Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mutiara Azka
"ABSTRAK
Kesenjangan digital masih dapat ditemukan di Indonesia, ini dapat dilihat salah satunya melalui data statistic dari Indonesia Investments 2016 yang menyatakan bahwa masiih ada sekitar 150 juta penduduk Indonesia yang hidup tanpa akses internet. Generasi Bisa! platform merupakan upaya dari Microsoft untuk membukitan komitmen perusahaan, dalam menutup kesenjangan digital yang menjadi permasalahan di jaman modern, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Untuk mengoptimalkan fungsi dari platform tersebut, menkomunikasikan platform secara efektif adalah suatu keharusan. Dengan mengambil data melalui wawancara mendalam dengan pihak Microsoft Indonesia, dan mengambil beberapa data sekunder dari berbagai sumber, diskusi dalam jurnal review ini akan meliput tentang bagaimana strategi komunikasi dari tim Humas Microsoft Indonesia dalam memperkenalkan filantropi perusahaan yang bergerak unuk mengatasi kesenjangan digital, dalam hal ini Generasi Bisa!.

ABSTRACT
Digital Divide can still be found in Indonesia, this could be seen through the statistic from Indonesia Investments 2016 which mentioned that there are still about 150 million people still live without internet in Indonesia. Generasi Bisa Platform is one of Microsoft rsquo s efforts to express its commitment to closing the digital divide, which has become a social concern in developing countries, particularly in Indonesia. To optimize the function of this platform, effective communication strategy is necessary. By collecting data through conducting an in depth interview session with one of Microsoft Indonesia rsquo s employees, and collecting secondary data through other additional resources, the discussion within this journal review will revolve around how the Public Relations team of Microsoft Indonesia developed their communication strategy to introduce this philanthropy program to march themselves in closing the digital divide."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mery Yanti
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika,Badan Penelitian dan Pengembangan SDM, Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2016
302 BPT 14:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Cesarina Budiman
"The internet has become more important and integrated with our life because many activities are connected to the internet. Not to mention, economic activities also affected by technological advances. Good access to the internet can help people to boost productivity and improve their standards of living. However, there are still so many people who have limited access to the internet. Only the one with privilege that has the tools to access the internet properly and use it for productive activities. This is feared to be capable of driving inequality in society. The purpose of this study is to explain the impact of the digital divide on income inequality. This study uses panel data regression with a fixed effect model to find out the relationship between those variables. The data used is on the provincial level which includes 33 provinces in Indonesia from 2011 to 2017. The result of this study shows that the gap in internet access significantly affect income inequality to become even worse in Java and Sumatra islands.

Internet saat ini memiliki peran penting dan semakin terintegrasi dengan kehidupan kita karena banyaknya kegiatan yang terhubung ke internet. Belum lagi, kegiatan ekonomi juga dipengaruhi oleh kemajuan teknologi. Akses internet yang baik dapat membantu meningkatkan produktivitas dan meningkatkan standar hidup masyarakat. Namun, masih banyak orang yang memiliki keterbatasan dalam mengakses internet. Hanya kelompok masyarakat tertentu saja yang memiliki alat untuk mengakses internet dan menggunakannya untuk kegiatan produktif. Ini dikhawatirkan mampu mendorong ketimpangan dalam masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dampak kesenjangan digital terhadap ketimpangan pendapatan. Penelitian ini menggunakan regresi data panel dengan model fixed effect untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel tersebut. Data yang digunakan adalah data tingkat provinsi yang mencakup 33 provinsi di Indonesia dari tahun 2011 hingga 2017. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesenjangan dalam akses internet secara signifikan mempengaruhi ketimpangan pendapatan menjadi lebih parah di pulau Jawa dan Sumatra.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kebry Poetra Krisaff
"Makalah ini menjelaskan dampak negatif Bitcoin dan hubungannya dengan kesenjangan digital di El Salvador. Negara ini memutuskan untuk menjadikan Bitcoin sebagai alat pembayaran nasional. Sejumlah warga yang mampu bertransisi ke transaksi Bitcoin mengalami kemudahan, sedangkan beberapa warga lain mengalami kesulitan beradaptasi dengan transaksi Bitcoin. Mereka yang mengalami kesulitan memiliki akses yang terbatas terhadap Teknologi Komunikasi Informasi (TIK). Menurut Warschauer (2002), kesenjangan digital mengacu pada kesenjangan terhadap grup memiliki akses ke TIK dan grup yang tidak memiliki akses ke TIK. Makalah ini berpijak pada tinjauan literatur akademik dan survei institusi. Makalah mendeskripsikan fenomena kesenjangan digital dan hubungannya dengan kebijakan Bitcoin di El Salvador menggunakan riset yang berkaitan dengan konsep teori kesenjangan digital dan konsep-konsep terkait kesenjangan digital untuk menganalisis fenomena El Salvador.

This paper describes the negative impact of Bitcoin and its relation to the digital divide in El Salvador. This country has decided to make Bitcoin its national legal tender. Some citizens are quickly transitioning to the Bitcoin transaction, while others struggle to adapt to the transaction. Those struggling have limited access to information and communication technology (ICT). According to Warschauer (2002), the digital divide refers to the inequality between the group who can access ICT and those without ICT access. The paper stands with the peer-reviewed literature review and institutional survey. This paper describes the digital divide phenomenon in relation to the Bitcoin policy in El Salvador, utilising research related to digital divide theoretical concepts and digital divide related-concepts to analyse El Salvador's phenomenon.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Haryati
"Kajian tentang pengaruh intrusi sebuah teknologi terhadap masyarakat merupakan topik menarik bagi penulis. Intemet, meskipun masih merupakan hal yang refatif baru, kehadiran dan pertumbuhannya telah menjadi salah satu fenomena sosial yang paling menarik sejak akhir abad ke-20.
Secara teoretis, ketika suatu teknologi berinteraksi dengan masyarakat, ia akan mengalami, apa yang disebut oleh Bijker dalam konsep Social Construction of Technology/ScoT-nya, appropriation (penyesuaian). Intrusi sebuah teknologi pada perkembangannya tidak dapat berkembang begitu saja tanpa melibatkan sistem sosial yang ada.
Internet yang pada awalnya merupakan produk yang dihasilkan untuk dan dari dunia pendidikan, penelitian, dan militer, ketika disebarluaskan di berbagai negara, antara lain tentu saja Indonesia, karena perbedaan sistem sosial dan budaya tersebut, dapat saja dimaknai berbeda.
Karena sifatnya yang sangat terbuka dan bisa diakses oleh siapa saja, banyak yang optimis bahwa Internet akan meratakan jalan menuju demokratisasi pengetahuan. Tetapi faktanya tidak demikian. Pada bangsa ini, Internet justru telah menciptakan jurang pemisah baru, yakni apa yang disebut sebagai digital divide (kesenjangan digital).
Masih kuatnya tradisi lisan (Yasraf Amir Piliang berspekulasi bahwa itu merupakan habitus bangsa kita), budaya masyarakat yang masih tebih suka menjadikan teknologi sebagai gaya hidup; simbol status, menjadi tesis awal ini, disamping seringnya penulis menjumpai orang ber-chatting di warnet warnet. Hal itu menjadi Masan mengapa chatting menjadi fokus dalam diskusi tentang kesenjangan digital ini.
Ketika kesenjangan digital tidak sekedar merupakan persoalan infrastruktur, artinya hanya melulu berbicara tentang angka-angka atau seberapa banyak orang yang dapat terakses ke internet, tetapi juga problem sejauh mana optimalisasi pemanfaatannya, bagaimana dimensi kognitif dan emosional mendorong orang memilih media itu untuk meningkatkan kualitas hidupnya, memposisikan aktivitas chatting dengan tujuan have fun, sebagai persoalan kesenjangan digital pada level budaya.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengambilan data banyak dilakukan melalui teknik studi kepustakaan (balk melalui perpustakaan di kehidupan sehari-hari, dan tidak sedikit yang melalui browshing di Internet) yang cukup panjang. Juga dilakukan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan para chatter dan praktisi Internet: pemerhati chatting dan digital divide, disamping terlibat langsung melakukan aktivitas chatting, walaupun tebih sering menjadi observer.
Penulis melakukan pengamatan tentang bagaimana Internet secara sosial dan budaya mengubah kehidupan masyarakat kita. Sejauh mana kesenjangan digital terjadi. Mengenal chatting, dicoba diteliti mengenai tawaran 'kehidupan' seperti apa yang difasilitasi oleh fitur itu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesenjangan digital di Indonesia terjadi pada tiga level sekaligus. Pertama, infrastruktur (terkait dengan masalah ekonomi, tentang banyak sedikitnya orang yang dapat terakses ke internet), sosial (berhubungan dengan nilai tambah internet: e-education, e-govemment, e-commerce, dsb.), dan budaya (terkait dengan dimensi kognitif dan emosional pengguna internet untuk meningkatkan kualitas hidup mereka).
Melalui analisis mikroskopik chatting, karena faktor struktural dan individual , melalui tawaran budaya baru yang dihasilkannya, ia berpotensi untuk menjadikan penggunanya, pada level budaya, termasuk ke-dalam kelompok yang mengalami kesenjangan digital."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Untari Hestungkoro
"Artikel ini berupaya untuk menjelaskan tentang peran organisasi non pemerintah atau ornop dalam pemberdayaan masyarakat berbasis Teknologi Informasi. Studi-studi tentang organisasi non pemerintah menunjukkan, organisasi non pemerintah memiliki peran dalam pemberdayaan masyarakat yang berkaitan dengan pembangunan seperti pembangunan sosialekonomi, pembangunan infrastruktur, dan pengembangan partisipasi aktif masyarakat (bottom-up partisipatory development). Pandangan tersebut hanya berfokus pada kegiatan pemberdayaan yang masih konvensional atau kurang menaruh perhatian dalam pengembangan teknologi. Padahal di era digital sekarang dengan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang makin masif, teknologi mempunyai fungsi strategis sebagai alat untuk memberikan kebaharuan dan perubahan dalam kehidupan. Berbeda dengan studi-studi sebelumnya, pokok argumentasi dari tulisan ini adalah peran organisasi non pemerintah
saat ini tidak lagi dianggap sebagai pihak ketiga pendukung, akan tetapi peran organisasi non pemerintah adalah penting sebagai agen transformasi digital di dalam masyarakat melalui
program pemberdayaan untuk mengatasi kesenjangan digital. Penelitian ini berfokus pada jenis organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang Teknologi dan memiliki visi
mengurangi kesenjangan digital, yaitu pada site Kampung Teknologi Foundation di Depok. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam.

This article discusses the role of non-governmental organizations (NGOs) in a technological based community-empowerment. Studies of NGOs show that NGOs play an important role in community empowerment that is necessary for socio economic development, infrastructure development, and the development of active community participation (bottom-up participatory development). Nevertheless, they only address the empowerment conventional way, lack attention to technological development, In the era of digitalization, characterized by the increasingly massive progress of technology information and communication, technology has been a strategic tool for providing renewal and changes in human life. In contrast to the existing studies, I argue that the role of NGOs is no longer regarded as a supporting party, but instead as importantagent of digital transformation in society through the empowerment programs in overcoming the digital divide. This study emphasizes the types of NGOs engaged in the field of technology and had a vision to reduce the digital divide, that is on site Kampung Teknologi Foundation in Depok. This study uses qualitative methods as well as data collection conducted through in-depth interviews."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Ramadhan Putera
"ABSTRAK
Inovasi belajar berbasis online di Indonesia telah menemui hambatan yaitu kesenjangan digital. Studi-studi sebelumnya telah menekankan faktor gender, ekonomi dan modal budaya sebagai faktor utama adanya kesenjangan digital di dalam masyarakat. Studi-studi sebelumnya mengenai gender memiliki berbagai kekurangan karena hanya mampu menjelaskan permasalahan kesenjangan digital ditahap ada atau tidaknya akses dan perbedaan kemampuan dalam mengoperasikan teknologi. Sedangkan pembahasan studi-studi terdahulu mengenai faktor ekonomi, hanya menekankan faktor ekonomi sebagai faktor tunggal adanya fenomena kesenjangan digital, mengabaikan adanya peranan modal budaya yang dimiliki oleh aktor di masing-masing kelas sosial. Oleh karena itu, artikel ini memiliki posisi untuk mendukung argumentasi mengenai penekanan keterkaitan peran modal budaya dan ekonomi dalam fenomena kesenjangan digital. Adanya perbedaan alokasi sumberdaya modal budaya pada siswa dalam memanfaatkan kemampuan dan pengetahuan akan teknologi di dalam jenjang pendidikan telah berperan dalam permasalahan kesenjangan digital terkait kesenjangan perbedaan kualitas penggunaan teknologi. Dalam hal ini, peneliti akan menggali lebih dalam mengenai mekanisme terjadinya perbedaan alokasi modal budaya pada siswa di jenjang sekolah menengah atas dan kaitannya dengan kelas sosial pada kasus kesenjangan penggunaan inovasi belajar berbasis online melalui penggunaan metode penelitian kualitatif serta menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam.

ABSTRACT
Online-based learning innovation in Indonesia has encountered an obstacle, that is a digital divide. Previous studies have emphasized gender, economic and cultural capital as the main factors of the digital divide within society. Previous studies on gender have disadvantages because they are only able to explain the problem of digital divide in the presence or absence of access and differences in the ability to operate the technology. While in the discussion of previous studies on economic factors, they only emphasized economic factors as a single factor of the phenomenon of digital divide. Therefore, this article has a position to support the argument about emphasizing the linkage or relation of the role of cultural and economic capital in the phenomenon of digital divide. The existence of differences in cultural capital resources possessed by the students in utilizing the ability and knowledge of technology in the educational level, has played a role in the problem of digital divide especially in the gap in the stages of difference in the quality of technology usage. In this case, this study explores more deeply about the role of cultural capital and social class on the gap of the use of online learning innovation among high school students, this study uses qualitative research methods and data collection techniques through in-depth interviews."
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Hena Samira
"Kecakapan digital menjadi salah satu upaya pencapaian target SDGs yang tercantum pada SDG Tujuan 9 poin c. Salah satu faktor penyebab ketimpangan akses internet yaitu ditemukan masalah pengaksesan, terutama di tempat-tempat dataran tinggi seperti gunung dan sekitarnya. Selain itu, keadaan muka bumi yang berbeda di beberapa titik dapat mempengaruhi penerimaan sinyal. Salah satu kecamatan di Kabupaten Sukabumi, yaitu Parakansalak rupanya hanya memiliki satu lokasi tower BTS dimana mampu berpengaruh terhadap pengaksesan internet. Berdasarkan survei lapang, provider Telkomsel sebagai anak perusahaan BUMN yang seharusnya mampu mengungguli provider lainnya justru berkualitas buruk pada wilayah tersebut. Maka, perlunya dukungan perluasan coverage area dari jaringan ISP Telkomsel yang dapat dilihat dari sisi kondisi lahan agar tercapainya kemudahan akses dan bebas hambatan. Analisis yang dilakukan yaitu analisis spasial yang dibantu oleh SIG. Selain itu, dilakukan pengukuran Quality of Service (QoS), signal strength, dan internet speed untuk memvalidasi performansi jaringan. Kemudian, menggunakan teknik overlay, analisis buffer dan analisis korelasi untuk memperlihatkan hubungan dengan kondisi lahan dari wilayah penelitian yakni Kecamatan Parakansalak, Kabupaten Sukabumi. Kondisi lahan yang diteliti mencakup jarak dengan BTS, arah hadapan lereng, bentuk medan, dan tutupan lahan. Hasil menunjukkan, dari ketiga pengukuran yaitu Quality of Service, Signal Strength, dan Internet Speed didapatkan pola spasial yang berbeda. Pola spasial internet speed terlihat paling sesuai jika dihubungkan dengan kondisi lahan. Selain itu, berdasarkan pengaruh atas ketersediaan ISP Telkomsel, didapatkan hasil bahwa arah hadapan lereng berpengaruh, bentuk medan tidak terlalu berpengaruh, tutupan lahan tidak terlalu berpengaruh, dan jarak ke BTS berpengaruh. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan pemerintah, instansi, akademisi, maupun masyarakat untuk memperbaiki akses internet di Indonesia dengan membangun infrastruktur BTS secara merata

Digital skills are one of the goals to achieve the SDGs targets that listed in SDG Goal 9 point c. One of the factors causing inequality in internet access is access problems, especially in high-altitude areas such as mountains and their surroundings. In addition, different ground conditions at several points can affect signal reception. One of the sub-districts in Sukabumi Regency, Parakansalak District apparently only has one BTS tower location which can affect internet access. Based on a field survey, Telkomsel's provider as a subsidiary of BUMN, which should be able to outperform other providers, is actually of poor quality in that area. So, it is necessary to support the expansion of the coverage area of Telkomsel's ISP network which can be seen from the side of the land conditions in order to achieve easy and barrier-free access. The analysis carried out is spatial analysis assisted by GIS. In addition, measurements of Quality of Service (QoS), signal strength, and internet speed were carried out to validate network performance. Then, using overlay techniques, buffer analysis and correlation analysis to see the relationship with the land conditions of the research area, Parakansalak District, Sukabumi Regency. The conditions of the land studied included the distance to BTS, the direction of the slope, the shape of the terrain, and land cover. The results show that from the three measurements, Quality of Service, Signal Strength, and Internet Speed, different spatial patterns are obtained. The spatial pattern of internet speed seems to be the most suitable if it is related to the condition of the land. In addition, based on the effect on the availability of Telkomsel's ISP, the results show that the direction of the face of the slope has an effect, the shape of the terrain is not too influential, the land cover is not too influential, and the distance to BTS has an effect. With this research, it is hoped that it can become a reference for the government, agencies, academics, and the public to improve internet access in Indonesia by building BTS infrastructure evenly."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabil Arkansa
"Artikel ini menjelaskan bagaimana gim seluler mengambil alih industri gim. Indonesia memiliki komunitas gamers yang cukup besar, namun kebanyakan dari mereka membutuhkan uang lebih untuk membeli komputer atau konsol seperti Xbox atau Playstation. Ketidakmampuan membeli peranti gim termutakhir tersebut akhirnya membuat mereka beralih perangkat mahal dengan ponsel mereka. Dengan maraknya teknologi, sejumlah ponsel telah berkembang menjadi lebih baik dan berteknologi tinggi. Hal ini membuatnya mampu menahan beban kapasitas gim baru yang canggih dan data tinggi seperti Call of Duty Mobile, PUBG, dan lainnya. Namun, hanya beberapa perangkat yang memenuhi kapasitas tersebut.. Keterbatasan teknis ini lantas menjadi sebuah isu di kalangan pengguna gim. Dengan menerapkan teori kesenjangan digital dan mengambil kasus komunitas gamers Indonesia, artikel ini berargumen bahwa kesenjangan yang terjadi di antara anggota komunitas disebabkan oleh kemampuan gadget yang berbeda- beda.

The article describes how mobile games are taking over the gaming industry. Indonesia has a significant gamer community, but most need more money to buy a PC or console such as Xbox or Playstation, which makes them substitute expensive devices with their mobile phone (The Indonesian Gaming Market, 2022). With the rise of technology in the current age, mobile phones have developed to be better and more high-tech, which makes them capable of withstanding the load of new advanced and high data games such as Call of Duty Mobile, PUBG, and others. However, only some devices are compatible with certain games, which require much capacity. This particular technical limitation has been an issue for some community members. By applying the digital divide theory and taking 6 the case of the Indonesian gamers community, this article argues that the disparity exists among the community members due to the varied gadget capabilities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>