Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laksmi Trisasmita
Abstrak :
Praktik pemberian makan yang memiliki kualitas baik berdasarkan pedoman masih jauh dari optimal di beberapa negara berkembang. Bukti mengenai hubungan kualitas makanan dengan status gizi sangat beragam. Beberapa penelitian sebelumnya menggunakan HEI sebagai indikator menentukan kualitas diet anak. Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2018, Indonesia merupakan negara urutan keempat dengan prevalensi stunting yang tertinggi di dunia (30,8%). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran dan hubungan antara kualitas diet menggunakan modifikasi HEI dengan kejadian stunting pada balita usia 12-59 bulan di Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 458 balita. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2019. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran tinggi badan, panjang badan, wawancara dengan kuesioner dan lembar recall 1x24 jam. Analisis data dilakukan dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi stunting usia 12-59 bulan di Kecamatan Babakan Madang sebesar 44,8% berdasarkan TB/U. Analisis uji statistik menunjukkan hubungan yang bermakna antara panjang lahir setelah dikontrol dengan berat lahir, kualitas diet (OR: 9,72, 95%CI 2,39-19,6, p<0,05), dan asupan protein dengan kejadian stunting. Komponen yang paling dominan pada HEI dengan kejadian stunting adalah keragaman pangan (OR: 2,0, 95% CI 1,23-3,24, p<0,05). ......Good quality feeding practices based on guidelines are far from optimal in some developing countries. Evidence regarding the quality of diet with nutritional status has been diverse, but no information is available to link diet quality and stunting in childhood that researcher found. Some previous studies using HEI as an indicator determine the quality of children’s diet. Based on Basic National Survey Report (Riskesdas) in 2018, Indonesia has the world’s fourth highest incidence of stunting (30,8%). This study was conducted to determine the description and association between diet quality using modified HEI with the incidence of stunting in children aged 12-59 months in Babakan Madang District, Bogor Regency. Cross sectional design was used in this study. The sample in this study were 458 children aged 12-59. This study was conducted in May to August 2019. Data collection was carried out by measuring height, body length, interview with questionnaire and 1x24 hours recall sheet. The results showed that the prevalence of stunting based on height-for-age at 12-59 months in Babakan Madang district was 44.8%. Statistical analysis showed that the relationship was described between birth length after being controlled with birth weight, diet quality (OR: 9,72, 95% CI 2.39-19.6, p <0.05), and protein intake with stunting. The most dominant component of HEI towards stunting incidence was dietary diversity (OR: 2.0, 95% CI 1.23-3.24, p <0.05).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arindah Nur Sartika
Abstrak :
Diet terdiri dari berbagai jenis makanan yang dikonsumsi bersama, sehingga penilaian kualitas diet lebih direkomendasikan menggunakan indeks dibanding penilaian nutrien tunggal. Literatur menunjukan bahwa kualitas diet memiliki hubungan dengan perilaku makan. Oleh karena itu, studi ini bertujuan melihat kualitas diet, perilaku makan, dan hubungan keduanya pada usia dewasa yang tinggal di kawasan perkotaan dan pedesaan. Studi potong lintang dilakukan di Jawa Timur dengan 185 subjek 19-64 tahun . Pemilihan sample pada studi dilakukan dengan metode proportional proportion to size PPS di 1 kota dan 1 kabupaten terpilih. Studi ini menggunakan kuesioner terstruktur, 2 x food recall 24 jam, dan diet quality index ndash; international DQI-I . Hasil studi menunjukan mayoritas subjek perkotaan mengkonsumsi 1-2 makan utama, makan di luar rumah, dan melewatkan makan pagi. Sedangkan mayoritas subjek pedesaan makan 3 kali sehari, dan memiliki presentasi makan di luar dan tidak mengkonsumsi makan pagi yang lebih sedikit. Secara umum juga ditemukan perbedaan signifikan pada kualitas diet di kedua jenis tempat tinggal. Subjek di perkotaan menunjukan skor kualitas diet yang lebih rendah dibanding subjek di pedesaan. Dari studi juga diperoleh hubungan frekuensi snack dan kualitas diet pada subjek di perkotaan. Sehingga, promosi untuk mengkonsumsi snack perlu digalakan, dengan memperhatikan jenis snack yang baik dikonsumsi.
Since diet consists of complex food, assessment of diet using diet quality is preferable. Literatures found diet quality is related to eating behavior. This study aimed to see diet quality, eating behavior, and the association of eating behavior and diet quality among adults living urban and rural area. A cross sectional study in East Java was conducted with 185 total subjects 19 64 years . This study used propotional proportion to size in selected urban and rural area. Structured questionnaire, 2 x 24 h food recall, and diet quality index ndash international DQI I were used in the study. The results showed significant difference in term of meal frequency, eating place lunch and dinner , also breakfast habit. Mostly, subjects in urban ate 1 2 meals, ate outside home, and skipped breakfast. Rural subjects mostly ate 3 meals per day, and had lower percentage of eating out and breakfast skippers. In general, the study found significant difference of diet quality score between urban and rural. People in urban had lower score of diet quality compared to people in rural. In addition, snacking frequency was found influencing diet quality in urban. Thus, promotion on snack consumption should be addressed with considering the type of snack.
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Deviana Ayushinta Sani
Abstrak :
Prevalensi hipertensi dan diabtes saat kehamilan meningkat setiap tahunnya. Diet adalah salah satu factor resiko yang dapat dirubah dapat berpengaruh terhadap komplikasi saat kehamilan, tetapi data terkait kualitas diet dan pengarunya terhadap tekanan dan gula darah dianatara ibu hamil masih sedikit. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas diet dengan tekanan darah dan gula darah pada ibu hamil di Jakarta. Studi potong lintang ini adalah bagian dari projek Brain Probiotic and LC-PUFA Intervention for Optimum Early Life (BRAVE) yang melibatkan 174 ibu hamil yang direkrut secara consecutive sampling berlokasi di tiga area di Jakarta. Kualitas diet di tentukan dengan menggunakan skor Alternate Healthy Eating Index for Pregnancy diperoleh dari 2 hari 24-hour recall. Gula darah kapiler puasa digunakan untuk mengukur konsentrasi gula darah pada responden, sedangkan tekanan darah diukur menggunakan sphygmomanometer otomatis. Karakteristik subjek dinilai menggunakan kuesioner terstruktur. Hubungan antara kualitas diet dengan tekanan darah dan gula darah dianalisis menggunakan multiple linear regression. Mayoritas subjek berada pada rentang usia 20 dan 34 tahun (75.9%), multiparitas (61.5%), tidak memiliki riwayat gestational diabetes (97.1%) dan hipertensi (93.1%). Nilai median dari skor kualitas diet sebesar 47.44 (19.18-76.6). Tidak terdapat hubungan yang ditemukan antara kualitas diet dengan gula darah (β 1.02, p=0.36) setalah dilakukan penyesuaian terhadap edukasi, riwayat diabetes mellitus dan riwayat gestational diabetes mellitus. Selanjutnya, hubungan total skor dari kualitas diet dengan tekanan darah sistolik tidak ditemukan (β-0.16, p=0.87), namun terdapat hubungan yang hampir signifikan dengan tekanan darah diastolik β-1.23, p=0.09) setalah dilakukan penyesuaian terhadap merokok, riwayat hipertensi dan riwayat keluarga hipertensi. Kesimpulannya kualitas diet memiliki hubangan yang hampir signifikan dengan kualitas diet.Kualitas diet menjadi salah satu faktor resiko dari pola hidup yang dapat dimodifikasi untuk mepertahakan kesahatan ibu hamil. Selama hamil dan sebelum melahirkan, ibu perlu menjada kualitas dietnya. ...... Prevalence of gestational hypertension and diabetes in pregnancy are increasing over the years. Diet is modifiable risk factor that may influence these problems, but data regarding diet quality affecting blood pressure and glucose profile-among pregnant women remain scarce. We assessed associations of diet quality with blood pressure and glucose level among pregnant women in Jakarta. This cross-sectional study was part of preliminary study of Brain Probiotic and LC-PUFA Intervention for Optimum Early Life (BRAVE) project, which recruited 176 pregnant women by using consecutive sampling in three districts of Jakarta. Socio-demographic characteristics of participants were identified by trained field-enumerators using a structured questionnaire. Diet quality indicated by Alternate Healthy Eating Index for Pregnancy (AHEI-P) score was obtained from the calculation of multiple 24-hour recalls. Blood pressure was measured using automated sphygmomanometer, while fasting capillary glucose was performed to assess blood glucose level. The associations between diet quality with blood pressure and glucose levels were analyzed using multiple linear regression. Most of women were between 20 and 34 years old (76%), do not have history of gestational diabetes (97%) and hypertension (93%). The median score of dietary quality was 47.4 (19.1-76.6). There was no association between AHEI-P score with blood glucose (β 1.02, p=0.36) after adjustment for education, history of diabetes mellitus and history of gestational diabetes mellitus. Furthermore, association between total score of diet quality and systolic blood pressure was not found (β-0.16, p=0.87), however there was a borderline significant association with diastolic blood pressure β-1.23, p=0.09) after adjustment for smoking, education, history of hypertension and family history hypertension. In conclusion, diet quality had borderline significant association with blood pressure among pregnant women, whereas diet quality was not significantly associate with blood glucose among pregnant women in Jakarta, even though after adjustment for confounding factors. Diet quality is one of lifestyle risk factor that can be modified during pregnancy in order to maintain optimal health of the mother. Pregnant women should maintain quality of the diet, as well as prior pregnancy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Fauziyana
Abstrak :
Diet quality among elderly could benefit to support healthy ageing, but data on these issues were still limited to be found in Indonesia. This study aimed to analyze the association between diet quality with different domains of healthy aging among elderly in urban area. A cross-sectional study was conducted among 126 elderly aged > 60 years in five community health center across Jakarta province. Diet quality was scored based on Healthy Eating Index (HEI) 2015. Healthy aging domains measured were physical function based on Activity Daily Living (ADL); cognitive function assessed by Mini-Mental State Examination (MMSE); psychological health measured by Geriatric Depressive Screening Scale (GDS); and social engagement index. General characteristics of subjects measured using a structured questionnaire to obtained data on age, sex, education, income, smoking status, disease history, and nutritional status based on Mini Nutritional Assessment – Short Form (MNA-SF). Association of diet quality with healthy aging domains was analyzed using linear regression test. The study showed the majority of subjects were early elderly (94.4%), female (57.1%), have high education (49.2%) and income of 2 million rupiahs (45.2%). Diet quality among subjects was poor with mean HEI score 46.1 + 8.5. Prevalence of functional disability (56.3%) and cognitive impairment (46.8%) were high. While the indication of depression was 9.5% and active engagement was 86.5%. There was no significant association found between HEI score with all healthy aging domains. However, improvement in diet quality, functional, and cognitive ability need to be considered. Further investigation using different approach need to be conducted in future studies. ......Kualitas asupan makan pada lansia dapat mendukung status penuaan yang sehat. Namun, data yang mendukung dalam isu ini masih terbatas ditemukan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kualitas asupan makan lansia dengan beberapa domain status penuaan sehat di daerah perkotaan. Studi potong lintang dilakukan pada 126 lansia usia > 60 tahun di lima Puskesmas wilayah DKI Jakarta. Kualitas asupan makan dinilai berdasarkan Healthy Eating Index (HEI) 2015. Domain status penuaan sehat yang diukur adalah kemampuan fungsional yang dinilai dengan Activity Daily Living (ADL); fungsi kognitif dinilai dengan Mini-Mental State Examination (MMSE); domain psikologis diukur dengan Geriatric Depressive Screening Scale (GDS); dan indeks keterlibatan dalam aktifitas sosial. Karakteristik subjek yang diukur antara lain usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan, riwayat merokok dan penyakit kronis, serta status gizi yang diukur berdasarkan Mini Nutritional Assessment – Short Form (MNA-SF). Asosiasi antara kualitas asupan makan dengan domain penuaan sehat dianalisis menggunakan tes regresi linier. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas subjek merupakan lansia awal (94,4%), perempuan (57,1%), tingkat pendidikan tinggi (49,2%), dan berpenghasilan 2 juta rupiah (45,2%). Kualitas asupan makan pada subjek rendah dengan rata-rata skor HEI 46,1+8,5. Prevalensi ketergantungan fungsional (56,3%) dan gangguan kognitif (46,8%) cukup tinggi, sedangkan prevalensi depresi sebesar 9,5% dan tingkat keterlibatan sosial sebesar 86,5%. Tidak ada hubungan signifikan yang ditemukan antara skor HEI dengan semua domain status penuaan sehat, namun peningkatan kualitas asupan makan, kemampuan fungsional, dan kognitif perlu diperhatikan. Penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode pengukuran dan pendekatan yang berbeda perlu dilakukan pada studi selanjutnya.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Kristiningrum
Abstrak :
Latar Belakang: Pandemi Covid-19 telah menyebabkan perubahan budaya, termasuk bekerja dari rumah dan pola makan. Meningkatnya penggunaan aplikasi pesan antar makanan selama pandemi Covid-19, mengakibatkan lebih banyak konsumsi makanan jauh dari rumah/food away from home (FAFH), terutama di kalangan pekerja kantoran, dapat berdampak pada kualitas diet, yang dapat berkontribusi pada obesitas dan penyakit tidak menular (PTM) yang berhubungan dengan diet. Namun, hubungan antara FAFH dan faktor sosiodemografis yang memengaruhi kualitas diet pada pekerja kantoran masih belum jelas. Studi ini mengeksplorasi hubungan antara frekuensi konsumsi FAFH dan sosiodemografi terhadap kualitas diet pada pekerja kantoran. Metode: Data cross-sectional dikumpulkan dari 220 pekerja kantoran di Jakarta, Indonesia, mengenai informasi tentang sosio-demografis dan frekuensi konsumsi FAFH menggunakan kuesioner online terstruktur dan berpartisipasi dalam wawancara food recall 2x24 jam melalui wawancara online. Alternative Healthy Eating Index (AHEI) yang dimodifikasi digunakan untuk menilai kualitas diet. SPSS Versi 22 digunakan untuk semua analisis statistik dalam penelitian ini. Hasil: Kualitas diet yang secara signifikan lebih rendah ditemukan pada pekerja kantoran laki-laki dan pekerja kantoran yang mengonsumsi FAFH frekuensi tinggi (p < 0.05). Dalam model regresi linier, kualitas diet berhubungan signifikan dengan jenis kelamin (β = -3.567; 95% CI = (-6.190) - (0.945); p = 0.008) dan frekuensi konsumsi FAFH (β = -7.853; 95% CI = (-10.081) - (-5.625); p = 0.000). Kesimpulan: Pekerja kantoran, terutama pekerja kantoran laki-laki, sebaiknya membatasi konsumsi FAFH dan memilih opsi yang lebih sehat saat mengonsumsi FAFH. Pemerintah sebaiknya memberikan program pendidikan gizi berorientasi FAFH untuk industri makanan. ......Background: The Covid-19 pandemic has led to cultural changes, including working from home and eating patterns. The increased use of food delivery during the Covid-19 pandemic, which resulted in more consumption of food away from home (FAFH), especially among office workers, may have an impact on diet quality, which may be contributed to obesity and non-communicable diseases (NCD) related to diet. However, the relationships between FAFH and sociodemographic factors influencing diet quality among office workers are still unclear. This study explored the association between the consumption frequency of FAFH and sociodemographics on the diet quality among office workers. Methods: Cross-sectional data were collected from 220 office workers in Jakarta, Indonesia, regarding information about the socio-demographics and consumptionfrequency of FAFH using a structured online questionnaire and participating in the 2x24-hour dietary recall interview through an online interview. A modified Alternative Healthy Eating Index (AHEI) was used to assess the diet quality. SPSS Version 22 was used for all statistical analyses. Results: Significantly lower diet quality was found in male office workers and office workers consuming high-frequency FAFH (p < 0.05). In the logistic linear regression model, the diet quality was significantly associated with gender (β = -3.567; 95% CI = -6.190 to -0.945; p = 0.008) and consumption frequency of FAFH ( β = -7.853; 95% CI = -10.081 to -5.625; p = 0.000). Conclusions: Office workers, especially male office workers, should limit their consumption of FAFH and choose healthier options when consuming FAFH. The government should give FAFH-oriented nutrition education programs for the food industry.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitya Safira Birahmatika
Abstrak :
Kualitas diet pada wanita dewasa masih menjadi masalah. Memiliki perhatian khusus terhadap kesehatan (health concern) dapat berkaitan dengan pola makan. Wanita, khususnya ibu yang memiliki anak usia balita dan pra-sekolah umumnya makan di rumah. Sehingga lingkungan pangan rumah juga berkontribusi terhadap perilaku makan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara health concern dan kualitas diet, serta mengetahui apakah lingkungan pangan rumah memediasi untuk hubungan ini. Studi potong lintang ini berlokasi di Jakarta Utara, dengan sampel sebanyak 229 subjek dengan metode penarikan sampel consecutive. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Health concern diukur dengan General Health Interest Scale (GHIS). Lingkungan pangan rumah diukur dengan Consumer Behavior Questionnaire (CBQ). Data kualitas diet dinilai dari 2x24-hour dietary recall dan skor Diet Quality Index-International (DQI-I). Sebagian besar subjek memiliki kualitas diet yang rendah (nilai mean skor DQI-I: 41.44). Tidak terdapat korelasi bermakna antara health concern dan kualitas diet (r=0.092, P-value=0.166). Setelah di-adjust dengan usia, lingkungan pangan rumah khususnya ketersediaan sayur tidak memediasi hubungan antara health concern dan kualitas diet (IE=0.012, P-value=0.096). Hasil regresi linier berganda juga menunjukkan usia sebagai prediktor kualitas diet (β=0.196, P-value=0.024). Diperlukan upaya kolaboratif untuk memperbaiki kualitas diet pada ibu, dengan meningkatkan health concern serta pemahaman tentang pemilihan jenis makanan berdasarkan kualitas gizi saat membeli makanan. Rekomendasi untuk studi lanjutan dapat meneliti perbedaan health concern menurut usia, serta kaitannya dengan perilaku makan dan kualitas diet. ......Diet quality among women remains a major issue. Having health concern may be related to diet. Mothers with young children usually had their meals at home, thus home food environment could play a role in shaping dietary behavior. This study aims to examine the association between health concern and diet quality, and whether home food environment mediates this relationship. This cross-sectional study was conducted in urban slum area in North Jakarta, involving 229 mothers of young children through consecutive sampling. Data was collected using structured questionnaire, including General Health Interest Scale (GHIS) for health concern, Consumer Behavior Questionnaire (CBQ) for home food environment, and 2x24-hour dietary recall to determine the score of Diet Quality Index-International (DQI-I). Statistical analysis included correlation, multiple linear regression, and path analysis. Majority of the mothers had poor diet quality, with mean DQI-I total score of 41.44 out of 100. There was no significant correlation between health concern and diet quality (r=0.092, P-value=0.166). After adjusted with age, home food environment did not mediate the relationship between health concern and diet quality. Multiple linear regression also showed age as a significant predictor of diet quality (β=0.196, P-value=0.024). Promoting health concern and healthier food choice when eating out or purchasing take-out food would be beneficial to improve diet quality among mothers of young children. Future study is also recommended to explore how age group differs in viewing health as importance, which could lead to dietary practices.
Depok: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Shinta Nugrahini Hayuningtyas
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Pola makan yang tidak sehat selama masa kanak-kanak akan berdampak pada risiko penyakit tidak menular (PTM) di kemudian hari. Salah satu indikator awal PTM yang dapat dimodifikasi oleh diet adalah adiponektin. Adiponektin dinilai berhubungan dengan PTM karena perannya dalam proses perjalanan penyakit obesitas, diabetes, inflamasi, aterosklerosis, maupun penyakit kardiovaskular. Data yang terdokumentasi dengan baik mengenai kualitas diet dan hubungannya dengan kadar adiponektin pada populasi anak belum banyak dieksplorasi. Tujuan: Kami mengidentifikasi kualitas makanan umum anak-anak Indonesia dan menilai hubungannya dengan kadar adiponektin serum sebagai penanda awal PTM. Metode: Delapan puluh enam (44 perempuan dan 42 laki-laki) anak usia prasekolah yang merupakan bagian dari subjek penelitian dari studi Kohort Ibu dan Anak di 10 kecamatan di Jakarta Timur dilibatkan dalam penelitian ini. Data diet didapat dengan mengumpulkan data 24hr food recall berulang selama sehari di hari kerja dan satu hari di akhir pekan, yang kemudian dianalisis lebih lanjut ke dalam perhitungan Healthy Eating Index (HEI) 2015. Kadar adiponektin serum ditentukan dengan uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Analisis regresi linear berganda dilakukan untuk menilai hubungan antara HEI 2015 dan konsentrasi adiponektin serum, dengan penyesuaian terhadap faktor perancu. Hasil: Nilai rata-rata skor HEI 2015 subjek penelitian adalah 33,1 ± 8,2, jauh di bawah skor yang direkomendasikan yaitu ≥ 80. Rata-rata serum adiponektin adalah 10,3 ± 4,1 ug / mL, di mana 11,6% subjek memiliki kadar serum adiponektin di bawah normal. Uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa HEI secara signifikan berkaitan dengan serum adiponektin baik sebelum maupun sesudah disesuaikan dengan faktor perancu (β = 0,232; 95% CI = 0,01-0,25; p = 0,03; β = 0,214; 95% CI = 0,03-0,21; p = 0,04). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara HEI dan adiponektin. Hal ini menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap diet berkualitas tinggi sejak usia dini berperan dalam meningkatkan kadar adiponektin yang sangat penting untuk mengurangi risiko PTM di masa dewasa.
ABSTRACT
Background: Unhealthy diet during childhood will have a direct effect on risk of developing non-communicable diseases (NCDs) in later life. One early indicator of NCDs that can be modified by diet is adiponectin. Adiponectin is considered to have association with NCDs because of its role in the course of obesity, diabetes, inflammation, atherosclerosis, and cardiovascular disease. Well-documented data regarding the quality of the diet and its relationship to adiponectin levels in the pediatric population have not been explored extensively. Objective: We identified the diet quality of Indonesian children and assessed its relationship to serum adiponectin level as the early markers of NCDs. Methods: Eighty-six (44 girls and 42 boys) preschool-aged children from a nested cohort study in 10 sub-districts in East Jakarta were included in this study. Dietary data was gathered by collecting repeated 24-hour recalls for a-day in the weekday and a-day in the weekend, which then further analyzed into HEI 2015 calculation. The Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) test was used to determine serum adiponectin levels. Multiple regression analysis was performed to assess the association between HEI 2015 and serum adiponectin concentration, with adjustment for potential confounder. Results: The mean of subjects' HEI 2015 score was 33.1±8.2, below the recommendation score of ≥ 80. The mean serum adiponectin was 10.3±4.1 ug/mL, in which 11.6% has serum adiponectin level below normal. Multiple linear regression test showed that HEI was significantly correlated with adiponectin serum either before or after adjusted with confounders (β=0.232; 95% CI=0.01-0.25; p=0.03; β=0.214; 95% CI=0.03-0.21; p=0.04), respectively. Conclusion: There is an association between HEI and adiponectin. This result suggests that adherence to a high-quality diet from an early age is crucial to reduce the risk of Indonesian children experiencing NCD as adults.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Yudith Priskila
Abstrak :
Perubahan pola makan yang tidak sehat dapat menyebabkan low grade inflammation dan berkontribusi terhadap resistensi insulin. Namun, penelitian tentang efek peradangan yang disebabkan oleh diet masih tidak konsisten. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara potensi kadar inflamasi pada makanan yang diukur dengan Dietary Inflammatory Score (DII) dan kadar serum TNF-alfa. Tesis ini merupakan studi potong lintang pebandingan yang dilakukan pada 210 orang dewasa usia 18-55 tahun kelompok status gizi normal (normoweight) dan obesitas. Rerata dari skor DII pada kelompok normoweight (n=76) adalah -0,20±2,20 sedangkan pada kelompok obes (n=134) adalah 0,05±1,99 (p=0,407) dari nilai maksimal skor DII 6,35 dan nilai skor DII minimal adalah -,55. Analisa pada 72 subsample menunjukkan bahwa skor DII tidak berhubungan dengan serum TNF-α setelah penyesuaian untuk kovariat (ß = 0,001, p = 0,895). Namun, jika skor DII diklasifikasikan ke dalam kelompok status gizi normal dan kelompok obesitas, skor DII pada normoweight (n=34) berhubungan signifikan dengan serum TNF-α setelah penyesuaian kovariat (ß = 0,013, p = 0,036), tetapi tidak pada kelompok obesitas. Kesimpulannya, Skor DII secara keseluruhan tidak berhubungan dengan kadar TNF-α serum tetapi hubungan positif terlihat pada kelompok dengan status gizi normal menunjukkan adanya potensi inflamasi dari diet yang terukur dengan skor DII dan berhubungan peningkatan inflamasi jaringan adiposa lebih terlihat pada kelompok status gizi normal. Program promotif dan preventif perlu ditingkatkan dengan sedini mungkin untuk meningkatkan kualitas diet dan kesehatan individu dan masyarakat. ...... Accumulating evidence identifies dietary intake may triggers chronic low-grade inflammation as potential mechanisms contributing to insulin resistance. However, studies regarding dietary inflammatory were inconsistent. The study aimed to observe the relationship between the inflammatory potential in foods as measured by the Dietary Inflammatory Score (DII) and TNF-alpha serum levels among the normal body mass index (normoweight) and obese adults. A cross-sectional comparative study was conducted involving adults aged 18-55 years. The mean DII score in the normoweight group (n=76) was -0.20 ± 2.20, while in the obese group (n=134) was 0.05 ± 1.99 (p = 0.407). Our of maximum DII score was 6,35 and minimum DII score was -7,55. Analysis of 72 subsample showed that the overall DII score was not associated with serum TNF-α after adjustment for covariates (ß = 0.001, p = 0.895). However, if the DII score was classified into the normoweight and the obese group, the DII score in the normoweight group (n=34) was significantly associated with serum TNF-α after covariate adjustment (ß = 0.013, p = 0.036), but not in the obese group. In conclusion, overall DII score was not associated with serum TNF-α level. However, the positive association suggesting the inflammatory nature of diet in regulating adipose tissue inflammation was observed and more suitable in normal nutritional state. Promotive dan preventive program should be encouraged as earliest possible to improve individual and community diet quality and health status.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cokorda Istri Agung Anggitaswari
Abstrak :
Background: Post-partum weight retention has been identified as an emerging public health issue that contributes to the obesity prevalence. Diet is one modifiable risk factor that can contribute to the occurrence of postpartum weight retention. By assessing the diet quality, researchers can identify the association between the diet quality and body weight and produce a proper guidelines for the society and decrease the prevalence of overweight-and obesity Methods: 129 Subject of this research are women (21-40 years old) in their 6-month postpartum period who lived in urban area of Jakarta and the data were taken by the primary umbrella reseach by Principle investigator and team member of BRAVE Project Saving Brains Grand Challenges Canada Human Nutrition Research Center Indonesia Medical Education and Research Institute. Anthropometry data were used to determine the BMI of the subject and data from the 24-Hour Recall were used to calculate the AHEI-P score. This research is a cross-sectional study that determine the association between the AHEI-P score using the Pearson correlation (bivariate analysis) and multivariate analysis using the multiple linear regression test. Results: Mean AHEI score of 129 subjects is 39.6 and mean BMI was 25.8 kg/m2. Bivariate analysis shown that AHEI-P score have a weak negative correlation (r= -0.119) with body mass index. Statistic test shown insignificant correlation between AHEI-P score and body mass index (p = 0.178). No association is observed even after adjustment in multivariate model (adjusted ß: -0.025, CI 95% -0.093 – 0.042 P: 0.462). Identified significant confounding factors which are smoking status (p =0.018) and pre-pregnancy BMI (p =0.000) Conclusion: Low AHEI-P score is observed in 6 months postpartum women in Jakarta, indicating a low quality diet. Insignificant association between AHEI-P score and BMI in 6 months postpartum women after multivariate adjustment. ......Latar Belakang: Retensi berat setelah melahirkan sudah diidentifikasi sebagai salah satu isu kesehatan public yang berkontribusi kepada angka berat badan berlebih dan obesitas. Diet adalah salah satu faktor risiko yang bisa dimodifikasi dari retensi berat setelah melahirkan dan dengan melakukan penelitian mengenai asosiasi dari kualitas diet dengan indeks massa tubuh, panduan diet yang baik dan tepat guna bisa diciptakan untuk masyarakat agar dapat menurunkan prevalensi berat badan berlebih dan obesitas. Metode: Sebanyak 129 subjek yang berpartisipasi adalah wanita (21-40 tahun) pada periode 6 bulan setelah melahirkan yang tinggal di kota Jakarta dan data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari riset payung BRAVE Project Saving Brains Grand Challenges Canada Human Nutrition Research Center Indonesia Medical Education and Research Institute. Data antropometri digunakan untuk mengukur indeks massa tubuh dan hasil wawancara 24-hour recall digunakan untuk menghitung skor AHEI-P. Penelitian potongan melintang ini meneliti asosiasi antara skor AHEI-P dan indeks massa tubuh (analisis bivariat) menggunakan uji Pearson sedangkan analisis multivariat dilakukan dengan uji multiple linear regression untuk mengidentifikasi faktor perancu Hasil: Rata-rata skor AHEI-P dari 129 subjek adalah 39.6 dan rata-rata indeks massa tubuh adalah 25.8 kg/m2. Analisis bivariat menunjukan skor AHEI-P tidak memiliki korelasi dengan indeks massa tubuh (r= -0.119, p = 0.178). Tidak ada asosiasi diantara skor AHEI-P dan BMI setelah melakulan penyesuaian dengan test multiple linear regression (adjusted ß: -0.025, CI 95% -0.093 – 0.042 P: 0.462). Faktor perancu yang diidentifikasi melalui uji multiple linear regression adalah status merokok (p =0.018) dan indeks massa tubuh sebelum kehamilan (p =0.000) Kesimpulan: Skor AHEI-P yang rendah wanita di periode 6 bulan setelah melahirkan mengindikasih kualitas diet yang rendah. Tidak ada asosiasi yang dilihat diantara skor AHEI-P and indeks massa tubuh bahkan setelah penyesuaian multivariat.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Hasna Arifa
Abstrak :
Prevalensi obesitas di kalangan orang dewasa di Indonesia relatif tinggi, dengan faktor kontribusi seperti kualitas diet dan praktik makan. Diantara praktik-praktik tersebut, sarapan memiliki signifikansi sebagai kebiasaan penting untuk menjaga kesehatan, dengan variasi dalam aspek sosial dan temporal. Penelitian ini menggunakan data dari Indonesian Food Barometer (IFB) tahun 2018 untuk mengeksplorasi hubungan antara praktik sarapan dan variabel covariate (karakteristik sosiodemografi dan ekonomi, termasuk usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan jenis tempat tinggal) dengan skor diet quality index international (DQI-I) di kalangan orang dewasa di daerah pedesaan dan perkotaan. Variabel independen mencakup berbagai praktik makan sarapan, seperti lokasi makan, teman makan, persiapan makan, melewatkan sarapan, dan aktivitas saat makan. Penelitian ini difokuskan pada 770 orang dewasa Indonesia berusia 26-45 tahun, menggunakan analisis statistik melalui Chi-square (p<0.05) dan regresi linear untuk menilai hubungan antara kualitas diet dan variabel independen. Skor DQI-I menunjukkan 48 dan 46 untuk daerah pedesaan dan perkotaan, masing-masing, menandakan kategorisasi sebagai diet buruk (skor <60). Perlu dicatat bahwa terdapat hubungan antara praktik sarapan, khususnya aktivitas saat makan, dan skor kualitas diet (skor total DQI-I) di kalangan responden di daerah pedesaan. Namun, tidak terdapat hubungan signifikan antara praktik sarapan dan skor kualitas diet di kalangan responden di daerah perkotaan. Perbedaan karakteristik yang diamati antara populasi perkotaan dan pedesaan mungkin memengaruhi praktik sarapan yang berbeda dan dampaknya terhadap skor kualitas diet. Untuk mengatasi hal ini, promosi diet dan dorongan terhadap praktik sarapan yang lebih sehat sangat diperlukan baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. ......The prevalence of obesity among adults in Indonesia is relatively high, with contributing factors such as diet quality and eating practices. Among these practices, breakfast holds significance as a crucial habit for maintaining health, exhibiting variations in social and temporal aspects. This study utilized data from the 2018 Indonesian Food Barometer (IFB) to explore the association between breakfast practices and covariate variables (sociodemographic and economic characteristics, including age, gender, job, education level, income level, and type of living) with diet quality index international (DQI-I) scores among adults in both rural and urban areas. The independent variables encompassed various breakfast eating practices, such as eating location, eating companion, meal preparation, skipping breakfast, and activity while eating. The study focused on 770 Indonesian adults aged 26-45 years, employing statistical analysis through Chi-square (p<0.05) and linear regression to assess the association between diet quality and independent variables. DQI-I scores revealed 48 and 46 for rural and urban areas, respectively, indicating a categorization as poor diet (score <60). Notably, an association was found between practices at breakfast, specifically activity while eating, and diet quality scores (DQI-I total score) among rural respondents. However, in urban respondents, no significant association was observed between breakfast practices and diet quality scores. The observed differences in characteristics between urban and rural populations may influence distinct practices at breakfast and subsequently impact diet quality scores. To address this, dietary promotion and the encouragement of healthier breakfast practices are crucial in both urban and rural settings.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library