Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ika Agustina Murpratiwi
Abstrak :
Disruptive behavior merupakan salah satu bentuk perilaku bermasalah pada anak. Disruptive behavior perlu mendapatkan intervensi sedini mungkin agar tidak berkembang menjadi gangguan yang lebih serius. Mengingat disruptive behavior secara signifikan dipengaruhi oleh hubungan yang tidak baik antara orang tua dan anak akibat pola asuh yang keliru menggunakan kekerasan fisik dan agresifitas verbal maka intervensi yang dilakukan harus melibatkan orang tua untuk memperbaiki hubungan orang tua dengan anak sehingga diharapkan dapat menurunkan disruptive behavior. Parent child interaction therapy PCIT dipilih karena PCIT menyasar pada terciptanya interaksi yang hangat dan positif antara anak dan orang tua melalui aktivitas bermain serta membentuk kepatuhan dan kedisiplinan pada anak yang diharapkan sejalan dengan penurunan disruptive behavior. Dengan menggunakan single subject design, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi apakah penerapan prinsip-prinsip PCIT efektif dalam menurunkan disruptive behavior pada seorang anak perempuan berusia 7 tahun. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan disruptive behavior pada anak yang dipengaruhi oleh hubungan anak dan ibu yang membaik setelah ibu mendapatkan pengetahuan mengenai keterampilan dalam berinteraksi dan mendisiplinkan anak. Ini membuktikan bahwa PCIT efektif dalam menurunkan disruptive behavior pada anak.
Disruptive behavior is one of the behavior problems in children. Disruptive behavior needs an early intervention so it doesn rsquo t develop into a serious disorder. Some disruptive behaviors are significantly influenced by bad relationships between parents and children due to false parenting usually using physical violence and verbal aggressiveness so it needs an intervention that involve parents and improve parent child relationships to reduce disruptive behavior. Parent child interaction therapy PCIT aims in creating a warm and positive interaction between child and parent through play activities. PCIT also helps parent to shape compliance and discipline in their child which expected in line with reduction of disruptive behavior. Using single subject design, this study was conducted to evaluate whether the implementation of PCIT principles was effective in reducing disruptive behavior in a 7 years old girl. The results showed reduction in child disruptive behavior affected by improved child and maternal relationships after the mother gained knowledge on skills in interacting and disciplining children. This proves that PCIT was effective in reducing child disruptive behavior.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T51607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Gemayuni Yusman
Abstrak :
Terdapat berbagai masalah klinis yang dapat terjadi dalam masa perkembangan anak. Masalah-masalah tersebut seharusnya menjadi perhatian karena berbagai konsekuensi yang mungkin terjadi dan dapat berlanjut hingga masa dewasa. Salah sate masalah klinis adalah ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder), yang merupakan suatu gangguan perkembangan, dalam bentuk gangguan pemusatan perhatian. Gangguan ini memiliki tiga gejala utama, yaitu inattention (kurang mampu memperhatikan), impulsivitas, dan hiperaktivitas (Wenar & Kerig, 2000). Anak yang didiagnosa ADHD seringkali memiliki gangguan psikiatris lain dan mengalami serangkaian resiko kesehatan, perkembangan, dan sosial. ADHD diklasifkasikan dalam DSM-IV sebagai disruptive behavior disorder' karena adanya kesulitan yang signifikan dalam perilaku sosial dan penyesuaian sosial. Perilaku interpersonal anak ADHD lebih impulsif, mengganggu, berlebihan, tidak teratur, agresif, intens, dan emosional, sehingga mereka mengalami kesulitan dan gangguan dalam alur interaksi sosial biasa yang resiprokal dan kooperatif, yang merupakan bagian yang penting dalam kehidupan sosial anak. Barkley (2004) mengungkapkan bahwa ketika anak ADHD memasuki sekolah dasar, masalah dalam ketiga karakteristik utama berlanjut dan ditambah dengan berbagai kesulitan karena sekarang masalah mungkin terjadi di sekolah dan rumah. PrevaIensi ADHD pada usia sekolah mencapai sekitar 5 % dari anak usia sekolah (Wenar & Kerig, 2000). Masalah sosial pada anak ADHD muncul bukan hanya karena perilaku inattentive, hiperaktif, dan impulsif mereka, namun juga merupakan konsekuensi dari ekspresi emosi, raut muka, nada bicara, dan Bahasa tubuh yang berlebihan, lebih terbatasnya timbal batik dalam interaksi, kurang digunakannya pemyataan sosial yang positif, lebih negatifnya aksi fisik, dan terbatasnya pengetahuan akan keterampilan sosial (Barkley, 2004). Menurut Combs & Slaby (dalam Cartledge & Milburn, 1995), keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dengan cara-cara yang dapat diterima secara sosial dan membawa manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain secara timbal balik. Selain treatment dengan obat-obatan, anak ADHD membutuhkan bantuan khusus untuk mengembangkan tehnik dalam mengelola pola perilaku, termasuk cara berinteraksi dengan orang lain (National Institute of Mental Health, 2000). Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk menyusun suatu program pelatihan keterampilan sosial bagi anak ADHD usia sekolah (6 -- 12 tahun). Pelatihan yang dilakukan merupakan modifikasi dari program pelatihan keterampilan sosial yang dikembangkan oleh Goldstein & Pollock (1988). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan sosial anak usia sekolah yang mengalami ADHD melalui program pelatihan keterampilan sosial. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Pengambilan sampel penelitian akan dilakukan melalui pemeriksaan psikologis. Subyek penelitian adalah 3 anak usia sekolah dengan diagnosis ADHD pada Axis I. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner asesmen keterampilan sosial yang diisi oleh guru dan orangtua sebelum dan sesudah subyek mengikuti pelatihan (pre and post training). Berdasarkan hasil kuesioner sebelum pelaksanaan program pelatihan serta wawancara dengan guru dan orangtua subyek, peneliti menentukan target pelatihan yaitu keterampilan sosial yang dianggap masih kurang atau buruk pada ketiga subyek. Tiga keterampilan sosial yang menjadi target pelatihan adalah Bertanya dengan Baik, Mengikuti PerintahlInstruksi, dan Menyadari Akibat Tindakannya terhadap prang Lain. Peneliti juga menggunakan token reinforcement berupa stiker "senyum" untuk menguatkan keterampilan sosial yang dilatihkan dan agar subyek bersikap kooperatif selama pelatihan. Token yang telah dikumpulkan oleh subyek dapat ditukarkan dengan hadiah pada hari terakhir pelatihan. Selama pelaksanaan pelatihan, peneliti melakukan observasi terhadap perilaku maupun jawaban-jawaban yang diberikan subyek pada tiap pertemuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan keterampilan sosial yang telah dilaksanakan sebanyak lima kali pertemuan (dengan tiga kali pertemuan inti untuk melatih keterampilan sosial yang menjadi target pelatihan) memperlihatkan terjadinya perkembangan keterampilan sosial pada subyek penelitian. Hasil kuesioner yang diisi 10 hari sesudah pelatihan (post training) menunjukkan bahwa dua subyek mengalami perubahan dalam hal keterampilan sosial sedangkan satu subyek lainnya tidak mengalami perubahan. Penerapan token reinforcement ditemukan cukup berhasil pada dua subyek yang mengalami perubahan namun kurang berhasil pada subyek yang tidak mengalami perubahan.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Anggriani Kinasih
Abstrak :
Studi kali ini bertujuan untuk meneliti penerapan prinsip Parent-Child Interaction Therapy (PCIT) dalam mengurangi masalah disruptive behavior pada anak dengan Adverse Childhood Experience (ACE). Penelitian ini menggunakan single case pretest-posttest design, dengan partisipan seorang anak berusia 7 tahun dan ibunya. Adanya peningkatan keterampilan berinteraksi pada ibu diprediksi mampu mengurangi disruptive behavior pada anak. ACE diukur menggunakan Adverse Childhood Experience International Questionnaire (ACE-IQ), sementara frekuensi disruptive behavior diukur dengan Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI). Keterampilan ibu dalam berinteraksi diukur menggunakan Dyadic Parent-Child Interaction Coding System III (DPICS-III) dalam setiap sesi intervensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah PCIT diberikan, keterampilan ibu dalam berinteraksi dengan anak meningkat seiring dengan menurunnya frekuensi disruptive behavior anak, yakni dari taraf klinis menjadi taraf normal.
This study aims to evaluate the implementation of Parent-Child Interaction Therapy (PCIT) principles to diminish disruptive behavior in children with Adverse Childhood Experience (ACE). Current study employed a single case, pretest-posttest design, with a 7 year old child and her mother as the participants. PCIT is proposed as an effective intervention to decrease disruptive behavior, through increasing the parent-child interaction, which served as a moderating variable. ACE was measured with Adverse Childhood Experience International Questionnaire (ACE-IQ), while the frequency of disruptive behavior measured by Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI). Parent-child interaction evaluated with Dyadic Parent-Child Interaction Coding System III (DPICS-III) in every session. Results suggested that after PCIT is given, parent's interaction skills were significantly enhanced, followed by the gradual decrease in child's disruptive behavior, from clinical to normal range.
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Dewi Paramita
Abstrak :
Perilaku disruptive merupakan suatu istilah yang memayungi serangkaian perilaku seperti temper tantrum, menangis dan mengeluh yang berlebihan, terus menerus menuntut perhatian, tidak patuh, melawan, agresif terhadap diri sendiri atau orang lain, mencuri, berbohong, merusak barang-barang, serta tindak kekerasan (Schroeder & Gordon, 2002). Pada penelitian ini, peneliti memberikan intervensi berupa pelatihan terhadap orangtua dengan Parent-Child Interaction Therapy. Intervensi ini terdiri dari dua kali sesi pemberian materi kepada orangtua dan sepuluh sesi pelatihan langsung kepada orangtua melalui media bermain dengan anak. Hasil penelitian menunjukkan di akhir sesi anak berhasil menunjukkan penurunan perilaku disruptive dan peningkatan kepatuhan terhadap ibu. Di sisi lain, keterampilan ibu dalam memberikan perhatian positif kepada anak, memberikan perintah yang efektif, serta memberikan konsekuensi yang tepat atas sikap anak juga mengalami peningkatan.
Disruptive behavior is a term that covers areas such as series of temper tantrums, too much crying and complaining, continually demands attention, disobey and against parents’ rules, aggressive against themselves or others, stealing, lying, destructive, and violent (Schroeder & Gordon, 2002). In this research, a parent training is given to the mother of 3 years 4 months old boy, which is called Parent-Child Interaction Therapy. Treatment consist of 2 teaching sessions for the mother and 10 direct coaching sessions through playing with the children. Results of the study showed that the boy managed to show less disruptive behavior and improving compliance to the mother. On the other hand, mother’s skills, in providing positive attention the children, giving effective commands, and giving the proper consequences as children respond with compliance or non-compliance, were also increased.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T38932
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azza Maulydia
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas penerapan prinsip-prinsip Parent-Child Interaction Therapy PCIT dalam mengatasi perilaku disruptive pada anak usia 7 tahun dengan Attention Deficit/Hyperactivity Disorder ADHD . PCIT digunakan untuk meningkatkan keterampilan orangtua dalam melakukan interaksi positif dengan anak dan keterampilan dalam mendisiplinkan anak. Kedua keterampilan tersebut kemudian akan meningkatkan kualitas pengasuhan orangtua, sehingga perilaku disruptive anak menurun. Perilaku disruptive diukur dengan menggunakan alat ukur Eyberg Child Behavior Inventory ECBI . Keterampilan orangtua diukur menggunakan Dyadic Parent-Child Interaction Coding System III DPICS-III . Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip PCIT efektif dalam menurunkan perilaku disruptive dari rentang klinis menjadi rentang normal pada anak usia 7 tahun dengan ADHD.
This research was conducted to see the principle implementation of Parent Child Interaction Therapy PCIT effectivity to deal with disruptive behavior in school aged child with Attention Deficit Hyperactivity Disorder ADHD . PCIT used to increasing parents skills when interacting positively with their child and skill to dicipline their child. Both of those skills will increasing quality of their parenting, therefore disruptive behavior will reduce. To evaluate the effectiveness of the result, the study measured development of interaction between the mother and child using the Dyadic Parent Child Interaction Coding System III DPICS III and the disruptive behavior intensity using Eyberg Childhood Behavior Inventory ECBI . The result indicate that the principals used in PCIT effective to overcome disruptive behavior on 7 year old with ADHD.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T47347
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Michelle Alessandra
Abstrak :
ABSTRAK
Karakteristik anak dengan Attention Deficit/Hyperactivity-Impulsivity Disorder (ADHD) yang menantang bagi orang tua seringkali membuat interaksi orang tua-anak menjadi negatif. Pengalaman menghadapi anak dengan ADHD dapat meningkatkan stres ibu dan mengarahkan pada bentuk pengasuhan yang maladaptif dan kurang efektif. Lebih lanjut, bentuk pengasuhan yang negatif dapat memicu perilaku bermasalah pada anak. Pengasuhan merupakan hal penting yang juga perlu menjadi fokus dalam rangkaian penanganan ADHD. Stepping Stones Positive Parenting Program (SSTP) merupakan intervensi bagi orang tua yang memiliki anak dengan disabilitas perkembangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas penerapan SSTP untuk mengubah gaya pengasuhan ibu yang memiliki anak dengan ADHD menjadi authoritative dan perubahan tersebut diharapkan mampu menurunkan perilaku disruptive yang ditunjukkan oleh anak. Single case study A-B with follow-up design digunakan untuk mengevaluasi efektivitas pelaksanaan 10 sesi intervensi SSTP. Instrumen penelitian yang digunakan meliputi Parenting Styles and Dimensions Questionnaire (PSDQ), Parenting Sense of Competence (PSOC), Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI), Child Behavior Checklist (CBCL), lembar pencatatan perilaku, wawancara, dan observasi pada ibu. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan gaya pengasuhan ibu menjadi authoritative dan hal tersebut juga berpengaruh pada penurunan perilaku disruptive yang ditunjukkan anak.
ABSTRACT
The challenging traits shown by children with Attention Deficit/Hyperactivity Impulsivity Disorder (ADHD) often generate a negative parent-children interaction. Experience of dealing with ADHD child could elevate maternal stress and lead to maladaptive and less effective parenting. Furthermore, negative parenting could provoke the emergence of disruptive behavior on the child. Parenting plays a big role and should also be addressed in ADHD treatments. Stepping Stones Positive Parenting Program (SSTP) is intervention for parents who have children with developmental disabilities. This study aims to evaluate SSTP effectivity in altering parenting style of mothers with ADHD children into authoritative style, which lead to a decrease of disruptive behavior shown by children. A single case study A-B with follow-up design was used to evaluate the effectiveness of 10 sessions SSTP intervention. The research instruments used includes Parenting Styles and Dimensions Questionnaire (PSDQ), Parenting Sense of Competence (PSOC), Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI), Child Behavior Checklist (CBCL), behavior recording sheet, interviews, and observation of mother. In general, the results of this study in dicate alteration in mothers parenting style into authoritative style, and this also affects the decrease in disruptive behavior shown by the child.
2019
T53801
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mella Yusthiani
Abstrak :
Perilaku disruptif seperti berteriak-teriak, berperilaku agresif, kasar, melawan, dan merajuk merupakan perilaku-perilaku yang sering tampak pada anak yang mengalami ketidakmampuan intelektual (ID). Kemunculan perilaku disruptif ini semakin diperkuat oleh adanya faktor lingkungan, salah satunya adalah pola asuh yang mencakup interaksi antara anak dengan orangtua dan penerapan disiplin yang efektif terhadap anak. Perilaku disruptif memiliki efek buruk yang signifikan pada kondisi kesejahteraan hidup individu itu sendiri maupun orang lain. Apabila tidak segera ditangani, perilaku ini dapat berkembang menjadi semakin sulit ditangani, terutama pada masa remaja. Oleh karena itu, perilaku ini sebaiknya segera ditangani sejak usia dini. Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengatasi perilaku disruptif, penerapan intervensi Parent Child Interaction Therapy (PCIT) dinilai efektif untuk menurunkan perilaku disruptif pada anak, meskipun penelitian yang berfokus pada anak dengan ketidakmampuan intelektual jumlahnya masih terbatas. Pada penelitian ini, prinsip-prinsip Parent Child Interaction Therapy (PCIT) digunakan untuk mengurangi perilaku disruptif pada anak dengan ketidakmampuan intelektual taraf sedang. Melalui pengukuran yang dilakukan menggunakan instrumen The Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI) dan Dyadic Parent-Child Interaction Coding System (DPICS), diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penerapan PCIT berhasil menurunkan perilaku disruptif pada anak dengan ketidakmampuan intelektual taraf sedang.
Disruptive behavior such as yelling, aggressive behavior, rough behavior, fighting, and sulking are behaviors that are commonly seen in children with intellectual disability (ID). The emergence of these behavior reinforced by the presence of environmental factors, such as parenting style that includes the interaction between children and parents and the implementation of effective discipline towards children. Disruptive behavior have a significant effect to the condition of individuals wellbeing. If this condition leave not treated, these behaviors might be worse and difficult to handle, especially in adolescence. Therefore, this behavior should be treated at an early age. According to some studies that have been done to address disruptive behavior, the implementation of Parent Child Interaction Therapy (PCIT) is considered effective to reduce disruptive behavior in children, although number of research which focuses on children with intellectual disability are limited. In this study, Parent Child Interaction Therapy (PCIT) is used to reduce disruptive behavior in children with moderate intellectual disability. Through measurements using The Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI) and Dyadic Parent-Child Interaction Coding System (DPICS), the results shows that the application of PCIT managed to reduce disruptive behavior in children with moderate intellectual disability.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T46528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabors, Laura
Abstrak :
This textbook provides a comprehensive overview of medical and mental illness in children, detailing how psychological, academic, and social functioning can be enhanced – and inherent challenges overcome – in young patients. The volume describes best-practices in depth, including how to ensure accurate diagnosis, developmentally appropriate treatment, and effective coordination between medical and school personnel. It discusses common medical conditions (e.g., asthma, cancer, diabetes) and mental health conditions (e.g., autism, ADHD, depression), emphasizing the critical role of health education in promoting optimal outcomes. Topics featured in this text include:  * Screening and diagnosis practices for children with medical and mental illness.  * Chronic and condition-related pain in children. * Medical fears that may interfere with treatment and positive health behaviors * Health education and coping strategies for children. * Recommendations for family-directed interventions. * Illustrative case studies and review questions. Medical and Mental Health During Childhood is an essential text for graduate students as well as a valuable reference for researchers, professors, and clinicians in clinical child and school psychology, social work, public health, family studies, educational psychology and counseling, health education, and allied disciplines.
Switzerland: Springer International Publishing, 2016
e20528416
eBooks  Universitas Indonesia Library