Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Krisaji Eko Wicaksono
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi kualitas jasa berpengaruh terhadap kepuasan/ketidakpuasan yang dirasakan pelanggan, sebagai tindak lanjut dari pelayanan yang diberikan. Persepsi kualitas jasa dianalisis dengan menggunakan dimensi kualitas jasa yang diukur berdasarkan 7 dimensi, yaitu access, reliabilty, competence, understanding, courtesy, communication, dan responsiveness. Dengan menggunakan analisis regresi berganda, maka hasil penelitian menemukan adanya hubungan yang signifikan antara persepsi kualitas jasa terhadap kepuasanfketidakpuasan pelanggan dengan. Hasil ini menunjukkan bahwa persepsi kualitas jasa yang didapat dari hasil diskonfirmasi masing-masing dimensi kualitas jasa berpengaruh terhadap kepuasan/ketidakpuasan pelanggan secara bersama-sarna. Dari 7 dimensi yang dianalisis tersebut diketahui, bahwa variabel dimensi kualitas jasa yang signifikan adaiah variabel access, reliability, courtesy, dan responsiveness. Sedangkan variabel competence, understanding, dan communication tidak signifikan. Kemudian dengan melakukan score terhadap variabel dari dimensi kualitas yang signifikan, maka hasil penelitian ini menemukan, bahwa variabel dimensi kualitas yang dipersepsikan paling penting menurut pelanggan adalah variabel reliability, responsiveness, courtesy, dan access.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Damaningtyas
Abstrak :
ABSTRAK
Masalah body dissatisfaction merupakan masalah yang menonjol pada remaja wanita. Beberapa penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya menunjukkan bahwa remaja wanita memiliki body dissatisfaction yang tinggi. Body dissatisfaction merupakan evaluasi negatif pada penampilan fisik seseorang dan adanya keinginan untuk menjadi menarik secara fisik (Cash & Pruzinsky, 2002). Status identitas diduga merupakan faktor yang berperan pada body dissatisfaction remaja wanita. Terdapat empat kategori status identitas yaitu identity achievement, moratorium, foreclosure dan identity diffusion (Marcia, 1993). Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara status identitas dengan body dissatisfaction pada remaja wanita. Sebanyak 154 remaja wanita terlibat dalam penelitian ini. EOM-EIS II digunakan untuk mengukur status identitas dan MBSRQ-AE digunakan untuk mengukur body dissatisfaction. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status identitas dengan body dissatisfaction (F= 5,987, N= 154, p < 0,05).
ABSTRACT
The issue of body dissatisfaction is a prominent issue for women adolescent. Several studies illustrate that women adolescent may show high level of body dissatisfaction. Body dissatisfaction refers to a negative self- evaluation of one?s own appearance and desire to be more physically attractive (Cash & Pruzinsky, 2002). Identity status assumed as the main cause that mostly contributes in women adolescent?s body dissatisfaction. There are four category of identity status; identity achievement, moratorium, foreclosure and identity diffusion (Marcia, 1993). This study aimed to examine the relationship between each form of identity status with body dissatisfaction in women adolescent. A total of 154 women involved in this study. EOM-EIS II used to measure the four identity statuses and MBSRQ-AE used to measure body dissatisfaction. The result of the study showed that there was a significant relationship between identity status with body dissatisfaction (F = 5,987, N= 154, p < 0,05).
2016
S63093
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ersa Aulia Rachma
Abstrak :
Permasalahan terkait citra tubuh lazim ditemui pada remaja. Pada remaja yang mengidolakan idol Korea, mereka sering dihadapkan pada standar kecantikan yang dimiliki oleh Idol Korea. Hal tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami body dissatisfaction. Ketika individu mengalami body dissatisfaction, mereka cenderung akan melakukan usaha obsesif untuk menjadikan tubuhnya ideal seperti yang diharapkan. Salah satunya adalah dengan melakukan pembatasan makan (restrained eating). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara body dissatisfaction dan restrained eating pada remaja yang menyukai idol Korea. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional kepada 107 remaja penggemar idol Korea yang didapat menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner karakteristik responden, kuesioner MBSRQ, dan kuesioner DEBQ-RE. Hasil penelitian menggunakan uji chi square menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara body dissatisfaction dan restrained eating pada remaja yang menyukai idol Korea (Pvalue = 0,000; α = 0,05). Penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode yang berbeda untuk melihat perbandingan hasil yang didapatkan. Peneliti juga menyarankan untuk melakukan edukasi kepada remaja terkait pentingnya menjaga citra tubuh positif. ......Body image problems are common among adolescent. In adolescent of Korean idol fans, they are often exposed to Korean idol beauty standards. This can cause adolescents to have body dissatisfaction. When individuals have body dissatisfaction, they tend to make obsessive efforts to make their body ideal as expected. One of them is by doing restricted eating. This study aims to determine the correlation between body dissatisfaction and restrained eating in adolescent of Korean idol fans. This study uses a quantitative method with a research design cross sectional to 107 adolescent of Korean idol fans obtained through purposive sampling technique. The instruments used in this study were the respondent characteristics questionnaire, the Multidimentional Body Self Relations Questionare (MBSRQ), and the Dutch Eating Behavior Questionnaire- Restrained Eating (DEBQ-RE). The results of research using the Chi-square test concluded that there was a significant relationship between body dissatisfaction and restrained eating in Adolescents of Korean Idol Fans (Pvalue= 0.000; α= 0.05). For further research can use different methods to see the comparison of the results obtained. Researchers also suggest educating adolescents regarding the importance of maintaining a positive body image.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryanti Irmayanti
Abstrak :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan media exposure sebagai variabel utama yang berhubungan dengan tingkat body dissatisfaction dan self esteem remaja putri. Seratus lima siswi SMA di daerah DKI Jakarta direkrut melalui convenient sampling. Partisipan kemudian diinstruksikan untuk mengisi sebuah kuesioner yang mengukur tiga variabel, yaitu body dissatisfaction, self-esteem, dan media internalization. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki tingkat media exposure tinggi cenderung akan memiliki tingkat body dissatisfaction yang tinggi dan juga menurunnya tingkat self esteem. Penelitian ini memiliki implikasi yang penting terhadap psikologi perkembangan mengenai kerentanan remaja terhadap pengaruh media massa.
The aim of this current study was to examine the relationship between media exposure as the core variable which related to female adolescents? body dissatisfaction and self esteem. One hundred and five high school female students were recruited through convenient sampling. The participants were instructed to fill out a questionnaire that assessed three variables, which were media exposure, body dissatisfaction, and self esteem. Results revealed that individual with high level of media exposure tend to have higher level of body dissatisfaction and lower self esteem. This current study has an important implication for the developmental psychology in regards to adolescents? susceptibility to mass media effect.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
155.5 ARY h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hatta Sidi
Abstrak :
Pada tulisan disajikan hasil penelitian prevalens ketidakpuasan seksual dan beberapa faktor yang berkaitan di antara wanita pengunjung suatu rumah sakit di Malaysia selama periode Maret sampai Jun1 2005, dan menggunakan metode sampling non-probabilitas. Untuk menilai ketidakpuasan seksual digunakan kuesioner yang telah divalidasi. Sejumlah 230 perempuan yang masih menikah berumur 21 ? 62 tahun berpartispasi dalam penelitian ini. Keadaan sosiodemografi dan profile perkawinan diperbandingkan antara yang mengalami dan tidak mengalami ketidakpuasan seksual. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek berumur kurang dari 45 tahun, ras Melayu, dan berpendidikan tinggi. Sebanyak 52,2% (120/230) mengalami ketidakpuasan seksual. Ras, penghasilan, pendidikan, masalah perkawinan, dismenorrhea, dan menacrhe kiranya tidak terbukti berkaitan dengan ketidakpuasan seksual. Pada penelitian ini terlihat bahwa faktor dominan yang berkaitan dengan ketidakpuasan seksual adalah umur suami. Sedangkan kekerapan hubungan kelamin secara moderat (P = 0,077) berkaitan dengan ketidakpuasan seksual. Subjek yang suaminya berusia 43-75 tahun dibandingkan dengan 24-42 tahun mempunyai risiko 68% tebih tinggi mengalami ketidakpuasan seksual [risiko relatif suaian (RRa) = 1,68; 95% interval kepercayaan (CI) = 1,15 ? 2,44]. Jika ditinjau dari segi kekerapan hubungan kelamin per bulan subjek yang melakukan hubungan kelamin 1-3 kali per bulan dibandingkan dengan 4-5 kali per bulan mempunyai risiko dua kali lipat lebih tinggi untuk mengalami ketidakpuasan seksual (RRa = 2,03; 95% CI = 0,93 - 4,42; P = 0,077). Dapat disimpulkan bahwa di antara subjek klinik di Malaysia ini prevalensi ketidakpuasan seksual dapat dikatakan tinggi, dan ketidakpuasan seksual ini sangat kuat berkaitan dengan subjek yang suaminya berusia tua. (Med J Indones 2007; 16:187-94)
The study aims were to investigate the prevalence of sexual dissatisfaction and the potential risk factors. This was a cross-sectional study on women attending primary care setting in Malaysia over a period of March to June 2005, and used a non-probability sampling method. A validated questionnaire for sexual function was used. A total of 230 married women aged 21 ? 62 years old participated in this study. The ressults show that the majority of the respondents were less than 45 years old, predominantly Malays, and with higher academic achievement. We noted that 52.2% (120/230) study subjects had sexual dissatisfaction. Race, salary, education level, medical problems, dysmenorrhea, and menacrhe were likely not correlated with sexual dissatisfaction. The dominant risk factor related to sexual dissatisfaction was age of husband. In additional, sexual dissatisfaction was moderately (P = 0.077) related to sexual per month. The subjects who had their husbands aged 43-75 years compared with 24-42 years had 68% increased risk to experience sexual dissatisfaction [adjusted relative risk (RRa = 1.68; 95% confidence interval (CI) = 1.15 - 2.44]. In term of sexual frequency per month, those who had 1-3 times per month than 4-5 times per month had two-fold increased risk to experience sexual dissatisfaction (RRa = 2.03; 95% CI = 0.93-4.42; p = 0.077). In conclusion, the prevalence of sexual dissatisfaction was very high in Malaysian primary care population and it was strongly associated with women who married to an older husband and with infrequent sexual activity. (Med J Indones 2007; 16:187-94)
Medical Journal of Indonesia, 2007
MJIN-16-3-JulySept2007
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arun Hapsari
Abstrak :
Kualitas dalam bisnis kini sepertinya sudah menjadi "harga yang harus dibayar" oleh perusahaan jasa agar dapat tetap survive dalam bisnisnya. Termasuk dengan Bank yang merupakan salah satu bentuk dari perusahaan jasa, karena produknya hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Adanya tingkat pelayanan yang buruk dan tidak sesuai standar yang diinginkan nasabah bank dapat menyebabkan nasabah merasa tidak puas. Ketidakpuasan nasabah atas pelayanan yang diterima dapat menimbulkan kemarahan yang merupakan respon lanjutan akibat buruknya pelayanan. Efek dari ketidakpuasan nasabah tidak hanya terjadi pada saat berlangsungnya transaksi. Proses yang timbul sebagai akibat dari ketidakpuasan seperti keluhan nasabah, negatif word of mouth (WOM), bahkan berpindahnya nasabah ke bank lainnya dapat saja terjadi. Data yang terkumpul pada penelitian ini dianalisis menggunakan metode analisis multivariat pada program SPSS. Analisis statistiik yang digunakan adalah analisis regresi, analisis ini dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel dependen perilaku konsumen atas kegagalan layanan dan variabel independen ketidakpuasan pelanggan terhadap gagalnya layanan serta kemarahan pelanggan yang merasa tidak puas. Sedangkan untuk mengetahui konsistensi kuesioner yang digunakan dengan melakukan uji reliabilitas dan uji validitas dapat dilihat dengan menggunakan analisis faktor. Kemarahan nasabah disebabkan oleh ketidakpuasan nasabah akan kegagalan pelayanan bank yang diterimanya. Dari hasil penelitian ini, ketidakpuasan nasabah yang tidak disertai rasa marah berpengaruh secara signifikan terhadap variabel independen informasi negatif dari mulut ke mulut kepada calon/nasabah lainnya, serta penyampaian keluhan secara langsung. Sedangkan ketidakpuasan nasabah yang disertai rasa marah/kecewa tidak signifikan terhadap semua variabel dependen yang diuji. Berdasarkan penelitian ini kemarahan/kekecewaan nasabah yang berpengaruh secara signifikan terhadap : a. Berpindahnya nasabah ke bank lainnya b. Penyampaian keluhan secara langsung c. Penyampaian keluhan nasabah dengan melibatkan pihak ketiga. Sedangkan dari hasil penelitian ini kemarahan/kekecewaan nasabah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap informasi negatif dari mulut ke mulut kepada calonl nasabah lainnya. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen untuk mengakomodsi nasabah yang tidak puas dan marah antara lain, pihak manajemen cepat tanggap terhadap keluhan nasabah, pihak manajemen dapat memberikan pelayanan sesuai dengan harapan/keinginan nasabah, Kemampuan karyawan untuk dapat menyampaikan informasi kepada nasabah dengan baik, pihak manajemen bank dapat memberikan ketepatan pelayanan, kesediaan karyawan untuk menerima masukan dari para nasabah untuk pelayanan yang lebih baik sehingga pihak manajemen mengetahui keinginan nasabah.
Quality in business is likely supposed to be "compulsory payable price"' for service companies in order to slay survive in its business. This including Bank which is one of Service Company, because the product given is only service to society. The existence of bad and unqualified service to the customer are able to affect dissatisfaction of customer. Customer who feels dissatisfaction with the service obtained can provide anger as a response of service it self. The effect of dissatisfaction of customer doesn't only occur on the purchasing but also any unexpected problems such as customer complain; negative Word of Mouth, switching to competitor. Data collected in this research is analyzed using multivariate analysis on SPSS program, statistical analysis used is regression analysis_ This analysis is done to examine correlation between dependent variable of customer behavior for service failure and independent variable of dissatisfaction customer forwards service failure and dissatisfaction customer anger. This analysis observes how enormous is independent variable can explain dependent variable by seeing coefficient determinant whereas to know consistency of questioner used is by using reliability and validity test. I1 can be looked by using factor analysis. The result of this research explains that customer anger toward service failure is due to dissatisfaction customer of service failure obtained based on this research. Customer dissatisfaction which is not followed by anger significantly to negative Word of Mouth and customer complaint. While for dissatisfaction of customer which is followed by anger doesn't significantly to all dependent variable test. According to this research customer anger significantly to: a. Switching b. Customer complaint c. Third party complain In addition the result of the result of this research shows that anger doesn't significant to negative Word of Mouth. The main step for the management to accommodate dissatisfaction and angry customer that the management should quickly concern with customer complaint, management can provide service adaptively to customer expectation, employee's ability to give information perfectly to customer, management can also provide appropriate service, employee's willingness for customer's suggestions for better work thus management is able to know what customer need and want.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T18860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezka Zulistia Kartika
Abstrak :
Distres psikologis pada tahun pertama dapat memengaruhi terbentuknya tingkah laku bermasalah dan menurunnya performa akademik. Salah satu hal yang memengaruhi distres psikologis adalah body image dissatisfaction. Tahun pertama dalam perkuliahan merupakan masa dimana mahasiswi mengalami perubahan besar dalam pola makan dan body image dissatisfaction. Perceived social support memiliki peran buffering yang dapat melindungi individu dari dampak body image dissatisfaction terhadap distres psikologis. Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat peran perceived social support terhadap hubungan antara body image dissatisfaction dan distres psikologis. Partisipan dalam penelitian ini merupakan mahasiswi yang sedang berada di tahun pertama antara usia 18-21 tahun (N = 319). Setelah memperoleh data, peneliti melakukan analisis moderasi menggunakan PROCESS dari Hayes. The Kessler 10-item questionnaire (K10) digunakan untuk mengukur distres psikologis, The Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) digunakan untuk mengukur perceived social support, dan Appearance Evaluation (AE) serta Body Areas Satisfaction Scale (BASS) digunakan untuk mengukur body image dissatisfaction. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswi tahun pertama cenderung puas dengan tubuhnya dan memiliki perceived social support serta distres psikologis yang sedang hingga tinggi. Lalu, ditemukan bahwa body image dissatisfaction memiliki hubungan yang lemah dan signifikan dengan distres psikologis, namun perceived social support tidak memoderasi hubungan di antara keduanya.
Psychological distress in the first year of university can influence the formation of problematic behaviors and decreased academic performance. Body image dissatisfaction affects psychological distress. First year in university is a time when students experience major changes in eating patterns and body image dissatisfaction. Perceived social support has a buffering role that can protect individuals from the impact of body image dissatisfaction on psychological distress. This study aims to examine the role of perceived social support in moderating the relationship between body image dissatisfaction and psychological distress. 319 first-year female college students between the age of 18-21 were involved. To measure psychological distress, The Kessler-10 Item Questionnaire was used (K10), The Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) was used to measure perceived social support, and to measure body image dissatisfaction, Appearance Evaluation AE and Body Areas Satisfaction Scale (BASS) were used. The result of this study showed that first year female students tend to be satisfied with their bodies and have moderate to high levels of perceived social support and psychological distress. This study also showed that body image dissatisfaction has an association with psychological distress, but perceived social support does not moderate the relationship between the two.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniella Geona Margaretta Bangun
Abstrak :
Maraknya paparan terhadap internet dan sosial media, khususnya selama pandemi COVID-19, meningkatkan popularitas Korean Wave di Indonesia. Bertebarnya konten budaya pop Korea di internet dan sosial media meningkatkan penggemar K-Pop. Salah satu selebriti yang berhasil menarik banyak penggemar adalah girl group K-Pop. Tidak hanya remaja laki-laki, girl group K-Pop juga berhasil menarik remaja perempuan untuk menjadi penggemar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pemujaan selebriti girl group K-Pop dan body dissatisfaction pada remaja perempuan. Partisipan penelitian ini merupakan 418 remaja perempuan berusia 15–19 penggemar girl group K-Pop. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, non-eksperimental korelasional. Hasil penelitian menunjukkan korelasi positif yang signifikan antara pemujaan selebriti komponen entertainment-social (r(418) = 0,120, p<0,01, d=0,242) dan borderline-pathological (r(418) = 0,109, p <0,05, d=0,219) dan body satisfaction. Effect size untuk analisis ini merupakan small effect untuk kedua komponen. Sehubungan dengan tujuan penelitian yang bermaksud untuk melihat body dissatisfaction pada remaja perempuan penggemar girl group K-Pop, hasil penelitian ini mengimplikasikan bahwa pemujaan terhadap girl group K-Pop yang tinggi pada komponen entertainment-social dan borderline-pathological berhubungan dengan menurunnya body dissatisfaction pada remaja perempuan. ......The rise of exposure to the internet and social media, especially during the COVID-19 pandemic, has increased the popularity of the Korean Wave in Indonesia. The spread of Korean pop culture content on the internet and social media has increased K-Pop fans. The type of celebrity that has managed to attract a lot of fans is the K-Pop girl group. Not only teenage boys, K-Pop girl groups have also succeeded in attracting adolescent girls to become their fans. This study aims to examine the relationship between K-Pop girl group celebrity worship and body dissatisfaction among female adolescents. The participants in this study were 418 female adolescents aged 15–19 who are fans of K-Pop girl groups. This study uses a quantitative research method, non-experimental correlation. The results showed a significant positive correlation between celebrity worship with the entertainment-social component (r(418) = 0,120, p <0,01, d=0,242) and borderline-pathological (r(418) = 0,109, p <0,05, d=0,219) and body satisfaction. The effect size of both components are considered as small effects. According to the research objective, which examines body dissatisfaction among female adolescent fans of K-Pop girl group, the results of this study indicate that worshiping K-pop girl groups, with particularly high in entertainment-social and borderline-pathological components, result in lower body dissatisfaction.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Kholisah
Abstrak :
Latar belakang. Penelitian di negara maju menunjukkan masalah ketidakpuasan citra tubuh (body image dissatisfaction/BID) pada remaja menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk gangguan makan dan masalah psikososial. Prevalens BID pada remaja di negara berkembang cukup tinggi, yaitu masing-masing 10-75% dan 24-90% pada remaja lelaki dan perempuan, tetapi di Indonesia belum diketahui. Tujuan. Mengetahui prevalens BID pada remaja di populasi urban, faktor risiko terjadinya BID, hubungan BID dengan kebiasaan makan, dan masalah psikososial pada remaja. Metode. Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain potong lintang yang dilakukan di 10 sekolah di Jakarta selama Agustus-November 2020. Penilaian data demografik, status antropometri, nilai BID, umpan balik dari orangtua, teman, follower media digital mengenai citra tubuh, stres psikologis, kebiasaan makan, dan masalah psikososial menggunakan kuesioner yang divalidasi dibagikan melalui tautan elektronik. Hasil. Jumlah subyek pada penelitian ini ialah 327 remaja dengan prevalens BID sebanyak 47,1%. Faktor risiko untuk terjadinya BID pada remaja adalah umpan balik negatif orangtua (p=0,045, adjusted OR 1,766, IK 95% 1,012-3,080), status gizi (p<0,0001, adjusted OR 2,819, IK 95% 1,777-4,471), dan tingkat stres (p=0,004, adjusted OR 1,404, IK 95% 1,113-1,772). Tidak terbukti adanya hubungan antara BID dengan kebiasaan makan (p=0,893) atau masalah psikososial (p=0,053) pada remaja. Aspek emosi dalam masalah psikososial terbukti berhubungan dengan BID pada remaja (p=0,023). Kesimpulan. Prevalens BID pada remaja di Jakarta cukup tinggi. Dibutuhkan suatu program intervensi untuk faktor risiko yang dapat dimodifikasi dengan pelajaran di sekolah mengenai citra tubuh positif dan mekanisme koping yang didukung oleh orangtua. ......Background. Studies in developed countries showed that body image dissatisfaction in adolescents causes some health problems, including eating disorder and psychosocial problem. The prevalence of BID in developing countries were 10-75% and 24-90% in girl and boy teenagers respectively. Meanwhile, it is still unknown for Indonesian adolescents. Objective. To determine the prevalence of BID problems in adolescents of Indonesian urban population, the risk factors associated with BID, and the health problems potentially caused by BID in teenager, which were unhealthy eating behaviour and psychosocial problems. Methods. This study was an observational study with cross-sectional design, which involved 10 high-schools in Jakarta, during August to November 2020. The validated and reliable questionnaire on demographic data, anthropometric status, body dissatisfaction scale, feedback from parents, friends, digital media followers on body image, psychological stress, eating behaviour, and psychosocial problems was shared via electronic link. Result. This research included 327 teenagers, with the prevalence of BID among them was 47.1%. The BID risk factors in adolescent were negative feedback from parent (p=0.045, adjusted OR 1.766, CI 95% 1.012-3.080), nutritional status (p<0.001, adjusted OR 2.819, CI 95% 1.777-4.471), and stress level (p=0.004, adjusted OR 1.404, CI 95% 1.113-1.772). BID in adolescents has no association to eating habits (p=0.893) or psychosocial problems (p=0.053). Meanwhile, emotional subscale as one of psychosocial problems has an association with BID in teenagers (p=0.023). Conclusion. The prevalence of BID in adolescents in Jakarta was high. An intervention program is needed for modifiable risk factors, which can be done via lessons at school about positive body image and coping mechanism, supported by parents as well
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fahira Afifah Nabila
Abstrak :
Rasa tidak puas terhadap penampilan fisik (body dissatisfaction) terjadi saat para remaja perempuan menyadari bahwa penampilan fisik mereka tidak sesuai dengan konsepsi kecantikan ideal yang telah mereka miliki sejak awal. Konsepsi kecantikan ideal menjadi penyebab remaja perempuan terus menerus mengevaluasi serta membandingkan penampilan fisik mereka dengan penampilan orang lain yang mereka anggap sesuai dengan konsepsi mereka mengenai kecantikan ideal. Penelitian ini melibatkan remaja perempuan berusia 19 hingga 21 tahun yang berupaya mencari cara untuk mengatasi rasa tidak puas (body dissatisfaction) tersebut melalui penggunaan kosmetik. Dalam penelitian ini, kosmetik merupakan aksesoris (adornments) yang digunakan oleh remaja perempuan dalam rangka memperoleh penampilan fisik yang sesuai dengan konsepsi kecantikan ideal mereka. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa penggunaan kosmetik mampu mengubah rasa tidak puas terhadap penampilan fisik (body dissatisfaction) yang dialami remaja perempuan menjadi rasa puas (body satisfaction), serta menunjukkan bahwa rasa percaya diri (self-esteem) turut meningkat akibat perasaan dan pengalaman positif yang dihasilkan oleh rasa puas terhadap penampilan fisik (body satisfaction). ......Body dissatisfaction occurs when adolescent girls start to become aware that their physical appearances are not in line with their concept of beauty ideals. The concept of beauty ideals is the reason why adolescent girls are constantly showing negative evaluations of their physical appearances and comparing themselves to others whose appearances are in line with their concept of beauty ideals. This study involves adolescent girls aged 19 to 21 years old who are trying to find ways to overcome their body dissatisfaction with the help of cosmetics. In this study, cosmetics are deemed to be an adornment used by adolescent girls to achieve their desired physical appearance. The result of this study shows that the use of cosmetics can help adolescent girls to overcome their body dissatisfaction and feel satisfied with their physical appearances. This study also shows that the self-esteem of adolescent girls simultaneously increases due to the positive feelings and experiences caused by their body satisfaction.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>