Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
Triyan Rahayu Priyastowo
"Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji peran media digital dalam pengaruhnya terhadap manusia, terutama orang yang berpindah agama ke Islam (mualaf). Peran dari media digital pada zaman sekarang penting dalam membentuk budaya seseorang dan kelompok. Permasalahan utama penelitian ini adalah bagaimana pengaruh media sosial terhadap generasi muda di Indonesia dalam berpindah agama ke Islam?. Media digital yang saya gunakan untuk penelitian yaitu Youtube, karena media sosial tersebut pada saat ini merupakan salah satu media digital yang digemari oleh masyarakat di Indonesia. Penelitian ini mengunakan metode etnografi digital. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan obeservasi, baik secara daring dan luring, serta beberapa kajian literatur yang terkait. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa peran Youtube sebagai media digital bisa mempengaruhi seseorang dan kelompok dalam perubahan identitas baik secara social dan budaya. Pada era sekarang peran dari media digital yang bernama Youtube bisa menggantikan peran dari televisi dan radio sebagai media masyarakat.
This paper aims to examine the role of digital media in its influence on humans, especially people who convert to Islam (converts). The role of digital media today is important in shaping a person's culture and group. The main problem of this study is how the influence of social media on the younger generation in Indonesia in converting to Islam? The digital media that I use for research is Youtube, because social media is currently one of the digital media that is favored by the public in Indonesia. This study used digital ethnographic methods. The process of collecting data is carried out by interview and obesity, both online and offline, as well as several related literature studies. From the results of this study shows that the role of Youtube as a digital media can affect a person and group in identity changes both socially and culturally. In the current era the role of digital media called Youtube can replace the role of television and radio as public media."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Irawati Diah Astuti
"Janda dan ibu tunggal di Indonesia kerap mendapatkan stigmatisasi yang negatif. Mereka dicurigai melakukan berbagai aktivitas seksual yang tidak lazim serta menjadi objek gosip, predasi seksual pria, kecemburuan seksual para perempuan bersuami, dan fitnah. Representasi mereka di media juga selalu lekat dengan stigmatisasi negatif tersebut. Oleh karena itu, mereka membutuhkan support group sebagai tempat berkumpul dan bersatu untuk saling mendukung. Di era digital, mereka membuat komunitas online melalui media sosial untuk menciptakan ruang publik baru yang berbeda dengan ruang publik dominan. Penelitian ini mengeksplorasi komunitas Single Moms Indonesia di media sosial sebagai bentuk counterpublic para janda. Menggunakan strategi penelitian etnografi digital, peneliti menemukan bahwa 1) para janda memiliki berbagai cara dalam menggunakan komunitas Single Moms Indonesia sebagai sebuah counterpublic, 2) komunitas online bisa menjadi ruang aman bagi janda, 3) counterpublic di ruang online bisa berlanjut hingga ke ruang offline, 4) komunitas Single Moms Indonesia melakukan berbagai upaya untuk membantu para janda mengatasi stigma masyarakat, dan 5) di komunitas online para janda harus menerapkan berbagai regulasi dan filter agar mereka bisa aman dan nyaman dari gangguan masyarakat
Widows and single mothers are routinely stigmatised in everyday Indonesian social life. They are suspected of engaging in a variety of unusual sexual activities as well as being the object of gossip, male sexual predation, sexual jealousy of women, and slander. Their representation in the media has always been closely tied to the stigmatization. Therefore, they need a support group as a place to gather and unite to support each other. In the digital era, these women create online communities through social media to create new public spaces that are different from dominant public spaces. This research explores the Single Moms Indonesia community on social media as a form of counterpublic for widows. Using a digital ethnographic research strategy, I am able to find out that 1) widows and single mothers have various ways of using the Single Moms Indonesia community as a counterpublic, 2) online communities can be safe spaces for widows, 3) counterpublic in online spaces can continue to offline spaces, 4) Single Moms Indonesia communities make various efforts to help widows overcome stigma, and 5) in online communities, widows must implement various regulations and filters so that they can be safe and comfortable from public disturbances."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Cheryl Arshiefa Krisdanu
"Kurangnya kesadaran dan pengetahuan konsumen menjadi hambatan dalam memobilisasi fashion berkelanjutan. Komunitas yang memiliki visi bersama dalam aksi global untuk meningkatkan kesadaran mengenai fashion berkelanjutan seperti Slow Fashion Indonesia memerlukan komitmen yang berkelanjutan dari anggotanya. Dalam mempertahankan komitmen secara berkelanjutan, dibutuhkan identitas kolektif dari komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui identitas kolektif dalam komunitas Slow Fashion Indonesia menggunakan strategi penelitian etnografi digital. Hasil penelitian menemukan bahwa komunitas Slow Fashion Indonesia telah mengembangkan identitas kolektif melalui kesamaan persepsi serta pengetahuan terhadap slow fashion dan komunitas, hubungan kedekatan dan keakraban akibat diskusi dan interaksi antar anggota komunitas, serta investasi emosional terhadap komunitas. Identitas kolektif yang telah terbentuk kemudian menumbuhkan kesamaan persepsi dan nilai bersama yang mengikat anggota untuk terus menjalankan dan mengembangkan komunitas.
The lack of consumer awareness and expertise poses a significant barrier to promoting sustainable fashion. Communities such as Slow Fashion Indonesia, which aim to promote sustainable fashion and create worldwide awareness, necessitate their members' solid and sustainable commitment. A collective community identity is necessary to ensure long- term dedication to sustainability. This study aimed to determine the collective identity within the Slow Fashion Indonesia community by employing the digital ethnography research strategy. The findings indicated that the Slow Fashion Indonesia community has established a collective identity based on similar perceptions and knowledge of slow fashion and the community, a sense of closeness and familiarity resulting from discussions and interactions among community members, and a strong emotional commitment to the community. Forming a collective identity encourages the development of shared values and similar perceptions, motivating members to sustain and advance the community."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ade Utari Bungsu
"Media sosial telah menjadi elemen penting dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam dunia pendidikan. Di Indonesia, platform X (sebelumnya Twitter) banyak dimanfaatkan oleh remaja dalam komunitas "StudyTweet" untuk mendukung pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana komunitas tersebut menggunakan media sosial sebagai alat belajar, membangun jaringan sosial yang produktif, serta meningkatkan literasi media sosial secara kritis dan bertanggung jawab. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif berbasis etnografi digital, penelitian ini mengidentifikasi tiga peran utama dalam komunitas "StudyTweet": kreator konten, konsumer, dan pembagi konten. Kreator memproduksi materi pembelajaran, konsumer mengonsumsi konten sesuai kebutuhan akademis mereka, sedangkan pembagi konten menyebarkan informasi kepada audiens yang lebih luas. Temuan menunjukkan bahwa literasi media sosial yang tinggi memungkinkan anggota komunitas memanfaatkan algoritma platform secara strategis, menyaring informasi secara kritis, dan mengurangi kesenjangan partisipasi digital. Keterlibatan sosial, seperti komentar dan retweet, tidak hanya meningkatkan interaksi, tetapi juga berkontribusi pada pencapaian akademis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa literasi media sosial memainkan peran kunci dalam mengoptimalkan pengalaman belajar di ruang digital. Namun, keterbatasan fokus pada platform tertentu dan metode kualitatif membuka peluang untuk penelitian lanjutan yang melibatkan platform lain serta pendekatan kuantitatif guna memperkaya temuan.
Social media has become an essential element of everyday life, including in the field of education. In Indonesia, platform X (formerly Twitter) is widely used by adolescents in the "StudyTweet" community to support learning. This study aims to explore how the community utilizes social media as a learning tool, builds productive social networks, and enhances critical and responsible social media literacy. Using a qualitative approach based on digital ethnography, this research identifies three main roles within the "StudyTweet" community: content creators, consumers, and sharers. Content creators produce learning materials, consumers use content according to their academic needs, and sharers disseminate information to a broader audience. The findings reveal that high social media literacy enables community members to strategically leverage platform algorithms, critically filter information, and reduce digital participation inequality. Social engagement, such as comments and retweets, not only fosters interaction but also contributes to academic achievement. This study concludes that social media literacy plays a key role in optimizing learning experiences in digital spaces. However, the focus on a specific platform and qualitative methods highlights the need for further research involving other social media platforms and quantitative approaches to enrich these findings."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Markus Jonathan Salim
"Penelitian ini mengkaji bagaimana TikTok membentuk makna uang dan praktik pembayaran kencan, khususnya terkait ekspektasi bahwa laki-laki harus membayar sebagai bentuk tanggung jawab dalam relasi heteroseksual. Studi-studi sebelumnya lebih banyak membahas peran sosialisasi keluarga dalam membentuk makna uang dan peran gender, namun masih sedikit yang menyoroti peran TikTok sebagai media sosial yang memperkuat dan menyebarkan norma tersebut di ruang digital. Melalui pendekatan etnografi digital, penelitian ini menemukan bahwa algoritma TikTok memprioritaskan konten populer, sehingga praktik laki-laki membayar kencan menjadi nilai dominan yang terus direproduksi di platform ini. Proses ini memperkuat hierarki gender, di mana laki-laki diposisikan sebagai pihak yang bertanggung jawab dan dominan, sementara perempuan cenderung diposisikan sebagai pihak penerima yang pasif. Praktik membayar kencan tidak hanya berfungsi sebagai ekspresi tanggung jawab, tetapi juga menjadi mekanisme sosial yang menegaskan dan mereproduksi hierarki gender dalam hubungan kencan di masyarakat kontemporer. Temuan ini menunjukkan bahwa media sosial, khususnya TikTok, berperan penting dalam membentuk dan memperkuat norma gender melalui praktik simbolik sehari-hari.
This study examines how TikTok shapes the meaning of money and the practice of paying for dates, particularly regarding the expectation that men should pay as a form of responsibility within heterosexual relationships. Previous research has mainly discussed the role of family socialization in shaping the meaning of money and gender roles, but few have highlighted the role of TikTok as a social media platform that reinforces and disseminates these norms in digital spaces. Using a digital ethnography approach, this study finds that TikTok’s algorithm prioritizes popular content, making the practice of men paying for dates a dominant value that is continuously reproduced on the platform. This process strengthens gender hierarchy, positioning men as responsible and dominant actors, while women tend to be cast as passive recipients. The act of paying for dates thus functions not only as an expression of responsibility but also as a social mechanism that asserts and reproduces gender hierarchy in contemporary dating relationships. These findings demonstrate that social media, especially TikTok, plays a significant role in shaping and reinforcing gender norms through everyday symbolic practices."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library