Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 50 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, 2008
920 CAT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Julius Purnama Eka Kartika
Abstrak :
[ABSTRAK
Material solder saat ini banyak menggunakan Sn-Pb. Saat ini ada permasalahan lingkungan yaitu Pb yang bersifat racun. Selain itu terjadi fenomena Whiskers yang dapat menyebabkan hubungan pendek pada peralatan elektronik Telah dilakukan sintesa material solder bebastimbal Sn-0.7Cu-xBi/Zn. Pada sampel dilakukan karakterisasi x-ray difraksi. Dilakukan analisis Rietveld untukm emperoleh parameter kristalografidant eksturpa daarah bidang tertentu untuk melihat fenomena whisker. Hasilanilisa Rietveld memperlihatkan penambahan unsurBismut dengan konsentrs i tertentu pada paduan Sn-0.7Cu-xBi dapat merubah teksturpada bidang kristalografi tertentu ditandai dengant ingginya kerapatan pole figure yang dapat diartik antingginya keseragaman orientasikristalit yang dapat menja di penghambat whiskers dibidangtersebut.;
ABSTRACT
Solder material is using Lead (Pb) recently. Toxity of lead was creating environtment issue now. Beside of that whiskers phenomena could make short at electronics circuits. Synthesis of Sn-0.7Cu-xBi/Zn lead free solder materials have been conducted. These alloys were being characterized by using XRD diffractometer. Crystallographic paratemeters and texture of certain plane have been extracted to observe whiskers phenomena The result from Rietveld refinement show that adding certain Bismuth concentration could change texture of Sn-0.7Cu-xBi alloy at certain crystall plane. This condition was being show by high density of pole figure, means crystallite orientation more uniform. High density of pole figure at certain crystall plane could become whisker inhibitor. ;Solder material is using Lead (Pb) recently. Toxity of lead was creating environtment issue now. Beside of that whiskers phenomena could make short at electronics circuits. Synthesis of Sn-0.7Cu-xBi/Zn lead free solder materials have been conducted. These alloys were being characterized by using XRD diffractometer. Crystallographic paratemeters and texture of certain plane have been extracted to observe whiskers phenomena The result from Rietveld refinement show that adding certain Bismuth concentration could change texture of Sn-0.7Cu-xBi alloy at certain crystall plane. This condition was being show by high density of pole figure, means crystallite orientation more uniform. High density of pole figure at certain crystall plane could become whisker inhibitor. , Solder material is using Lead (Pb) recently. Toxity of lead was creating environtment issue now. Beside of that whiskers phenomena could make short at electronics circuits. Synthesis of Sn-0.7Cu-xBi/Zn lead free solder materials have been conducted. These alloys were being characterized by using XRD diffractometer. Crystallographic paratemeters and texture of certain plane have been extracted to observe whiskers phenomena The result from Rietveld refinement show that adding certain Bismuth concentration could change texture of Sn-0.7Cu-xBi alloy at certain crystall plane. This condition was being show by high density of pole figure, means crystallite orientation more uniform. High density of pole figure at certain crystall plane could become whisker inhibitor. ]
2015
D2021
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Al Ghifari Fedayeen
Abstrak :
Penelitian ini melibatkan variabel wishful identification dan interaksi parasosial dengan desain non-eksperimental. Partisipan penelitian adalah masyarakat umum dengan kriteria umur 18-24 tahun yang menonton tayangan acara dari karakter figur publik Muhammad Attamimi Halilintar di media sosial (N = 164). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah classic 10-item Para-Ssocial Interaction scale dan wishful identification scale. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa wishful identification memiliki korelasi positif dan signifikandengan tingkat interaksi parasosial seseorang. ......This study examined the correlation of wishful identification on parasocial interaction. This study used a non-experimental design. The participants were Indonesian 18-24 years old who watched public figure character Muhammad Attamimi Halilintar showed on any social media (N = 164). The instrument used in this study were the classic 10-item Para- Ssocial Interaction scale and the wishful identification scale. The results of the Pearson correlation analysis showed that the wishful identification had a significant positive relation to the level of parasocial interaction
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustine Sukarlan Basri
Abstrak :
Penelitian ini mernpakan pengkajian mengenai ciri-ciri/karakteristik dan faktor-faktor dari kearifan menurut pandangan tiga kelompok usia yaitu dewasa muda, dewasa madya dan lansia. Kemudian dilanjutkan dengan pengkajian mengenai manifestasi ciri dan faktor kearifan yang telah diperoleh kedalam kehidupan tokoh-tokoh lansia yang dipandang arif. Minat untuk melakukan penelitian ini bermula dari kenyataan masih langkanya penelitian di Indonesia yang menyoroti kehidupan lansia yang berhasil menjalani proses menuanya secara sukses. Sementara itu, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 1971 dan 1990,jumlah penduduk lansia meningkat dua kali lipat dan pada tahun 2025 nanti diproyeksikan akan mencapai 13.2% dari populasi penduduk. Sampai sekarang di lingkungan masyarakat masih cukup banyak gambaran negatif yang dikaitkan dengan periode usia lanjut ini, karena asumsi yang muncul adalah bahwa perkembangan diarahkan pada tujuan mencapai kematangan, sedangkan proses menua diarahkan pada tujuan kematian. Sementara dari penelitian gerontologi mutakhir, diperoleh keterangan bahwa proses menua yang sukses, bukanlah sesuatu yang berhubungan dengan penyesuaian terhadap kehilangan-kehilangan karena usia, tetapi lebih pada pengembangan kapasitas-kapasitas baru, tubuh kita mungkin menua, namun kapasitas mental spiritual akan meningkat. Di samping itu, terdapat pula pandangan yang menyatakan bahwa aspek kearifan diharapkan menjadi lebih kuat dengan bertambahnya umur dan karenanya paling mungkin ditemukan pada kelompok lansia. Penelusuran telaah pustaka mengenai kearifan, dimulai dari perkembangan sejarahnya sejak masa tradisi sekuler dan mass tradisi filosofis, yang disebut-sebut sebagai masa kejayaan kearifan. Kemudian meliwati mass keruntuhan yang ditandai dengan terjadinya serentetan `bencana intelektual' karena munculnya paham kapitalis dan aliran positivisme, hingga sampai pada masa restorasi yang ditandai dengan perjuangan berat untuk memperbaiki konsep tentang pengetahuan serta meningkatkan pemahaman tentang proses mencapai kearifan. Kini, setelah cukup lama iimu psikologi terumuskan secara akademis, dirasakan perlunya menggali kembali serta mengembangkan penelitian tentang kearifan dari sudut pandang ilmu psikologi. Secara garis besar teori tentang kearifan dibagi ke dalam (1) teori implisit, (2) teori kognitif den (3) teori integratif. Dari masing-masing pandangan ditemukan berbagai hasil dan kesimpulan, baik mengenai arti, proses, ciri dan faktor penentu, manifestasi perilaku, maupun produk kearifan. Penelitian ini ingin menggali pandangan masyarakat awam mengenai berbagai ciri kearifan dan faktor-faktor yang mempengaru inya. Kemudian juga ingin melihat manifestasi ciri dan faktor tersebut dalam kehidupan para tokoh lansia yang dipandang arif oleh tiga kelompok usia di daerah Jakarta dan sekitannya. Penelitian dilakukan secara bertahap, diawali dengan pendekatan kuantitatif, kemudian dilanjutkan dengan pendekatan kualitatif. Pads pendekatan pertama, mula-mula dilakukan elisitasi jawaban mengenai ciri-ciri kearifan, kemudian penyebaran kuesioner yang berisi ciri-ciri yang telah disepakati. Pada pendekatan kualitatif, dilakukan wawancara mendalana terhadap 3 tokoh lansia yang terpilih sebagai orang arif oleh tiga kelompok usia tadi. Dengan menggunakan uji statistik Analisis Faktor dan Analisis Varian Sat' Arah dengan mencari nilai uji F, diperoleh hasil berikut ini. Dari 43 ciri kearifan yang diperoleh, ditemukan 5 faktor yang mempengaruhi kearifan, masing-masing bernama: (1) Kondisi Spiritual-Moral, (2) Kemampuan Hubungan Antar Manusia, (3) Kemampuan Menilai dan Mengambil Keputusan, (4) Kondisi Personal, (5) Kemampuan Khususflstimewa. Faktor Spiritual-Moral merupakan faktor yang diperoleh dari penelitian ini, yang belum ditemukan dalam studi-studi sebelumnya. Faktor ini juga disepakati oleh para responder sebagai faktor yang memberikan kontribusi terbesar untuk menggambarkan kearifan. Selain itu ditemukan lebih banyak kesamaan pandangan antara tiga kelompok usia mengenai ciri-ciri kearifan. Faktor yang dipandang berbeda secara bermakna oleh tiga kelompok usia adalah Kemampuan Hubungan Antar Manusia, Kemampuan Menilai dan Mengambil Keputusan serta Kemampuan Khusus/lstimewa. Sedangkan Faktor Spiritual-Moral dan Faktor Personal dipandang sama dalam menggambarkan kearifan. Data kualitatif dari 3 tokoh lansia yang dipandang arif, menunjukkan kesepakatan dalam mengartikan konsep kearifan. Kearifan adalah kemampuan menanggapi, memutuskan dan menyelesaikcan permasalahan dengan cara yang tidak menyinggung pihak-pihak yang terlibat dan dapat diterima oleh semua pihak, sehingga keputusan yang diambil adalah hasil dari penilaian yang adil dan seimbang. Persoalan yang dimaksud, bukan saja yang memerlukan penanganan secara rasional dan intelektual, tetapi yang lebih mengandung segi-segi yang bersifat afektif dan moral, dimana hati nurani ikut "berbicara". Berbagai ciri dan faktor kearifan, termanifestasikan pada para tokoh lansia dari cara mereka menghadapi permasalahan-permasalahan serta cara mempertimbangkan dampak keputusan yang diambilnya terhadap orang-orang yang terlibat. Pada dasarnya dapat ditarik kesamaan manifestasi terhadap setiap faktor kearifan, namun isi pengalaman don persoalannya tampak unik dan bervariasi. Pendalaman penelitian melalui 'case-history' atau studi longitudinal, tampaknya diperlukan untuk menjawab pertanyaan mengenai proses berlangsungnya kearifan itu. Selain itu, program pelatihan bagi anak (seperti Program Biaa Keluarga Balita) maupun bagi generasi muda dan madya yang dapat meningkatkan perolehan tantangan-tantangan di berbagai bidang, dapat dilakukan sebagai saran intervensi untuk memunculkan kearifan dalam kehidupan lebih lanjut. Tidak lupa, program pelatihan bagi pare lansia itu sendiri dengan tujuan dapat mengaktualisasikan kearifan yang dimiliki semaksimal mungkin, sehingga potensi-potensi dan gambaran positif tentang lansia makin tampil.
2001
T10877
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmat Umar
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Beberapa komplikasi sulit yang timbul setelah tindakan sternotomi mediana yang menjadi penyebab utama mortalitas dan morbiditas pasien. Hal ini dapat dicegah dengan aproksimasi sternum yang stabil, Berbagai macam teknik jahitan fiksasi untuk aproksimasi sternum menggunakan wire. Peneliitian ini membandingkan biomekanik teknik jahitan figure of eight trans-sternal dan peristernal. Metode: Penelitian eksperimental pada sternum kambing sebanyak 36 sampel, dilakukan sternotomi mediana, kemudian dilakukan fiksasi sternum menggunakan wire, 18 sampel dilakukan fiksasi jahitan figure of eight peristernal dan 18 sampel trans-sternal. Dinilai dengan uji komparasi tiga dimensi: lateral distraction, transversal shear dan longitudianal shear dengan beban 125N, 150N, 200N, 250N, 300N, 400N. pergeseran diukur dalam mm setiap tingkat pembebanan. Dilakukan analisis statistik dengan uji independent sample t-test. Hasil: Pada uji lateral distraction dan longitudinal shear didapatkan perbedaan bermakna pada pemberian beban ringan 125N, 150N dan 200N, pada beban 300N dan 400N tidak ada perbedaan bermakna. Uji transversal shear tidak ada perbedaan bermakna pada kedua teknik jahitan. Pada hasil uji tarik kedua teknik jahitan mengalami pergeseran lebih dari 2mm pada pembebanan 250 N. Kesimpulan: Stabilitas sternum pada teknik jahitan figure of eight peristernal sama dibanding jahitan figure of eight trans-sternal.
ABSTRACT
Backgrounds There are troublesome complications following median sternotomy which are lead to major causes of morbidity and mortality of patients. This can be prevented by stable sternal approximation, Various suturing fixation method for sternal approximation using wire. To compare the biomechanics of the figure of eight trans sternal and the peristernal suturing method. Methods Experimental study on goat sternum 36 samples, performed sternotomi mediana, then performed sternum fixation using wire, 18 samples performed suturing fixation of figure of eight peristernal and 18 sample trans sternal. Assessed by a three dimensional comparative test lateral distraction, transversal shear and longitanium shear with loads of 125N, 150N, 200N, 250N, 300N, 400N. Shifts are measured in mm at each loading level. Statistical analysis was performed using independent sample t test. Results In lateral distraction and longitudinal shear tests, there were significant differences in the loading of light loads of 125N, 150N and 200N. The transverse shear test no significant difference in the two suturing techniques, In the bending test results both suturing method experience a shift of more than 2mm at 250 N loading. No other significant differrences in clinical outcomes. Conclusions The sternal stability of the peristernal figure of eight method is the same as that of the trans sternal figure of eight.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tony Kristiantoro
Abstrak :
Penelitian dan pengembangan nanomaterial termoelektrik saat ini sangat diperlukan karena material termoelektrik merupakan salah satu material yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif. Peningkatan sifat termoelektrik semakin intensif untuk diteliti dan dikembangkan karena aplikasinya yang luas dalam banyak bidang. Sifat material termoelektrik berupa fenomena efek Seebeck, figure of merit, thermo power, resistivitas listrik dan panas akan sangat dipengaruhi oleh material dan sintesa yang digunakan dalam riset. Bismuth Telluride (Bi2Te3) adalah material termoelektrik jenis n-type yang dapat mengonversi perbedaan temperatur menjadi tegangan listrik secara langsung pada temperatur kamar , sehingga material ini dapat diaplikasikan sebagai termoelektrik generator (harvesting energy). Berbagai rekayasa terus dilakukan untuk meningkatkan sifat termoelektrik, penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan sifat termoelektrik bismuth telluride dengan mengurangi konduktivitas termal melalui sintesa nanostruktur menggunakan metode hidrotermal dan menurunkan resistivitas listrik melalui penambahan dopan dysprosium (Dy). ......Research and development of thermoelectric nanomaterials is now very necessary because thermoelectric material is one material that can be used as an alternative energy source. Increased thermoelectric properties are increasingly intensive to be researched and developed because of their wide application in many fields. The thermoelectric material properties in the form of Seebeck effect phenomenon, figure of merit, thermo power, electrical conductivity and heat will be greatly influenced by the material and synthesis used in research. Bismuth Telluride (Bi2Te3) is an n-type thermoelectric material that can convert temperature differences into electrical voltage directly at room temperature, so that this material can be applied as thermoelectric generators (harvesting energy). Various engineering works are carried out to improve the thermoelectric properties, this research is carried out to improve the thermoelectric properties of bismuth telluride by reducing thermal conductivity through nanostructure synthesis using hydrothermal methods and increasing electrical conductivity through the addition of doping dysprosium (Dy) which has better electrical conductivity than bismuth.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Nurharini Apriliastri
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi parameter yang optimal dalam simulasi pemeriksaan kranial, toraks, dan abdomen menggunakan sistem digital radiography (DR). Optimasi dilakukan menggunakan phantom in-house dengan objek kontras pada DR Siemens Luminos Agile Max. Pasien pediatrik dipisahkan menjadi empat kelompok usia; grup A (0-1 tahun), grup B (1-5 tahun), grup C (5-10 tahun), dan grup D (10-15 tahun). Kombinasi lapisan PMMA dan cork dengan ketebalan total yang berbeda digunakan untuk mensimulasikan pasien yang termasuk dalam setiap kelompok usia untuk wilayah anatomis yang berbeda (kranial, toraks, dan abdomen). Optimasi dilakukan dalam tiga langkah; kVp, diikuti oleh mAs, dan kemudian optimasi filter tambahan. Semua langkah optimasi dilakukan berdasarkan nilai FOM (figure of merit) yang dihitung sebagai rasio SDNR (signal difference to noise ratio) kuadrat dan entrance surface dose dengan FOM tertinggi yang mewakili kondisi optimum. Hasil dari optimasi ini dievaluasi berdasarkan FOM tertinggi yang dihasilkan dari setiap eksposi. Adapun MTF dan CV digunakan sebagai parameter pembanding terhadap nilai FOM yang rancu. Dalam pemeriksaan kranial, FOM tertinggi dihasilkan oleh faktor eksposi 44 kV, 3.2 mAs, dan 0 mmCu atau tanpa filter (A), 46 kV, 5.6 mAs, dan 0.1 mmCu (B), 49 kV, 7.1 mAs, dan 0.2 mmCu (C) dan 50 kV, 9 mAs, dan 0.1 mmCu (D). Untuk pemeriksaan toraks, nilai FOM tertinggi dihasilkan oleh faktor eksposi 45 kV, 2,5 mAs, dan 0,2 mmCu (A), 45 kV, 4 mAs, dan 0.2 mmCu (B), 46 kV, 5.6 mAs, dan 0.2 mmCu (C), dan 47 kV, 6.3 mAs, dan 0.2 mmCu (D). Untuk pemeriksaan abdomen, nilai FOM tertinggi dihasilkan oleh faktor eksposi 48 kV, 4 mAs, dan 0.1 mmCu (A), 50 kV, 6.3 mAs, dan 0.2 mmCu (B), 53.5 kV, 8 mAs, dan 0 mmCu (C), dan 58.5 kV, 8 mAs, dan 0 mmCu (D). ......This study was aimed to obtain optimum parameter combination in simulated cranial, thorax, and abdominal examinations using digital radiography (DR) systems. Optimization was performed using in-house phantom with contrast objects on Siemens Luminos Agile Max DR. Paediatric patients were separated into four age groups; group A (0-1 year), group B (1-5 years), group C (5-10 years), and group D (10-15 years). Slab phantoms consisted of PMMA and cork with different total thickness were used to simulate patients belonging to each age group for different anatomical region (cranial, thorax, and abdomen). Optimization were performed in three steps; first kVp, followed by mAs, and then additional filter optimization. All the steps of optimization were performed based on FOM (figure of merit) values calculated as ratio of squared SDNR (signal difference to noise ratio) and entrance surface dose with the highest FOM representing the optimum condition. The results of this optimization were evaluated based on the highest FOM generated from each exposure. For this DR, optimum parameters (i.e. highest FOM) are different for each age group and anatomical region. In cranial examination, the highest FOM are generated by exposure factors of 44 kV, 3.2 mAs, and 0 mmCu filter (A), 46 kV, 5.6 mAs, and 0.1 mmCu filter (B), 49 kV, 7.1 mAs, and 0.2 mmCu filter (C) and 50 kV, 9 mAs, and 0.1 mmCu filter (D). For thorax examination, the highest FOM value is generated by exposure factor 45 kV, 2.5 mAs, and 0.2 mmCu (A), 45 kV, 4 mAs, and 0.2 mmCu (B), 46 kV, 5.6 mAs, and 0.2 mmCu (C), and 47 kV, 6.3 mAs, and 0.2 mmCu (D). For abdominal examination, the highest FOM value is produced by exposure factor 48 kV, 4 mAs, and 0.1 mmCu (A), 50 kV, 6.3 mAs, and 0.2 mmCu (B), 53.5 kV, 8 mAs, and 0 mmCu (C), and 58.5 kV, 8 mAs, and 0 mmCu (D).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arsya Nugraha Putratama
Abstrak :
Elektroda konduktor transparan (TCE) adalah bahan lapisan tipis yang memiliki konduktivitas listrik dan sifat transmitansi yang tinggi. Bahan TCE umumnya berupa oksida logam seperti Indium Tin Oxide (ITO). Namun, kelemahan ITO adalah harganya yang relatif mahal dan rapuh, sehingga mendorong pengembangan bahan alternatif lain seperti kawat nano perak (AgNW). Performa tinggi lapisan TCE diperoleh dari transmitansi yang tinggi (lebih dari 85%) dan memiliki nilai resistansi lembaran yang rendah, sedangkan pada umumnya lapisan dengan resistansi lembaran rendah memiliki transmitansi yang rendah. Untuk itu diperlukan upaya untuk mengoptimalkan kedua nilai tersebut. Penelitian ini telah berhasil mensintesis AgNW dengan metode kimia basah dengan panjang rata-rata 10 m dengan diameter rata-rata 46 nm dan diendapkan pada substrat kaca dengan jumlah pelarut etanol 1, 2 dan 3 ml yang bervariasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lapisan tipis Ag-1 memiliki nilai FoM tertinggi (15,6 sq.Ω-1), karena nilai resistansi lembaran terendah (24 /sq) meskipun transmitansinya paling rendah (72%). Sampel AgNW dengan volume 1 ml etanol (Ag-1) memiliki kerapatan AgNW tertinggi sehingga lebih banyak tersedia jalur untuk dilalui elektron, sehingga memiliki mobilitas yang lebih tinggi meskipun konsentrasi muatannya lebih rendah. ......Transparent conductor electrode (TCE) is a thin layer material that has high electrical conductivity and transmittance properties. TCE materials are generally metal oxides such as Indium Tin Oxide (ITO). However, the weakness of ITO is that it is relatively expensive and brittle, thus encouraging the development of other alternative materials such as silver nanowires (AgNW). The high performance of the TCE coating is obtained from its high transmittance (more than 85%) and has a low sheet resistance value, whereas in general the low sheet resistance coating has a low transmittance. For this reason, efforts are needed to optimize these two values. This research has succeeded in synthesizing AgNW by wet chemical method with an average length of 10 m with an average diameter of 46 nm and deposited on a glass substrate with varying amounts of ethanol 1, 2 and 3 ml of solvent. The results showed that the Ag-1 thin layer had the highest FoM value (15.6 sq.Ω-1), because the sheet resistance value was the lowest (24 /sq) although the transmittance was the lowest (72%). The AgNW sample with a volume of 1 ml of ethanol (Ag-1) has the highest density of AgNW so that there are more available paths for electrons to pass, so it has higher mobility even though the charge concentration is lower.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gupta Gautama
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S5132
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>