Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ricci Vicika
Abstrak :
ABSTRAK
Kehidupan manusia tidak terlepas dari emosi. Apapun jenisnya, emosi menyebabkan bergesernya sistem fisiologis, kognitif dan sosial individu dari keadaan homeostatis menjadi non homeostatis. Pergeseran ini mengganggu fungsi individu. Oleh karena itu, ketiga sistem tersebut harus dikembalikan ke dalam keadaan homeostatis. Caranya adalah dengan menyalurkan (?channeling") emosi baik melalui perilaku verbal maupun non verbal. Salah satu perilaku verbal adalah perilaku menceritakan emosi kepada orang lain. Perilaku bercerita pengalaman emosi adalah perilaku mendiskusikan pengalaman emosi dengan orang lain (Rime et.al, 1991). Idealnya, semua orang dapat menceritakan pengalaman emosinya dengan leluasa. Namun kenyataannya, pria cenderung memilih untuk tidak menceritakan pengalaman emosinya kepada orang lain (Caldwell & Peplau, 1982 dalam Lips, 1988). Mengapa pria tidak menceritakan pengalaman emosinya kepada orang lain? Hal ini disebabkan karena adanya "pendidikan" yang diberikan bagi pria. Pria dididik untuk bersikap sebagai individu yang kuat, obyektif mampu bertahan, tidak sentimentil, dan tidak ekspresif secara emosional (Jourad, 1971 dalam Dindia & Allen, 1992). Pendidikan ini muncul karena adanya standar yang disebut sebagai norma maskulinitas (Pleck, 1981 dalam Levant & Pollack, 1995). Dari uraian teoritis di atas, diduga ada hubungan yang negatif antara keterikatan terhadap norma maskulinitas dengan kesediaan pria untuk menceritakan pengalaman emosinya. Dalam penelitian ini, kesediaan bercerita pengalaman emosi dioperasionalisasikan menjadi tiga aspek yaitu (1) muncul tidaknya perilaku bercerita pengalaman emosi; (2) kedalaman cerita pengalaman emosi; dan (3) kesediaan untuk menceritakan pengalaman emosi untuk peristiwa yang belum terjadi. Penelitian ini akan melihat lima jenis emosi yaitu sedih, marah, takut, malu dan bersalah. Emosi sedih dan takut digolongkan sebagai emosi yang tidak boleh diekspresikan pria [Levant et al., 1996). Emosi malu dan bersalah digolongkan oleh peneliti sebagai emosi yang tidak boleh diekspresikan pria karena menggambarkan kelemahan. Pria juga dilarang untuk mengeskpresikan emosi yang menggambarkan kelemahan. Sedangkan marah merupakan emosi yang boleh diekspresikan pria. Pembagian emosi menjadi dua jenis ini menyebabkan munculnya dugaan lain mengenai hubungan antara keterikatan terhadap norma maskulinitas dengan kesediaan bercerita pengalaman emosi pada pria. Diduga, pria yang terikat pada norma maskulinitas tidak bersedia untuk menceritakan pengalaman emosi sedih, takut, malu dan bersalah kepada orang lain. Sebaliknya, untuk emosi marah, justru diduga bahwa pria yang terikat pada norma maskulinitas bersedian untuk menceritakan pengalaman emosi marahnya kepada orang lain.

Penelitian ini melibatkan 45 subyek mahasiswa pria. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah teknik insidental yaitu penarikan sampei yang didasarkan atas kemudahan mancari sampel. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner yang dapat diisi sendiri tanpa bantuan wawancara. Data yang diperoleh diolah secara kuantitatif.

Secara umum didapat hasil bahwa pria yang terikat pada norma maskulinitas tidak bersedia menceritakan pengalaman emosinya kepada orang Iain. Hasil ini tercermin melalui tiga aspek kesediaan bercerita pengalaman emosi di atas. Namun, hasil ini hanya berlaku pada emosi sedih dan marah. Pada kedua emosi ini, ketiga aspek kesediaan bercerita pengalaman emosi sedih dan marah menunjukkan hubungan yang negatif dengan keterikatan pria terhadap norma maskulinitas. Sedangkan pada emosi malu dan bersalah, keterikatan pria terhadap norma maskulinitas tidak berhubungan dengan kesediaan bercerita pengalaman emosi malu dan bersalah. Keanehan terjadi pada emosi takut. Pada kedua aspek pertama didapatkan hasil bahwa keterikatan pria terhadap norma maskulinitas tidak berhubungan dengan (1) muncul tidaknya perilaku bercerita pengalaman emosi takut dan (2) kedalaman cerita pengalaman emosi takut. Sedangkan pada aspek ketiga, diperoleh basil bahwa pria yang terikat pada norma maskulinitas tidak bersedia untuk menceritakan pengalaman emosi takutnya untuk peristiwa lain yang belum terjadi. Keanehan ini, mungkin, disebabkan karena alat yang dipakai tidak dapat menangkap kompleksitas pengalaman emosi takut.

Untuk penelitian lanjutan, disarankan untuk menambah beberapa pertanyaan yang dapat menangkap pengalaman emosi secara lengkap. Selain itu, disarankan untuk melakukan wawancara secara mendalam terhadap subyek.
1997
S2643
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarrah Hasyim Abdullah
Abstrak :
ABSTRAK
Pengembangan empati merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi munculnya masalah perilaku sosial seperti perilaku agresif. Penelitian ini membahas mengenai program intervensi kegiatan bercerita menggunakan puppetry untuk meningkatkan pemahaman empati anak usia 5-6 tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas dari kegiatan bercerita dengan menggunakan puppetrydalam meningkatkan pemahaman empati pada anak usia 5-6 tahun. Partisipan pada penelitian ini terdiri dari 11 siswa di PAUD X. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Emosi Dasar-Anak Usia Dini (ED-AUD) yang di adaptasi dari alat ukur Bryant Empathy Scales for Children (Bryant, 1982) dan sistem skoring yang digunakan adalah Empathy Scoring System yang dikembangkan oleh Strayer (1993). Desain penelitian ini adalah One Group Pre-Test-Post Test Design. Kegiatan bercerita dilakukan dengan hand puppet dan stick puppet yang dilakukan selama 5 sesi. Pembuatan cerita dilakukan dengan mempertimbangkan aspek empati mengenai 4 emosi dasar, yaitu senang, marah, sedih, dan takut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan bercerita dengan puppetry secara signifikan dapat meningkatkan pemahaman empati anak usia 5-6 tahun. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan mengukur tingkah laku empati ataupun dengan menggunakan kelompok kontrol.
ABSTRACT
Empathy development is a program that can be done to overcome the emergence of social behavior problems such as aggressive behavior. This study discusses the intervention program of storytelling activities using puppetry to increase empathy understanding of children aged 5-6 years. The purpose of this study is to look at the effectiveness of storytelling activities using puppetry in increasing empathy understanding in children aged 5-6 years. Participants in this study consisted of 11 students in PAUD X. Measuring instruments used in this study were Basic Emotions-Early Childhood (ED-AUD) adapted from the Bryant Empathy Scales for Children (Bryant, 1982) and the scoring system used is the Empathy Scoring System developed by Strayer (1993). The design of this research is One Group Pre-Test-Post Test Design. Storytelling activities were carried out with hand puppets and stick puppets conducted for 5 sessions. The making of the story is done by considering aspects of empathy regarding the 4 basic emotions, which are happy, angry, sad, and afraid. The results showed that storytelling activities with puppetry could significantly increase empathy understanding for children aged 5-6 years. This research can be developed by measuring empathy behavior or by using a control group.
2019
T55323
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dias Amartiwi Putri Gavinta
Abstrak :
Perilaku agresif sering ditemui pada anak-anak. Anak-anak yang berperilaku agresif cenderung memiliki empati yang rendah, sebab anak yang memiliki empati akan lebih memahami dan peduli pada orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas bercerita dengan boneka tangan dalam meningkatkan empati pada anak usia 4-6 tahun. Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan 11 anak usia 4-6 tahun dari TPA di Bekasi sebagai partisipan. Intervensi dilakukan dengan bercerita dengan boneka tangan. Terdapat 4 skrip buku cerita yang menjadi acuan selama bercerita. Intervensi dilakukan selama 4 (empat) hari. Peningkatan empati diukur dengan menggunakan alat ukur Empathy Scale for Children (ESC), berupa 12 kartu bergambar dengan cerita singkat yang terdiri dari 3 cerita bergambar untuk masing-masing emosi, yaitu emosi senang, sedih, marah, dan takut. Analisis data penelitian menggunakan uji beda Wilcoxon signed-rank test menunjukkan perbedaan nilai rata-rata empati yang signifikan (p < 0.05) antara sebelum dan sesudah intervensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bercerita dengan boneka tangan efektif dalam meningkatkan empati pada anak usia 4-6 tahun. Post-test kedua yang dilakukan dua minggu setelah intervensi menunjukkan terjadinya peningkatan skor empati yang signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa efektivitas bercerita dengan boneka tangan dalam meningkatkan empati pada anak usia 4-6 tahun masih menetap setelah dua minggu diberikannya intervensi. ......Aggressive behavior is often found in children. Children who behave aggressively tend to have low empathy, because children who have empathy will understand and care more about others. This study aims to determine the effectiveness of storytelling using hand puppets in increasing empathy in children aged 4-6 years. This research was conducted by involving 11 children aged 4-6 years from TPA in Bekasi as participants. The intervention was done by telling stories using hand puppets. There are 4 storybook scripts that the researcher will use as a reference during storytelling. The intervention will be carried out for 4 (four) days. Increased empathy was measured using the Empathy Scale for Children (ESC), in the form of 12 picture cards with short stories, each of which consists of 3 picture stories for each emotion, happy, sad, angry, and afraid. Analysis of research data using the different Wilcoxon signed-rank test showed a significant difference in the mean value of empathy (p < 0.05) between before and after the intervention. The results showed that storytelling with hand puppets was effective in increasing empathy in children aged 4-6 years. Post-test 2 conducted two weeks after the intervention showed a significant increase in empathy scores, so it can be said that the way of storytelling with hand puppets increases empathy in children aged 4-6 years persisted after two weeks of receiving the intervention.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzi Rohmadhoni
Abstrak :
Dilatarbelakangi ketidaktuntasan pengusutan kasus penculikan aktivis reformasi '98, penelitian ini menganalisis keadaan psikologis kerabat dekat korban kasus tersebut dalam menghadapi kehilangan orang-orang yang dicintai dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Dengan pendekatan psikologi sastra dan teori psikoanalisis Sigmund Freud, empat tokoh kerabat dekat Laut, salah satu aktivis yang diculik sekaligus tokoh utama novel, dianalisis. Mereka adalah Ibu, Bapak, Anjani, dan Asmara. Penelitian ini menunjukkan bahwa Bapak dan Ibu lebih mengedepankan id sehingga melakukan penyangkalan terhadap kenyataan bahwa Laut telah hilang dan tak akan kembali. Karena dikuasi oleh id dalam menghadapi kesedihannya, Anjani, kekasih Laut, pun menyangkal kenyataan tentang hilangnya Laut. Ia juga menderita MDD karena tidak dapat menghadapi rasa kehilangannya. Pada akhirnya, Ibu dan Anjani terlepas dari kesedihan dan penyangkalan mereka. Ego-ideal mendorong ego dalam diri mereka, seperti yang dilakukan Asmara, untuk menerima kenyataan dan memperjuangkan keadilan dan pengusutan kasus penculikan aktivis reformasi '98. Asmara adalah tokoh yang paling tegar menghadapi kesedihannya karena kehilangan Laut, kakaknya. Sejak kecil, ego mendominasi pembentukan kepribadiannya sehingga membentuk sikap yang tegas, ulet, dan lebih mengedepankan logika. Sikap-sikap tersebut membantunya memperjuangkan keadilan untuk Laut dan korban penculikan aktivis reformasi '98 lainnya. Namun, terkadang ia juga tenggelam dan menyangkal kesedihannya. Karena hanya dapat berbagi kesedihannya dengan orang yang mampu memahami kondisi dan perasaannya, ia pun menyembunyikan kesedihannya sendiri.
Based on the kidnapping case of '98 reformation activist, this study analyses the psychological condition of relatives of victim in confront the loss of beloved persons in Laut Bercerita novel by Leila S. Chudori. This study uses literature psychology theory and psychoanalysis theory by Sigmund Freud to analyse four characters, Ibu, Bapak, Anjani, and Asmara as relatives of Laut, the main character and one of the activist who kidnapped. This study shows that Bapak and Ibu more use id, and they deny the reality about Laut who already lost and never come back. Because of she dominated by id to confront their sadness, Anjani, Laut's girlfriend also deny the reality about the lost of Laut. She also suffers from MDD because she cannot confront her feeling of loss. In the end, Ibu and Anjani loose from their sadness and denial. Ego-ideal emphasize ego in their self, as Asmara who accept reality and fight for justice in the kidnapping case of '98 reformation activist. Asmara as sister of Laut is the tough character in confront her sadness. Ego dominates her formation of personality and forming the firm, tough, and logical as her personality. Her personality helps her to fight for justice for her brother and the other victims of '98 reformation activists. However, sometimes she also feels and deny the sadness. Because of she only can share her sadness to the people who only understand the condition and feeling, she hide her sadness.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Siddiq
Abstrak :
Cerita atau dongeng semestinya berada pada posisi pertama dalam mendidik etika kepada anak. Mereka cenderung menyukai dan menikmatinya, baik dari segi ide,imajinasi, maupun peristiwa-peristiwanya. Jika hal ini dapat dilakukan dengan baik, cerita akan menjadi bagian dari seniyang disukai anak-anak, bahkan orang dewasa. Dalam hal pendidikan anak, khususnya tentang bercerita, penting bagi orang tua dan guru untuk memilih cerita dan cara penyampaian kepada anak-anak secara tepat. Perkembangan teknologi masa kini tentu dapat mendukung cara penyampaian cerita agar lebih menarik lagi bagi anak. Penelitian yang menggunakan pendekatan paradigma kualitatif dengan metode telaah pustaka (literature study) ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang bagaimana memilih cerita, dan bagaimana cara menyampaikannya pada anak dengan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Berdasarkan kajianini, dapat diketahui bahwa pemanfaatan TIK dalam mendukung penyampaian cerita sekurangnya memiliki dua aspek, yaitu efekvisual dan efek audio. Oleh karena itu, pencerita hendaknya dapat mempelajari bagaimana merancang dan memanfaatkan TIK tersebut secara optimal untuk menyampaikan cerita.
Jakarta: Pusat Data dan Teknologi Informasi, 2020
371 TEKNODIK 24:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bertakalswa Hermawati
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas bercerita dengan media boneka dalam menurunkan perilaku agresif pada anak usia prasekolah. Salah satu faktor sosial yaitu media seperti video games, play station, film yang bertema kekerasan mempengaruhi perilaku agresif anak. Oleh karena itu, bercerita dengan media boneka diharapkan dapat menurunkan perilaku agresifnya. Karakteristik sampel adalah anak laki-laki usia prasekolah dan menunjukkan perilaku agresif dalam kelompok borderline dan klinis. Penelitian ini menggunakan desain sebelum dan sesudah intervensi dengan menggunakan alat ukur Child Behavioral Check List yang direspon oleh ibu, wawancara dengan guru dan observasi pada proses intervensi. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah 2 subjek menurun perilaku agresifnya dan 1 subjek tidak ada penurunan perilaku agresif. Pada penelitian yang akan datang, penggunaan kelompok kontrol pada intervensi perlu dilakukan untuk mengetahui faktor lain yang dapat berpengaruh pada munculnya perilaku agresif subjek. Para guru juga dapat dilatih memiliki kemampuan yang sama baiknya dengan keahlian seorang pencerita.
ABSTRACT
The purpose of the study examined The effectiveness of Storytelling with Puppets to Decrease Aggresive Behavior of Preschoolers. One of social factors is media like video games, play station, film with violence themes influence the children aggresive behavior. Therefore, storytelling with puppets intervention is expected to decrease the aggresive behavior. The characteristic of sample is the boys in preschool age and show aggresive behavior on borderline and clinical level. This research use before and after experimental design by using Child Behavioral Check List to mother, interview with teachers and observation in intervention process as instruments. The conclusion are 2 subject decrease their aggresive behavior and there is no decrease on 1 subject. Further research need control group to know the effect of the relevant factors to decrease aggresive behavior of preschoolers. The teachers should be trained as well as storyteller.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulida Kurniasari
Abstrak :
[ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas pelatihan teknik read-aloud dalam meningkatkan kualitas interaksi guru dengan siswa usia 3-4 tahun melalui pelatihan selama 12 jam, yang dibagi dalam 3 hari dan 6 sesi. Penelitian ini menggunakan desain pre-test dan post-test dengan guru sebagai partisipan. Alat ukur yang digunakan adalah lembar panduan observasi interaksi guru-siswa saat kegiatan read-aloud. Pelatihan ini menggunakan beberapa metode, yaitu diskusi, role-play, observasi video kegiatan read-aloud, dan ceramah. Hasil uji statistik dengan menggunakan wilcoxon sign ranks menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam interaksi guru-siswa saat kegiatan read-aloud antara sebelum dan sesudah pelatihan (Z=-1.826, p = 0.068> 0.05). Akan tetapi, secara kualitatif, ditemukan sejumlah perubahan dalam kualitas interaksi guru-siswa saat kegiatan read-aloud antara sebelum dan sesudah pelatihan.
ABSTRACT The aim of this research is to understand the effectiveness of training on Read- Aloud technique in increasing the quality of teacher-student interaction (study of children 3-4 years old). The Read-Aloud technique is given through a 12 hours training that has been divided into 3 days and 6 sessions training program. Research was conducted using a pre-test and a post-test design, teachers as participant. Teacher-student interaction observation while doing read-aloud guide was used as the instrument. There are several methods was applied in this training, that is discussion, role-play, observation on read-aloud activity video and lecture. Statistical test using wilcoxon sign ranks shows there are no significant difference in teacher-student interaction while doing read-aloud before and after training (Z=-1,826, p>0,068>0,05). But, qualitatively, there are several changes in quality teacher-student interaction before and after training., The aim of this research is to understand the effectiveness of training on Read- Aloud technique in increasing the quality of teacher-student interaction (study of children 3-4 years old). The Read-Aloud technique is given through a 12 hours training that has been divided into 3 days and 6 sessions training program. Research was conducted using a pre-test and a post-test design, teachers as participant. Teacher-student interaction observation while doing read-aloud guide was used as the instrument. There are several methods was applied in this training, that is discussion, role-play, observation on read-aloud activity video and lecture. Statistical test using wilcoxon sign ranks shows there are no significant difference in teacher-student interaction while doing read-aloud before and after training (Z=-1,826, p>0,068>0,05). But, qualitatively, there are several changes in quality teacher-student interaction before and after training.]
2016
T45423
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bidayatul Hidayah
Abstrak :
Fenomena intoleransi terutama dalam hal perbedaan agama marak terjadi pada remaja. Hal ini disebabkan oleh kebencian dan prasangka terhadap agama lain. Jika hal ini dibiarkan, maka yang terjadi adalah meningkatnya radikalisme yang berujung pada konflik antar agama. Studi survey baseline (n=343) menemukan partisipan yang memiliki pengalaman melakukan kontak dengan agama lain cenderung memiliki Inter-religious hostility yang lebih rendah dari pada partisipan yang tidak memiliki pengalaman kontak sama sekali. Merujuk pada Contact Hypothesis, Riset ini bertujuan untuk melihat lebih jauh mengenai Storytelling sebagai bentuk intervensi extended contact dalam mengurangi kebencian antar agama (Inter- religious hostility) dan Prasangka Agama. Studi ini melibatkan 163 partisipan remaja dengan menggunakan quasi experiment mixed design: within and between subject, dengan keseluruhan proses selama dua minggu. Dalam studi ini, partisipan intervensi diberikan akses tautan cerita pengalaman muslim di negara muslim minoritas selama lima hari berturut-turut. Hasil pengukuran pre-post serta komparasi kelompok intervensi dan kontrol menunjukkan bahwa storytelling sebagai extended contact terbukti secara signifikan menurunkan inter-religious hostility dan blatant prejudice namun tidak terbukti menurunkan subtle prejudice. Analisis tambahan ditemukan bahwa Extended contact Storytelling lebih efektif diterapkan pada kelompok dengan pengalaman kontak out group yang minim dan kelompok yang memiliki status equal/setara. ......The phenomenon of intolerance, especially in terms of religious differences, is rife in adolescents. This is caused by hatred and prejudice against other religions. If this is allowed to do so, what will happen will be an increase in radicalism which will lead to conflicts between religions. The baseline survey study (n = 343) found participants who had experience of making contact with other religions tended to have lower inter-religious hostility than participants who had no contact experience at all. Referring to the Contact Hypothesis, this research aims to look further at storytelling as a form of extended contact intervention in reducing inter-religious hostility and religious prejudice. This study involved 163 adolescent participants using a quasi-experimental mixed design: within and between subjects, with the whole process for two weeks. In this study, intervention participants were given access to links to stories of Muslim experiences in minority Muslim countries for five consecutive days. The results of pre-post measurements and the comparison between the intervention and control groups showed that storytelling as an extended contact was proven to significantly reduce inter-religious hostility and blatant prejudice but was not proven to reduce subtle prejudice. Additional analysis found that extended contact storytelling was more effective in groups with minimal outgroup contact experience and groups with equal status.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Ariyo Faridh
Abstrak :
Dalam penelitian mengenai kegiatan mendongeng orang tua di Jadebotabek, penulis mengkaji aspek-aspek seperti: apakah mendongeng masih dilakukan para orang tua di Jadebotabek; pada waktu kapan saja kegiatan mendongeng itu dilakukan para orang tua di Jadebotabek kepada anak; sejak usia anak berapa, para orang tua di Jadebotabek mulai mendongeng kepada anak; apakah tujuan dari dilakukannya kegiatan mendongeng para orang tua di Jadebotabek kepada anak; cerita apa saja yang biasa didongengkan para orang tua di Jadebotabek kepada anak; bagaimanakah kegiatan mendongeng itu biasa dilakukan oleh para orang tua di Jadebotabek kepada anak; serta hal-hal apa yang dilakukan para orang tua di Jadebotabek kepada anak setelah kegiatan mendongeng dilakukan. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan sifat penelitian deskriptif, metode yang digunakan adalah survei dengan kuesioner dimana pengambilan data dilakukan dengan cara sampel aksidental (accidental sampling). Scbagai subjek dalam penelitian ini adalah para orang tua di Jadebotabek yang mempunyai anak pada batas usia prasekolah hingga usia sekolah (usia 2-13 tahun). Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah kegiatan mendongeng para orang tua tersebut kepada anaknya, dan pelaksanaan penelitian adalah di Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan mendongeng merupakan suatu kegiatan yang sudah tidak asing lagi bagi para orang tua di Jadebotabek, karena kegiatan mendongeng para orang tua kepada anaknya masih dilakukan. Hal ini dibuktikan dengan basil penelitian bahwa mayoritas 75,86% responden ibu dan 55,17% responden bapak bahwa mereka masih mendongeng kepada anaknya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai kegiatan mendongeng para orang tua di Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jadebotabek).
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S15584
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Kumalaningrum
Abstrak :
Skripsi ini membahas pola kalimat bercerita anak autis usia 8-11 tahun. Selain itu, dibahas pula jenis kalimat, penggunaan kelas kata untuk mengisi gatra, dan pemakaian konjungsi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif studi kasus pada tiga anak autis yang bersekolah di sekolah inklusi. Gambar Cookie Theft digunakan sebagai alat pancing bercerita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika bercerita, para informan sudah mampu membuat kalimat tunggal, kalimat bersusun, dan kalimat majemuk setara dengan variasi pola kalimat. Penggunaan kelas kata nomina dan verba banyak dilakukan. Konjungsi sudah dipakai untuk menghubungkan antarklausa dan antarkalimat dengan berbagai macam hubungan. ......This thesis discusses the patterns of sentences to tell a child with autism aged 8-11 years. In addition, it also discussed the types of sentences, the use of the word class to fill sentence structure, and the use of conjunctions. This study uses a case study method in three autistic children who attend schools in the inclusion. Cookie Theft picture used as a stimulation to tell. The results showed that when told, the informant was able to make direct sentences, compound sentences, and equivalent compound sentence with the variation pattern of the sentence. The use of the word classes of nouns and verbs is mostly done. Conjunctions are used to connect between clauses and between sentences with a variety of relationships.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43456
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>