Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jeje Nurjaman
Abstrak :
DKI Jakarta merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang sangat diminati oleh banyak investor haik asing maupun nasional, untuk mendirikan dan mengembangkan usahanya dalam bentuk perusahaan Penanaman Modal Asing/Penanaman Modal Dalam Negeri (PMA/PMDN). Dalam rangka menarik investasi PMA/PMDN, Pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijaksanaan yang berkaitan dengan Penanaman Modal, yang terakhir dengan diterbitkannya SK Presiden RI No. 117 Tahun 1999 tentang Perubahan kedua atas Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal, berdasarkan Keputusan tersebut di atas ditetapkan bahwa permohonan persetujuan dan perizinan pelaksanaan Penanaman Modal dilimpahkan kepada Ketua BKPMD atas nama Gubernur sebagai Kepala Daerah. Berdasarkan banyaknya jumlah proyek dan investasi dari perusahaan PMA/PMDN yang umumnya berskala menengah dan besar, penanaman modal di DKI Jakarta secara langsung berdampak positif dalam memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan peluang berwirausaha atau berusaha skala kecil, namun perlu upaya pencegahan dini (preventiv) dengan instrumen-instrumen penataan ruang, AMDAL, penetapan bahan mutu lingkungan ekonomi dan audit lingkungan yang mekanisme pengaturannya dilakukan melalui perizinan pembangunan.

Sesuai dengan identifikasi masalah, penelitian ini difokuskan pada masalah berbagai paktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan AMDAL di DKI Jakarta. Berdasarkan pada pembatasan masalah, maka masalah yang akan diteliti untuk dipecahkan dan didapatkan jawabannya adalah seberapa jauh hubungan antara peranan BKPMD dengan pelaksanaan kebijakan AMDAL di DKI Jakarta. Sedangkan penelitian ini bertujuan untuk :
  1. menjelaskan pertumbuhan PMA/PMDN di DKI Jakarta dalam kurun waktu tahun 1993 sampai dengan tahun 1997.
  2. menelaah dampak pertumbuhan PMAIPMDN terhadap lingkungan hidup.
  3. menganalisis hubungan antara BKPMD dengan tidak efektifnya pelaksanaan AMDAL di DKI Jakarta selama tahun 1993 hingga tahun 1997.
Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian post facto. Dalam penelitian post facto, peneliti tidak memanipulasi variable babas, lebih tepatnya variabel babas ditentukan terlebih dahulu. Lokasi penelitian lapangan di DKl Jakarta antara lain Kawasan industri Pulogadung, Kawasan Berikat Nusantara, serta lokasi-lokasi lainnya dimana perusahaan PMA/PMDN melakukan kegiatannya dalam berproduksi, sebanyak 15 (lima belas) perusahaan.

Analisis kuantitatif untuk pengujian hipotesis penelitian (ha) dilakukan dengan menetapkan variabel penelitian menjadi 3 {tiga) variabel babas yakni kebijakan AMDAL, peranan BKPMD, dan perilaku perusahaan PMA/PMDN serta 1 (satu) variabel terikat yaitu tidak efektifnya pelaksanaan kebijakan AMDAL. Adapun 3 (tiga) hipotesis penelitian (ha) untuk diuji berdasarkan koefisien korelasi urutan jenjang Spearman Rho (p), masing-masing adalah:
  1. terdapat hubungan antara kebijakan AMDAL dengan tidak efektifnya pelaksanaan kebijakan AMDAL, yang ditunjukan oleh angka P= -0,678.
  2. terdapat hubungan antara peranan BKPMD dengan tidak efektifnya pelaksanaan kebijakan AMDAL. yang menghasilkan angka p = - 0,534.
  3. terdapat hubungan antara perilaku perusahaan PMA/PMDN dengan tidak efektifnya pelaksanaan kebijakan AMDAL, berlandaskan 2 (dua) tolok ukur di mana :
    • perilaku mencerminkan partisipasi, menunjukkan angka p = -0,713.
    • perilaku mencerminkan tekad dan persetujuan, menunjukkan angka p = -0,538.
Penanaman modal di DKI Jakarta pada periode tahun 1993 sampai dengan tahun 1997 untuk perusahaan PMA/PMDN, masing-masing mencapai jumlah persetujuan PMA terendah pada tahun 1994 yakni 98 Proyek dengan rencana 1,290,830.20 (Ribu US $) dan jumlah persetujuan PMA tertinggi pada tahun 1996 yakni 294 Proyek dengan rencana investasi sebesar 3,752,123.50 Ribu US $ sedangkan nilai persetujuan PMDN terendah pada tahun 1993 dengan 123 proyek dan jumlah rencana investasi sebesar 7,652.394.10 (Rp. Juta) dan jumlah persetujuan tertinggi PMDN pada tahun 1996 dengan jumlah proyek 193 dan jumlah tertinggi rencana investasi sebesar 16,660,415.60 (Rp. Juta). Terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan selama tahun 1997 yakni 345 kasus pencemaran. Jumlah di atas mencerminkan kasus pencemaran lingkungan belum dapat sepenuhnya ditekan agar mencapai jumlah minimal. Kasus pencemaran/kerusakan lingkungan di DKI Jakarta terlihat dengan jelas bahwa kecenderungannya stabil pada Tahun 1993-1994, tetapi pada Tahun 1996-1997 mengalami kenaikan yang drastis, meskipun pada Gambar Grafik 14 dan 15 jumlah investasi mengalami penurunan.

Untuk mengatasi masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan, serta mengantisipasi berbagai isu pokok berkaitan dengan masalah lingkungan di DKI Jakarta, telah ditempuh langkah langkah melalui berbagai program yakni melalui Program Kali Bersih (Prokasih), program Penataan Daerah Pengaliran Sungai (DPS) ini dititik beratkan pada penertiban sumber limbah yang berada didekat badan sungai, seperti penertiban lokasi pembuangan sampah sementara (LPS) dan penertiban MCK gantung di sisi sungai, agar sumber limbah tersebut dapat mengurangi beban limbah di dalam sungai dimaksud, program Penghijauan dan Keindahan Kota, penghijauan taman kota pada jalur jalur jalan, bantaran sungai serta program sejuta pohon oleh Pemerintah Daerah atau juga melalui kerjasama dengan masyarakat setempat balk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tertentu maupun organisasi lainnya. BKPMD DKI Jakarta merupakan salah satu aparatur pembina dan pengawas dalam pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan, dengan titik berat tugas dan tanggung jawab pada pengembangan penanaman modal (investasi) utamanya PMA/PMDN, sehingga penanaman modal meningkat dan pengelolaan lingkungan berjalan sebagaimana mestinya atau sesuai ketetapan perizinan. Tugas dan tanggung jawab BKPMD DKI Jakarta untuk mengembangkan penanaman modal dan pengelolaan lingkungan, sehubungan dengan hal tersebut di atas, BKPMD DKI Jakarta bersama instansi terkait di lingkungan Pemda DKI Jakarta antara lain Bapedalda khusus dalam perianganan AMDAL, menjaga dan menghilangkan berbagai kesan negatif misalnya :
  1. proses penyelesaian AMDAL relatif berlarut-larut, sehingga sering terdengar AMDAL menghambat iklim investasi;
  2. AMDAL yang semula bertujuan untuk mengendalikan dampak lingkungan, justru hanya dijadikan sebagai persyaratan administratif dalam rangka perizinan;
  3. tidak jarang ditemui suatu kegiatan investasi (kegiatan bisnis) yang sudah dilengkapi dokumen AMDAL, namun ternyata terus berlangsung pencemaran lingkungan sebagai akibat kegiatan bisnis tersebut.
BKPMD DKI Jakarta berperan di dalam pelaksanaan AMDAL, melalui pemberian izin prinsip PMAIPMDN, pengawasaan di lapangan, juga terlibat di dalam Tim Komisi AMDAL, sehingga mempunyai posisi yang sangat srtategis di dalam penerbitan izin utamanya bagi perusahaan PMA/PMDN yang akan berinvestasi di DKI Jakarta, sesuai dengan kebijakan Pemda DKI Jakarta bahwa Industri yang diperbolehkan investasi di Jakarta adalah yang tidak membutuhkan lahan terlalu banyak, tidak terlalu banyak menyerap air tanah, tidak menimbulkan polusiltidak mencemarai lingkungan, berteknologi tinggi, dan banyak menyerap tenaga kerja. Dari uraian di atas tersebut dapat dikatakan pertumbuhan PMA/PMDN pada tahun 1997 menurun, sedangkan kasus pencemaran Iingkungan meningkat pada tahun 1997. Untuk itu BKPMD sangat berperan di dalam mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, melalui bidang Perizinan dan bidang Pengawasan yang terdapat di BKPMD dan wajib memberlakukan kebijakan AMDAL beriandaskan PP 51/1993 tentang AMDAL dan UU 23/1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup, sehingga peningkatan jumlah PMA/PMDN dimaksud mestinya setara kemampuan melestarikan lingkungan. Karena BKPMD membina perusahaan yang berpasilitas PMA/PMDN perlu kiranya BKPMD diberikan kewenangan yang lebih luas lagi dalam menindak perusahaan yang mencemari lingkungan, khususnya perusahaan PMA/PMDN, mengingat saat ini telah ada ± 4.000 perusahaan PMA/PMDN yang beroperasi di DKI Jakarta.

Untuk selalu terjaganya kelestarian lingkungan utamanya dalam rangka ketertiban pengendalian pencemaran oleh industri dan perorangan, perlu dibentuk polisi lingkungan atau layaknya seperti polisi kehutanan (jagawana) dan polisi pariwisata, yang dapat langsung bertindak di lapangan bila melihat langsung perusahaan yang mencemari lingkungan serta membuang limbahnya dengan sembarangan.
Several Factors Which Affect The Implementation Of The EIA Policies In DKI Jakarta (Period 1993-1997)DKI Jakarta is one of the provinces in Indonesia which is very attractive to many investors foreign as well as domestic, to establish and develop their business in the from of Foreign investment/Domestic Investment. To Attract the PMA/PMDN investment the Government issued various policies related to Investment, the latest being the issued various policies related to Investment, the latest being the issuance of the Decree of the President of the Republic Of Indonesia No. 117 Year 1999 re the Second change on the Presidential Decree No. 97 Year 1993 re the Procedures on investment, Based on said Decree it was stipulated that application for approval and the permits for implementation on Investment was transferred to the Chairman of the BKPMD (Regional Investment Coordinating Board) in the name of the Governor as the Head of the Region. Based on the number of projects and investment of PMA/PMDN business which are generally of the medium and large scale, the capital investment in DKI Jakarta directly have a positive impact in the expansion of work opportunities and increase the opportunity to engage in business or do business on small scale, However, it will require early preventive measures through instruments for organizing the space, AMDAL (Environmental Impact Analysis) the decision for the standard quality of the economic environment and environmental audit the mechanism of which is implemented through construction permits.

In accordance with the identification of the problem, this research is focused to the problem of several factors which affect the implementation of policies on AMDAL in L'KI Jakarta. Based on the scope of the problem, the problem to be researched for a solution and to obtain the answer on how far is the relationship between the roles of the BKPMD (Regional Investment Coordinating Board) with the implementation of the policies on AMDAL in DKI Jakarta. While this research has the purpose to:
  1. Explain the growth the PMA/PMDN in DKI Jakarta in the period 1993 up to and inclusive 1997.
  2. Review the impact of the growth of the PMA/PMDN on the living environment.
  3. Analyze the relation between the BKPMD with the in-effectiveness of the AMDAL implementation in DKI Jakarta during the years 1993 up to 1997.
The research method used is the post-facto research method. In the post-facto research, the researcher does not manipulate the independent variable, more exactly the independent variable was determined earlier. The location of the field survey was in DKI Jakarta, among others at the industrial estate Pulogadung, the Bonded Zone Nusantara and other locations where the PMA/PMDN business undertake their activities in production, altogether 15 (fifteen) companies.

The quantitative analysis to test the research hypothesis (ha) is done determining the research variable into 3 (three) independent variable, that are the AMDAL policies, the role of the BKPMD, and the attitude of the PMAIPMDN companies and 1 (one) dependent variable that is the ineffectiveness in the implementation of the AMDAL policies. The 3 (three) research hypotheses to be tested based on the Spearman Rho (p) sequential level correlation coefficient are:
  1. There is a relationship between the EIA policies with the in-effectiveness in the implementation of the EIA policies, which is shown by the figure P =-3,678.
  2. There is a relationship between the role of the EIA with the in-effectiveness in the implementation of the EIA policies, which results in the figure P=-0,534.
  3. There is relationship between the attitude of the PMA/PMDN companies with the in-effectiveness in the implementation of the EIA policies, based on 2 (two) measurement standards where:
    • the attitude reflected participation, showing the figure p = -0,713.
    • the attitude reflected commitment and agreement, showing a figure of p =-0,538.
The capital investment in DKI Jakarta in the period 1993 up to and inclusive 1997 for PMA/PMDN, research to lowest level of approval for PMA in 1994 with 98 project and planned investment of 1,290,830.20 (Thousand US$) and the highest PMA approval in 1996 with 294 project with planned investment of 3,752,123.50 (Thousand US$), while the lowest PMDN approval was in 1993 with 123 projects with planned investment of 7,652,394.10 (million Rp.) and the highest PMDN approval in 1996 with 193 project with planned investment of 16,660,415.60 (million Rp.). The existence of pollution and environmental damage during 1997 were 345 cases of environmental pollution could not be suppressed to a minimum. The cases of pollution and environmental damage in DKI Jakarta is clearly evident from the tendency to be stable in the years 1993-1994, but in 1996-1997 suffered a drastic increase, although the graphs 14 and 15 showed that investments suffered a decrease.

To overcome the problem of pollution and environmental damage and anticipate several main issues related with the problem of environment in DKI Jakarta, several steps were taken through various programs like Clean River Program (Prokasih), Management of the River Basins Program (DPS), which emphasizes on the orderliness of waste source located close to the river body, like the arrangements of the temporary waste disposal dumps and orderliness of the toilets alongside the rivers, so the waste source can decrease the burden of waste in said rivers, the roads, river banks and the one million tree program by the Regional Government or even through the cooperation with the local community, with certain Non-Government Organizations as well with other organizations. The BKPMD DKI Jakarta is one of the guiding and supervising institutions in the prevention of pollution and environmental damage, with the focus on the task and-responsibility to the development of capital investment (especially PMA/PMDN), so capital investment will increase and the environmental management can be executed as it should be or in accordance with the conditions in the permits. The task and the environmental management, related to the issue above, the BKPMD DKI Jakarta with the other related institutions in the DKI Jakarta Government among others the Regional Environmental Impact Agency (Bapedalda), especially in the handing of the AMDAL, Should maintain erase some negative images like:

the process for completing the EIA is relatively dragging on, so it is often heard that the EIA hinder the investment climate;
EIA which initially has the objective to control the environmental
impact, is just made into an administrative requirement to obtain a permit;
it is often discovered that an investment activity which were completed with the EIA documents, but in actuality continues to pollute the environment as a result of the production activities.

The BKPMD DKl Jakarta plays a role in the implementation of the EIA through the issuance of the PMA/PMDN principal permit, supervision in the field, also involved in the EIA Committee Team, so it occupies a very strategic position in the issuance of the principal permit for PMA/PMDN businesses which will invest in DKI Jakarta, in accordance with the policy of the land, does not consume to much ground water, does not generate pollution/pollute the environment, high technology and can absorb the labor force. From the analysis above it can be stated that the growth of the PMA/PMDN was declining in 1997, while the case of environmental pollution increased in 1997 for this the BKPMD has an important role to prevent the incidence of environmental pollution through the issuance of permits and supervision found at the BKPMD and should implement the AMDAL policy based on Government Regulation 5111993 re EIA and the law 23/1997 re management of the human environment, so the increase in the number of PMA/PMDN as meant should be equal to capacity of preserving the environment.

Because the BKPMD provides guidance to the business enjoying facilities of the PMAIPMDN in should be given more extensive authorization to take actions against companies which are polluting the environment, especially PMA/PMDN companies, considering that at present there are around 4,000 PMA/PMDN companies operating in DKI Jakarta.

To always maintain the preservation of the environment especially in the framework to organize the control over pollution by the industry and individuals, it is necessary to form the environmental police or more likely like the forest wardens and the tourist police, who can act immediately in the field if discovering a company which pollutes the environment and through away its waste haphazardly.
2000
T5280
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daffa Abyan
Abstrak :
Kegiatan cryptomining telah secara masif menjadi pusat perhatian di beberapa negara akibat adanya potensi eksternalitas negatif. Setiap miners akan meningkatkan peluang keberhasilan dengan mengonsumsi energi listrik untuk menjaga kecepatan hashrate. Hal ini yang membuat kegiatan cryptomining memiliki hidden cost berupa emisi karbon dari pemanfaatan energi listrik yang eksesif. Belum adanya pertimbangan atas potensi biaya eksternalitas negatif serta faktor lain pada perumusan PMK 68 tahun 2022 menjadi kelemahan dari kebijakan ini. Maka penelitian ini mencoba mengidentifikasi seluruh faktor-faktor yang terkait dalam merumuskannya terhadap alternatif kebijakan pajak lain di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang diperlukan dalam merumuskan kebijakan pajak serta memberikan desain alternatif kebijakan pajak atas kegiatan cryptomining. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data dengan wawancara, data sekunder, dan studi literatur. Hasil penelitian ini mengidentifikasi dan menganalisis delapan faktor terkait yang seharsunya dipertimbankan dalam merumuskan kebijakan pajak. Dari delapan faktor tersebut, baru dua faktor yang sudah dipertimbangkan dalam regulasi saat ini sehingga dibutuhkan penyesuaian kembali. Selain itu, pada penelitian ini juga memberikan alternatif kebijakan pajak lain yang mungkin dapat diterapkan oleh pemerintah, baik sebagai tambahan beban pajak atau perlakuan lain. Setiap alternatif kebijakan pajak pun memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing sehingga pemilihannya bergantung kepada keputusan pemerintah Indonesia. Peneliti merekomendasikan bahwa studi lebih lanjut untuk melihat faktor lain, empirical evidence, benchmark dengan negara lain untuk kegiatan cryptomining di Indonesia sangat perlu untuk dilakukan. Penelitian mengenai setiap alternatif kebijakan pajak yang ditemukan dalam penelitian ini menarik untuk dapat didalami dan dipelajari lebih lanjut. ......Cryptomining activities have massively become the center of attention in several countries due to the potential for negative externalities. Every miners will increase the chances of success by consuming electrical energy to maintain the hashrate speed. This makes cryptomining activities have hidden costs in the form of carbon emissions from the excessive use of electrical energy. The absence of consideration of the potential costs of negative externalities and other factors in the formulation of PMK 68 in 2022 is a weakness of this policy. So this study tries to identify all the factors involved in formulating it to other tax policy alternatives in Indonesia. The purpose of this study is to identify the factors needed in formulating tax policy and provide an alternative design of tax policy for cryptomining activities. The research was conducted with a qualitative approach and data collection techniques with interviews, secondary data, and literature studies. The results of this study identify and analyze eight related factors that should be considered in formulating tax policy. Out of these eight factors, only two have been considered in the current regulation, so readjustment is needed. In addition, this study also provides alternative tax policies that may be applied by the government, either as an additional tax burden or other treatment. Each alternative tax policy has its own strengths and weaknesses, so the choice will depend on the decision of the Indonesian government. The researcher recommends that further studies to look at other factors, empirical evidence, benchmark with other countries for cryptomining activities in Indonesia are very necessary. Research on each alternative tax policy found in this study is interesting to be explored and studied further.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Metti Utami
Abstrak :
Pantai Kuta Bali merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata di Indonesia yang amat terkenal di seluruh dunia. Pariwisata adalah salah satu industri yang merupakan penyumbang pajak terbesar (51,6%) kepada Pendapatan Asli Daerah Propinsi Bali. Semakin dikenalnya Kuta membuat perkembangan pembangunan di daerah ini melaju dengan sangat pesatnya. Seiring dengan meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dan wisatawan nusantara (wisnu) ke Kuta, semakin meningkat pula pembangunan sarana penunjang kebutuhan, wisatawan seperti hotel. restoran, transportasi, hiburan, serta sarana-sarana lainnya yang berkaitan dengan aktivitas pariwisata. Pariwisata adalah industri yang kelangsungan hidupnya sangat ditentukan oleh baik buruknya lingkungan (Soemarwoto, 2001). Industri ini sangat peka terhadap kerusakan lingkungan, misalnya pencemaran sumber air baku oleh limbah domestik, serta pencemaran tanah oleh sampah yang dihasilkan dari industri pariwisata tersebut. Semakin pesatnya pertumbuhan industri pariwisata menghasilkan limbah yang semakin meningkat pula. Begitu juga kebutuhan akan sumber daya air baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sarana pariwisata seperti hotel dan restoran membutuhkan air yang sangat banyak. Keterbatasan cakupan layanan air bersih oleh PDAM menimbulkan alternatif lain yang dipilih oleh masyarakat/pelaku industri pariwisata untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya yaitu dengan mengambil air tanah. Bila pengambilan air tanah tidak sesuai dengan daya dukungnya, akan mengakibatkan terjadinya penurunan muka air tanah, intrusi air laut. Penurunan kualitas air tanah akan terjadi akibat pencemaran limbah cair hasil dari industri pariwisata yang dibuang di lingkungan tanpa melalui pengelolaan yang semestinya. Berdasarkan latar belakang tersebut maka pertanyaan penelitian yang muncul adalah: 1) Bagaimanakah kualitas air tanah saat ini di Kuta, Bali? 2) Apakah ada pengaruh limbah cair yang dihasilkan dari industri pariwisata terhadap kualitas air tanah di Kuta, Bali? Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis kondisi kualitas air tanah di Kuta, Bali. 2) Menganalisis pengaruh limbah cair yang dihasilkan dari industri pariwisata terhadap kualitas air tanah di Kuta, Bali. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah volume limbah cair yang dihasilkan oleh industri pariwisata mempengaruhi kualitas air tanah di Kuta Bali. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian adalah ex post facto dan survey. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah volume limbah cair yang dihasilkan oleh industri pariwisata (hotel dan restoran), dan variabel terikatnya adalah kualitas air tanah. Analisis data dilakukan untuk: 1) Menghitung Indeks Mutu Kualitas Air Tanah dengan metode NSF-WQI (National Sanitation Foundation's Water Quality Index), serta membandingkan hasil pemeriksaan sampel air tanah dengan PP No.82 Tahun 2001 tentang pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk Mutu Air berdasarkan kelas I; dan 2) Menguji hipotesis dengan uji korelasi dan regresi linier sederhana, untuk melihat hubungan dan pengaruh volume limbah cair yang dihasilkan oleh industri pariwisata terhadap kualitas air tanah. Volume limbah cair yang dihasilkan oleh industri pariwisata didapatkan dari jumlah konsumsi air bersih untuk hotel, yaitu 1000 liter/kamar/hari dan untuk restoran 5 liter/tempat duduk/hari (Bappeda Propinsi Bali,2000). jumlah konsumsi air bersih tersebut 70% akan terbuang dalam bentuk limbah (Metcal&Eddy, 1979). Konsumsi air bersih sangat tergantung pada jumlah kunjungan dan lama tinggal wisatawan yang menginap, sehingga diketahui jumlah kamar yang terpakai dalam setahun. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: 1) Kualitas air tanah pada tahun 2004 yang digunakan sebagai sumber air oleh industri pariwisata di Kuta sebagian telah tercemar bakteri coli, dan beberapa parameter melebihi Baku Mutu (BOD, COD, Fosfat). Keadaan ini terutama ditemukan pada lokasi pemantauan yang sarana sanitasinya tidak baik antara lain jarak sumber air (sumur) dengan resapan/septic tank kurang dari syarat sanitasi yang dianjurkan. Perhitungan Indeks Mutu Kualitas Air Tanah pada Tahun 2004 didapatkan hasil pada lima lokasi menunjukkan IMKA Tanah kategori sedang. Hal ini karena sarana pengolahan limbahnya hanya menggunakan septic tank dan jaraknya dengan sumber air kurang dari 15 meter. Lima lokasi pemantauan lainnya IMKA Tanah kategori baik, karena sarana pengolah limbahnya menggunakan IPAL dan resapan, serla jaraknya dengan sumber air lebih dan 15 meter. Hasil pemantauan selama 5 tahun dari tahun 1999 sampai tahun 2003, IMKA Tanah di Kuta Bali cenderung meningkat meskipun pada tahun 2000 sempat menurun. 2) Hasil pemantauan kualitas limbah cair yang dibuang di lingkungan pada tahun 2004 dari 10 titik pemantauan di semua lokasi menunjukkan hasil 6 dari 7 parameter yang dipantau berada di atas Baku Mutu (BOD, COD, TSS, NO3, PO4 dan conform). 3) Terdapat hubungan yang sangat .kuat antara volume limbah cair yang dihasilkan dari aktivitas industri pariwisata (hotel dan restoran) dengan kualitas air tanah. Hubungan yang sangat kuat ini ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (r = -0,937). Volume limbah cair yang dibuang ke lingkungan memberikan kontribusi sebesar 87,8% terhadap kualitas air tanah (r2 = 0,878). Semakin bertambahnya volume limbah cair yang dibuang ke lingkungan akan mengakibatkan menurunnya kualitas air tanah. Hal ini sesuai dengan persamaan regresi linier sederhana yang dihasilkan yaitu, Y = 86,39 - 0,000016 X. Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1) Pemda Kabupaten Badung agar secara aktif melakukan penyuluhan terhadap masyarakat dan pengusaha industri pariwisata, sehingga secara sadar mereka dapat menjaga fungsi kelestarian lingkungan terutama dalam perilaku membuang limbah ke lingkungan; 2) Menyediakan sarana pengolahan limbah terpadu (sistem duster atau komunal) untuk pengelolaan limbah cair hotel dan restoran di Kuta. Pemda ataupun pihak swasta dapat memfasilitasi dan mengelola sarana ini; 3) Melakukan pengawasan secara terpadu antar instansi terkait yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pengelolaan limbah sehingga pemantauan kualitas limbah cair yang dihasilkan dapat diperketat; 4) Meningkatkan cakupan pelayanan air bersih oleh PDAM, dan menetapkan tarif air tanah melalui mekanisme disinsentif sehingga pelaku industri pariwisata tidak mengeksploitasi air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya; 5) Setiap pelaku industri pariwisata melakukan upaya minimisasi limbah dengan pembinaan dari instansi teknik terkait antara lain dengan cara penghematan konsumsi air sehingga volume limbah yang dihasilkan dapat ditekan pula; dan 6) Anjuran pembuatan sumur resapan terutama bagi industri pariwisata dan permukiman penduduk di wilayah Kuta.
Kuta Beach, Bali, is one of tourism destination in Indonesia which very famous in the world. Tourism is one of industry representing biggest tax contributor (51,6%) to original earnings of Bali Province. Progressively recognizing of Kuta makes development growth in this area is fast. Along with the increasing of foreign tourist and domestic tourist visit to Kuta, the requirement of tourist supporting medium (like hotels, restaurants, transportation, entertainment amusement; and the other medium related to tourism activities) development increases. Tourism is industry, which is the continuity of its life, is very determined by environmental quality (Soemarwoto, 2001). This industry is very sensitive to environmental damage, for example permanent water source contamination by domestic waste, and also the ground contamination by garbage yielded from the tourism industries. Fast progressively its industrial growth of tourism yield waste that progressively mounts also. So also the water resource requirement will be good from facet amount of and also quality. Tourism medium like restaurants and hotels require a lot of clean water service. Coverage limitation by PDAM generate alternative of other selected by tourism industrial society to fulfill the clean amount of water required is taken from ground water. When the usage of ground water is above carrying capacity, will result the happening of lowering ground water level, intrusion sea. Degradation of quality of ground water will be happened by effect of contamination of liquid waste of result of from industry of tourism, which is thrown in environment without treatment. Based on the background, the research questions are: 1) What will be quality of ground water in present time in Kuta, Bali? 2) Whether there is influence of liquid waste yielded from industry of tourism to quality of ground water in Kuta, Bali? Objectives of this research are: 1) to analyses condition of quality of ground water in Kuta, Bali; 2) to analyses influence of liquid waste yielded from industry of tourism to the ground water quality in Kuta, Bali. The research hypothesis is: volume of liquid waste yielded by tourism industry influences quality of ground water in Kuta Bali, with assumption of burden of waste yielded by is of equal, because representing domestic wastes having same characteristic. This research is descriptive with quantitative approach. The research method is ex post facto and survey. Independent variable in this research is volume of liquid waste yielded by tourism industry (hotel and restaurant), and the dependent variable is ground water quality. Data analyses conducted to: 1) calculating Index of Quality of Quality of Ground Water with NSF-WQI (National Sanitation Foundation's Water Quality Index) method, and compare result of inspection of sample of ground water with PP No. 82 of Year 2001 about Management of Water Quality and the Control on Water Contamination on Water quality of pursuant to class 1; 2) testing hypothesis with linear correlation and simple regression technique, to see relation and influence of volume of liquid waste yielded by industry of tourism to ground water quality. Volume of liquid waste yielded by tourism industry got from amount consumes clean water for the hotels, that is 1000 liters/room/day and for restaurants S liters/seat/day (Bappeda of Bali Province, 2000). 70 percents of clean water consumption castaway will in the form of waste (Metcal & Eddy, 1979). Clean water consumption very depended from tourist visits amount lodging and length of stays, is so that is known by the use rooms amount per year. Based on research result, the conclusions are: 1) Quality of ground water in the year 2004 which is used as by a source disposal by tourism industries in Kuta of some of have been contaminated bacterium coli, and some parameters exceed standard of quality (BOD, COD, phosphate). This circumstance is especially found at monitoring location which bad sanitation medium for example distance between (well) and septic tank less than suggested sanitation condition. Calculation of quality index of ground water in the year 2004 got by result of at five locations show medium quality index of ground water category. This matter because its waste processing medium only use its septic tank distance and with source irrigate less than 15 meters. Five other monitoring locations of good quality index of ground water category, because its waste processor medium use IPAL diffusion and its distance with source irrigate more than 15 meters. Result of monitoring of during 5 year from year 1999 until year 2003, quality index of ground water in Kuta, Bali tend to increase though decrease in the year 2000; 2) Result of monitoring quality of liquid waste which thrown in environment in the year 2004 from 10 monitoring points in all location show result that 6 from 7 parameters watched reside in for standard of quality (BOD, COD, TSS, NO3, PO4, and conform; 3) There are very strong relation between volume of liquid waste yielded from tourism industrial activity (restaurants and hotels) with ground water quality. This very strong relation shown by correlation coefficient (r = - 0.937). Volume of liquid waste which thrown to environment give contribution of equal to 87.8°Io to ground water quality (r2=0.878). Progressively increase it volume of liquid waste which thrown to environment will result downhill it the ground water quality. This matter as according to linear simple regression yielded by that is: Y=86.39-0.000016.X. Recommendations raised in this research are: 1) Local government of Badung Regency actively conducts counseling to tourism industrial entrepreneur and society, so that consciously is they can take care of environmental conservation function especially in behavior throw away waste to environment; 2) Providing integrated waste processing medium (system cluster or communal) for management of liquid waste of restaurants and hotels in Kuta. Local government and private sectors can facilitate and manage this medium; 3) Doing integrated control between related institutions in charge conduct control to waste management so that the monitoring quality of liquid waste yielded by tight earn; 4) Improving clean water service coverage by PDAM, and cost determination of ground water should be through disincentive mechanism, so that the tourism industrial agents do not exploit ground water to fulfill the clean amount of water required it; 5) Every tourism industrial agents conduct effort to minimize waste with construction from related technique institution for example by saving consume water so that the waste volume yielded can be depressed; and 6) Recommendation for tourism industry (hotel and restaurant) and human settlement at Kuta area are making a recharging well.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11989
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Dame Maria
Abstrak :
Terdapat paradoks antara perlindungan lingkungan hidup dengan iuran produksi (royalti) batubara 0% (nol persen) dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adanya aspek resiko kerusakan lingkungan yang harus diperhitungkan Negara pada kegiatan pertambangan batubara maka sebagian dari royalti seharusnya dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat termasuk salah satunya untuk mengembalikan fungsi lingkungan yang terdampak kegiatan pertambangan batubara. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, royalti batubara bukan ditambah melainkan dikurangi, padahal ada biaya pemulihan lingkungan (public compensation) yang harus dipertimbangkan atas terganggunya aspek ekologi pada kegiatan pertambangan batubara, yaitu kerusakan lingkungan dan ekosistem akibat aktivitas penambangan batubara. Seharusnya Negara dalam menentukan nilai royalti batubara mempertimbangkan aspek ekologi tersebut yang mana sebagian dari royalti tersebut dapat dipergunakan untuk mengembalikan fungsi lingkungan dan pemulihan (restorasi) ekosistem termasuk rehabilitasi lingkungan yang terdampak. ......There is a paradox between environmental protection with 0% (zero percent) coal production fee (royalty) in Law No.11 of 2020 regarding Job Creation. The risk existence of environmental damage that must be taken into account by the State in coal mining activities, then part of the royalties should be used as much as possible for the prosperity of the people, including to restore environmental functions affected by coal mining activities. In Law No.11 of 2020 regarding Job Creation, coal royalties are not increased but even reduced, even though there are environmental restoration costs (public compensation) that must be considered for effecting the ecological aspects of coal mining activities, namely environmental and ecosystem damage due to coal mining activities. The State should in determining the value of coal royalties consider the ecological aspects in which part of the royalties can be used to restore environmental functions and ecosystem restoration (restoration), including rehabilitation of the affected environment.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Prasojo
Abstrak :
ABSTRACT
Decentralization that has granted regulating and controlling authorities to the regional government basically provides a chance for innovation in improving the quality of services, prosperity and welfare, as well as social participation. In procedural missteps in the issuance of Mining Authorization Permit (KP) by the regional government which eventually cause environmental damage. practice, not all regional governments are able to exercise these authorities for the intended purposes. Yet, researches at two regions show that decentralization has caused improper authoritative use and unruly natural resources usage in the mining sector. The regional governments power to issue Mining Authorization Permit (KP) is not balanced with the monitoring by the central government and local population. As_a consequence, t􀀡ere are some abuses of power and
Depok: FISIP UI, 2010
MK-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Sahat Manaor
Abstrak :
ABSTRAK Pembangunan di sektor industri selain memberikan dampak positif terhadap pembangunan bangsa Indonesia, ternyata juga menimbulkan dampak negatif berupa kemerosotan dan kerusakan lingkungan hidup. Kerusakan tersebut antara lain disebabkan adanya pencemaran yang semakin meningkat yang ditimbulkan oleh kegiatan industri. Salah satu sektor industri yang menghasilkan limbah B3 di dalam kegiatannya adalah industri pelapisan logam. Limbah tersebut dapat mencemari air permukaan dan air tanah terutama dengan semakin meningkatnya penggunaan air tersebut. Untuk mengatasi dampak limbah tersebut telah dilakukan berbagai upaya pengolahan limbah. Namum semuanya lebih ke arah mengolah limbah yang telah keluar dari proses atau dikenal dengan end of pipe treatment principle. Pada dasarnya hal ini tidak menyelesaikan masalah, namun hanya memindahkan pencemar dari satu media ke media lainnya. Untuk itu perlu adanya pergeseran paradigma pengelolaan limbah ke arah pollution prevention principle yang sering diartikan sebagai produksi bersih atau upaya minimisasi limbah. Upaya minimisasi limbah ini mencakup upaya pencegahan agar limbah yang menyebar di lingkungan seminimal mungkin. Secara garis besar minimisasi limbah mencakup dua hal yaitu reduksi pada sumbernya dan pemanfaatan limbah. Upaya minimisasi Iimbah dapat diterapkan pada industri pelapisan logam baik dengan jalan reduksi pada sumbernya maupun pemanfaatan kembali limbah. Kegiatan ini bersifat proaktif sehingga yang sangat berperan adalah pihak perusahaan. Pengambilan kembali limbah (recovery) dapat dilakukan dengan bermacam cara tergantung jenis limbah yang ingin diambil. Pada penelitian ini yang ingin dilihat adalah upaya minimisasi limbah yang mungkin dilakukan pada PT. Arbontek serta recovery logam seng dalam rangka kemungkinan penggunaan kembali. Dengan demikian penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui tindakan yang dilakukan dalam upaya minimisasi limbah, penghematan penggunaan air, dan kemungkinan pemanfaatan limbah melalui recovery Iogam Zn. Berdasarkan uraian di atas, dapat disusun hipotesis sebagai berikut; 1) penerapan upaya minimisasi limbah dapat mengurangi penggunaan sumberdaya air, 2) recovery logam Zn yang terdapat dalam air Iimbah dapat dilaksanakan dengan teknik presipitasi. Penelitian recovery logam Zn dengan teknik presipitasi bertahap merupakan penelitian eksperimen yang dilakukan di laboratorium Preparasi dan Analisis, Pusat Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Sampel limbah yang digunakan pada penelitian ini diambil dari bak pembilasan proses pelapisan logam seng PT. Arbontek, Cakung. Analisis parameter utama juga dilakukan pada masing-masing unit proses serta badan air penerima limbah. Logam seng yang diperoleh pada pengerjaan di atas sebanyak 189,761 mg/L. Jika diasumsikan bahwa proses produksi konstan, maka selama satu bulan akan diperoleh kembali logam seng sebagai ZnO sebanyak 1,77 kg. Upaya recovery ternyata tidak layak secara ekonomis, karena hanya menghasilkan penghematan sebanyak Rp. 38.973,. Dari hasil analisis kualitas efluen diperoleh konsentrasi Zn sebesar 0,539 mg/L, dan ini telah memenuhi baku mutu berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta Nomor 582 Tabun 1995 yang menetapkan konsentrasi Zn maksimal sebesar 2 mg/L. Upaya minimisasi limbah melalui reduksi pada sumbernya yang telah dilakukan . Jika mengacu kepada WHO (1982), ternyata PT Arbontek telah berhasil menghemat pemakaian air sebesar 53,1%. Namun penghematan penggunaan air lainnya masih dapat dilakukan. Upaya penghematan pemakaian air tersebut antara lain melalui penggantian sistem pembilasan dan pemasangan tandon air beserta kran penutupnya. Penghematan lainnya yang mungkin dilakukan adalah, pengurangan volume drag-out untuk menghemat penggunaan bahan kimia, pengurangan volume, serta konsentrasi limbah B3, pemasangan alat pengontrol pH proses agar mengoptimalkan pemakaian NaOH, dan penambahan anoda Zn pada bak pelapisan untuk mengurangi jumlah limbah akibat kegagalan proses. Berdasarkan hasil penelitian dan kajian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Secara umum upaya minimisasi limbah pada industri kecil electroplating dapat dilaksanakan, tergantung komitmen perusahaan. Upaya recovery logam Zn juga dapat dilakukan, tetapi harus mempertimbangkan kelayakan ekonomisnya. Upaya pengelolaan limbah belum sepenuhnya dilakukan oleh PT. Arbontek, baik mencakup minimsasi limbah maupun pengolahan limbahnya. Upaya minimisasi limbah yang telah dilakukan perusahaan adalah penggantian proses pelapisan tanpa sianida. Upaya lain yang masih dapat dilakukan adalah, pengurangan volume drag-ant, penghematan pemakaian air, pengaturan pH proses, dan penambahan anoda Zn pada bak pelapisan. Upaya minimisasi sumberdaya air masih dapat dilakukan dengan penghematan sebanyak 17,85%. Upaya recovery logam Zn dengan Cara presipitasi akan diperoleh pH pengendapan efektif untuk logam Fe dan Zn masing-masing 6 dan 10. Upaya recovery on-site akan diperoleh ZnO sebanyak 1,77 kg tiap bulan.
ABSTRACT The development of industrial sector has not only produce positive effects, but also yield negative ones, namely, damages and declines of the environmental quality. The negative effects are caused by the increase of pollution due to industrial activities. Electroplating industry is one of a few industries producing hazardous waste (B3). Beside polluting surface water, it also enters into the ground water especially when an increasing amount of water is used. To overcome the waste effect, various efforts were undertaken. However, all are directed towards treating the effluent that is called "End of Pipe Treatment Principle". This principle has basically not solved the problem, but shifted the pollution from one media to another. For handling its ultimate, a new paradigm in waste management must be applied, that is the Pollution Prevention Principle called "Clean production" or "Waste Minimization". Waste minimization means to prevent the waste which will be released into the environment as low as possible. Generally, it covers two efforts, namely, source reduction and re-use the waste. The waste minimization activities could be applied in electroplating industry. This concept is carried out in a proactive manner, and the main factor for getting success is the firm. Recovery could be done through several treatments, depending on the material which will be taken out. This research was carried out in order to look for waste reduction method that could be carried out at PT. Arbontek, as well as, recovery of heavy metal for _ re-use in-site. Therefore, the aims of this research are to investigate the waste minimization efforts that could be applied in the factory, water use minimization, and the recovery of Zn metal using precipitation technique. According to the information above, the hypothesis of this research are: 1) application of waste minimization technique could minimize the consumption of water, 2) recovery of heavy metal from wastewater could be carried out by precipitation technique based on the pH selectivity of the flock formation. This experiment research was carried out at Laboratory for Preparation And Analysis, Center for Radioactive Waste Management Technology, National Nuclear Energy Agency (BATAN). Waste sample used in this research was taken out from a plating rinse bath of zinc plating process of PT. Arbontek, Cakung. The analysis of main parameter was done in every unit process and of Cakung Drain River. The recovery of zinc metal in this research was 189.761 mgIL. If it is assumed that the capacity and production processes are constant, the recovery of zinc metal as ZnO was 1.77 kg per month. The recovery was not feasible because it only saved Rp. 38.973,-. From the analysis of the effluent, it is found that the concentration of Zn was 0.539 mg/L. If it refers to the effluent standard based on SK Gubernur KDKI Jakarta Nomor 582 Tahun 1995, the concentration of Zn was still lower than that of the standard, because the maximum concentration allowed was 2 mg/L. Waste minimization effort through source reduction had been done by changing the plating process with non-cyanide plating bath. If it refers to WHO (1982), PT Arbontek had successfully minimized water used until 53.1%. But there were still a few effort could be done to minimize the water used. Those efforts could minimize water used of 17.85%. Others efforts that could be done are reducing of the drag-out volume in order to minimize raw materials used and hazardous waste concentration, minimizing of water used by changing of rinsing process and equipped with reservoir include the switch off, installing of the pH control process for optimalizing NaOH used, and adding Zn anode at plating bath for reducing of waste caused of the failure process. Based on the research, it could be concluded as follows: Generally, waste management efforts could be applied at small electroplating industries, depend on the commitment of the company. The recovery of Zn metal could be carried out, but it must analyze the economic feasibility. PT. Arbontek did not fully apply the waste management efforts, namely waste minimization and treating the waste. Waste minimization effort that had been done was changing the plating process with non-cyanide plating bath. Other efforts that could be done are by reducing of the drag-out volume, minimizing of water used, installing of the pH control unit, and adding Zn anode at the plating bath. Water used minimization that could be done will save 17.85% of water. The precipitation technique for recovering Zn yielded the effective pH for separation Fe and Zn was 6 and 10, respectively. This technique will produce 1.77 kg ZnO per month.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarmawis Ismail
Abstrak :
ABSTRAK Pengelolaan wilayah pesisir sudah menjadi isu panting daiam rangka pembangungan berkelanjutan. Hal ini sehubungan dengan potensi pembangunan yang sangat besar terdapat di wilayah pesisir dan kecenderungan kerusakan lingkungan wilayah pesisir yang semakin meningkat. Sementara isu ini sudah semakin mengancam kelestarian ekosistem pesisir, tetapi usaha pengelolaan wilayah pesisir yang lebih baik belum begitu diperhatikan. Dalam upaya untuk merumuskan dan mengimplementasikan pengelolaan wilayah pesisir yang lebih baik, maka penelitian ini dilakukan. Tujuan studi adalah untuk : (1) mengetahui potensi sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan di wilayah pesisir, (2) mengetahui kontribusi pemanfaatan wilayah pesisir dan bagi masyarakat desa, (3) mengidentifikasi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh masyarakat, dan (4) merumuskan langkah-langkah strategis bagi pengelolaan wilayah pesisir, sehingga terwujud pola pembangunan wilayah pesisir secara optimal dan berkelanjutan serta dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk. Untuk mencapai tujuan studi di atas, diajukan hipotesis sebagai berikut : (1) Tingkat sosial ekonomi masyarakat akan meningkat, jika potensi sumber daya alam yang ada terjaga kelestariannya, dan sebaliknya. (2) Modal mempunyai hubungan yang lebih kuat daripada faktor sosial budaya dalam meningkatkan pendapatan nelayan dan pedagang ikan. Dengan menggunakan studi tingkat rumah tangga di desa Segara Jaya, ditemukan hasil-hasil sebagai berikut : 1. Pendapatan nelayan secara nyata dipengaruhi oleh modal usaha, sementara pendapatan pedagang ikan tidak hanya dipengaruhi oleh modal usaha, tetapi juga oleh tingkat pendidikannya. Bagi nelayan ditemukan bahwa 1% kenaikan dalam modal usaha akan mengakibatkan 1,7% peningkatan pendapatan. 2. Pendapatan per kapita rumah tangga nelayan desa Segara Jaya lebih rendah daripada pendapatan per kapita nelayan, petani dan PDRB per kapita Kabupaten Bekasi. 3. Pengeluaran per kapita nelayan dan pedagang ikan relatif lebih besar daripada pengeluaran per kapita rumah tangga pedesaan dan perkotaan per bulan menurut garis kemiskinan. 4. Pembangunan permukiman dan industri (PLTGU) tidak hanya mempengaruhi ekosistem wilayah pesisir, tetapi juga menyebabkan kerusakan ekosistem biota di wilayah tersebut bahkan mempengaruhi sumberdaya perikanan dan menimbulkan polusi di daerah penangkapan ikan. Atas dasar hasil penelitian ini, maka empat saran yang perlu dilakukan untuk memperbaiki pengelolaan wilayah pesisir di daerah penelitian pertama, pemerintah harus memberi perhatian yang lebih serius pada pengelolaan wilayah pesisir. Hal ini bisa dilakukan dengan pengembangan pengelolaan wilayah pesisir yang lebih baik; kedua, nelayan dan masyarakat wilayah pesisir harus diberi lebih banyak informasi mengenai pentingnya ekosistem wilayah pesisir. Ketiga, untuk meminimalkan dampak lebih jauh dari pertumbuhan permukiman dan industri, nelayan dan masyarakat miskin lainnya di desa studi harus didorong untuk menemukan alternatif pekerjaan lain. Dalam hal ini pemerintah setempat dan pengembang perlu menciptakan sumber pendapatan lainnya. Terakhir, nelayan dan masyarakat miskin di desa studi, perlu diberdayakan. Hal itu bisa dilakukan dengan bantuan modal usaha serta peningkatan pendidikan dan keterampilan mereka.
ABSTRACT The Socio-Economic Activities of The Community in The Coastal Zones Management (A Case Study in Segara Jaya Village, Bekasi)The management of coastal zone has been one of the importance issues towards sustainable development. This is connection with the huge potential of the development in the coastal zone, in which there has been an increasing damage at the coastal zone environment. While this issue has been treating the sustainable of the coastal ecosystem, but there has been no attention to this issue. In line with the issue above, therefore this study has been conducted. The objectives of this study are: 1) to examine natural resource potential and its services in the coastal area; 2) to examine social-economic contribution of the exploitation of coastal zone to the village community; 3) to identify environmental damage caused by the rural community, and 4) to formulate the strategy on the coastal zone management, in order to optimizing and sustaining the pattern of the development coastal zone, in turn to improve of the people welfare. To achieve the above objectives, the study tested the following hypothesis: 1. The level of social-economic condition of rural community will increase if natural resource potential is maintained and vice versa. 2. Capital has a strong relationship than social and cultural factor in increasing income of fishermen and fish merchant. Using household level study at Segara Jaya , it was found the following interesting findings 1. The fishermen income is significantly influenced by capital while the fish merchant is not only influenced by capital but also their education. For fishermen, it was found that one percentage increase in capital will increase 1.7% of income. 2. It was found that the per capita income of fishermen household of Segara Jaya village are lower than per capita income of farmers and GDRP per capita of Bekasi District 3. Per capita expenditure of fishermen and fish merchant are relatively greater than per capita expenditure of urban and rural households per month in term of poverty lines. 4. The development of housing settlements and industrial enterprises (especially PLTGU) does not only affect the coastal zone ecosystems, but also lead to damage of the biota ecosystems in the area. It even affects fish resources and polluter the fishing ground of fishermen. Base on the result of this study, there are four suggestion on need to be implemented to improve the management of the coastal zone in the area of the study, firstly, the government should give more attention to the management of coastal zone. This can be done by establishing a better coastal zone management development. Secondly, fishermen and rural community around the coastal zone area should be given more information about the importance of coastal zone ecosystems & for environment. Thirdly, to minimize the adverse impacts of the growing industrial enterprises and housing settlements, fishermen and other rural poor community in the village surveyed should be encouraged to find other alternate jobs. In this case the local government and developer need to create other sources of income. Finally, fishermen and rural poor community in the surveyed village need to be empowered. This can be done for instance by providing capital assistance and educational and skill improvement.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Nizar
Abstrak :
Kesejagatan ekonomi dunia yang menuntut keunggulan usaha dalam merebut pasar dunia, serta semakin ketatnya persyaratan berkaitan dengan issu lingkungan hidup dan hak-hak azasi manusia menyebabkan banyak faktor harus dipertimbangkan pada setiap produk yang dihasilkan. Sebagaimana diketahui bahwa industri kulit dan produk kulit (KPK) merupakan jenis industri dengan tingkat pencemaran sangat tinggi dan tersebar 70 % di Pulau Jawa menyatu dengan pemukiman penduduk, khususnya yang berskala kecil. Kebijaksanaan pemerintah dalam pengembangan kawasan industri kulit terpadu untuk menyatukan berbagai industri kulit (hulu-hilir), adalah pemecahan terbaik dari tekanan masyarakat. Pihak pemrakarsa KIKT-PT.Cahaya Timur Indah menangkap peluang bagi penyatuan unit usaha industri KPK dari hulu - ke hilir, dengan keseimbangan sistem produksi, pemasaran, dan penguasaan jaringan distribusi, serta produk yang memenuhi baku mutu lingkungan yang lestari sebagai syarat memasuki pasar global, yang mampu memenangkan keunggulan berkelanjutan ("Sustainable Competitive Advantage"). Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji perihal yang terkait dengan daya tarik pengusaha industri KPK untuk masuk dalam kawasan, kinerja manajemen pemrakarsa, potensi pasar KPK, kebijakan pemerintah dalam investasi, serta strategi SCA yang diterapkan. Penelitian didukung datalinformasi primer dan sekunder, yang diolah secara analitis kualitatif dan kuantitatif, serta deskriptif dengan pendekatan deduktif dan induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ; manajemen perusahaan belum mampu menarik minat investor untuk bergabung dalam kawasan ini. Peluang investasi yang perlu direbut adalah pada bidang pengadaan bahan baku, karena 80 % kulit mentah masih harus diimpor. Oleh karena itu pihak pengelola KIKT-PT. Cahaya Timur Indah harus mampu mengurangi kendala pengadaan bahan baku, dengan jalan meningkatkan pasok bahan baku dalam negeri, dan mampu memberi kemudahan bagi impor bahan baku yang belum dapat dilayani dari dalam , sehingga para pengusahalunit industri tertarik masuk ke dalam kawasan ini. Tantangan lain yang perlu diraih berupa kebutuhan KPK dunia terus meningkat (15,20 %/tahun). Aliansi strategic sebagai pilihan utama dalam penerapan "SCA" bagi KIKT-PT. Cahaya Timur Indah dengan 40 negara mitra dagang yang telah ada. Ketidak sinkronan kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam perizinan dan pengadaan lahan perlu penyelesaian secara tuntas. Berdasarkan kajian rantai nilai dan tinjauan kekuatan dan kelemahan pihak MKT- PT.Cahaya Timur Indah, maka dinilai kinerja pemrakarsa mutlak perlu ditingkatkan menyongsong pencerahan ekonomi Indonesia di suasana reformasi pembangunan ini.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shandy Donarisma
Abstrak :
Sebagian fenomena kerusakan lingkungan hadir karena adanya pembangunan peradaban modern. Asumsi kebebasan manusia mendasari peradaban ini dan membawa kontrak sosial sebagai bentuk manifestasinya. Persoalannya adalah kontrak hanya melibatkan manusia, dan tidak melibatkan lingkungan sebagai entitas yang otonom, tetapi sebagai properti. Gagasan humanisme baru diperlukan untuk mengungkap persoalan ini. Penyelidikan sejarah humanisme diperlukan untuk peta sumber masalah. Menghubungkan gagasan humanisme eksistensial Jean-Paul Sartre dengan fenomena kerusakan lingkungan dapat mengindikasikan kemungkinan lahirnya humanisme baru di masa depan. ...... The phenomenon of environmental damage is present due to construction of modern civilization. The assumption of human freedom is underlying this civilization and brought social contract as its manifestation. The issue is a contract only involve human and not involve the environment as an autonomous entity, but as property. The idea of new humanism is needed to unravel this problem. Investigation of the history of humanism is needed to map the source of the issue. Linking the idea of existential humanism Jean-Paul Sartre to the phenomena of environmental damage could indicate the possibility of a new humanism in the future.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S65700
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Partogi, Emanuel Sion
Abstrak :
Kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997, 2015, dan 2019 menyebabkan kerugian bagi masyarakat di Singapura dan Malaysia. Hal ini dapat menjadi dasar menggugat perbuatan melanggar hukum bagi pihak yang merasa dirugikan. Selain itu, tumpahan minyak dalam kasus Sanda v PTTEP Australasia (2009) menyebabkan kerugian bagi sekelompok petani rumput laut di Rote, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Adapun minyak tersebut berasal dari kilang minyak milik PTTEP Australasia yang beroperasi di wilayah Pulau Ashmore dan Cartier, Australia. Adanya pencemaran lintas batas negara menyebabkan suatu persoalan Hukum Perdata Internasional (HPI), jika muncul gugatan perbuatan melanggar hukum atas pencemaran tersebut. Oleh karenanya penting untuk menentukan hukum yang berlaku atas gugatan perbuatan melanggar hukum tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pencemaran telah terjadi berdasarkan hukum nasional negara tertentu dan akibat-akibat dari pencemaran tersebut, contohnya pembayaran ganti rugi. Penelitian ini akan membandingkan kaidah HPI Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Australia.  ......Forest Fires that occurred in Indonesia in 1997, 2015, and 2019 caused massive losses for the citizens of Singapore and Malaysia. On this basis, the plaintiff can file a tort lawsuit to sue for damages. On the other hand, the oil spill in the case of Sanda v PTTEP Australasia (2009) also caused damage to a group of seaweed farmers in Rote, East Nusa Tenggara, Indonesia. In addition, the oil spills came from the wellhead owned and operated by PTTEP Australasia. The wellhead itself is located in the Territory of Ashmore and Cartier Islands, Australia. The presence of pollution across the nation’s border gives rise to the Private International Law issue if the party files the lawsuit. Therefore, determining the applicable law is foremost to analyse. It aims to know whether environmental damage has occurred regarding certain national laws and the outcomes from the damage, e.g., compensation settlement. This research will compare Indonesian, Singaporean, Malaysian, and Australian Private International Law.  
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>