Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Toni Abdul Wahid
Abstrak :
Tekanan publik Ameriika terutama kalangan LSM dan kelompok konsumen akibat tuduhan pelanggaran HAM terutama eksploitasi buruh sejak tahun 90-an membuat banyak perusahaan multinational termasuk Gap membuat barikade melalui pelaksanaan Code of Conduct. Code of Conduct adalah satu set aturan dan etika bisnis yang memuat aspek-aspek dasar hak asasi manusia khususnya dalam bidang perburuhan seperti yang harus diikuti oleh setiap vendor, pabrik, atau subkontraktor sebagai prasyarat untuk melakukan transaksi bisnis. Isi Code of Conduct terdiri dari penghormatan terhadap hukum setempat, pembatasan jam kerja, larangan penggunaaan buruh paksa dan buruh anak, kebebasan berserikat, pembayaran upah minimum, kesehatan dan keselamatan kerja, kebijakan non-diskriminasi. Banyak pihak yang melihat bahwa Code of Conduct merupakan bagian dari startegi kehumasan semata. Oleh karena itu tujuan penelitian yang menggunakan metode studi kasus ini adalah untuk melihat pelaksanaan Code of Conduct sebagai upaya public relations dalam menghadapi tekanan dari publik terutama dari kalangan LSM seperti aktivis HAM, gerakan buruh, konsumen, pelajar dan mahasiswa. Masalah yang diidentifikasi dalam thesis ini adalah kegiatan public relations melalui penerapan Code of Conduct termasuk bagaimana perusahaan Gap sebagai suatu institusi bisnis melakukan aktivitas HAM perburuhan. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagai insitusi bisnis ternyata menunjukan bahwa Code of Conduct bukan semata-mata berfungsi sebagai alat PR, namun lebih jauh telah dilaksanakan secara sungguh-sungguh yang diperlihatkan dengan kerjasama berbagai LSM dan pemutusan hubungan bisnis dengan partner bisnisnya yang melakukan pelanggaran isi dari Code of Conduct. Many multinational company like Gap, due to growing pressure from American public particularly from non-government organizations and consumer group on human rights violations has created their own Code of Conduct. This voluntary business ethic comprised of a set of rule of basic labor rights as a compulsory measurements for each business partner e.g. vendors, factories, and subcontractors, as a condition to engage business transaction with Gap. Code of Conduct covers a full compliance with the laws of their respective countries, stipulating among others limitation of working hours, the prohibition of forced and child labor, minimum wage, workers health and safety, non-discriminatory policy, etc. Outside parties such as NGO's tend to see that this constitutes of public relations spin, hence the purpose of this research which using case study is to identify the implementation of Code of Conduct under the pressure from labor and human rights movement. Key issues in this thesis is to investigate whether or not there was a deliberate attempts to use the Code of Conduct as public relations gimmick amid a business environment. The research result revealed that COC is not merely a public relations tool as there were many actual engagement with various non-government organizations and the termination of business relationships with its business partners due to Code of Conduct violations.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11088
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Rubencius Prabowo
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti apakah whistleblowing system dan kode etik berpengaruh terhadap jumlah kasus fraud yang dilaporkan, dan apakah dewan komisaris dan komite audit dapat memperkuat pengaruh whistleblowing system dan kode etik terhadap jumlah kasus fraud yang dilaporkan. Penelitian ini menggunakan sampel data perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode observasi tahun 2012-2016. Metode penelitian menggunakan analisis regresi panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa whistleblowing system berpengaruh positif terhadap jumlah kasus fraud yang dilaporkan, sementara kode etik berpengaruh negatif terhadap jumlah kasus fraud yang dilaporkan. Dewan komisaris yang berkualitas dapat memperkuat pengaruh whistleblowing system terhadap jumlah kasus fraud yang dilaporkan, namun tidak memperkuat pengaruh kode etik terhadap jumlah kasus fraud yang dilaporkan. Sementara itu, komite audit yang berkualitas tidak dapat memperkuat pengaruh whistleblowing system dan kode etik terhadap jumlah kasus fraud yang dilaporkan. Disarankan dewan komisaris untuk melaksanakan peran pengawasannya dengan efektif dalam rangka meningkatkan efektifitas whistleblowing system.
ABSTRACT
This study aims to determine whether the whistleblowing system and code of ethics affect the number of reported fraud cases, and whether the board of commissioners and the audit committee can strengthen the influence of whistleblowing systems and codes of conduct on the number of reported fraud cases. In testing the hypothesis, this study uses a sample of banking company data listed on the Indonesia Stock Exchange with the observation period of 2012 2016. The research method used panel regression analysis. The results showed that the whistleblowing system had a positive effect on the number of reported fraud cases, while the code of ethics had a negative effect on the number of reported fraud cases. A qualified board of commissioners may strengthen whistleblowing influence on the number of reported fraud cases, but do not reinforce the effect of the code on the number of reported fraud cases. Meanwhile, qualified audit committees can not reinforce the influence of whistleblowing systems and codes of conduct on the number of reported fraud cases. It is recommended that the board of commissioners perform their supervisory role effectively in order to improve the effectiveness of the whistleblowing system.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elfilia Angelina
Abstrak :
Kode Etik dan Perilaku merupakan aspek penting yang menjadi pedoman bagi perusahaan. Makalah ini mengevaluasi penerapan Kode Etik dan Perilaku di Commonwealth Bank Australia. Makalah ini akan membahas pelanggaran Kode Etik serta implikasinya terhadap bank, pentingnya inisiatif Tata Kelola Teknologi Informasi (TI) dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) terkait dengan Kode Etik dan Perilaku bank, dan peran bank sebagai salah satu penandatangan United Nation Global Compact.
Code of Conduct and Ethics is an important aspect that act as guidelines for company. This paper evaluates the application of Commonwealth Bank Australia Code of Conduct and Ethics. This paper will cover Code of Conduct and Ethics breaches as well as their implication to the bank, the importance of Information Technology (IT) Governance and Corporate Social Responsibility (CSR) initiatives related to the bank Code of Conduct and Ethics, and the bank’s role as one of the United Nation Global Compact Signatory.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Fakhrul Arifin
Abstrak :
Kode etik merupakan suatu hal mendasar yang sangat dibutuhkan dalam berbagai hal di kehidupan, tidak terkecuali di lingkungan kerja dalam sebuah perusahaan . Tesis ini akan membahas tentang analisa singkat terhadap kode etik di Commonwealth Bank of Australia. Secara umum, saya akan menjelaskan terkait kepemilikan saham di Commonwealth Bank, pelanggaran terhadap kode etik di Commonwealth Bank dalam 5 tahun terakhir, hubungan Commonwealth Bank dengan UNGC, dan implmentasi CSR di Commonwealth Bank of Australia. ......Code of Conduct and Ethics is a fundamental thing that is needed in various aspect in life, including in company’s work environment. This thesis will discuss a brief analysis on Commonwealth Bank code of conduct and ethics. Generally, i will explain the share ownership portion in Commonwealth Bank of Australia, violations of code of conduct and ethics in the last 5 years, Commonwealth Bank’s relationship with UNGC, and CSR implementation in the Commonwealth Bank of Australia.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
This article discusses issues among Indonesian psychologists.....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Anggraeni Suryana
Abstrak :
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, mengatur pada Pasal 3 bahwa seorang Notaris dan PPAT adalah salah satu pihak pelapor apabila ada transaksi yang dianggap mencurigakan, karena profesi notaris dan ppat sering kali jasanya digunakan oleh para pelaku tindak pidana pencucian uang untuk memuluskan kegiatan mereka, berdasarkan ketentuan ini Notaris dan PPAT yang mengetahui terjadinya tindak pidana pencucian uang wajib melaporkan tindak pidana itu ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK . Sesuai ketentuan Pasal 4 PP tersebut, Notaris dan PPAT wajib menerapkan prinsip lsquo;mengenal pengguna jasa rsquo;. Terkait permasalahan ini, dimana notaris dan ppat sebagai sebuah profesi yang memberikan jasa yang salah satunya adalah membuat akta diantara para pihak sangat dimungkinkan untuk menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa, namun fakta hukum menunjukkan bahwa di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik dan di dalam Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah tidak ada satu pasal pun yang membahas mengenai prinsip pengguna jasa, meskipun ada kemungkinan Notaris dan PPAT akan berhadapan dengan pihak yang melakukan transaksi dengan sumber dana berasal dari tindak pidana pencucian uang. Namun jika ditinjau peran Notaris sebagai sebagai pejabat umum yang mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk menuangkan kehendak atau keinginan mereka ke dalam bentuk akta autentik adalah suatu jabatan kepercayaan, dan PPAT selaku pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, oleh karena itu Notaris dan PPAT harus mempunyai harkat dan martabat yang tinggi karena harus menyimpan rahasia, menuangkan kehendak mereka dengan amanah, jujur, seksama, mandiri dan tidak berpihak sehingga dapat mencegah terjadinya sengketa perselisihan diantara para pihak.Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, mengatur pada Pasal 3 bahwa seorang Notaris dan PPAT adalah salah satu pihak pelapor apabila ada transaksi yang dianggap mencurigakan, karena profesi notaris dan ppat sering kali jasanya digunakan oleh para pelaku tindak pidana pencucian uang untuk memuluskan kegiatan mereka, berdasarkan ketentuan ini Notaris dan PPAT yang mengetahui terjadinya tindak pidana pencucian uang wajib melaporkan tindak pidana itu ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK . Sesuai ketentuan Pasal 4 PP tersebut, Notaris dan PPAT wajib menerapkan prinsip lsquo;mengenal pengguna jasa rsquo;. Terkait permasalahan ini, dimana notaris dan ppat sebagai sebuah profesi yang memberikan jasa yang salah satunya adalah membuat akta diantara para pihak sangat dimungkinkan untuk menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa, namun fakta hukum menunjukkan bahwa di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik dan di dalam Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah tidak ada satu pasal pun yang membahas mengenai prinsip pengguna jasa, meskipun ada kemungkinan Notaris dan PPAT akan berhadapan dengan pihak yang melakukan transaksi dengan sumber dana berasal dari tindak pidana pencucian uang. Namun jika ditinjau peran Notaris sebagai sebagai pejabat umum yang mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk menuangkan kehendak atau keinginan mereka ke dalam bentuk akta autentik adalah suatu jabatan kepercayaan, dan PPAT selaku pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, oleh karena itu Notaris dan PPAT harus mempunyai harkat dan martabat yang tinggi karena harus menyimpan rahasia, menuangkan kehendak mereka dengan amanah, jujur, seksama, mandiri dan tidak berpihak sehingga dapat mencegah terjadinya sengketa perselisihan diantara para pihak. ......Government Regulation No. 43 Year 2015 concerning the Reporting Party in the Prevention and Eradication Criminal Act of Money Laundering is the form of the Regulations of Law Constitution No. 8 Year 2010 on the Prevention and Eradication Criminal Act of Money Laundering, set in Article 3 that the Notary and Land Deed Official are both of the complainant if there is a transaction that considered as suspicious, because the Notary and Land Deed Official often widely use by the perpetrators to expedite their activities, by this provision the Notary and Land Deed Official who knows the activities have obligation to report the criminal act to Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center INTRAC .According to the provision Article 4 in the Government Regulation, the Notary and Land Deed Official must be applying the lsquo Know Your Customer rsquo principle.Related to this issue, which the Notary and Land Deed Official as a profession that provide services, which one of it is to create a deed between the parties, lsquo Know Your Customer rsquo principle is highly applicable. However, legal facts show that in the Law of Position of Notary, Code of Conduct and in Government Regulation of Position of Land Deed Official none of single article that discussed the Customer Principle, although there are some possibilities that the Notary and Land Deed Official will be dealing with the parties to a transaction with funds derived from money laundering.However, Notary role as a public official who receive a trust from community to express their will and desire into authentic deeds is a position of trust, and Land Deed Official as public official to create land transfer and security deeds in accordance with the law made authentic deeds, therefore the Notary and Land Deed Official must have the very high dignity to keep the confidential matters, express their will and desire with trustworthy, honest, thorough, independent, impartial to prevent disputes between the parties.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T47122
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Raga Anomi
Abstrak :
ABSTRAK
Kegiatan Code of Conduct merupakan suatu program peningkatan budaya organisasi yang bertujuan untuk menumbuhkan budaya organisasi dengan tiga konsep utama sebagai pedoman perilaku PLN yang berupa Prinsip (Belief), Pikiran (Values) dan Perbuatan (Behavior). Kehadiran teknologi Code of Conduct berbasis aplikasi Komando pada organisasi PT. PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jawa Bagian Barat menggantikan bentuk Code of Conduct Manual. Praktis, seluruh pegawai wajib mengimplementasikan Code of Conduct berbasis aplikasi ini. Namun pada penerapannya, tidak semua pegawai memahami fitur aplikasi Komando. Melalui pendekatan budaya organisasi dan adopsi inovasi, penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi dan menganalisis bagaimana implementasi dari pelaksanaan Code of Conduct melalui penggunaan aplikasi Komando. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan metode in-depth interview dan observasi langsung pada pelaksanaan Code of Conduct maupun pada pegawai dan pengelola fungsi Sumber Daya Manusia PT. PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jawa Bagian Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penimplementasian budaya organisasi melalui aplikasi Komando tidak serta merta menjadi media dalam penguatan budaya organisasi. Hal ini dikarenakan dalam praktiknya banyak kegiatan Code of Conduct yang masih bersifat normatif, dimana pegawai menggunakan aplikasi ini sebagai suatu tanggung jawab dan kewajiban moral sebagai pegawai. Bukan karena kesadaran diri dalam mendukung penguatan identitas organisasi.
ABSTRACT
The Code of Conduct activity is an organizational culture improvement program that aims to foster organizational culture with three main concepts as guidelines for PLN behavior in the form of principles (Belief), Thoughts (Values) and Actions (Behavior). The presence of Code of Conduct technology based on Komando application in the PT. PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jawa Bagian Barat replace the Manual Code of Conduct. Practically, all employees must implement this application-based Code of Conduct. But in reality, not all employees understand Komando application features. Through the approach of organizational culture and adoption of innovation, this research aims to explore information and analyze how the implementation of the Code of Conduct through the use of the Komando application. This study uses a qualitative method using the method of in-depth interviews and direct observation on the implementation of the Code of Conduct as well as on employees and managers of the Human Resources function of PT. PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jawa Bagian Barat. The results showed that the implementation of organizational culture through the application of Komando did not necessarily become the only media in strengthening organizational culture. This is happened because in practice many employees though that Code of Conduct activities are just normative, where employees use this application as a moral responsibility and obligation as an employee. Not because of self-awareness in supporting the strengthening of organizational identity.
2020
T55404
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Rotua Priscilla
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis peran dari audit internal dalam memastikan efektivitas code of conduct serta meningkatkan good corporate governance pada salah satu BUMN di Indonesia, yaitu PT Sucofindo. Berdasarkan literatur serta fungsi Satuan Pengawasan Intern SPI PT Sucofindo, terdapat salah satu fungsi audit internal yaitu memastikan efektivitas penerapan code of conduct perusahaan. Audit internal juga ikut berupaya dalam meningkatan good corporate governance melalui risk based internal audit, quality assurance improvement program, serta hubungan dengan Komite Audit. Hasil dari penelitian penulis menunjukkan bahwa SPI PT Sucofindo tidak berperan dalam memastikan efektivitas penerapan code of conduct. Namun, SPI PT Sucofindo berperan dalam meningkatkan good corporate governance melalui faktor-faktor pendukung keberhasilan SPI PT Sucofindo yang sudah cukup baik serta fungsi pengawasan internal perusahaan.
ABSTRACT
This research was conducted to analyze the role of internal audit in ensuring the effectiveness of code of conduct and improving good corporate governance in one of state owned enterprises in Indonesia, namely PT Sucofindo. Based on the literature and function of Satuan Pengawasan Intern SPI of PT Sucofindo, there is one function of internal audit that is to ensure the effectiveness of application of company code of conduct. Internal audits also work in improving good corporate governance through risk based internal audit, quality assurance improvement programs, and relationships with the Audit Committee. The result of the research indicates that SPI PT Sucofindo has no role in ensuring the effectiveness of code of conduct implementation. However, SPI PT Sucofindo plays a role in improving good corporate governance through the success factors of the success of SPI PT Sucofindo and internal control function.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heni Hamidah
Abstrak :
Konflik Laut China Selatan merupakan salah satu bentuk baru ancaman keamanan pasca perang dingin di wilayah Asia Tenggara. Konflik ini melibatkan enam negara sebagai pengklaim secara langsung. Hal ini disebabkan lokasi strategis Laut China Selatan dan potensi yang terkandung didalamnya. Mengingat langkah untuk menyelesaikan konflik ini perlu waktu panjang karena rumitnya permasalahan, maka diperlukan upaya yang bisa tetap menjaga kawasan tetap aman hingga terselesaikannya permasalahan klaim wilayah ini. Salah satu upaya untuk mengelola konflik tersebut adalah dengan peningkatan saling percaya (CBMs). Konsep CBMs yang dikembangkan di Asia Pasifik, adalah konsep CBMs yang unik dimana keamanan dimengerti secara konprehensif meliputi aspek militer dan non-militer. CBMs umumnya dimengerti secara longgar yang meliputi segala upaya formal dan informal pada tingkat unilateral, bilateral atau pun multilateral yang ditujukan untuk mencegah eskalasi konflik atau menyelesaikan ketidak pastian. CBMs yang dikembangkan di LCS tidak hanya terbatas pada CBMs standard yaltu melalui komunikasi, transparansi, constraint measures dan declaratory measures yang umumnya menyangkut bidang politik dan militer, tetapi mencakupkan kerjasama dalam bidang-bidang ekonomi, sosial, lingkungan hidup dan lain-lainnya. Perundingan untuk pengelolaan dan upaya pencarian penyelesaian damai konflik Laut China Selatan, sejauh ini baru pada tahap disepakatinya suatu non-legally binding code of conduct antara ASEAN dengan China dengan ditandatanganinya Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea pada KTT ASEAN China, 4 November 2002 di Phnom Penh, Kamboja. ASEAN sejak awal menginginkan dikeluarkannya suatu legally-binding code of conduct for the South China Sea, namun karena adanya berbagai kepentingan yang saling tarik menarik, untuk sementara baru dihasilkan suatu 'perjanjian sementara' berupa deklarasi yang akan dijadikan sebagai 'aturan main' dalam senketa di LCS. Berdasarkan uraian diatas penulis melakukan suatu penelitian untuk mengetahui faktor apakah yang meyebabkan ketidakberhasilan ASEAN untuk menghasilkan suatu legally-binding code of conduct in south china sea, dan akan dikaji lebih jauh bagaimana mekanisme CBMs yang telah dibentuk melalui Declaration on the conduct to parties in the South China Sea ini dapat mengelola konflik Laut China Selatan dengan cara mengubah potensi konflik menjadi potensi kerjasama yang efektif. Untuk membahas pokok permasalahan dalam penulisan ini digunakan pendekatan CBMs yang akan dijabarkan sebagai definisi konseptual dan definisi operasional menjadi asumsi-asumsi dalam kerangka analisis. Metode penelitian yang digunakan bersifat Deskriptif Analitis yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa hal-hal yang ada sehingga hasil penlitian dari data-data yang telah diperoleh dapat memberikan dukungan yang kuat terhadap teori atau konsep yang digunakan dalam penulisan ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak berhasilnya ASEAN merumuskan suatu legally-binding code of conduct disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. Keberadaan ASEAN yang lebih banyak 'dikendalikan' oleh kekerasan pendirian China yang selalu menegaskan bahwa kedaulatannya di LCS adalah sesuatu yang tidak dapat diganggu-gugat. 2. Penegasan China yang hanya akan menyepakati suatu non legally-binding code of conduct dan membatasi pada isu Spratly serta memfokuskan pada dialog untuk memelihara stabilitas dikawasan dengan pengembangan kerjasama dan tidak membahas masalah yurisdiksi kedaulatan. 3. China menunjukkan kemampuannya untuk mengkontrol negosiasi seputar konflik territorial tersebut dengan menjalin jaiur bilateral yang telah menghasilkan bilateral code of conduct. 4. Posisi tawar ASEAN yang lemah karena adanya perbedaan pandangan dikalangan ASEAN sendiri. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penandatanganan dokumen tersebut merupakan kemajuan dari upaya CBMs antara ASEAN dan China yang tengah dibangun selama ini, mengingat selama ini China hanya menginginkan pembahasan sengketa secara bilateral dan menolak segala bentuk internasionalisasi sengketa. Sebagai langkah awal deklarasi tersebut telah membawa negara-negara yang terlibat khususnya untuk memberikan komitmen dan pernyataan sikap bersama untuk menyelesaikan masalah sengketa di LCS secara damai. Deklarasi ini juga dapat dijadikan pendukung bagi pelaksanaan kerjasama yang telah dirintis melalui Workshop on Managing Potential Conflict in the South China Sea dan starting point untuk pembentukan suatu legally-binding code of conduct. Daftar Pustaka : 24 Dokumen + 16 Buku + 23 Artikel + 3 Paper Diskusi/Seminar + 2 Disertasi + Internet
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12160
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daramintha Wulan Marisca
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai adanya seseorang yang mengaku sebagai Notaris Pengganti dari Notaris yang masih aktif dimana orang yang bersangkutan menggunakan nomor Surat Ketetapan pengangkatan palsu dalam membuat akta Hal ini tentu sangat merugikan masyarakat selaku pengguna jasa dari orang yang bersangkutan karena akta yang dibuat oleh orang yang bersangkutan menjadi akta yang tidak otentik dan tindakan hukum yang tertuang didalamnya ikut batal terkait hal tersebut tentu kita dapat melihat peranan Notaris yang namanya digunakan oleh orang yang bersangkutan terutama jika Notaris tersebut mengetahui penggunaan namanya dan tidak melakukan tindakan apapun atau bahkan bekerja sama dengan orang tersebut maka ia dapat dikenakan pasal 55 Kitab Undang Undang Hukum Pidana mengenai turut serta sanksi berdasarkan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan sanksi dari segi Kode Etik karena telah berperilaku tidak sesuai dengan ketentuan Oleh karenanya seorang Notaris dalam melaksanakan jabatannya harus patuh kepada ketentuan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris terutama untuk selalu menjunjung tinggi harkat dan martabat Notaris Kata kunci Notaris Notaris Pengganti Kode Etik Notaris
ABSTRACT
This thesis discuss the existence of someone who is claimed to be a Substitute Public Notary while The Public Notary is still active Which the person concerned is alleged to be using false numbers Decree in making deed It is certainly very detrimental to the public as costumers of the Public Notary that uses their services are concerned that the deeds are not authentic and legal actions contained were null and void it is unauthorized certainly to those as we can see that role of a Public Notary whose name were used by people alleged especially the Public Notary knows that her legal name were used and does not do anything about it or even cooperated with those unauthorize d subtitute Public Notary if it so then the Notary public can be subject to article 55 of the Criminal Law Code about participating sanctioned by law No 30 Year 2004 about Notary title and sanctions in terms of the Code because it has not inapropriate in accordance with the provisions Therefore a Notary Public in carrying out his must obey the provisions of Law No 30 Year 2004 concerning Notary and Code of Conduct a Notary primarily to always uphold the dignity of a Notary
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>