Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Karlina Rusly
Abstrak :
Latar Belakang : Proses implantasi yang berlangsung dengan baik akan mencegah risiko untuk terjadinya komplikasi dalam kehamilan seperti keguguran. Wilcox, et al., (1988) meneliti dari 221 perempuan sehat yang telah melalui 707 kali siklus menstruasi, ternyata didapatkan 31 % kejadian keguguran berlangsung setelah implantasi. Menurut Thellin et al., (2000) terdapat 10 fenomena pada sistem imun maternal yang dapat menyebabkan terjadinya toleransi allograft pada janin. Salah satu fenomena yang dirasakan cukup penting adalah adanya peran hormon progesteron dalam mekanisme imunomodulasi sistem imun maternal, dalam rangka menjaga toleransi maternal terhadap antigen janin. Pemberian didrogesteron secara oral mampu menginduksi efek progesteron dengan sangat baik, dengan efek pada endometrium yang identik dengan pemberian progesteron (Ulcery et al., 1963).Perkembangan plasenta lebih awal dapat diketahui dengan cara mengukur faktor pertumbuhan plasenta atau Placental growth factor (PlGF) melalui darah ibu sejak kehamilan trimester pertama sebagai indikator proses pembentukan plasenta (Ong et al., 2001). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suplementasi didrogesteron terhadap perkembangan plasenta dalam kehamilan dengan mengukur kadar PlGF-nya. Metode : Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda (Randomized controlled Clinical Trial) yang dilaksanakan di Poliklinik Ante Natal Care (ANC) di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin (RSUZA), Banda Aceh terhadap semua wanita hamil trimester pertama yang menjalani pemeriksaan ANC di RSUZA. Pengambilan sampel secara nonprobability sampling dengan consecutive sampling. Análisis data dilakukan dengan menggunakan analisis bivariat antara pemberian suplementasi didrogesteron dan kadar PlGF dengan menggunakan program SPSS 17. Analisis data untuk informasi analitik komparatif numerik tidak berpasangan dua kelompok yaitu Group A : dengan hasil berupa kadar PlGF pada subyek hamil yang diberikan progesteron dan Group B : dengan hasil berupa kadar PlGF pada pasien hamil yang diberikan plasebo. Bila salah satu dari kelompok tersebut ada yang sebaran datanya tidak normal maka uji statistik yang dilakukan adalah Mann-Whitney. Bila kedua kelompok memiliki sebaran data yang normal maka akan dilanjutkan pada identifikasi varian antar kelompok. Apabila varian sama ( nilai p pada uji varian > 0,05) maka uji statistik yang akan digunakan adalah uji t tidak berpasangan untuk varian yang sama. Apabila variannya tidak sama (nilai p pada uji varian < 0,05) maka uji statistik yang digunakan adalah uji t tidak berpasangan untuk varian yang tidak sama. Pada penelitian ini seluruh data sebaran datanya adalah normal sehingga dilanjutkan dengan menggunakan uji t-test tidak berpasangan karena memiliki varian yang sama (nilai p pada uji varian > 0,05). Hasil : Hasil Penelitian didapatkan seluruh data penelitian terdistribusi normal dan dengan menggunakan uji t tidak berpasangan pada 40 subjek yang mengikuti sampai akhir periode, 20 orang pada Group A yaitu subyek hamil yang diberikan progesteron dan Group B yaitu pasien hamil yang diberikan plasebo didapatkan hasil dengan perbedaan yang sangat bermakna. Berdasarkan Uji Kolmogorov Smirnov untuk n=20 dan α=5% maka semua data tersebut di atas terdistribusi normal. Rerata kadar PlGF pada kedua kelompok sebelum mendapatkan intervensi tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p = 0.091 atau p > 0.05), di mana pada kelompok yang menerima asam folat saja adalah 40.80 pg/mL sementara pada kelompok yang akan menerima asam folat dan didrogesteron adalah 25.95 pg/mL. Rerata kadar PlGF pada kelompok asam folat pasca pemberian asam folat saja selama 4 minggu adalah 89,60 pg/mL, yang berarti terjadi peningkatan rerata sebesar 48.8 pg/mL. Hasil uji t berpasangan terhadap kadar PlGF pada populasi sebelum dan sesudah diberi asam folat menunjukkan perbedaan yang bermakna (p = 0.000 atau p< 0.05). Rerata kadar PlGF pada kelompok didrogesteron + asam folat pasca pemberian didrogesteron + asam folat selama 4 minggu adalah 212.15 pg/mL, yang berarti terjadi peningkatan rerata sebesar 186.20 pg/mL. Hasil uji t berpasangan terhadap kadar PlGF pada populasi sebelum dan sesudah diberikan didrogesteron + asam folat menunjukkan perbedaan yang bermakna (p = 0.000 atau p < 0.05). Berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov untuk n=20 dan =5% dalam perbandingan selisih peningkatan pada kedua kelompok seperti pada data tersebut di atas maka rerata selisih kadar PLGF terdistribusi normal. Rerata selisih kadar PLGF berdasarkan umur pada kelompok Asam Folat adalah 48,80 dan pada kelompok asam folat + didrogesteron adalah 186,20. Hasil uji t tidak berpasangan terhadap kedua kelompok menunjukkan bahwa kelompok yang mendapatkan asam folat + didrogesteron mengalami peningkatan kadar PlGF yang bermakna (p = 0.000 atau p <0,05) dibandingkan dengan kelompok yang hanya mendapatkan asam folat saja. Efek samping obat dari penelitian ini berupa mual sebesar 2/20 (10%) pada asam folat + didrogesteron versus 1/20 (5%) pada kelompok asam folat dengan nilai p = 0.35 (p > 0.05) yang tidak bermakna secara statistik. Kesimpulan : Pemberian didrogesteron dapat memicu peningkatan kadar PlGF pada wanita hamil normal secara bermakna.
Background: The process of implantation that lasted well will prevent the risk for the occurrence of complication in pregnancy such as as miscarriage.Wilcox, et al., (1988 ) examines of 221 healthy women who has been through 707 times of menstrual cycle, it turns out that been gained 31 % scene miscarriage take place after implantation. According to Thellin et al., ( 2000 ) there were 10 phenomenon in the maternal immune system that can cause the occurrence of tolerance allograft to the fetus.One of the phenomenon that was felt to be of sufficient importance is the existence of the role of the progesterone hormone in the immunomodulation mechanism of the maternal immune system, in order to keep maternal tolerance to an antigen of a fetus.The provision of didrogesterone orally capable of inducing the effect of progesterone with quite nicely by its effect on the endometrium that is identical to the provision of progesterone (Ulcery et al., 1963).Early placental development can be determined by measuring Placental Growth Factor or Placental Growth Factor (PlGF) through the mother?s blood since the first trimester of pregnancyas an indicator of the process of the formation of the placenta (Ong et al., 2001 ). The purpose of this study was to determine the effect of didrogesteron supplementation to the development of the placenta in pregnancy by measuring the levels of PlGF. Method : This study is a double blind randomized clinical trial (Randomized Controlled Clinical Trial) held at Antenatal Care clinic (ANC) at the General Hospital dr. Zainoel Abidin (RSUZA), Banda Aceh to all pregnant women undergoing first trimester ANC in RSUZA. The research undergone nonprobability sampling by consecutive sampling. Data analysis is done by using bivariate analysis between supplementation didrogesteron and PlGF levels using SPSS 17. Analysis of the data for comparative analytical numerical information unpaired two groups: Group A: the results in the form of PlGF levels in pregnant subjects were given progesterone and Group B: this results in a level of PlGF in pregnant patients given a placebo. If one of these groups there were no normal distribution of data, the statistical tests performed were the Mann-Whitney. If both groups have a normal distribution of the data will lead to the identification variance between groups. If the same variance (p values at variance test> 0.05), the statistical test to be used is the unpaired t test for equal variances. When variants are not the same (p value on the test variant <0.05), the statistical test used is the unpaired t test for unequal variance. In this study all the data so that the normal distribution of data is followed by a test using unpaired t-test because it has the same variance (p values at variance test> 0.05). Result: Results obtained throughout the study data were normally distributed and by using unpaired t-test on 40 subjects were followed until the end of the period, 20 people in Group A are pregnant subjects were given progesterone and Group B that pregnant patients given a placebo showed the difference meaningful. Based on the Kolmogorov-Smirnov test for n = 20 and α = 5%, then all of the above data are normally distributed. The mean levels of PlGF in both groups prior the treatment showed no significant difference (p = 0091 or p> 0.05), in which the group receiving folic acid alone was 40.80 pg / mL while on a group that will receive folic acid and didrogesterone was 25.95 pg / mL. The mean levels of PlGF in the folic acid group after the administration of folic acid alone for 4 weeks was 89.60 pg / mL, which means an average increase of 48.8 pg / mL. Results of paired t-test for PlGF levels in the population before and after folic acid showed a significant difference (p = 0.000 or p <0.05). The mean levels of PlGF in the group of folic acid + didrogesterone, after measurements (post-didrogesterone + folic acid) for 4 weeks was 212.15 pg / mL, which means an average increase of 186.20 pg / mL. Results of paired t-test for PlGF levels in the population before and after didrogesterone + folic acid showed a significant difference (p = 0.000 or p <0.05). Based on the Kolmogorov-Smirnov test for n = 20 and α = 5% in comparison margin improvement in both groups, as the above data, the average difference PLGF levels normally distributed. The mean difference PLGF levels based on the age group of folic acid is 48.80 and in the group of folic acid + didrogesterone is 186.20. Unpaired t-test results for the two groups showed that the group receiving folic acid + didrogesteron have elevated levels of PlGF were significantly (p = 0.000 or p <0.05) compared to those who only get folic acid alone. The side effect of this supplementation on this research was nausea about 2/20 (10%) on folic acid + dydrogesterone group versus 1/20 (5%) on folic acid group with p value = 0.35 (p > 0.05) which is not statistical meaningful. Conclusion : From these results it can be concluded that the administration of didrogesteron can trigger PlGF levels in women of reproductive age.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rendra Hadi
Abstrak :
Omega-3 dan omega-6 berperan penting dalam kehamilan, asam lemak esensial yang saling terkait ini, berperan penting dalam penentuan masa gestasi ibu, pertumbuhan perilaku serta pembentukan saraf pusat janin, sehingga perlu dijaga rasio kadarnya. Angka gizi lebih semakin meningkat di Indonesia, dan diduga berpengaruh terhadap kadar omega-3 dan omega-6. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan kadar omega-3 dan omega-6 serum dengan status gizi berdasarkan indeks massa tubuh ibu hamil trimester satu dalam rangka menurunkan angka kurangnya keseimbangan omega-3 dan omega-6 di Indonesia. Jumlah subjek penelitian adalah 70 ibu hamil trimester satu, menggunakan desain studi potong lintang dan simple random sampling. Dari penelitian ini diperoleh 57,1% subjek mengalami gizi lebih dan 7,1% mengalami gizi kurang. Kadar ALA 173,37 (1,18-724) μg/ml, EPA 9,74 (0,06-166) μg/ml, DHA 15,45 (1,2-96) μg/ml, total n-3 199,65 (22,7-776,51) μg/ml, LA 1849,93 (119-8986) μg/ml, ARA 263,48 (21-993) μg/ml, total n-6 2114,24 (210-9643) μg/ml dan perbandingan n-3:n-6 1:10 (1:20-1:2,7). Uji Spearman menunjukkan tidak ada korelasi bermakna antara kadar omega-3 dan omega-6 dengan indeks massa tubuh, Uji chi square antara rasio omega-3:omega-6 dengan Indeks massa tubuh tidak menunjukkan korelasi bermakna, p 0,307. Perlu perubahan asupan makanan lebih kaya omega-3 untuk mengatasi kekurangan rasio omega-3 dan omega-6 seiring mengurangi angka gizi lebih. ...... Omega-3 and omega-6 are important for pregnant mother. Those essential fatty acid affect gestation time, fetal behavior and central nervous system development. Overnutrition is becoming problem in Indonesia and nutritional status seems to have role in determining omega-3 and omega-6 serum level. This research observe the association between nutritional status and the serum level of omega-3 and omega-6 with the goal to reduce omega-3 and omega-6 deficiency in Indonesia. There are 70 subject of first semester pregnant woman. This study is done using cross sectional design with simple random sampling. It is found that 57.1% have overweight and 7.1% have underweight. Serum level of ALA 173.37 (1.18-724) μg/ml, EPA 9.74 (0.06-166) μg/ml, DHA 15.45 (1.2-96) μg/ml, total n-3 199.65 (22.7-776.51) μg/ml, LA 1849.93 (119-8986) μg/ml, ARA 263.48 (21-993) μg/ml, total n-6 2114.24 (210-9643) μg/ml and ratio of n-3:n-6 1:10 (1:20-1:2.7). Spearman correlation test shown no significant correlation between any omega-3 and omega-6 serum level with BMI. Chi square between omega-3 and omega-6 ratio does not shown significant correlation with BMI category, p 0.307. Modification of food intake with higher omega-3 is needed to reduce deficiency in omega-3 and omega-6 ratio while reducing overweight case.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Choiron Abdillah
Abstrak :
C-Reactive Protein merupakan protein penanda biologis yang jumlahnya akan meningkat ketika terjadi proses inflamasi di dalam tubuh. Pada kehamilan, proses inflamasi merupakan proses fisiologis namun tentunya dalam batas normal. Status gizi maternal dipercaya memiliki hubungan dengan proses inflamasi yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kadar high-sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP) pada ibu hamil trimester satu dengan indeks massa tubuh. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi potong lintang dengan jumlah subjek penelitian 62 responden yang dipilih berdasarkan sistem simple random sampling. Dari penelitian ini didapatkan hasil median kadar hs-CRP adalah 2,95 mg/L (0,30-35,30 mg/L). Penelitian ini menggunakan cut-off kadar hs-CRP 5 mg/L dan didapatkan hasil 32,3% subjek memiliki kadar yang tinggi. Indeks massa tubuh ibu hamil trimester pertama ini memiliki nilai rerata 23,68±3,73 kg/m2. Data kemudian dicari korelasinya dengan uji Pearson. Terdapat korelasi sedang positif antara kadar hs-CRP dengan indeks massa tubuh ibu hamil trimester satu (r = 0,435, p = < 0,001). Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai indeks massa tubuh, maka semakin tinggi kadar hs-CRP pada ibu hamil trimester satu. ......C-Reactive Protein (CRP) is a biomarker protein which increases during inflammation. During pregnancy, there is a physiologic amount of inflammation which increases CRP. Maternal nutrition status is known to be associated with the inflammatory process and pregnancy outcome. The objective of this study was to find the normal value of high-sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP) in first trimester pregnancy and its association with body mass index. This study used cross-sectional design with 62 first trimester pregnant women as subjects. The subjects were chosen using simple random sampling method. It was found that the median serum level of hs-CRP in the subjects was 2.95 mg/L (0.30-35.30 mg/L). The cut-off point of hs-CRP level in this study was 5 mg/L. There were 32.3 % subjects who had higher hs-CRP value. The mean body mass index was 23.68±3.73 kg/m2. Pearson analysis demonstrated medium correlation between the level of hs-CRP and body mass index in first trimester pregnant women (r = 0.435, p = < 0.001). In conclusion, higher body mass index was associated with the higher hs-CRP level in first trimester pregnant women.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosnani
Abstrak :
Upaya peningkatan mutu sumber daya manusia dimulai sejak trimester I. Perubahan fisiologis dan psikologis yang terjadi mengharuskan ibu beradaptasi agar tercapai kehamilan yang sehat. Aktivitas ibu bekerja di luar rumah menyebabkan ibu memiliki beban tambahan untuk beradaptasi dibandingkan dengan ibu rumah tangga. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain deskriptif korelasional dengan pendekatan Cross Sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan fisiologis dan psikologis pada trimester I dengan kemampuan adaptasi ibu hamil yang bekerja dan ibu rumah tangga. Jumlah sampel dalam penelitian ini 94 orang dengan usia kehamilan >12 minggu sampai 20 minggu ditentukan dengan cara purposive sampling. Untuk menguji hubungan antara karakteristik, perubahan fisiologis dan psikologis dengan kemampuan adaptasi ibu hamil yang bekerja dan ibu rumah tangga, uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square, kemudian dilakukan uji regresi logistik ganda model prediksi untuk mengetahui variabel yang paling dominan berhubungan dengan kemampuan adaptasi ibu hamil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan kemampuan adaptasi ibu hamil yang bekerja dengan OR = 59,226. Demikian pula pada ibu rumah tangga dengan nilai OR = 19,079. Hal ini dapat terjadi karena melalui perencanaan ibu dapat memprediksi kemungkinan yang akan dialami selama kehamilan sehingga ibu cenderung lebih siap secara fisik dan psikologis. Oleh sebab itu perawat maternitas perlu memfasilitasi ibu atau keluarga dengan memberikan konseling pendidikan kesehatan mengenai perubahan fisik dan psikologis kehamilan dan perencanaan kehamilan melalui KB.
The effort to improve quality of human resources starts at the first trimester of pregnancy. The pregnant women should be able to adapt with physiological and psychological changes to have a healthy pregnancy. Comparing to housewife, activities of working mother could result in additional burden for mother to be adjusted. This research is a descriptive correlation design with cross sectional approach which aims to explore the relationship of physiological and psychological changes at first trimester with adaptation of working mother and housewife being in pregnancy. The sample size was 94 women with more than 12 weeks until 20 weeks pregnancy taken by purposive sampling. To test the relationship of physiological and psychological changes at first trimester with adaptation of working mother and housewife being in pregnancy, the chi square test was used, and the test of multiple logistic regressions, model of prediction was used as well to find dominant variable related to the ability of pregnant women to adapt. The research result indicated that the planning was a most dominant variable related to the adaptation ability of pregnant working mother with OR = 59,226 and to the adaptation ability of housewife pregnant mother with OR = 19,079. Planning of pregnancy makes mother could predict any possibilities encountered during pregnancy and mother is tend to be better prepared physically and psychologically. A maternity nurse needs to facilitate mother or family through counseling and health education on physical and psychological changes during pregnancy and to plan pregnancy with family planning.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
T17470
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Luther Holan Parasian
Abstrak :
Vitamin D adalah salah satu mikronutrien yang penting bagi manusia terlebih lagi pada ibu hamil. Di beberapa Negara kekurangan vitamin D menjadi masalah yang terabaikan terutama di negara Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Ibu hamil yang kekurangan vitamin D dapat berisiko lebih tinggi untuk mengalami pre eklampsia. Pada bayi yang lahir dari ibu yang mengalami kekurangan vitamin D dapat lahir dengan berat badan yang rendah dan kedepannya dapat mengalami gangguan pada organ penting seperti otak dan tulang. Oleh karena itu, pencegahan harus dilakukan sedini mungkin dari trsimester pertama. Namun terbatasnya fasilitas untuk mengukur tersebut mendorong untuk mencari tahu faktor yang berperan penting dalam kadar vitamin D seperti asupan harian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain studi cross-sectional. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2013 sampai 2014 dengan subjek ibu hamil trimester pertama yang tinggal di Jakarta. Metode penelitian menggunakan pengukuran 25-hidroxivitamin D terstandar untuk memperoleh kadar vitamin D dalam darah subjek serta food-frequency questionnaire (FFQ) untuk mengetahui asupan harian vitamin D subjek. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan piranti lunak SPSS for Windows 20.0 lalu dianalisis dengan uji Spearman. Didapatkan bahwa persentase subjek hipovitaminosis vitamin D adalah sebesar 43,5% (27 orang, n = 62) dan seluruh subjek memiliki asupan vitamin D harian yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya korelasi antara asupan harian vitamin D dengan kadar 25-hidroxivitamin D. Banyak faktor lain yang mempengaruhi misalnya adalah sinar matahari. ...... Vitamin D is one of the important micronutrients for humans especially pregnant women. In some countries, deficiency of vitamin D is one of neglected health problem, especially in South-East countries including Indonesia. Pregnancy women with deficiency vitamin D may be higher risk for having preeclampsia. In infants born from mother who have deficiency vitamin D may be born with low birth weight. Some important organs development will interference such as brain and bone. Therefore, prevention from deficiency vitamin D should be conducted as early as possible from first trimester pregnancy. But there are limitation in vitamin D measurement facilities so these research purpose is to elaborate the others factor that influencing vitamin D in blood and the most important factor is diet vitamin D. These research aims to determine whether a correlation between vitamin D intake and value of vitamin D in blood. Running a cross-sectional study design, this research uses secondary data from a former research by Faculty Medicine of University Indonesia conducted in 2013 ? 2014 with pregnant women living in Jakarta. The research method comprised a 25-hydroxyvitamin D measurement and the usage of food-frequency questionnaire (FFQ) to obtain subject's vitamin D in blood and vitamin D intake respectively. Using SPSS for Windows 20.0 software, data is then analyzed by Spearman, resulting 43.5% (n = 62) of subjects being hypovitaminosis D (<10 ng/mL) and the whole subjects receiving under the boundary value of vitamin D (12 mcg/day). This research shows that no correlation could be found between vitamin d intake and value of vitamin D in blood.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siallagan, Grace Adriani
Abstrak :
Defisiensi besi selama kehamilan adalah salah satu defisiensi gizi yang prevalensinya tetap tinggi di dunia yaitu mencapai 70%. Berat badan kurang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya defisiensi besi selama kehamilan. Feritin adalah protein cadangan zat besi yang disintesis oleh hati dan dapat meningkat selama peradangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar feritin serum dengan indeks massa tubuh pada perempuan hamil trimester 1. Disain penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang. Penelitian dilakukan di Pusat Kesehatan Masyarakat Kramat Jati, Jakarta selama bulan Oktober 2013. Pengambilan subyek dilakukan dengan cara consecutive sampling. Empat puluh tujuh perempuan hamil trimester 1 didapatkan memenuhi kriteria penelitian. Didapatkan rerata usia 27,79±4,85 tahun, diantara subyek penelitian 5 orang (10,6%) memiliki berat badan kurang, 25 orang (53,2%) berat badan normal dan 17 berat badan lebih (36,2%). Nilai tengah asupan zat besi 23,21 (8,4 ̶ 36,80) mg/hari. Asupan zat besi menunjukkan 66% subyek memiliki asupan zat besi kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) Indonesia. Nilai tengah kadar feritin serum 58,1 (4,9 ̶ 139,8) μg/L dan 6,4% subyek tergolong status feritin rendah. Hasil penelitian ini diperoleh korelasi positif tidak bermakna antara kadar feritin serum dengan indeks massa tubuh pada perempuan hamil trimester 1 (r=0,097, p=0,52).
Iron deficiency during pregnancy is one of nutritional deficiency with high prevalence in the world, reaching up to 70%. Underweight is one of the main risk factors for iron deficiency during pregnancy. Ferritin is an iron storage protein which synthesized in the liver and can be increased during inflammation. The aim of this study was to find out the correlation between serum ferritin levels and body mass index (BMI) in pregnant woman in their first trimester. The design of the study is cross-sectional. Data collection was conducted at Kramat Jati Primary Health Care, Jakarta during October 2013. Subjects were obtained by consecutive sampling method. A total of 47 pregnant women in their first trimester subjects had met the sudy criteria. The mean of maternal age was 27,79±4,85 years, among them are 5 underweight (10,6%), 25 normal weight (53,2%) and 17 overweight (36,2%). Median of iron intake was 23,21 (8,4 ̶ 36,80) mg/day. Intake of iron showed 66% of the subjects had intake of iron less than Indonesian recomended dietary allowance (RDA). Median of serum ferritin levels was 58,1 (4,9 ̶ 139,8) μg/L, while 6,4% of the subjects were catagorized as low ferritin status. No significant correlation was found between serum ferritin levels and BMI in pregnant women in their first trimester (r=0,097, p=0,52).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library