Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Renata Pertiwi Isadi
Abstrak :
Fokus penelitian ini untuk mengkaji pemaknaan nilai-nilai Bushido pada perempuan Jepang dalam Rurouni Kenshin (2012) dan Myu no Anyo Papa ni Ageru (2008). Kedua film merepresentasikan nilai-nilai Bushido dan kehidupan perempuan Jepang. Maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana representasi praktik signifikasi nilai-nilai Bushido pada perempuan Jepang dalam kedua film tersebut? Peneliti menggunakan semiotika Barthes untuk menjawab pertanyaan tersebut. Terdapat tujuh temuan yang dihasilkan, yakni integritas (Gi), pengasih (Jin), keberanian (Yu), penghormatan (Rei), kejujuran (Makoto), martabat (Meiyo) dan kesetiaan (Chungi).
Jakarta: Lembaga Riset Univ Budi Luhur, 2014
384 COM 5:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Wibawarta
Abstrak :
Bushido is most often translated as the way of the warrior caste in Japan. Bushi refers to warriors in feudal Japan while do means several things including: the correct way, the path, or the road. Another interpretation of Bushido could be the way of preserving peace through the use of force. Bushido comes out of Buddhism, Confucianism, and Shintoism. The combination of these schools of thought and religions has formed the code of warrior values known as Bushido. A key to our understanding of how the concepts of Bushido fit into Japanese modern lives is to understand the historical and societal aspects of Bushido. Today, this meaning can be modernized to include minimizing violent conflict. The code of Bushido, the Samurai's code of honor, upholds loyalty, discipline, total dedication, honor and valor, and numerous examples of these elements can be witnessed today or in recent history.
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2006
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mirdina Muchtadi
Abstrak :
ABSTRAK
Musik rap yang berasal dari budaya HipHop sebagai bagian dari budaya populer merupakan ajang untuk berekspresi bagi anak muda di Jerman. Keberadaan Bushido dan penyanyi-penyanyi rap Jerman lain yang multikultural dan sukses besar dalam industri musik dapat dikatakan sebagai fenomena budaya populer. Melalui dua lagunya Bravo Cover dan Alles Wird Gut, Bushido memperjelas identitasnya sebagai penyanyi rap non Jerman. Dalam skripsi ini, proses konstruksi identitas Bushido dalam arena budaya populer yang hegemonik dilihat berdasarkan skema circuit of culture yang menganalisis lima aspek, yaitu representasi, identitas, produksi, konsumsi dan regulasi.
ABSTRACT
Rap music, having its roots in the hiphop culture as part of popular culture, is a site where german teenagers can express themselves. Bushido's existence and that of other german rappers who are multicultural and very successful in the music industry, can be called as popular culture phenomenon. Through two of his songs Bravo Cover and Alles Wird Gut, Bushido shows his identity as a non german rapper. In this bachelor thesis, the construction process of Bushido's identity in the arena of hegemonic popular culture is based on the "circuit of culture" scheme which analyses five aspects: representation, identity, production, consumption and regulation.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S455
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Astuti
Abstrak :
Yulia Astuti. Abstrak sbb. Bellah mendefinisikan religi sebagai sikap-sikap dan tindakan manusia dalam menjawab ultimate concern (keprihatinan mendasar) Ultimate concern tersebut berkaitan erat dengan ultimate value( nilai-nilai mendasar). Bellah membagi fungsi religi menjadi 2 bagian, yaitu: memberikan penjelasan yang memadai terhadap ultimate concern sehingga individu-individu yang mengalaminya dapat tetap hidup diatas ultimate concern tersebut. Fungsi lainya adalah sebagai landasan moralitas bagi masyarakat. Bellah mengkategorikan Bushido dan Hotoku sebagai suatu religi. Bushido adalah pedoman atau tuntunan hidup kaum samurai dan Hotoku sebagai suatu religi. Bushido adalah pedoman atau tuntunan hidup kaum samurai sedang Hotoku adalah suatu gerakan etika kaum tani yang dipelopori oleh Ninomiya Sontoku. Gerakan ini ditandai dengan didirikannya asosiasi-asosiasi pemberian kredit, yang dikenal dengan Hotokukai. Keduanya dimasukkan sebagai suatu religi karena keduanya dianggap mampu memberikan penjelasan terhadap ultimate concern dan menjadi landasan moralitas. Tentunya kedua hal tersebut terbatas bagi kelasnya masing-masing. Zaman tokugawa adalah suatu rentangan masa yang ditandai dengan sistem pembagian kelas masyarakat yang dikenal dengan Shi-no-ko-sho ( samurai-petani-pengrajin-pedagang). Pembagian kelas tersebut menyebabkan masyarakat pada saat itu menjadi begitu kompleks. Kompleksitas ini, menurut Bellah membuat masyarakat tokugawa dicekam suatu kegelisahan. Sehingga masalah dari samurai, petani, pengrajin dan pedagang berbeda-beda dan aspek religi merekapun beragam.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S13902
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Christijani Kartika Wahyuni
Abstrak :
ABSTRAK
Pembahasan mengenai kebudayaan Jepang dengan menelaah karya tulis berjudul Hagakure yang berisi pemikiran Yamamoto Tsunetomo tentang kaum samurai pada abad 18. Tujuannya adalah untuk memahami bentuk nilai-nilai ideal bushi dan pandangan atau pemikiran Tsunetomo mengenai bushido.

Pengumpulan data dilakukan dengan melalui penelitian kepustakaan, yaitu dengan menelusuri bahan bacaan atau buku-buku yang diperoleh terutama dari perpustakaan umum Saga (Jepang), perpustakaan Pusat kebudayaan Jepang bahan-bahan rujukan dari koleksi pembimb ing.

Kesimpaiannya menunjukkan bahwa hagakure tercipta dengan adanya kerinduan Tsunetomo untuk menghidupkan kembali nilai-ni1ai ideal bushi yang dianggapnya serta didapatinya telah mulai memudar dari penghayatan para samurai pada umumnya, akibat perubahan suasana jaman .
1990
S13723
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Etos hidup masyarakat Jepang sebagai bambu runcing untuk korupsi / Kadek Sri Adi Putri -- Cerita fiksi youkai sebagai cerminan kehidupan masyarakat Jepang / Rima Nurul Lathifah -- Wakon-yosai, semangat perbaikan e-generation Indonesia / Hasan -- Jepang dan warisan spirit samurai / M. Najibur Rohman -- Karakter positif bangsa Jepang / William Prathama Nugraha -- Gigih agar bersih / M. Ekazaki Kurnia -- Gempa dan shippaigaku Jepang / Idea Suciati -- Bushido, sebuah transformasi nilai karakter bangsa melalui jalan hidup samurai / Akmal -- Memetik seribu hikmah dari negeri Sakura / Dewi Oktavia -- Kiprah pop culture Jepang di Idnonesia / Kharizma Ahmada.
Jakarta: Japan Foundations, 2009
895.66 JAP p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Putra Surya Wardhana
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan propaganda ideologi bushido pada film berjudul Djagalah Tanah Djawa yang diterbitkan pada masa pendudukan Jepang. Jepang memiliki keterbatasan sumber daya alam dan manusia untuk menghadapi Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya. Jawa dipandang sebagai wilayah yang mampu memenuhi kebutuhan Jepang. Propaganda diperlukan agar ideologi bushido dapat diinternalisasi kepada penduduk Jawa. Permasalahan yang dibahas meliputi bentuk ideologi yang dipegang teguh oleh masyarakat Jepang; fungsi propaganda Jepang di Jawa; dan makna ideologi yang direpresentasikan film propaganda Djagalah Tanah Djawa pada masa pendudukan Jepang. Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Penelitian menunjukkan ideologi memengaruhi seluruh pandangan hidup dan praktik sosial masyarakat Jepang, apalagi pada masa Perang Asia Timur Raya. Ideologi ini dimasukkan dalam film propaganda Djagalah Tanah Djawa. Fungsinya adalah untuk menarik hati penduduk Jawa agar bersedia mengikuti program Jepang. Makna yang ingin disampaikan adalah kemenangan atas penjajahan Sekutu hanya dapat diraih jika penduduk Jawa berkorban dan bekerja sama dengan Jepang demi mewujudkan “Jawa Baru”. Dengan demikian, Jepang dapat mendominasi alam sadar dan ketidaksadaran penduduk Jawa.
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2021
900 HAN 5:1 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Latifah E. Kusrini
Abstrak :
Apabila kita memandang helai uang 5.000 yen Jepang, tertera di sana wajah ilmuwan Jepang bernama Inazo Nito_be. la dilahirkan pada tahun 1862 di kota Morioka, kabu_paten Iuate, Jepang bagian utara dan meninggal pada tahun 1933 di kota Victoria, Kaneda. Nitobe adalah seorang ilmuuan dan negarawan yang di kenal sebagai Bapak Liberaliame Jepang. Setelah me_nyelesaikan pendidikan ilmu pertanian di SaDooro (Jepang Utara), memperdalam bidang kesusasteraen Inggria, keuangan dan statiatik pada tahun 1883 di Universitas Tokyo. Pada waktu itulah, ia bertekad untuk menjadi 'jembatan' antara Jepang dengan dunia Barat. Di tahun 1884, Nitobe mangunjungi Amerika Serikat, kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas John Hopkins dan beberapa universitas lainnya di Jerman.. Ia juga merupakan salah seorang Profesor Jepang yang pertama kali dikirim pemerintahnya ke Amerika (Universitas Brown, 1911-1912) setelah Jepang menghapuskan politik Sakoku atau politik menutup diri dari hubungan dunia in_ternasional. Pada tahun 1897 Nitobe menulia hasil karyanya yang terkenal, yaitu 'Bushido' (Semangat Bushi ). Sejak tahun 1919 sampai tahun 1926, ia mengabdi pada Liga Banosa Bangsa, dan setelah itu berkecimpung di Institut Hubungan Masalah Politik sebagai ketuanya. Karena jasanya dalam memperkenalkan Jepang kepada dunia Barat itulah, maka tokoh Nitobe diabadikan oleh pe_merintah Jepang pada helai mata uang 5.000 Yen. Karya Ni_tobe yang berjudul 'Bushido' ini mengalami cetak ulang beberapa kali, dan ini menandakan bahwa buku tersebut cu_kup penting untuk diketahui oleh orang-orang yang ingin mempelajari atau memperdalam pengetahuannya tentang Je_pang. Oleh karena itulah penulis menganggap penting pemi_kiran Nitobe ini dan mengambil tema 'Pemikiran Bushido Menurut Nitobe' pada skripsi ini
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S13726
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Wardani
Abstrak :
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Betakang Masalah
Kesusastraan merupakan ekspresi atau pernyataan kebudayaan yang mencerminkan sistem sosial, kekerabatan, ekonomi, pendidikan, poiitik, kepercayaan yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan. Berbicara mengenai kesusastraan suatu bangsa berarti juga mellihat kebudayaan yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kesusastraan merupakan bagian dari kebudayaan (Atar Semi, 1989:5).

Kebudayaan merupakan jaringan makna yang dikembangkan oleh manusia dalam beradaptasi terhadap lingkungannya. Selanjutnya dijelaskan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang semiotik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan tanda, dan lambang, yang ada di dalam kehidupan masyarakat dan dikenal oleh khalayak yang bersangkutan. Lambang sebagai sesuatu yang perlu dipahami maknanya dan dapat dibagikan kepada warga masyarakat dan diwariskan kepada keturunannya. Di samping itu, kebudayaan pun merupakan sistem lambang Bahasa (Geertz,1992:5;; Semi,1989:2).

Kesusastraan dapat juga dikatakan sebagai suatu sistem lambang, bukan hanya karena kesusastraan itu menggunakan bahasa, melainkan karena kesusastraan dapat melambangkan kehidupan manusia. Dengan demikian, terdapat suatu keterkaitan antara kesusastraan dan kebudayaan yang diciptakan oleh suatu kelompok masyarakat. Hal itu sesuai dengan pendapat A.W.Wijaya yang berikut:

Masyarakat adalah sekelompok orang yang mempunyai identitas diri yang membedakan dengan kelompok lain dan hidup dalam wilayah atau daerah tertentu secara tersendiri. Kelompok ini baik sempit maupun luas mempunyai ikatan perasaan akan adanya persatuan di antara anggota kelompok dan menganggap diri berbeda dengan kelompok-kelompok lain. Mereka memiliki norrma norma, ketentuan-ketentuan, dan peraturan-peraturan yang dipatuhi bersama sebagai suatu ikatan. Perangkat dan pranata tersebut dijadikan pedoman untuk memenuhi kebutuhan kelompok dalam arti seluas-luasnya. (Wijaya, 1986:6).

Sehubungan dengan pandangan di atas, dalam tulisan ini akan melihat salah satu kelompok orang yang ada di dalam masyarakat Jepang pada era Tokugawa yaitu kelompok samurai. Kelompok masyarakat samurai yang dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan bushi. Bushi adalah golongan masyarakat yang apabila dilihat dari sistem penggolongan pada era Tokugawa, (zaman Edo) memiliki kedudukan yang paling tinggi. Penggolongan tersebut lebih dikenal dengan sebutan Shi No Ko-Sho (Bushi/samurai-Nomin/petani-Shokunin/tukang Shonin/pedagang}. Dengan adanya sistem penggolongan seperti itu, masing-masing golongan mengembangkan gaya hidup dan lambang-lambang yang mencerminkan status masing-masing. Misalnya pakaian, tempat tinggal, dan tingkah laku. Hal tersebut hams dilaksanakan sesuai dengan status yang disandangnya. Dengan kata lain, sistem penggolongan tersebut mengatur dengan ketat status dan peran masing-masing golongan.

Berbicara mengenai tingkah laku ada suatu perbuatan yang dilakukan oleh golongan samurai untuk bunuh diri, yaitu dikenal dengan nama Seppuku (bunuh diri dengan cara memotong perut). Seppuku adalah suatu tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh kalangan samurai dan merupakan bagian dari bushido, yaitu suatu kode moral dari samurai (Seward, 1968:9),

Secara harafiah bushido memiliki arti jalan samurai. Namun, secara keseluruhan yang dimaksud dengan bushido adalah kode moral yang harus dihormati dan dijalankan oleh samurai (kelas prajurit), baik di dalam kehidupan maupun di dalam pekerjaan mereka (Kodansha Encyclopaedia, 1983:221-223).

Bushido berkembang sejak zaman Karnakura, dan sampai pada kesempurnaannya pada zaman Edo (1603-1867) yang didasari oleh ajaran konfusian. Ajaran tersebut menanamkan nilai kesetiaan, pengorbanan keadilan, rasa malu, bertata krama sopan, kesuciar1, rendah hati (kesederhanaan), kehematan, semangat berperang, kehormatan, dan kasih sayang (Shimizu,1985:328),

Menurut A.L. Sadler nilai-nilai mendasar bushido bagi samurai diantaranya adalah nilai kesetiaan, keberanian, dan bertindak adil (Sadler, 1988:33).

Nitobe menambahkan nilai-nilai yang terkandung dalam bushido selain kesetiaan, keberanian, dan bertindak adil, adalah kessopanan, kesungguhan hati, kehormatan dan pengendalian did (Nitobe,1991;vii)?.
2001
T14627
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library