Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rossi Prasetya Indarto
"Saat konsumen dihadapkan dengan banyaknya pilihan produk, bundling menjadi strategi yang populer dan dianggap mampu memberikan nilai lebih pada konsumen. Akan tetapi bagaimana konsumen menentukan bundling mana yang tepat untuk mereka? Terlebih apabila perusahaan menawarkan point of value yang tidak jauh berbeda satu dengan yang lain, bagaimana mereka membedakannya? Secara empiris, penulis mencoba mengkaji pertanyaan ini secara deskriptif pada konteks industri telekomunikasi, khususnya pada produk seluler yaitu produk basic service kartu telepon dengan smartphone. Penggalian terhadap atribut yang melandasi preferensi konsumen dilakukan dengan menggunakan mix method, yaitu gabungan antara metode eksploratori dan konklusif.
Temuan yang didapat kemudian mengungkap bahwa terdapat enam atribut yang dipahami konsumen sebagai alasan dalam memilih produk bundling. Selain itu, ternyata bundling mampu mendorong konsumen untuk ingin beralih operator. Namun, bundling yang ada saat ini masih cenderung kurang mampu mengakuisisi konsumen baru.

When customers faced with many options of product, bundles become popular strategy to add more value to customers. But when bundles offer many option to, how they will choose the right one? Moreover, how if one bundle seemingly no different to others? The author empirically examines these questions in the context of telecom industry. We used mix method to gain all attributes of customer preferences.
The findings reveal six attributes of customer preferences against product bundling. Moreover, bundling strategy has affecting the intension to switch of customer, although it has not been able to cover new customer as many as old customer.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2011
T30272
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Saffanah Yusuf
"Skripsi ini membahas mengenai adanya dugaan pelanggaran tying agreement dan penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Telkom pada produk IndiHome berdasarkan putusan KPPU No. 10/KPPU-I/2016. Adanya dugaan praktik anti persaingan tersebut ditenggarai dengan adanya perjanjian berupa formulir berlangganan triple play IndiHome yang diduga memaksa konsumen untuk berlangganan triple play IndiHome sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain dan wajib untuk menggunakan ketiga layanan sekaligus. Selain itu Telkom sebagai market leader dengan presentase 99 pangsa pasar atas jasa layanan telepon tetap di Indonesia diduga berpotensi melakukan penyalahgunaan posisi dominan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah untuk membahas apakah penjualan yang dilakukan oleh Telkom pada produk IndiHome secara bundling diperbolehkan UU No. 5 Tahun 1999 dan apakah tindakan yang dilakukan oleh Telkom pada produk IndiHome dapat dikatakan sebagai praktek tying agreement menurut hukum persaingan usaha. Penulisan skripsi ini merupakan penelitian yuridis-normatif menggunakan data primer dan sekunder.
Hasil penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa penjualan triple play IndiHome yang dilakukan Telkom merupakan mixed bundling dan saat ini dikenal sebagai technological tying sehingga hal tersebut tidak melanggar UU No. 5 Tahun 1999.

In this research, the author brings an issue about alleged violation of tying agreement and abuse of dominant position which done by PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Telkom on IndiHome product based on The KPPU Verdict No. 10 KPPU I 2016. This presumption about anti competition practice caused by an agreement form of IndiHome triple play subscription which allegedly force customers to subscribe triple play IndiHome and to use all three services at once, without giving any options. Beside that, as a market leader fixed line services with 99 market share in Indonesia, Telkom is potentially misusing its dominant position which will interrupt the healthy competition in the industry.
The core issue in author's research is to discuss whether sales efforts on IndiHome product undertaken by Telkom in bundling strategy is legal or not according to Monopoly Law Number 5 1999 and whether the actions taken by Telkom on IndiHome product can be regarded as the practice of tying agreement according to business competition law. This is juridical normative research using primary and secondary data.
The result of author's research shows that triple play Indihome selling efforts done by Telkom is one example of mixed bundling practice and known as technological tying nowadays, so that it does not break the rule of Monopoly Law Number 5 1999.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachel Marannu Biring
"Pembentukan holding company BUMN menyebabkan perusahaan-perusahaan yang tergabung dapat saling bersinergi. Dengan adanya sinergi tersebut, holding company BUMN rentan untuk bekerjasama melakukan tindakan anti persaingan. Dalam skripsi ini, penulis meneliti terkait pembentukan holding BUMN sektor pariwisata dan pendukungnya ditinjau dari hukum persaingan usaha. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan menggunakan tipologi penelitian yuridis normatif. Hasil dari penelitian menyimpulkan bahwa holding BUMN sektor pariwisata dan pendukungnya berada dalam sebuah cluster market, yaitu tourism prodct market. Selain itu, pembentukan holding company BUMN, secara khusus sektor pariwisata dan pendukungnya, wajib melakukan notifikasi kepada KPPU sebagaimana dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun1999. Terkait adanya potensi bundling, bentuk bundling yang dapat dilakukan adalah mixed bundling sehingga tidak melanggar ketentuan tying agreement dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun1999.

The establishment of State-Owned Enterprise (SOE’s) holding company has resulted in the companies that incorporated being able to support each other. Therefore, SOE’s holding company is vulnerable to cooperate in taking anti-competitive practices. In this thesis, the author examines the establishment of SOE’s holding company for tourism and its support from the perspective of Indonesia Anti Monopoly and Competition Law. This research is library research, which is done by using the typology of juridical normative research. The result of this research concludes that SOE’s holding company for tourism and its support is in a cluster market, namely tourism product market. Moreover, the establishment of SOE’s holding company, specifically the sector of tourism and its support, has fulfilled the notification requirement to KPPU in Article 29 paragraph (1) Law Number 5 Year 1999. Regarding the potential for bundling, the form of bundling that can be done is mixed bundling so it doesn’t violate the provisions of the tying agreement in Article 15 paragraph (2) Law Number 5 Year 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
D.N. Filia Dewi Arga
"Industri Televisi Berlangganan belum lama berkembang di Indonesia. Namun hadirnya lima provider dalam pasar nasional Indonesia saat ini dengan strateginya masing-masing membuat persaingan perebutan pelanggan menjadi panas. Strategi paling umum yang diterapkan oleh perusahaan televisi berlangganan adalah bundling, yaitu kombinasi lebih dari satu barang yang digabungkan ke dalam satu penawaran dengan harga yang lebih rendah dibandingkan harga individualnya. Dalam industri televisi berlangganan ada tiga jenis bundling yang biasa dilakukan, yaitu channel bundling ? menggabungkan beberapa channel ke dalam satu paket; package bundling?menawarkan paket tambahan yang dapat diambil dengan syarat mengambil paket utama sebelumnya; serta product bundling ?menawarkan produk lain seperti koneksi internet ke dalam penawaran produk televisi berlangganan. Ketiga jenis bundling tersebut merupakan aplikasi dari persaingan harga yang diterapkan secara berbeda oleh masing-masing perusahaan di dalam pasar oligopoli industri televisi berlangganan di Indonesia demi merebut pangsa pasar terbesar. Lalu, bagaimana profitabilitas dari penerapan strategi bundling pada industri televisi berlangganan di Indonesia? Serta bagaimana dampak dari strategi tersebut pada welfare masyakarat? Dua pertanyaan inilah yang akan dibahas dalam makalah ini.

Five players in the national Pay-TV Industry are tightening the competition with the execution of their own marketing strategies. The most common strategy to win the subscribers-snatch-away competition is the bundling strategy ?offering one deal for two or more products. Pay-TV Industry in Indonesia implements this strategy in three ways: Channel Bundling ?offering channels not individually but together in a package; Package Bundling ? offering an extended package which require the basic package to be bought formerly; and Product Bundling ?combining another product outside the Pay-TV product, such as an internet connection, together with the Pay-TV product. Each of them has their own profitability and of course an impact towards social welfare. How profitable are those bundling strategy implementation in the Indonesian Pay-TV Industry? And what are the impacts towards social welfare? These two questions are what the writer is going to answer in this paper."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chico Adhibaskara Ekananda Hindarto
"Bundling merupakan salah satu alternatif pemasaran untuk memberikan manfaat lebih kepada konsumen, dalam bentuk paket penawaran yang terdiri dari dua atau lebih produk dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga setiap produk secara individual. Bundling dapat dikategorikan berdasarkan jenis penawaran, strategi, dan kombinasi produk. Jenis penawaran terdiri dari dua, yaitu bundling harga dan bundling produk. Bundling harga menekankan pada harga jual yang lebih murah untuk paket bundling, jika dibandingkan dengan harga jual produk komponen bundling ketika mereka dijual secara satuan. Pemasar menawarkan bundling produk dengan mengombinasikan dua atau lebih produk yang saling berhubungan dalam satu paket. Strategi bundling dilakukan oleh pemasar dengan alternatif unbundling, bundling murni, dan bundling campuran. Dari ketiga alternatif tersebut, bundling campuran adalah kondisi yang ditemukan memberikan kontribusi paling baik untuk pemasar, sekaligus memberikan kebebasan bagi konsumen untuk membeli produk secara individual atau secara bundling. Kombinasi produk penawaran bundling dapat berupa independent bundling, komplementer, dan substitusi. Pemasaran eksperiensial semakin mengemuka di dua dekade terakhir ini. Pada praktek pemasaran, produk eksperiensial juga sudah ditawarkan secara bundling. Namun demikian, jumlah penelitian yang mengangkat topik bundling produk eksperiensial masih sangat terbatas, sehingga pemasar belum mengetahui pengaruh bundling produk eksperiensial kepada minat pembelian. Penelitian ini menggunakan penawaran bundling harga dan strategi bundling campuran. Inti dari penelitian adalah membandingkan minat pembelian bundling yang terdiri dari produk fisik, dengan bundling yang terdiri dari produk eksperiensial. Konteks penelitian ini adalah produk musik, dimana produk ini merupakan produk eksperiensial. Minat pembelian yang dibandingkan adalah bundling yang terdiri dari produk fisik dengan bundling produk eksperiensial. Produk fisik yang dipilih adalah CD dan T-shirt, yang ditawarkan dalam bentuk bundling independen, dimana tidak ada hubungan komplementer dan substitusi antara kedua produk tersebut. CD sebagai produk eksperiensial merupakan format rekaman fisik terakhir, sebelum terjadi pergantian format ke digital. Sedangkan T-shirt adalah produk fisik yang fungsional dan simbolis. Untuk bundling produk eksperiensial, terdiri dari CD dan tiket untuk menonton konser. CD merupakan produk musik yang memberikan pengalaman dan memiliki bentuk fisik. Konser merupakan produk eksperiensial murni, dimana konsumen mendapatkan nilai ketika terlibat langsung di acara tersebut. Bundling dengan kombinasi produk eksperiensial seperti ini, disebut sebagai reminiscent bundling. Hubungan antar produk bukanlah saling melengkapi ataupun menggantikan. Mereka saling mengingatkan satu sama lain. Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimen dengan variabel bebas jenis bundling dan tipe artis. Variabel terikatnya adalah minat pembelian. Jenis bundling dibedakan menjadi bundling independen dan reminiscent bundling. Artis yang digunakan pada skenario penelitian adalah artis solo laki-laki fiktif pendatang baru. Penentuan artis seperti ini adalah untuk menghindari bias selera subjektif partisipan penelitian, yang dapat timbul jika artis solo laki-laki yang terkenal digunakan pada skenario penelitian. Variabel bebas tipe artis dibedakan menjadi tipe artis pemberontak dan tipe artis romantis. Temuan utama disertasi ini menunjukkan bahwa minat pembelian reminiscent bundling secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan minat pembelian bundling produk fisik. Partisipan lebih berminat untuk membeli bundling yang terdiri dari CD dan tiket konser, dibandingkan bundling yang terdiri dari CD dan T-shirt. Hal ini dikarenakan konser sebagai produk eksperiensial yang lebih melibatkan konsumen dianggap lebih memberikan nilai dibandingkan dengan T-shirt.Temuan lain di disertasi ini adalah minat pembelian bundling produk dengan tipe artis romantis secara signifikan lebih tinggi dibandingkan minat pembelian bundling produk dengan tipe artis pemberontak. Menariknya, khusus untuk artis pemberontak, partisipan penelitian secara signifikan lebih berminat membeli reminiscent bundling dibanding bundling independen. Sedangkan pada artis romantis, tidak ada perbedaan minat pembelian secara signifikan antara reminiscent bundling dan bundling independen. Temuan penting lainnya adalah minat pembelian reminiscent bundling lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan minat pembelian CD atau tiket konser secara individual. Partisipan penelitian lebih berminat membeli paket bundling yang terdiri dari CD dan tiket konser, dibandingkan dengan minat membeli CD atau tiket konser secara terpisah. Meskipun harga reminiscent bundling lebih tinggi dibanding membeli CD atau tiket konser, partisipan penelitian lebih berminat membeli kedua produk dalam bentuk bundling.Ditemukan juga bahwa pengaruh jenis bundling dan tipe artis terhadap minat pembelian tergantung pada jenis kelamin. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis kelamin turut berperan dalam mempengaruhi minat pembelian.

Bundling is one of the options for marketers in providing a benefit for consumer in a form of an offering package which consists two or more products with a cheaper price than the total price of those products.Bundling can be categorized by its kind of offering, strategy, and product combination. Prices bundling and product bundling are two kinds of offering. Price bundling emphasizes lower price than the total price of bundled products. Marketers offer product bundling by combining two or more related products in one package. Alternatives for bundling strategy are unbundling, pure bundling, and mixed bundling. From previous studies, mixed bundling was found as the most beneficial alternative for marketers, and provided a freedom to choose for consumers. The combination for bundling can be differentiated into independent, complementary, and substitution. Experience marketing becomes prominent in the last two decades. Experience products are also offered as a bundling by marketers. However, the studies about bundling for experience product are limited, thereby marketers have no sufficient research findings that relate to influencing of product bundling on intention to purchase. These experiment studies refer to price bundling as an offering and mixed bundling strategy. The objective is to compare the intention to purchase between physical product bundling with experience product bundling. The product combination in bundling includes experience product as one or both elements in the bundling. The study was conducted using music products as a research context. Intentions to purchase between bundling of physical products bundling and experience products were compared. The physical products are offered as an independent bundling, which there is no substitution or complementary relation between them. Those products are CD and T shirt. The reason to choose CD, because it is the latest physical form of music recording. T shirts can be classified as a functional and symbolical tangible product. Experience products rsquo bundling consists of CD and concert ticket. As a product, CD can be termed as an experience product with physical form. Meanwhile, concert is a pure experience product, where consumers can get the value by engaging in this event. Bundling, which consists of experience products, is called reminiscent bundling. The relationship between each product cannot be considered as complement or substitute. By consuming one of these products, consumers will remember the other one.The experiment study is conducted with bundling forms and artist types as independent variables. The dependent variable is the intention to purchase. Bundling forms are independent versus reminiscent. The fictional artist in the scenario is a solo male singer. The fictional artist is employed to avoid a musical taste bias from participants. Based on previous research of artist typology, artist type is classified as rebellious versus romantic.The main contribution from the study indicates that intention to purchase is significantly higher in reminiscent bundling condition. Study rsquo s participants are more interested in buying a bundling which consists of CD and concert ticket than the one with CD and T shirt. It can be inferred that concert as an engaging experience product is perceived more valuable than the T shirt.This study also finds the intention to purchase in the romantic artist condition is higher than in the rebellious condition. When comparing intention to purchase bundling forms for a specific artist type, there are interesting findings. Participants in rebellious artist conditions show that intention to purchase reminiscent bundling is significantly higher than independent bundling. In romantic type, the intentions to purchase are not significantly different between two bundling forms.When comparing intention to purchase between reminiscent bundling and individual products CD or concert ticket , the former one is significantly higher. Although the price is more expensive, participants have an interest in purchasing reminiscent bundling than buying CD or concert ticket separately.It also found that gender differentiates the influence of bundling forms and artist type toward intention to purchase. This indication put an attention of a gender role in influencing the intention to purchase in this study."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D2333
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sompotan, Henry Theodore
"Skripsi ini membahas tentang tinjauan hukum terhadap penyelenggaraan layanan bundling Triple Play di Indonesia mengenai status hukum dan pengawasan terhadap layanan Triple Play berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap konsumen dari layanan bundling serta membandingkan penyelenggaraan layanan Triple Play di negara lain. Penelitian hukum dalam skripsi ini menggunakan penelitian hukum normative dengan menganalisis kaedah-kaedah hukum dalam aturan perundang-undangan yang terkait, penelitian deskriptif yang menggambarkan mengenai definisi, konsep, dan ragam bentuk dari layanan Triple Play dan juga menganalisis hubungan perlindungan konsumen dengan hukum persaingan usaha di Indonesia menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. Di Indonesia, dalam layanan Triple Play oleh IndiHome terdapat beberapa isu yang melibatkan pelaku usaha dan konsumen, dalam penelitian ini beberapa isu terkait dianalisis berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Selain itu, sistem pengawasan oleh Kementerian terkait mempunyai andil dalam melindungi konsumen dari layanan Triple Play yang masih diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan yang berbeda. Oleh karena itu, diharapkan kepada Pemerintah Indonesia agar membuat suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai layanan Triple Play yang kedepannya akan memberikan keamanan dan kenyamanan terhadap konsumen dan pelaku usaha.

This thesis aims to analyzed the legal aspect on bundling service provided by telecommunication services in terms of the legal status and the supervision on Triple Play services based on Law number 8 Year 1999 on Consumer Protection which aims to provide protection for the consumer of bundling services while also comparing the protection of Triple Play consumer in other States. The legal research in this thesis is normative manner by analyzing legal principles embedded in laws and regulations, descriptive research also emphasizes definition, concept, and forms of Triple Play bundle services, while analyzing the relation between consumer protection law aspect and competition law aspect in Indonesia in accordance with the prevailing laws and regulations. In Indonesia, Triple Play services as provided by Telkom in the form of IndiHome has several issues regarding the violation of right of consumer, these issues would be analyzed from the perspective of Consumer Protection Law. Besides of that, the supervision authority granted to Minister of Trade is analyzed in purpose of analyzing the effort by the government to provide a comfort and stability in the Triple Play bundling service in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69776
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kimberlyne
"Sistem yang digunakan dalam pendistribusian barang dan/ atau jasa mulai dari kebutuhan primer, sekunder, hingga tersier sudah sangat amat banyak, salah satunya ialah sistem penggabungan (bundling). Penggunaan sistem penjualan bundling sudah tidak jarang ditemui dalam masyarakat, sehingga diperlukan pengaturan yang lebih khusus atau spesifik apabila hendak menerapkan sistem tersebut. Namun dikarenakan belum terdapat peraturan khusus tersebut, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengatasi permasalahan yang ada. Tujuannya agar hak dan kewajiban yang tertera pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen dari pihak konsumen maupun pelaku usaha tidak saling dilanggar ataupun melanggar. Serta perilaku konsumen juga tidak menyimpang dan selaras dengan ketentuan yang ada pada Undang-Undang Antimonopoli. Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan mengenai bagaimana UU Perlindungan Konsumen dapat melindungi konsumen dalam kasus pembelian produk minyak goreng dengan sistem bundling dan legalitas dari penerapan sistem bundling apabila ditinjau dari UU Antimonopoli. Metode penelitian yang digunakan oleh Penulis dalam penulisan ialah yuridis normatif, menganalisis daftar pustaka ataupun data sekunder. Melalui penelitian, dapat diketahui bahwa tidak semua sistem bundling dilarang penerapannya hanya tipe pure bundling yang tidak diperbolehkan karena merugikan konsumen.

There are many systems used in the distribution of goods and/or services starting from primary, secondary, to tertiary needs, one of which is the bundling system. The use of the bundling sales system is not uncommon in the community, so more specific or specific arrangements are needed if you want to implement this system. However, because there is no specific regulation yet, Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection and Law Number 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition can be used as a reference in overcoming existing problems. The goal is that the rights and obligations contained in the Consumer Protection Act on the part of consumers and business actors are not violated or mutually violated. As well as consumer behavior does not deviate and is in line with the provisions in the Antimonopoly Law. Therefore, the author will explain how the Consumer Protection Law can protect consumers in cases of purchasing cooking oil products using the bundling system and the legality of implementing the bundling system when viewed from the Antimonopoly Law. The research method used by the author in writing is normative juridical, analyzing bibliography or secondary data. Through research, it can be seen that not all bundling systems are prohibited from being implemented, only the pure bundling type is not allowed because it is detrimental to consumers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitya Ramadhan
"Persaingan yang semakin ketat dalam menjalankan kegiatan usaha, membuat para pelaku usaha berlomba-lomba untuk dapat menjual produk mereka dengan berbagai bentuk cara yang tujuannya agar produk mereka dapat laku di pasar. Bentuk metode penjualan yang berkembang saat ini adalah melalui sistem bundling. Disatu sisi konsep bundling memiliki suatu kemiripan dengan konsep tying agreement, yang mana terhadap konsep tersebut dilarang berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini adalah metode yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Penulis, sebenarnya terdapat perbedaan diantara kedua konsep tersebut jika mengacu kepada ketentuan UU No. 5 Tahun 1999, yaitu terhadap suatu unsur paksaan didalam masing-masing konsep tersebut. Hal itulah yang menentukan apakah terhadap suatu strategi bisnis yang diterapkan oleh pelaku usaha merupakan suatu konsep bundling atau suatu konsep tying agreement.

Increasingly competition in running a business, makes seller try to compete with each other in order to sell their product with a various methods which is the goal is to make their product itself sold out in the market. A selling method developed at this time is a bundling system. In one side, a concept of bundling has a similarities with a tying agreement concept, which is prohibited based on Article 15 paragraph (2) of Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. This research method is a juridical normative. Based on this research, actually there's a difference between this two concept if we are using UU No. 5 Tahun 1999, this difference is the element of coercion in each concept. That is the element that determines whether the business strategy are using a bundling concept or tying agreement concept."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44833
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arti Wahyuni
"Pada kondisi pangsa pasar yang semakin kompetitif saat ini, banyak perusahaan menerapkan berbagai strategi pemasaran guna mempertahankan kepuasan pelanggan mereka agar tidak tertarik untuk berpindah pada produk kompetitornya. Strategi pemasaran yang diterapkan pun beragam, dan salah satunya adalah penerapan bundling. ?PAHE" (Paket Hemat) atau "BUY 2 GET FREE? atau yang dikenal dengan BUNDLING (PAKET) seringkali kita dengar dan telah menjadi umum bagi kita untuk menemukan strategi ini diaplikasikan oleh banyak perusahaan.
Saat ini banyak perusahaan, baik yang memproduksi barang maupun jasa, secara rutin menawarkan begitu banyak bentuk bundling dengan beragam kombinasi produk didalam satu paket. Contohnya airlines, hotel, bioskop, perbankan, rumah sakit dan lainnya. Tidak terkecuali dengan perusahaan yang bergerak dibidang restoran, salah satunya adalah Kentucky Fried Chicken (KFC).
KFC merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang restoran siap saji, yang menerapkan menu paket pada penjualan produk ayamnya. Padahal dalam rangka meningkatkan profit penjualan dan mempertahankan kepuasan konsumen mereka, diperlukan suatu penelitian mengenai pengaruh menu paket terhadap kepuasan konsumen.
Penelitian ini bermaksud untuk menjawab pertanyaan: faktor-faktor apakah yang terpenuhi didalam menu paket KFC yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen KFC di Jakarta. Didalam model penelitian dinyatakan bahwa kepuasan konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor kebutuhan, keinginan, nilai dan harapan.
Unit analisis penelitian ini adalah konsumen menu paket KFC di Jakarta. Pengambilan sample dilakukan di 5 outlet yang tersebar di 5 wilayah Jakarta, masing-masing outlet disebarkan 50 kuesioner kepada konsumen yang baru saja membeli menu paket KFC. Item pertanyaan kuesioner adalah indikator-indikator untuk mengukur konstruk penelitian ini. Konstruk penelitian kebutuhan diukur
dengan 5 indikator, sedangkan konstruk penelitian keinginan, nilai dan kepuasan diukur dengan 4 indikator, dan konstruk penelitian harapan diukur dengan 3 indikator. Seluruhnya terdapat 20 indikator dalam penelitian ini.
Metode analisis data yang digunakan terdiri dari dua tahap. Tahap pertama pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis faktor pada
setiap konstruk yang ada pada model penelitian. Hal ini dilakukan guna meiihat kelayakkan indikator-indikator dalam membentuk masing-masing konstruk. Setelah diperoleh hasil dari teknik analisis faktor, maka dilakukan teknik analisis tahap kedua yaitu dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel babas terhadap variabel terikat.
Jumiah konsumen menu paket KFC yang berhasil dijadikan responden dan
memiliki data jawaban yang sah untuk digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 250 responden.
Hasil analisis data dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa:
1. Faktor keinginan konsumen secara signifikan mempengaruhi kepuasan konsumen menu paket KFC.
2. Faktor nilai konsumen secara signifikan mempengaruhi kepuasan konsumen menu paket KFC.
Sedangkan faktor kebutuhan dan harapan konsumen tidak signifikan mempengaruhi kepuasan konsumen menu paket KFC.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T18809
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Puspita
"Salah satu strategi pemasaran yang sudah banyak dilakukan pada produk FMCG di pasaran adalah bundling. Penelitian sebelumnya tentang bundling dapat dibagi menjadi 4 kategori yaitu analisis ekonomi bundling; penelitian marketing mengenai optimalitas bundling dengan menggunakan pendekatan ekonomi; aspek psikologi konsumen terhadap bundling; dan evaluasi konsumen terhadap bundling (Shibin Sheng, 2004).
Dua jenis penelitian pertama sudah sering dilakukan, namun aspek psikologis dan behavioral konsumen terhadap bundling masih kurang diketahui dan belum banyak penelitian yang membahasnya lebih dalam. Padahal, atensi pembelanja terhadap suatu produk sangat penting dalam pengambilan keputusan pembelian. Kenyataan inilah yang mendorong perlunya dilakukan penelitian mengenai lebih lanjut mengenai atensi pembelanja terhadap beberapa faktor stimuli berupa komponen/faktor pada bundling.
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah diperolehnya faktor-faktor yang mempengaruhi atensi pembelanja pada bundling, sehingga dapat menjadi acuan yang tepat dan efektif untuk bundling bagi produsen maupun retailer. Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan eye-tracking, dan penelitian ini didesain dengan desain faktorial fraksional.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah faktor yang signifikan dalam mempengaruhi atensi pembelanja pada bundling adalah jumlah produk, komposisi produk, framing diskon, dan peletakan. Sementara itu, faktor cara pengemasan terbukti tidak signifikan. Level yang dominan dan paling berpengaruh dalam menarik atensi pembelanja pada setiap faktor yang diujikan yaitu, bundling dengan jumlah 3 produk, komposisinya terdiri dari produk utama dan komplemen, tampilan label harga revised price, seluruh produk terlihat dan pengemasannya tidak menggunakan penutup.

One of the marketing strategy applied to FMCG products is bundling. The researches about bundling consist of 4 categories, they are economy analysis of bundling; marketing optimality; psychological aspect; and consumer evaluation (Shibin Sheng, 2004).
The first two categories have been done often, but there were only a very few researches regarding consumer’s psychological and evaluation aspect of bundling. Whereas, attention is very important since it determines the buying decision. The facts above urge the need for a research about bundling and consumer’s attention.
The aim of this research is to determine the factors of bundling affecting consumer’s attention, so the company/retailer can have guidance to bundle products accordingly, based on consumer’s attention. The data collection method uses eye-tracking and this research uses fractional factorial design.
From the result, it is concluded that significant bundling factors affecting consumer’s attention are amount of product, composition, discount frame, and product’s position in the bundle. The dominant factor’s levels attracting consumer’s attention the most are bundling consists of three products, the composition consists of main and complement product, using revised price discount frame, all products are visible, and the packaging don’t use a cover.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>