia seperti protein, Cu, vitamin B2, vitamin B6, dan vitamin B12. Kadar RP yang tidak berubah pada minggu ke 12 perlu diteliti lebih lanjut. Dosis vitamin yang lebih rendah (10.000 SI) mungkin cukup untuk meningkatkan kadar retinal. Selain itu karena keterbatasan waktu penelitian ini perlu dilakukan penelitian longitudinal suplementasi multi-vitamin-mineral mingguan dosis rendah (WLD). Penelitian operasional tentang sistem penyampaian (delivery system) suplemen multi-vitamin-mineral di sekolah-sekolah juga penting dipertimbangan.

Prevalence of anemia (IDA) in pregnant women in Indonesia as well as in other developing countries is still high despite of large scale iron supplementation program. Reasons of ineffectiveness are poor compliance, law coverage, occurrence of iron dosage blockage, and law vitamin A status.
A cross-sectional study was conducted to obtain information on the health and nutritional status of randomly selected 118 males and 805 female school-going adolescents in three randomly selected high schools in East Jakarta. The prevalence of IDA was higher in females (21%) than in males (2.5%). Stunting was prevalent in both sexes (22%). The prevalence of thinness was higher in males (43%) than in females (10.2%), overweight was higher (32.9%) in females than in males (9.3%).
An intervention study for 12 weeks followed the cross-sectional study. This was to determine the effects of different regimens of multi-nutrient supplements on iron and vitamin A status of randomly selected 363 females in one randomly selected school .Allocation to 4 treatment groups were double-blind and all pills were similar on sight. Supplements contained 60 mg el iron, 2 500 IU vitamin A, 250 pg folic acid, and 60 mg vitamin C for the daily dose (DD); 60 mg el iron, 20 000 IU vita min A, 500,ag folic acid and 60 mg vitamin C for the weekly law dose (WLD); 120 mg el iron, 20 000 IU vitamin A, 500/,g folic acid and 60 mg vitamin C for the weekly high dose (WHD); and the last group was the Placebo (FL).
Supplementation significantly increased Hb, plasma ferritin (PF), and plasma retinol levels (PR) at the end of 8 weeks in all multi-supplemented groups. DD had significantly higher PF than the weekly doses. Other benefits were increased linear growth and test scores. The PL had significant decreased Hb and PF but increased PR.
Extending the supplementation period for 12 weeks resulted in no greater benefit in Hb and PR levels in the multi-nutrient supplemented groups but further significant increases in PF only in the weekly groups. All groups had further increased height.
At 36 weeks, a follow-up study was done to assess the retention of effects of multi-nutrient supplements on iron and vitamin A status of females as basis for the interval of supplementation. Remaining number of samples were: DD=37, WLD-45, WHD=40, PL =50. Hb, PF, PR and height in the WLD; PF, PR, and height in the WHD; PR and height in the DD remained significantly higher than baseline values.
The WLD supplement for 12 weeks every 6 months can be a possible preventive strategy to improve the iron status of female adolescents.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
D45
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhwa Amalia
"Prevalensi stunting pada anak masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Tidak terpenuhinya kebutuhan zat besi dan asam folat pada ibu hamil menjadi kontribusi terjadinya stunting pada bayi. Anemia yang menjadi dampak pada kondisi ini meningkatkan risiko gangguan tumbuh kembang pada janin. Konsumsi zat besi dan asam folat yang rendah merupakan masalah yang perlu diatasi. Selain itu, sediaan suplemen yang mengandung zat besi dan asam folat dianggap tidak menarik. Hal tersebut menimbulkan keresahan sehingga contoh olahan alternatif yang dapat meningkatkan selera ibu dalam mengonsumsi zat besi dan asam folat perlu diperkenalkan. Buah bit dikenal memiliki kandungan zat besi yang tinggi dan sering dimanfaatkan untuk mengatasi anemia, tetapi cara pengolahan dan produk yang kurang bervariasi terkadang mengurangi minat masyarakat untuk mengonsumsinya. Kue nastar yang mengandung kalori tinggi adalah kue yang banyak digemari masyarakat terutama pada perayaan hari besar, seperti Idul Fitri dan Natal. BITTAR (bit nastar) adalah olahan kue nastar, tetapi berisi selai buah bit. Inovasi ini dapat memberdayakan ibu hamil untuk meningkatkan status gizi ibu hamil dan berkontribusi dalam menurunkan prevalensi stunting di Indonesia melalui langkah preventif.

The prevalence of stunting in children is still a health problem in Indonesia. The unfulfilled need for iron and folic acid in pregnant women contributes to stunting in infants. Anemia, which is the impact of this condition, increases the risk of impaired growth and development of the fetus. Low consumption of iron and folic acid is a problem that needs to be fixed. In addition, supplement preparations containing iron and folic acid are considered unattractive. Therefore, examples of alternative preparations that can increase the mother's appetite for consuming iron and folic acid need to be introduced. Beetroot is known for its high iron content and is often used to treat anemia, but the processing methods and products that are less varied sometimes reduce people's interest in consuming them. Nastar cake which contains high calories is a cake that is very popular with the public, especially during big celebrations such as Eid al-Fitr and Christmas. BITTAR (bit nastar) is a nastar cake preparation, but contains beetroot jam. This innovation can empower pregnant women to improve the nutritional status of pregnant women and contribute to reducing the prevalence of stunting in Indonesia through preventive measures."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Romdoni
"Dalam penelitian ini, nanocarrier Fe3O4@SiO2-Ag telah berhasil disintesis untuk pengobatan kanker. Nanocarrier Fe3O4@SiO2-Ag yang telah dipreparasi memiliki stabilitas dan kristalinitas yang baik. Di sisi lain, fungsionalisasi Fe3O4@SiO2-Ag dengan asam folat dan siklodekstrin juga telah berhasil disintesis. Adanya fungsionalisasi nanopartikel Fe3O4@SiO2-Ag secara umum tidak menyebabkan perubahan yang signifikan pada struktur kristal dan sifat stabilitasnya. Profil pemuatan dan pelepasan obat dari nanocarrier yang telah difungsionalisasi juga telah berhasil dilakukan. Fungsionalisasi dengan asam folat dan siklodekstrin akan menurunkan persentase efisiensi obat karena efek hambatan sterik yang menghambat tempat konjugasi. Selain itu, profil pelepasan obat nanocarrier menunjukkan bahwa obat pelepasan berlangsung lambat dan berkelanjutan serta efek yang signifikan terjadi pada 6 jam pertama. Berdasarkan hasil uji pelepasan obat terhadap waktu, efisiensi pelepasan DOX untuk Fe3O4@SiO2-Ag/Cys, Fe3O4@SiO2-Ag/Cys/FA dan Fe3O4@SiO2-Ag/Cys/BCD masing-masing adalah 6,68%; 41,83% dan 51,41% sedangkan untuk EPI adalah 24,99%; 26,22% dan 25,45%. Uji viabilitas secara in vitro dilakukan dengan menggunakan MTS assay. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi obat murni dan obat terkonjugasi nanocarrier dapat menurunkan jumlah sel HeLa hidup. Dibandingkan dengan DOX/EPI murni, obat terkonjugasi nanocarrier memberikan viabilitas sel yang lebih besar.

In this work, the Fe3O4@SiO2-Ag nanocarrier has been successfully synthesized for cancer treatment. The as-prepared Fe3O4@SiO2-Ag nanocarrier has good stability and crystallinity. On the other hand, the functionalization of Fe3O4@SiO2-Ag with folic acid and cyclodextrin also has been successfully synthesized. The presence of functionalization of Fe3O4@SiO2-Ag nanoparticles, in general, does not cause significant changes to the crystal structure and stability properties. The drug loading and release profiles of the functionalized nanocarriers have also been successfully carried out. Functionalization with folic acid and cyclodextrin will decrease the percentage of drug efficiency because of the steric hindrance effect that inhibits the conjugation site. Besides that, the drug release profile of nanocarrier showed that slow and sustained release drugs occur, and a burst effect occurs in the first 6 hours. Based on the results of time-dependent release behavior, the release efficiency of DOX for Fe3O4@SiO2-Ag/Cys, Fe3O4@SiO2-Ag/Cys/FA and Fe3O4@SiO2-Ag/Cys/BCD were 6.68%; 41.83% and 51.41% while for EPI is 24.99%; 26.22% and 25.45%, respectively. In vitro viability test was performed using the MTS assay. The result showed that increasing the concentration of pure drug and drug-loaded nanocarrier can reduce the number of HeLa cells. Compared to pure DOX/EPI, drug-loaded nanocarriers provide greater cell viability."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noer Abyor Handayani (Noera)
"Rendahnya ketersediaan hayati zat besi merupakan tantangan bagi program fortifikasi pangan. Asam askorbat (AA) dan asam folat (AF) merupakan senyawa yang mampu meningkatkan penyerapan zat besi. Metode enkapsulasi akan digunakan untuk melindungi senyawa tersebut dari berbagai reaksi yang merugikan. Pada penelitian ini, besi (II) glukonat (FeG)–AA–AF, kitosan, dan tripolifosfat masing-masing digunakan sebagai bahan inti, material penyalut, dan senyawa tautan silang. Tujuan utama dari penelitian ini adalah (i) mengkaji pengaruh formulasi Fe, AA, dan AF terhadap karakteristik fisiko-kimia, profil rilis zat besi, dan ketersediaan hayati besi dari mikropartikel hasil spray dryer, dan (ii) mengkaji pengaruh jumlah mikropartikel hasil spray dryer dan konsentrasi gelatin yang ditambahkan terhadap karakteristik fisiko-kimia, profil rilis besi, dan ketersediaan hayati dari permen lunak terfortikasi. Produksi mikropartikel kitosan-tripolifosfat bermuatan FeG, AA, dan AF dilakukan menggunakan spray dryer (Mini Buchi B-290). Fortifikasi permen lunak dilakukan dengan cara menyebarkan mikropartikel ke dalam larutan permen yang sudah didinginkan. Campuran tersebut kemudian dikeringkan dan siap untuk dianalisis. Mikropartikel FeG–AA dan FeG–AA–AF memiliki ketersediaan hayati yang lebih tinggi dibandingkan dengan mikropartikel FeG. Lebih lanjut, ketersediaan hayati zat besi dari permen lunak terfortifikasi meningkat lebih dari 5 kali lipat dibandingkan dengan mikropartikel FeG–AA–AF. Penemuan ini akan membantu ahli teknologi pangan, dan pengembang produk memilih formulasi yang tepat sehingga produk pangan terfortifikasi memiliki ketersediaan hayati zat besi yang lebih tinggi.

The low bioavailability of iron is a challenge for food fortification programs. Ascorbic acid (AA) and folic acid (FA) are compounds that can increase iron absorption. Encapsulation method will be used to protect the compound from various adverse reactions. In this study, iron (II) gluconate (FeG)–AA–FA, chitosan, and tripolyphosphate were used as core materials, coating materials, and crosslinked compounds, respectively. The main objectives of this study were (i) to examine the effect of the Fe, AA, and FA formulations on the physico-chemical characteristics, iron release profile, and iron bioavailability of microparticles produced by the spray dryer, and (ii) to examine the effect of the number of microparticles produced by the spray dryer and concentration of added gelatin on the physico-chemical characteristics, iron release profile, and bioavailability of the fortified soft candy. The production of chitosan-tripolyphosphate microparticles containing FeG, AA, and FA was carried out using a spray dryer (Mini Buchi B-290). Soft candy fortification is done by spreading microparticles into a cooled candy solution. The mixture is then dried and ready for analysis. FeG–AA and FeG–AA– FA microparticles have higher bioavailability than FeG microparticles. Furthermore, the bioavailability of iron from the fortified soft candy was increased more than 5-fold compared to the FeG–AA– FA microparticles. This discovery will help food technologists and product developers choose the right formulation so that fortified food products have a higher bioavailability of iron."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Arif Budiman
"Latar Belakang. Penelitian ini bertujuan untuk membakukan teknik pengukuran asam folat serum menggunakan protein ikat folat PIF yang diisolasi dan dimurnikan secara utuh dari susu sapi segar dengan teknik enzyme labeled protein ligand binding assay ELPLBA . Metode. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen yang menguji validitas dan perbandingan teknik ELPLBA untuk pembakuan teknik pengukuran folat serum.Hasil. Hasil isolasi dan pemurnian PIF menghasilkan kadar 3 tiga mg/mL. Identifikasi SDS-PAGE dan Western blot menunjukkan 3 tiga pita protein yang diperiksa adalah protein ikat folat. Validitas teknik uji keterulangan menunjukkan nilai yang dapat diterima CV.

Background. This study was aimed to standarized technique of folic acid level serum measurment using folate binding protein FBP that isolated and purified from fresh bovine milk with enzyme labeled protein ligand binding assay ELPLBA technique. Method in this study, we performed an experiment research validated dan compared measurement techniques of ELPLBA with competitive ELISA for the standardization of the serum folic acid measurement technique. Results. FBP concentration yielded from isolated and purification was resulted 3 mg mL. SDS PAGE and western blot result showed 3 three protein bands that was confirmed to be FBP. Validity test repeatability indicate an acceptable CV 10 , whereas reproducible test showed poor results over a 5 day period. The results of the accuracy test of the enzyme labeled protein ligand binding assay technique showed good accuration. Linearity test of two samples showed quite linear results. Comparison of folic acid level measurement in serum between ELPLBA and ELISA technique showed there is no difference between both technique based on independent test T test at 95 confidence level. Conclusion. the enzyme labeled protein ligand binding assay technique on serum folic acid measurements were quite valid dan equivalent to the results obtained by competitive ELISA techniques."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>