Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Duwi Prihatin
Abstrak :
ABSTRAK
Persalinan yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan, terbukti bisa menekan risiko kematian ibu. Persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan di Puskesmas Lamunti tahun 2017 masih rendah yaitu 16,8%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan dan alasan pemanfaatan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan oleh ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Lamunti Tahun 2017. Metode penelitian menggunakan metode gabungan kuantitatif dan kualitatif. Analisis bivariat menunjukkan tiga faktor yang berhubungan yaitu kepemilikan jaminan kesehatan, pelayanan antenatal dan komplikasi kebidanan. Analisis multivariate menunjukkan dua faktor yang berhubungan yaitu pelayanan antenatal dan komplikasi kebidanan. Faktor komplikasi kebidanan merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan pemanfaatan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan. Hasil kualitatif ditemukan bahwa masih banyak masyarakat yang belum mempunyai kartu BPJS, standar pelayanan antenatal di desa kurang dari 10 T, adanya komplikasi kebidanan menjadi alasan ibu melahirkan di fasilitas pelayanan kesehatan. Diperlukan komitmen/kebijakan yang mendukung persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan; pelatihan ANC terintegrasi; pemberdayaan masyarakat (pelaksanaan program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi, kelas ibu hamil, desa siaga dan PIS-PK).


Childbirth performed in health care facilities has been proven to reduce the risk of maternal death. Childbirth in health care facilities at Lamunti Health Center in 2017 is still low at 16.8%. This study aims to know the determinants and reasons for the use of childbirth in health care facilities by maternity in the working area of Lamunti Health Center 2017. The research method uses quantitative and qualitative combined methods. Bivariate analysis showed three related factors namely health insurance ownership, antenatal care and obstetric complications. Multivariate analysis showed two related factors, namely antenatal care and obstetric complications. Obstetric complications are the most dominant factor associated with the use of childbirth in health care facilities. The qualitative results found that there were still many people who did not yet have a BPJS card, the standard of antenatal care in the village was less than 10 T, the existence of obstetric complications was the reason for the mother giving birth in a health care facility. Commitments / policies are needed to support childbirth in health care facility; integrated ANC training; community empowerment (implementation of childbirth planning programs and prevention of complications; classes of pregnant women; alert villages and PIS-PK).

[Depok, Depok, Depok, Depok, Depok]: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52412
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Fadjriani
Abstrak :
Saat era globalisasi ini rumah sakit harus mempersiapkan diri dengan membenahi semua lini. Titik berat pelayanan rumah sakit pada masa lampau adalah pada pelayanan rawat inap. Tetapi saat ini telah tcnjadi perubahan mengenai pclayanan di rumah sakit yaitu Iebih cendemng pada pclayanan rawatjalan. Sehingga fungsi unit rawat jalan merupakan primadona di masa yang akan datang. Karena hal tcrscbut maka pihak manajemen Rumah Sakit Penamina Jaya merasa perlu untuk mengoptimalkannya dengan membuka Unit Poli Sorc.Tingkat pemanfiuxtan poliklinik yang digambarkan dengan banyaknya kunjungan di poliklinik setiap harinya tidak terlalu berubah banyak dan justru ada kecendenmgan kunjungan poliklik sore yang kian menumn. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan utilisasi polikiinik sore Rumah Sakit Penamina Jaya dimana pemanfaatan poliklinik sore yang sam ini masih kurang memcnuhi harapan manajemen Rumah Sakit Pertamina Jaya. Variabcl dari penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat. Adapun variabel bebas adalah faktor karakteristik pasien yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, pengctahuan dan pekerjaan serta faktor persepsi pasien terhadap mutu layman yaitu faktor SDM, tarifl sarana dan prasarana. Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif dcngan disain cross sccsional dari data primer yang diambil melalui kuisioner dengan membcrikan lembar kuesioner terhadap I02 responden Dari hasil penelitian didapatkan hubungan yang bemmkna dari utilisasi poliklinik sore: faktor usia, penghasilan dan faktor SDM. Adapun faktor yang paling dominan adalah faktor SDM dan usia. Hasil penclitian ini mcnunjukkan bahwa sebagian besar responden mempersepsikan baik pclayanan poliklinik sore. Tetapi hal ini masih belum diikuti dengan pemanfaatan yang optimal terhadap poliklinik sore. Oleh karena itu diharapkan pihak manajemcn Rumah Sakit Pertamina Jaya berusaha unluk lebih mengembangkan poliklinik sore ini dengan pnoaktif mcmberi informasi kepada konsumen tentang keberadaan poliklinik sore tersebut. Dengan memperhatikan hasil penelitian yang memperlihatkan responden terbanyak adalah wanita usia produktif maka di masa mendatang diharapkan dapat dibuka Poliklinik baru yaitu Poliklinik kandungan dan kebidanan, poliklinik anak, scrta poliklinik kulit dan kelamin. ......In globalization era, hospital has to be prepared by adjusting all line. In the past, hospital service is emphasizing in inpatient service. However, recently there is alteration toward hospital services, which is likely to outpatient services. Therefore, outpatient unit function is a favorite for fixture period. Because of it, so management of Pertamina Jaya Hospital feels that they need to maximize it by opening Evening Polyclinic Unit. Polyclinic service level described by visitation rate in pclyclinic per day is not change too much and tendency of evening polyclinic visitations trend decreased. This research aim to know factors that related with evening polyclinic utilization of Pertamina Jaya Hospital where recent polyclinic evening benefit still less to fulfill Pertamina Jaya Hospital management expectation. Variable from this research is free variable and bond variable. Free variables are patient characteristic factors that include age, sex, education, earning, knowledge and occupation and patient perception factor toward service quality such as SDM, tariff, medium and infrastructure. Research conducted by quantitative method with cross sectional design from primary data that gathered from questioner by giving questioner sheet to 102 respondents. From research result obtained signiticant relation from evening polyclinic utilization: age factor, eaming and SDM factor. The most dominant factor is SDM and age. This research result shows that most of 'respondents toward evening polyclinic perception are well; however, it still not followed with optimal benefit toward evening polyclinic. Therefore, suggested to Pertamina Jaya Hospital management developing this evening polyclinic proactively to give information for consumer toward evening polyclinic existence. Suggestion submitted in this research considering the most patients are children and productive age women so that management reconsiders opening new polyclinics, which are a polyclinic of paediatrics, polyclinic of obstetric and gynaecology, and polyclinic of dermatology.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34490
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Pratanto
Abstrak :
Pricing Strategy of General Nursing Room at Bhakti Yudha General Hospital, Depok.Various changes at a hospital caused the health expense to increase. As a result, a certain effort is required to maintaining a hospital to survive. One of the efforts is to calculate the unit cost correctly. This calculation will be used to determine an optimum tariff for a hospital. This optimum tariff means that the tariff is affordable for consumers and will cover the hospital operation cost including a reinvestment program. Currently, the BOR of the superior class, first and second class have not indicated the optimum value including the tariff setting which is still changed every year. This-research is intended to have the unit cost of the general nursing room at RSUBY and the relationship to the optimum tariff setting concept by considering the tariff setting goal, ATPIWTP, competitors and marketing strategy. The Unit cost calculated by double distribution method. The ATP/WTP analysis derived from the interview data on 185 respondents at general nursing room. Meanwhile, the competitors identification was performed by an observation. The unit cost calculation of RSUBY indicated that the purpose of cross subsidization from the superior class, first and second class to third class have not been successfully achieved. The 20% mark up for inflation anticipation and reinvestment also did not cover the deficit. This is because the tariff setting orientation has not figured the RSUBY future projection and the gradation index point was far away. ATP analysis showed that the demand for the general nursing room has inelastic characteristic. This means that the setting price by RSUBY does not influent the consumer buying power. This analysis also denoted that the 1st class, 2nd and 3rd class patients were at deficit financing level that might create a potential bad debt. WTP analysis showed that some of 1st, 2nd and 3rd class patients did not agree with the existing tariff. This WTP indicates the patient's relatives payment capability. Since the nursing expense is patients' relatives responsibility (both nuclear or extended family), therefore, WTP is only a rough figure of patients' willingness based on perception of serving quality that they received. The potential competitors of RSUBY are private medical physicians and 24 hours medical clinics locate at the surrounding. This is because that the patients who visited RSUBY were near and a lot of them recommended by those physicians. In this case, RSUBY needs to have join effort in a certain ethical degree with those private medical physicians. The RSUBY marketing strategy is to determine the target market for common community and give humanistic services. In performing promotion strategy, RSUBY is recommended to utilize direct contact method to the target market. In other hand, RSUBY requires to perform a tariff intervention.
Berbagai perubahan pada rumah sakit mengakibatkan peningkatan biaya kesehatan, sehingga diperlukan upaya tertentu agar rumah sakit dapat survive. Salah satu upaya tersebut adalah perhitungan biaya satuan yang benar sehingga dapat ditetapkan tarif yang optimal bagi rumah sakit, artinya terjangkau oleh konsumen dan rumah sakit mampu menutup biaya operasional serta reinvestasi. Saat ini BOR kelas Utama, I dan II belum menunjukkan angka yang optimal demikian pula tarif yang ditetapkan, masih mengalami perubahan setiap tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya biaya satuan kamar rawat inap umum RSUBY dan kaitannya dalam konteks proses penetapan tarif yang optimal, dengan mempertimbangkan tujuan penetapan tarif, ATP/WTP, pesaing dan strategi pemasaran. Perhitungan biaya satuan menggunakan metode double distribution, sedangkan analisis ATP/WTP berasal dari data wawancara terhadap 185 responden di rawat inap umum. Identifikasi pesaing dilakukan berdasarkan observasi. Perhitungan biaya satuan RSUBY menunjukkan bahwa tujuan untuk subsidi silang dari kelas Utama, I dan II ke kelas III belum terpenuhi, demikian pula mark-up 20% untuk antisipasi inflasi dan reinvestasi tidak bisa berjalan. Hal ini disebabkan orientasi penetapan tarif belum mencerminkan proyeksi RSUBY ke depan dan penetapan gradasi index point yang terlalu jauh. Analisis ATP menunjukkan bahwa permintaan untuk rawat inap umum bersifat inelastic, jadi berapapun harga yang ditetapkan RSUBY akan tetap dibeli konsumen. Analisis ATP menunjukkan bahwa pasien kelas I, II dan III berada pada tingkat deficit financing sehingga berpotensi menyebabkan bad debt. Analisis WTP menunjukkan pasien kelas I, II dan III sebagian menyatakan tidak setuju dengan tarif yang ada: WTP ini menunjukkan kemampuan keluarga pasien untuk membayar, tetapi karena biaya perawatan merupakan tanggungan keluarga pasien (baik inti maupun extended) maka WTP hanya merupakan gambaran kasar kemauan pasien berdasar persepsinya terhadap layanan yang diterima. Pesaing RSUBY yang potensial adalah dokter praktek swasta dan klinik 24 jam yang berada disekitarnya, karena alasan pasien yang masuk RSUBY adalah dekat dan banyak yang direkomendasikan oleh dokter tersebut. Dalam hal RSUBY perlu melakukan kerja sama dalam batas-batas etis dengan dokter swasta tersebut. Strategi pemasaran RSUBY adalah pemilihan target pasar untuk masyarakat umum dan memberikan layanan yang bersifat humanistik. Dalam melakukan promosi RSUBY sebaiknya langsung 'menyentuh' target pasar. Disamping itu RSUBY perlu melakukan intervensi tarif.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anugerah Sandi Putra
Abstrak :
ABSTRAK
PT. GPI adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang daur ulang plastik yang berorientasi eksport. Proses daur ulang yang dilakukan melibatkan berbagai jenis plastik bekas dan dimbah menjadi bijih plastik, yaitu bijih plastik LDPE neutral dan LDPE black. Sebagai sebuah perusahaan PMA dengan pusat bisnis yang terletak di Perancis, PT. GPI melihat bahwa masih terdapat peluang yang cukup besar untuk terus bergerak dan melanjutkan bisnis ini, disamping tersedianya bahan baku yang cukup melimpah. Kapasitas produksi yang dirasa sudah tidak mencukupi karena pihak manajemen berusaha meningkatkan hasil produksi, membuat pihak manajemen memiliki rencana untuk mendirikan pabrik baru dengan kondisi yang Iebih baik dan kapasitas produksi yang lebih besar. mencapai 300 ton/bulan untuk LDPE neutral dan 300 ton/bulan untuk LDPE black pada Iokasi baru yang dirasa Iebih baik. Proses perancangan tata Ietak pabrik baru PT. GPI ini dimulai dengan perencanaan aliran material, perencanaan kelerkaitan kegiatan, perhitungan kebutuhan bahan baku, perhitungan kebutuhan mesin dan meja kerja, perhitungan kebutuhan area produksi dan pelayanannya, pemilihan alat pemindah bahan, pengalokasian wilayah dan pembentukan tata letak pabrik Secara menyeluruh yang akan memperlihatkan aliran material produksi. Kegiatan perancangan tata Ietak pabrik yang dilakukan ini menghasilkan suatu tata Ietak pabrik dengan ukuran Iuas 17565 m2 yang terletak di daerah Tanjung Uncang Batam dan diharapkan pabrik ini dapat berproduksi sesuai target yang telah direncanakan dengan kemungkinan perluasan sebesar 100%.
2000
S49904
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ilham
Abstrak :
ABSTRAK
CV, Bakti Karya adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelapisan logam (electroplating). Dengan kapasitas produksi yang mencapai 900 ton/ tahun saat ini CV. Bakti Karya telah mampu melayani pelanggan-pelanggan yang berasal dari industri komponen baik otomotif, elektrik dan pelanggan yang mempunyai produk-produk dari material logam yang bervariasi jenis dan bentuknya.

Dengan kemampuan saat ini CV. Bakti Karya mulai mengalami kesulitan untuk melayani permintaan konsumen. Pihak manajemen perusahaan melihat masih banyak peluang yang bisa dikembangkan berdasarkan atas kemampuan kompelitif perusahaan. Untuk itu pihak manajemen memutuskan untuk melakukan ekspansi alau pembuatan fasilitas pabrik baru agar dapat meningkatkan kapasilas produksi dan pelayanan kepada konsumen.

Proses perancangan pabrik baru CV. Bakti Katya dimulai dengan perencanaan aliran material, perencanaan keterkaitan kegiatan, perhitungan kebutuhan area produksi dan pelayanannya, pemilihan alat pemindah bahan, pengalokasian wilayah dan pembentukan tata letak pabrik secara menyeluruh yang akan memperlihatkan aliran material produksi.

Kegiatan perancangan yang dilakukan menghasilkan suatu tata letak pabrik dengan ukuran 79 m x 53 m terletak disebelah pbrik lama dan diharapkan pabrik dapat berproduksi secara optimal, Pabrik hasil rancangan diharapkan beroperasi sesuai dengan standar operasi, keamanan, kesehatan dan lingkungan yang telah baku serta pada akhimya dapat memenuhi target pihak manajemen perusahaan.
2000
S49858
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emil Ditri Bintari
Abstrak :
ABSTRAK
Penulisan ini menganalisis perbandingan pengaturan antara fasilitas pelayanan kesehatan online di Indonesia dan di Inggris, perbandingan pengaturan mengenai rahasia kedokteran di Indonesia dan di Inggris, dan perbandingan tanggung jawab hukum dokter dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan terkait rahasia kedokteran pelayanan kesehatan online di Indonesia dan di Inggris. Metode penelitian yang dilakukan berbentuk yuridis normatif, dan menggunakan tipe deskriptif. Hasil dari penelitian ini menggambarkan bahwa di Indonesia belum terdapat pengaturan hukum mengenai penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan online, berbeda dengan Inggris yang telah mengatur mengenai hal tersebut, selanjutnya di Indonesia, pengaturan mengenai rahasia kedokteran tidak dikaitkan pada pengaturan mengenai perlindungan data pribadi, sebagaimana dilakukan di Inggris. Kemudian, tergambarkan pula bahwa tanggung jawab hukum dokter dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan terkait rahasia kedokteran dalam proses tindakan medis di fasilitas pelayanan kesehatan online di Indonesia terbagi atas 3 tiga aspek, yakni pidana, perdata, dan administratif. Seluruh aspek pertanggungjawaban hukum tersebut saat ini hanya diatur dalam sektor kesehatan, berbeda dengan di Inggris yang mana pengaturan mengenai hal tersebut justru diatur dan dirujuk pada peraturan mengenai perlindungan data pribadi. Berdasarkan pemaparan di atas, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia perlu melakukan perancangan regulasi dalam rangka memberi kepastian hukum perlindungan terkait rahasia kedokteran dalam proses tindakan medis di fasilitas pelayanan kesehatan online di Indonesia.
ABSTRACT
This thesis analyzes the legal standing of an online health care facility in Indonesia and its comparison with England, the regulation concerning medical confidentiality in Indonesia and its comparison with England, and the legal liabilities of doctors and healthcare providers regarding the concept of medical confidentiality in online healthcare facilities in Indonesia, and its comparison with England. The method of research conducted is in the form of juridical normative, and using the descriptive type. The results of this writing illustrate that Indonesia has no legal statutory regarding specifically the provision of online healthcare facilities, unlike England that has regulated this matter. Secondly, in Indonesia, the regulation of medical secrets is not related to the arrangement of personal data protection, as conducted in England. Furthermore, it has also been illustrated that the legal liabilities of doctors and healthcare providers regarding the concept of medical confidentiality in medical treatments which are processed by online healthcare facilities in Indonesia are divided into 3 three aspects, namely criminal, civil and administrative. All aspects of legal liability are currently only regulated in the health sector, whereas in England, the regulation on such matters is specifically regulated and refereed to the rules on personal data protection. Based on the explanation written above, Indonesia rsquo s Ministry of Health needs to conduct regulatory drafting in order to provide certainty of medical confidentiality safeguard law in every medical treatment processed by online healthcare facility in Indonesia.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septiana Lazasniti
Abstrak :
ABSTRAK
Persentase persalinan bedah sesar di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2012-2017 dari 12% menjadi 17%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tren jumlah fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, dan persalinan bedah sesar di Indonesia tahun 2007-2017 serta faktor yang memengaruhi persalinan bedah sesar di Indonesia tahun 2017. Penelitian dilakukan dengan desain cross sectional menggunakan data sekunder Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2007, 2012, dan 2017. Analisis data yang digunakan adalah univariat, bivariat, dan multivariat menggunakan uji Chi-Square dan Regresi Logistik Sederhana. Hasil penelitian menunjukkan tren jumlah fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, dan persalinan bedah sesar di Indonesia pada tahun 2007-2017 mengalami peningkatan. Hasil analisis didapatkan faktor confounding yaitu paritas dan jarak kelahiran. Kekuatan hubungan faktor yang memengaruhi persalinan bedah sesar di Indonesia pada tahun 2017 yaitu penolong persalinan adalah tenaga kesehatan spesialis (OR= 8,54), kehamilan kembar (OR= 2,48), kunjungan ANC 4 kali (OR= 1,51), indeks kepemilikan tinggi atau kuintil 4 dan 5 (OR= 1,20), tempat tinggal di perkotaan (OR= 1,13), indeks kepemilikan rendah atau kuintil 1 dan 2 (OR= 0,80), tempat persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan swasta (OR= 0,79), dan pemeriksa ANC oleh bukan tenaga kesehatan (OR= 0,37). Pilihan persalinan melalui bedah sesar perlu dipertimbangkan lagi berdasarkan faktor risikonya.
ABSTRACT
The percentage of cesarean delivery in Indonesia has increased in 2012-2017 from 12 to 17. This study aims to show the trend of number health care facility, health worker, and cesarean delivery in Indonesia year 2007-2017 as well factors that influence of cesarean delivery in Indonesia year 2017. The study was conducted with a cross sectional design using secondary data on the Indonesian Health Demographic Survey (SDKI) and Indonesian Health Profile in 2007, 2012, and 2017. Analysis of data was univariate, bivariate, and multivariate using the Chi-Square test and Simple Logistic Regression. The results show that the trend of number health care facilitiy, health worker, and cesarean delivery in Indonesia year 2007-2017 had increased. The results of research obtained confounding factors, that is parity and birth interval. The strength of the correlation between the factors that influence cesarean delivery in Indonesia year 2017 are birth attendant was specialist health worker (OR = 8.54), multiple pregnancy (OR = 2.48), ANC visits 4 times (OR = 1.51), high wealth index or quintile 4 and 5 (OR = 1.20), low wealth index or quintile 1 and 2 (OR = 0.8), place of delivery in a private health facility (OR = 0.79), and ANC examiners by non-health worker (OR = 0.37). The choice of labor through cesarean section needs to be considered again based on the risk factors.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruswati
Abstrak :
Angka Kematian Ibu (AKI) saat ini masih sangat tinggi dan menjadi salah satu permasalahan kesehatan global. Tingginya angka kematian ibu di beberapa negara di dunia khususnya negara berkembang mencerminkan jika akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas sangat rendah. Menurut Thaddeus dan Maine terdapat tiga faktor yang memengaruhi kematian pada ibu dan dikenal dengan model “Three Delays”. Salah satu contoh dari ketiga faktor tersebut yaitu adanya keterlambatan rujukan yang dialami oleh maternal. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi keterlambatan proses rujukan pada maternal. Metode yang digunakan yaitu literature review dengan menggunakan database Pubmed, Scopus, Proquest, Garuda, dan Google Scholar menghasilkan 16 artikel sesuai kriteria inklusi yakni artikel sepuluh tahun terakhir, membahas mengenai faktor-faktor penghambat rujukan pada maternal, serta artikel dengan metode kuantitatif, kualitatif maupun mix- method. Hasil penelitian diketahui jika terdapat faktor-faktor yang memengaruhi keterlambatan proses rujukan maternal yang dibagi menjadi 3 faktor besar yaitu faktor sosioekonomi dan budaya, aksesibilitas pelayanan kesehatan, dan kualitas pelayanan dan perawatan. Faktor sosioekonomi dan budaya yaitu faktor yang melekat pada ibu maupun budaya yang ada di masyarakat. Jarak dan waktu tempuh, permasalahan transportasi, dan biaya merupakan faktor dari segi aksesibilitas. Lalu untuk faktor kulitas perawatan dan pelayanan yang memengaruhi yaitu staf, sarana dan prasarana di fasilitas kesehatan, dan manajemen tidak memadai. Berdasarkan hasil studi terinklusi semua faktor-faktor tersebut mayoritas ditemukan pada artikel yang didapatkan. Oleh karena itu diperlukan adanya penguatan sistem rujukan pada masing-masing stakeholder terkait. ......The Maternal Mortality Rate (MMR) is currently very high and is a global health problem. The high maternal mortality rate in several countries, especially developing countries, reflects that people's access to quality health services is deficient. According to Thaddeus and Maine, three factors influence maternal mortality and are known as the "Three Delays" model. One example of these three factors is the delay in referrals experienced by the mother. This study aimed to determine the factors that affect the delay in the referral process to the mother. The method used is a literature review using the Pubmed, Scopus, Proquest, Garuda, and Google Scholar databases producing 16 articles according to the inclusion criteria, namely articles in the last ten years, discussing factors that inhibit maternal referrals, as well as articles using quantitative, qualitative and qualitative methods, and mix-method. The results showed that there are factors that affect the delay in the maternal referral process, which are divided into 3 significant factors, namely socio-economic and cultural factors, accessibility of health services, and quality of services and care. Socio-economic and cultural factors are factors that are inherent in the mother and the culture that exists in society. Distance and travel time, transportation problems, and costs are factors in terms of accessibility. Then for the quality of care and service factors that affect the staff, facilities and infrastructure in health facilities, and inadequate management. Based on the included studies' results, most of these factors were found in the articles obtained. Therefore, it is necessary to strengthen the referral system for each relevant stakeholder.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
RA. Afifah Putri Kinasih
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab rumah sakit dalam menyelenggarakan fasilitas pelayanan kesehatan bagi tenaga medis. Fokus dari penelitian ini membahas mengenai jaminan kesehatan BPJS bagi pekerja, regulasi terkait dengan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, dan kewajiban rumah sakit dalam memenuhi hal tersebut khususnya bagi tenaga medis. Pembahasan dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi RSUP Persahabatan Jakarta Timur. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa di RSUP Persahabatan, pelayanan kesehatan terhadap tenaga medis pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu penyakit atau kecelakaan yang diakibatkan oleh pekerjaan dan penyakit atau kecelakaan yang bukan akibat pekerjaan. Apabila tidak disebabkan oleh pekerjaan, maka mereka menggunakan BPJS Kesehatan dan mengikuti sistem rujukan berjenjang vertikal, alhasil menciptakan kondisi yang kurang optimal. Hasil dari penelitian ini menyarankan agar pemerintah membuat peraturan pelaksana yang dapat mengatur rumah sakit tipe A agar dapat membuat FKTP bagi pekerjanya. 


This thesis discusses about the responsibility of the hospital in providing health services facilities for its medical personnel. The focus of this study discusses BPJS health insurance for workers, then the regulations related to the implementation of health service facilities in hospitals, and the hospital's obligations to fulfill that responsibility, especially for its medical personnel. The discussion was carried out through a literature study and a study at the RSUP Persahabatan in East Jakarta. This research is a normative juridical research with qualitative method. The results of the study concluded that at RSUP Persahabatan, the right to health services can be broadly divided into 2, i.e., illness and accident caused by work or illness and accident that is not the result of work. If it is not caused by work, then they can use BPJS Kesehatan and adhere to a vertical tiered referral system which was adopted by BPJS Kesehatan. As a result, it creates a condition that are not optimal for its’ medical personnel. The results of this study suggest that the government should make an implementing regulations that could regulate type A hospitals, such as RSUP Persahabatan, so that they can make first tier health services for their workers.

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jordan
Abstrak :
Alat pelindung diri atau APD menjadi salah satu perhatian dalam masa pandemi Covid-19. Tidak hanya tenaga kesehatan, tetapi masyarakat juga makin banyak yang menggunakan alat pelindung diri untuk mencegah penularan dari SARS-CoV-2. Namun, hingga saat ini, belum diketahui bagaimana kesesuaian penggunaan alat pelindung diri di Indonesia, terutama oleh tenaga kesehatan yang menjadi pertahanan terdepan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data sekunder dari penelitian di Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI pada tahun 2021. Terdapat 317 subjek dari data sekunder tersebut yang merupakan tenaga kesehatan yang bekerja selama masa pandemi Covid-19 di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Kesesuaian penggunaan alat pelindung diri subjek dianalisis berdasarkan tingkat penggunaan alat pelindung diri menurut standar alat pelindung diri yang berlaku saat subjek bekerja. Pada penggunaan alat pelindung diri tingkat satu, 88,95% subjek sesuai dan 11,05% tidak sesuai. Di tingkat dua, 79,17% subjek sesuai dalam penggunaan alat pelindung dirinya dan sisanya tidak sesuai, yaitu 20,83%. Didapatkan 63,63% subjek sesuai dalam penggunaan alat pelindung diri tingkat tiga dan 36,37% subjek tidak sesuai. Proporsi hasil analisis kesesuaian penggunaan alat pelindung diri tingkat satu sampai tiga yang sesuai adalah 78,55% dan yang tidak sesuai adalah 21,45%. Mayoritas penggunaan alat pelindung diri pada tingkat satu sampai tiga sudah sesuai. Persentase subjek yang sesuai dalam penggunaan alat pelindung diri diperoleh tertinggi pada tingkat satu diikuti dengan tingkat dua dan tiga. Secara total, sekitar seperlima subjek tidak sesuai dalam menggunakan alat pelindung diri berdasarkan tingkatannya masing-masing. ......Personal protective equipment, or PPE, has become a concern during the Covid-19 pandemic. It is not only the healthcare workers, but also the general public who are increasingly using personal protective equipment to prevent the transmission of SARS-CoV-2. However, up to this point, it is not known how well the suitability of personal protective equipment usage in Indonesia, especially by healthcare workers who are on the front lines in facing the Covid-19 pandemic. This research began with the collection of secondary data from a study conducted in the Department of Community Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia in 2021. There were 317 subjects from this secondary data, who were healthcare workers working during the Covid-19 pandemic in various healthcare facilities in Indonesia. The suitability of the subjects' use of personal protective equipment was analyzed based on the level of personal protective equipment usage according to the prevailing standards at the time the subjects were working. For the use of level one personal protective equipment, 88.95% of subjects were appropriate, and 11.05% were inappropriate. At level two, 79.17% of subjects used personal protective equipment appropriately, and the remaining 20.83% were inappropriate. It was found that 63.63% of subjects were appropriate in the use of level three personal protective equipment, while 36.37% were inappropriate. The proportion of appropriate use of personal protective equipment at levels one to three was 78.55%, while the inappropriate use was 21.45%. The majority of personal protective equipment usage at levels one to three is already appropriate. The percentage of subjects who are appropriate in the use of personal protective equipment is highest at level one, followed by level two and three. In total, about one-fifth of the subjects are inappropriate in using personal protective equipment based on their respective levels.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>