Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mutia Citra
Abstrak :
Bank Exim (Bank Mandiri) adalah salah satu bank yang direkapitalisir oleh BPPN, atas hutang bermasalahnya penagihannya dialihkan ke BPPN dan salah satunya adalah hutang PT X. Selaku perusahaan yang bergerak dalam sektor real estat namun sekaligus melakukan restrukturisasi hutang, PT X wajib mengimplementasikan pengakuan pendapatan dan biaya aktivitas real estat seperti yang diatur dalam PSAK 44 dan pengakuan laba penghapusan hutang seperti yang diatur dalam PSAK 54. Penelitian ini mencakup dan berfokus pada penerapan PSAK 44 tentang aktivitas pengembangan real estat dan PSAK 54 tentang restrukturisasi hutang piutang bermasalah, dikaitkan dengan peraturan perpajakan yang relevan atas restrukturisasi hutang perusahaan yang bergerak dalam industri real estat, termasuk didalamnya upaya gugatan pajak oleh PT X terhadap alokasi pengakuan penghasilan berupa keuntungan pembebasan hutang yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis dan merupakan studi kasus pada PT X. Setelah dilakukan penelitian, diketahui bahwa atas penerapan PSAK 44 dan PSAK 54, perusahaan tidak mengimplementasikannya secara menyeluruh karena diketahui bahwa atas biaya bunga pinjaman dalam masa kontruksi yang seyogyanya dikapitalisir namun oleh perusahaan dibebankan langsung pada pengadilan sehingga pada saat pengakuan laba penghapusan pajak, perusahaan tinggal melakukan set off atas akun biaya bunga yang masih harus dibayar. Metode ini jelas bertentangan prinsip akuntansi matching cost against revenue karena biaya yang seharusnya digolongkan sebagai product cost tersebut dibebankan tidak dalam periode yang sama dengan pengakuan penghasilan sehingga laporan keuangan yang dihasilkan undervalue pada laba dan overvalue pada biaya. Sehubungan dengan diakuinya keuntungan restrukturisasi hutang, terjadi sengketa pajak antara pihak fiskus dengan perusahaan. Pihak fiskus menetapkan dasar alokasi pengakuan laba penghapusan hutang didasarkan pada kontrak perjanjian antara PT X dan BPPN. Namun kontrak ini pun setelah diperhitungkan kembali perhitungannya, terjadi kesalahan perhitungan karena kas yang seharusnya dikeluarkan untuk melunasi hutang ternyata lebih kecil dari yang seharusnya dibayarkan oleh perusahaan. PT X mempermasalahkan mengenai pengakuan adanya penghasilan atas penghapusan bunga tahun 1998, 1999, di mana berlaku ketetapan final serta saldo bunga pinjaman tahun 2000 yang tidak pemah dibukukan oleh PT X. Keuntungan restrukturisasi diperoleh pada tahun 2001, selama ini PT X telah mengakui dan membebankan bunga pinjaman tersebut sehingga tidaklah relevan jika dikaitkan dengan adanya pengakuan pajak final tahun 1998 dan 1999 karena menyangkut objek pajak dan tahun pajak yang berbeda. Atas perbedaan pencatatan antara BPPN dan PT X, memang seharusnya keduanya mencatat dengan jumlah yang sarna. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ/199, menyatakan bahwa kreditur harms mencatat jumlah yang sarna dengan debiturnya. Namun hal ini bisa saja dijadikan loopholes sehingga jumlah pajak terutang lebih kecil daripada yang seharusnya terutang. Dan Putman pengadilan pajak atas sengketa, diketahui bahwa sampai saat dibuatnya keputusan, majelis hakim pengadilan pajak belum memperoleh angka yang sesungguhnya benar mengenai jumlah alokasi penghapusan hutang. Dalam memutuskan suatu sengketa pajak, majelis hakim harus bertindak independen dan tidak menerima campur tangan dari pihak manapun. Dasar pertimbangan peradilan pajak dalam memutus sengketa dalam pemeriksaan sengketa adalah pemenuhan ketentuan formal pengajuan banding/gugatan, kelengkapan dokurnen-dokumen dan bukti-bukti pendukung, yuriprudensi. Setelah dilakukan perhitungan terhadap rasio-rasio keuangan PT X maka terlihat kinerja perusahaan mulai mengalami perbaikan karena setelah restrukturisasi tidak lagi terbebani hutang yang besar dan kewajiban pembayaran bunga. Dengan demikian terlihat bahwa restrukturisasi hutang berdampak positif terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T17510
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Balawa, Stevanus
Abstrak :
Terdepresiasinya nilai tukar terhadap valuta asing pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan krisis keuangan yang berkepanjangan dalam duna bisnis di Indonesia sampai saat ini. Depresiasi luar biasa nilai tukar rupiah terhadap valuta asing ini mengakibatkan keterpurukan dan bangkrutnya beberapa perusahaan terutama yang mempunyai utang dalam valuta asing dalam jumlah yang signifikan dalam belum diadakan perikatan lindung nilai (hedging). Krisis ekonomi yang berdampak pada krisis keuangan perusahaan disebabkan antara lain adalah: 1) jumlah utang dalam valuta asing yang sangat berlebihan, 2) utang dalam valuta asing tersebut tanpa nilai lindung (hedging), 3) pengelolahan modal kerja yang tidak professional, 4) perusahaan tidak mengantisipasi kebijakan moneter dari pemerintah maupun dunia international, 5) belum sepenuhnya diterapkan Good Corporate Governance. Untuk memulihkan kembali kinerja keuangan akibat krisis ini, perusahaan memerlukan berbagai koreksi antara lain merestrukturisasi utang perusahaan, restrukturisasi operasi bisnis, memperbaiki performance manajemen, menjaga hubungan baik dengan pelanggan dan relasi bisnis, termasuk karyawannya sendiri. Umumnya pemulihan kembali kinerja perusahaan yang mengalami pendanaan adalah melakukan restrukturisasi utang perusahaan. Beberapa bentuk restrukturisasi perusahaan adalah konsolidasi (peleburan usaha), likuidasi (pembubaran usaha), kepailitan (pembangkrutan), split off (pemecahan usaha), spin off (pemisahaan usaha), penilaian kembali aktiva tetap (revaluasi), rekapitulasi (penataan kembali permodalan) dan reorganisasi usaha. Untuk melakukan restrukturisasi utang ada beberapa jenia antara lain : penjadwalan utang kembali (rescheduling), peralihan utang dengan assets (debt to assets swap), peralihan utang dengan saham (debt to equity swap) dan pemotongan pinjaman (hair cut atau debt forgiveness). Pada dasarnya keputusan untuk melakukan restrukturisasi utang perusahaan didasarkan atas komitment manajemen perusahaan dengan para lenders untuk membuat J mengikat suatu kesepakatan bersama yang baru. Hasil penelitian terhadap PT PPKP adalah pertama, perusahaan telah melakukan restrukturisasi utang dengan menggunakan beberapa gabungan metode restrukturisasi, yaitu pembebasan sebagian pokok pinjaman, penjadwalan kembali, dan metode perubahan utang menjadi modal. Kedua, perusahaan membuat skala prioritas dalam pengambilan keputusan manajemen. Ketiga, ada dampak positif restrukturisasi utang terhadap kebijakan eksternal. Dan keempat, perusahaan mengalami perbaikan kinerja keuangan setelah mengalami restrukturisasi utang namun untuk mempertahankan kondisi keuangan tersebut sangatlah diperlukan terobosan - terobasan pemikiran baru dalam pengelolahannya yaitu product swap transaction ataupun dengan cara tooling. Daftar pustaka : 27 buku teks, 10 jurnal, 7 artikel (2002 - 2003)
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12286
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kukuh Pratama
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang aksi korporasi dalam bentuk restrukturisasi utang sebagai solusi dari penyelamatan prinsip keberlangsungan usaha perusahaan dan dampaknya terhadap struktur kepemilikan perusahaan. Restrukturisasi utang ini dilakukan karena perusahaan telah merugi selama 4 tahun berturut-turut (2011-2014) sehingga mengakibatkan rusaknya arus kas perusahaan secara keseluruhan dan berujung pada gagal bayar seluruh utang beserta bunganya. Untuk menjaga prinsip keberlangsungan usaha dan terhindar dari pailit, perusahaan memutuskan untuk merestrukturisasi semua utangnya yang gagal bayar dengan harapan tetap berlangsungnya operasi perusahaan untuk menghasilkan pendapatan dimasa depan dalam rangka pembayaran kembali utang yang mengalami gagal bayar.
ABSTRACT
This undergraduate thesis discusses about corporate action in the form of debt restructuring as solution for securing the principle of going concern of the company and its impact on shareholder structure of the company. This debt restructuring was conducted due to the losses suffered by the company for 4 years long (2011-2014) also resulting the damage to the overall cash flow and led to the failure to pay all the debts with its interest or known as default. In order to securing the going concern principle, the company decide to restructure all the default debt and hopefully there is a continuity of operation of the company to generate future revenue in order to repay all the default debts.
Universitas Indonesia Fakultas Ekonomi Bisnis, 2016
S62515
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldo Aditya Pratama
Abstrak :
ABSTRAK
Kepailitan maupun jalan restrukturisasi utang menjadi suatu tindakan yang perlu diambil apabila debitur mengalami kesulitan dalam pembayaran utang. Apabila perusahaan tidak melakukannya maka akan timbul wanprestasi atau cacat yang dapat mengakibatkan masalah yang lebih besar bagi kelangsungan hidup perusahaan tersebut di masa yang akan datang. Peraturan Kepailitan meski memberikan citra hukum positif, tetapi dalam prakteknya penyelesaian utang melalui jalan ini berpeluang untuk merugikan debitur maupun kreditur. Alasan sederhananya, dari perspektif pihak debitur sendiri ada kendala sosio psikologis berupa rasa malu yang besar apabila publik mengetahui pihaknya mengadakan penyelesaian utang di pengadilan melalui jalan kepailitan. Dalam hal ini perusahaan yang digugat pailit tentu saja akan dicap sebagai perusahaan yang memiliki masalah keuangan sehingga hal ini dapat mempengaruhi reputasi perusahaan tersebut di mata publik. Hal ini dapat menimbulkan kekisruhan publik manakala perusahaan yang digugat pailit adalah perusahaan yang mengelola kepentingan masyarakat banyak, seperti halnya perusahaan asuransi atau perusahaan pengembang properti. Alternatif upaya penyelesaian penunggakan pembayaran utang yang dapat ditempuh selain melalui langkah kepailitan adalah melalui PKPU atau melalui langkah restrukturisasi utang secara bilateral antara debitur dan kreditur diluar PKPU. Upaya penyelesaian ini tidak diatur secara khusus dalam suatu undang-undang seperti halnya kepailitan dan PKPU yang secara khusus diatur dalam UUK-PKPU. Pada dasarnya skema penyelesaian utang di luar pengadilan ini merupakan suatu bentuk perjanjian bilateral antara debitur dan kreditur yang tunduk hanya pada ketentuan perjanjian secara umum yang diatur dalam KUHPerdata. Yang mana hal ini tidak memberikan kepastian pelaksanaan dan kepastian hukum bagi kedua pihak dalam melaksanakan restrukturisasi utang.
Abstract
Bankruptcy or debt restructuring is one of the necesary actions that need to be taken when debtor faces difficulty on their debt payment. The debt restructuring could prevent the debtor from caused of default or defects to their company which can lead to a bigger problems for the future. The regulation under the bankruptcy law, despite its positive image, but the fact that debt settlement through this kind of procedure has an impact to ruin the whole business of debtor and creditor. From the perspective of the debtor itself, debt settlement under the bankruptcy law has a sosio-psychological problem in the form of a great shame if public find out that the company hold the settlement of debt in bankruptcy. In this case, the company that being sued for bankruptcy would be labeled as a company that has financial problems so this could affect the company's reputation in the public. This could be a trigger to a public chatocic when the sued party is a public company, publicly-listed property developer, or an insurance company. An alternative debt settlement can be taken instead of bankruptcy is through PKPU or bilaterally debt restructuring between debtor and creditor outside the court. This settlement is not regulated specifically in the legislation as well as bankruptcy and PKPU which is specifically regulated under the UUK-PKPU. Basically a debt settlement scheme outside the court is a form of bilateral agreements between the debtor and creditor which is solely regulated under the provisions of general agreement in KUHPerdata. This scheme do not provide the certain kind of execution and legal certainty for both parties on implementing the debt restructuring.
Universitas Indonesia, 2012
S43145
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bramiana Cahya Surya
Abstrak :
This study analyzes the effect of Fiscal Capacity Factors, namely Local Government Revenues (PAD), Personnel Expenses, General Allocation Fund (DAU), Shared Revenues from Central Government (DBH), Other Local Revenues (LP), Poverty Level and Debt Restructuring Policy against Local Government Debt Repayment Performance. Partial Least Square (PLS) method is used to analyze pooled data from 2003 to 2013 to compare the condition of loan performance five years before and five years after the debt restructuring policy of 2008. Panel data consisted of 45 Local Governments following debt restructuring policy. The results show that the Fiscal Capacity Factors and Debt Restructuring Policy simultaneously have significant effects on the Local Government Debt Repayments Performance. On the other hand, fiscal capacity factors, namely PAD, DBH, LP and BP (partially), have a significant effect on the Local Government Debt Repayment Performance, while DAU and poverty level have no affect on Local Government Debt Repayment Performance. The determinant value of R2 = 0,469 indicates the relationship between dependent and independent variables, explaining 46,9% of the models, while the remaining 53,1% is contributed by other variables not explained in this study.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor Kapasitas Fiskal yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Pegawai (BP), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Lain-lain Pendapatan yang Sah (LP), Kemiskinan dan Restrukturisasi Pinjaman terhadap Kinerja Pembayaran Pinjaman Pemerintah Daerah. Teknik analisis dengan Partial Least Square (PLS) menggunakan data panel dari tahun 2003 sampai dengan 2013. Pemilihan data dimaksudkan untuk membandingkan kondisi pinjaman 5 tahun sebelum dan 5 tahun sesudah restrukturisasi pinjaman, dimana kebijakan restrukturisasi pinjaman diimplementasikan tahun 2008. Data panel terdiri dari 45 Kabupaten/ Kota yang memiliki pinjaman dalam restrukturisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kapasitas Fiskal dan Restrukturisasi Pinjaman secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pembayaran Pinjaman Pemerintah Daerah. Secara parsial faktor-faktor Kapasitas Fiskal menunjukkan bahwa PAD, DBH, LP, dan BP berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pembayaran Pinjaman sedangkan DAU dan Kemiskinan tidak berpengaruh terhadap Kinerja Pembayaran Pinjaman. Nilai determinan R2 = 0,469 menunjukkan bahwa hubungan variabel dependen dan independen dalam penelitian ini hanya dapat menjelaskan sebesar 46,9%, sedangkan sisanya sebesar 53,1% merupakan kontribusi dari variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pembendaharaan, 2016
336 ITR 1:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
R Samuel Ryan Pradipta Pranowo
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan merekomendasikan metode restrukturisasi utang yang tepat untuk penyehatan keuangan perusahaan dikarenakan perusahaan mengalami kerugian dalam tiga tahun berturut-turut dari tahun 2013-2015.Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa perusahaan berada pada industri dengan nilai belanja modal tinggi, yang dipicu oleh adaptasi kemajuan teknologi yang sangat cepat. Untuk pembiayaan belanja modal yang tinggi, perusahaan mengandalkan pembiayaan utang, yang sebagian porsinya dalam mata uang asing USD , sehingga perusahaan mengalami transaction exposure akibat currency risk. Dari analisis rasio keuangan dan financial distress, perusahaan tidak berada pada kondisi kesulitan likuiditas dan masih berada pada level di atas financial distress. Sehingga dari beberapa perbandingan metode restrukturisasi utang seperti metode penjadwalan kembali, penataan kembali, persyaratan kembali, dan kontrak lindung nilai. Kontrak lindung nilai direkomendasikan untuk dapat mengurangi transaction exposure perusahaan.Dari pilihan metode kontrak lindung nilai kontrak forward, pasar uang, dan kontrak opsi. Penggunaan metode lindung nilai kontrak forward dapat dipenuhi oleh ketersediaan kas perusahaan, dan berpotensi untuk mengurangi transaction exposure lebih besar dibandingkan metode lindung nilai lainnya, dari kerugian akibat selisih nilai tukar kurs utang USD perusahaan.
ABSTRACT
The objective of this thesis is to recommend the proper method of debt restructuring for the firm PT. Indosat, Tbk because the firm suffered losses in three consecutive years from period of year 2013 2015.From this thesis results, it can be seen that the companies is belong in industry with high capital expenditure spending, which driven by adaptation to rapid technological progress. For high technology spending activities, companies rely on debt financing, which partly is in the portion of foreign currency USD , thus the company suffered due to transaction exposure of currency risk. From the analysis result of financial ratios and financial distress, the company is not in a state of liquidity problems and is at a level above financial distress. Hence from several comparison of debt restructuring methods such as debt reconditoning, debt rescheduling, debt restructuring, and hedging contracts. Hedging contracts is recommended to reduce transaction exposure of the company towards currency riskFrom the several selection of hedging contracts methods such as forward contract, money markets hedge, and options hedge. The use of forward contract hedge could be accommodated by availability of the firm rsquo s cash, and has the biggest potential to reduce transaction exposure compare to other hedge method, from the risk of losses due to the difference in the exchange rate of the firm debt in USD.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arfan Noer Azwad
Abstrak :
Dalam melaksanakan kegiatan restrukturisasi hutang, suatu perusahaan publik dimungkinkan untuk memanfaatkan berbagai instrumen pasar modal yang dianggap paling sesuai dengan keadaan perusahaan publik atau emiten. Salah satu diantaranya adalah dengan melakukan penjualan atas efek bersifat ekuitas baik melakukan penjualan saham, melakukan konversi obligasi dalam penyelesaian restrukturisasi utang, dan/atau melakukan penerbitan waran. Waran yang diterbitkan sebagai bagian suatu skema restrukturisasi Emiten Pasar Modal dalam pembayaran utang tentunya memiliki risiko hukum yang tentunya berdampak kepada para pemegang saham, ataupun kepada Kreditor sebagai pemegang waran.

Melihat pada suatu aksi korporasi emiten pasar modal Indonesia pada akhir tahun 2017 lalu, PT Bakrieland Development, Tbk., melakukan penerbitan sejumlah waran tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu kepada para Kreditornya yang didasari atas adanya Putusan Pengadilan Tinggi (order of court) Singapura. Penerbitan waran tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu seperti itu biasa disebut dengan Naked Warrant dan mengakibatkan risiko hukum, serta melakukan analogi atas celah hukum dalam mengartikan waran sebagai suatu efek bersifat ekuitas. Sehingga waran yang diterbitkan tidak sepenuhnya memenuhi persyaratan penerbitan waran sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, hal mana dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan sekarang ini hanya mengatur pada penerbitan waran yang dilakukan melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu.

Penerbitan waran tanpa melakukan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu yang dilakukan oleh PT Bakrieland Development, Tbk., dapat menimbulkan risiko hukum kepada pemegang saham maupun para pemegang waran (kreditor), yaitu dilusi yang tak terbatas (karena tergantung pada jumlah tagihan yang dikonversi menjadi waran) serta risiko kepada pemegang waran tersendiri yang mendapatkan waran tersebut tanpa melalui mekanisme Penawaran Umum dan para pemegang waran harus berspekulasi untuk harga saham emiten tersebut setidak-tidaknya mencapai nominal harga pelaksanaan waran dalam perdagangan Bursa Efek Indonesia selama masa pelaksanaan waran untuk warannya dapat di exercise.
In carrying out debt restructuring activities, it is possible for a public company to utilize various capital market instruments that are deemed most appropriate to the state of the public company or issuer. One of them is by selling equity securities by selling shares, converting bonds in debt restructuring settlement, and / or issuing warrants. Warrants issued as part of a restructuring scheme of the Capital Market Issuers in debt repayment certainly have legal risks which certainly have an impact on shareholders, or on creditors as warrants.

Looking at the corporate action of the Indonesian capital market issuer at the end of 2017, PT Bakrieland Development, Tbk., Issued a number of warrants without Pre- emptive Rights to its creditors based on the existence of a High Court of Singapore order. Issuance of warrants without pre-emptive rights as known as Naked Warrant results in legal risk, and makes an analogy to legal loopholes in interpreting warrants as an equity effect. So that the warrants issued do not fully meet the warrants issuance requirements as regulated in the Financial Services Authority Regulation, wherein the current Financial Services Authority Regulation only regulates on the issuance of warrants made through Pre-emptive Rights.

Issuance of warrants without pre-emptive rights carried out by PT Bakrieland Development, Tbk., Can pose legal risk to shareholders and warrants (creditors), ie unlimited dilution (because it depends on the number of bills converted into warrants) as well as risks to the individual warrants who get the warrants without going through a Public Offering mechanism and the warrants must speculate that the issuer's share price will at least reach the nominal price of the warrants in the trading of the Indonesia Stock Exchange during the exercise period of the warrants for warrants to be exercised.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T55236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhsan Abi Nubli
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk menemukan metode restrukturisasi hutang terbaik untuk perusahaan dengan nilai ekuitas negatif. Penelitian ini menggunakan metode Debt-to-Equity swap, debt-to-asset swaps, penerbitan convertible bonds dan debt repayment agreement. Hasil simulasi masing-masing metode dibandingkan dengan menggunakan price-to-book value ratio (P/BV) dan debt-to-equity ratio (DER) sebagai ukuran kinerja perusahaan untuk menemukan metode terbaik untuk setiap perusahaan dan industrinya. Perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan publik yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Struktur modal perusahaan yang ideal ditentukan dengan menggunakan algoritma iteratif. Setelah menemukan struktur modal idealnya, perusahaan akan diperlakukan dengan restrukturisasi hutang untuk mencapai struktur modal idealnya. Sebagian besar, perusahaan menunjukkan kinerja yang lebih baik saat menggunakan debt to equity swap dan menerbitkan convertible bonds. Kondisi ini dibuktikan dengan meningkatnya P/BV dan struktur permodalan yang semakin baik dilihat dari nilai DER mereka. Selanjutnya, debt to asset swap lebih baik digunakan pada perusahaan dengan DER tinggi. Sedangkan debt repayment agreement tidak mempengaruhi struktur modal perusahaan dan value perusahaan. ......This paper aims to find the best debt restructuring methods for negative equity firms. This study uses Debt-to-Equity swaps, debt-to-asset swaps, issuing convertible bonds and repayment agreements methodology. The results of the simulation from each method will be compared to their price-to-book ratio and debt-to-equity ratio (DER) to find the best possible method for every firm and their industries. The sample firms are publicly traded firms listed on Indonesia Stock Exchange (IDX). The ideal capital structure of the firms is determined by using an iterative algorithm. After finding their ideal capital structure, firms will be treated by debt restructuring to reach their ideal capital structure. Mostly, firms have better performance while using debt to an equity swap and issuing convertible bonds methods. This condition is proven by increasing their P/BV and their better capital structure as proxies by their DER. Furthermore, debt to asset swap is better to use on firms with high DER. Whilst debt repayment agreement does not affect the firm’s capital structure and its value.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisinis Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eimi Setiawan
Abstrak :
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis rencana restrukturisasi PT Krakatau Steel yang dijalankan akibat kerugian yang dicatat perusahaan sejak tahun 2012. Metode yang digunakan adalah pemodelan keuangan guna melihat keadaan posisi keuangan dan juga untuk memprediksi kemampuan perusahaan untuk tetap beroperasi di periode yang akan datang. Adapun penentu kesehatan perusahaan dilihat melalui rasio keuangannya yaitu likuiditas, solvabilitas, aktivitas, dan profitabilitas. Rasio- rasio keuangan dihitung dari hasil proyeksi laporan keuangan perusahaan. Secara spesifik studi ini ingin memperkenalkan loan life coverage ratio (LLCR) sebagai salah satu penentu kemampuan pembayaran utang perusahaan dengan menggunakan data laporan keuangan perusahaan dan data makroekonomi untuk menentukan asumsi dalam proyeksi keuangan perusahaan. Hanya dengan skenario peningkatan kapasitas dan utilisasi 75% perusahaan dapat memiliki LLCR, current ratio, debt capacity, dan struktur keuangan yang sesuai dengan ketentuan minimal perusahaan untuk beroperasi dengan sehat.
This research is performed to analyze the impact of debt restructuring of PT Krakatau Steel Tbk that was carried due to losses recorded by the company since 2012. Financial modelling method is used to evaluate company’s financial condition and to forecast company’s competencies to keep operating in the future. The determinants are seen through its financial ratios: liquidity, solvency, activity, and profitability which are calculated from the results of projected company financial reports. Specifically this study also wants to introduce loan life coverage ratio (LLCR) as one of the determinants of a company's debt repayment capability using company's financial statements data and macroeconomic data to determine assumptions for the financial projections. In conclusion, only with a scenario of increasing capacity and utilization of 75% a company can comply with the minimum requirements of the LLCR, current ratio, debt capacity, and financial structure.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larassatya
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai konversi utang menjadi saham sebagai salah pola restukturisasi utang yang dapat dipilih oleh perusahan debitor yang tidak dapat menjalankan kewajibannya membayar utang dikarenakan kemampuan operasional dan finansial perusahaan debitor yang kurang baik. Konversi piutang menjadi saham memberikan kesempatan bagi debitor untuk melanjutkan usahanya sekaligus memberikan hak bagi kreditor untuk turut serta dalam menjalankan perusahaan debitor sebagai pemegang saham. Skripsi ini mengupas kasus PKPU PT Argo Pantes Tbk. dan PT Sekar Laut Tbk. yang mengajukan pola konversi utang menjadi saham sebagai cara penyelesaian utang-utangnya dalam Rencana Perdamaian yang diajukan bersama-sama dengan permohonan PKPU dan mengaitkannya kepada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
This thesis discusses the conversion of debt into shares as one restukturisasi patterns that can be selected debt by the debtor company is not can perform obligations due to the ability operational and financial firms that are less good debtor. Conversion receivable into shares provides an opportunity for the debtor to continue its efforts as well as giving the right of creditors to participate and in running the debtor company as shareholders. Thesis examines the case of PT Argo Pantes PKPU Tbk. and PT Sekar Laut Tbk. the proposed pattern of debt conversion into shares as a way debt settlement in the Peace Plan proposed together with the application and link it to PKPU provisions of applicable laws.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S24964
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>