Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusuf Ernawan
"Fungsi produk dan fungsi situs bengkel beliung prasejarah berhubungan dengan perdagangan dan perbengkelan. Penelitian yang pernah dilakukan memperlihatkan fungsi produk situs bengkel beliung merupakan sarana perdagangan, dan fungsi situs bengkel sebagai tempat membuat beliung. Penelitian tersebut tidak memperhatikan hubungan produk dan kegiatan bengkel beliung dengan fasilitas sumber daya alam yang terdapat pada situs dan sekitarnya.
Penelitian ini bertujuan mengetahui fungsi produk dan fungsi situs yang berhubungan dengan sumber daya alam situs dan sekitarnya. Penelitian diharapkan memperlihatkan apakah produk bengkel beliung merupakan komoditas dagang atau sarana budi daya tanaman pads situs, apakah produk bengkel merupakan upaya pemukim menempatkan diri dan memanfaatkan sumber daya alam, dan bagaimana bentuk kegiatan pemukiman yang ditentukan daya dukung sumberdaya alam lingkungannya.
Upaya untuk mengetahui fungsi produk dan fungsi situs memakai sampel non probabilitas. Data artefak dan lingkungan fisik memakai hasil survai dan penggalian di situs Ngrijangan, Kendeng Lembu, Ngrijang Sengon, Gunung Gamping. Data di (a) Ngrijang Sengon, Ngrijangan diharapkan mewakili bengkel beliung di sisi barat perbatasan Pegunungan Selatan Jawa Timur bagian barat dan timur, (b) Gunung Gawping diharapkan mewakili bengkel beliung di Pegunungan Selatan Jawa Timur bagian timur berbatasan dataran rendah Lumajang, Cc) Kendeng Lembu diharapkan mewakili bengkel beliung di Pegunungan Solo berbatasan Pegunungan Selatan Jawa Timur. Penelitian didukung percobaan, etnografi akik di Gendaran.
Fungsi bengkel memakai perbandingan ciri fisik produk dan kegiatan bengkel dengan sumber daya alam. Perbandingan kesamaan ciri fisik produk memakai rumus Steinhaus yang diuji beda rumus D/ma. Hasil uji memperlihatkan kedudukan tiap artefak seluruh situs dalam proses pembuatan beliung; sehingga menampakan fungsi situs sebagai penghasil atau pengguna produk bengkel. Hubungan fungsi situs penghasil atau pengguna produk dengan sumber daya alam memperlihatkan fungsi situs sebagai pemukiman dan atau perbengkelan.
Hasil penelitian memperlihatkan perbedaan kesimpulan dengan penelitian terdahulu. P nelitian ini memperlihatkan fungsi situs NgriJang Sengon, Ngrijangan, Gunung Gamping, Kendeng Lembu sebagai penghasil pra-beliung dan beliung yang tidak berlangsung setiap waktu bergantung persediaan air untuk menggosok batuan. Produk bengkel beliung tidak didagangkan di bengkel. Produk bengkel beliung dipakai budi daya tanaman selama memproduksi beliung; sehingga bentuk pemukiman pendukung kegiatan bengkel berhubungan dengan budi daya tanaman tebas bakar yang bervariasi sesuai daya dukung sumber alam di situs Ngrijangan, Ngrijang Sengon, Gunung Gamping dan Kendeng Lembu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
T1737
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wanny Rahardjo Wahyudi
"ABSTRAK
Walaupun sejak lama diketahui bahwa diwilayah DKI Jakarta banyak ditemukan Beliung Persegi, namun penelitian yang mendalam mengenai benda ini masih amat terbatas, dan terkesan hanya bersifat pengumpulan artefak belaka. Analisis terhadap artefak ini hanya dilakukan sepintas. Para peneliti terdahulu antara lain Hoop (1941) Geldern (1945) Heekeren (1972) dan Pramono (1985) baru mengulasnya secara tipologis.
Berdasarkan kenyataan itu, penelitian ini berupaya mengkaji aspek fungsi beliung persegi dari jejak pakainya. Dari analisis jejak pakai diketahui bahwa beliung persegi dari beberapa situs di Jakarta digunakan sebagai alat untuk aktivitas nembelah (cleaving), mengampak (adzing), serta aktivitas mengerat /mengatam (whittling).
"
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Kresno Yulianto Soekardi
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Akbar
"Sebagaimana diketahui daerah Jakarta dan Bogor, terutama DAS Ciliwung, banyak menghasilkan temuan beliung persegi dari berbagai macam batuan. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sejauh ini belum menjawab mengenai nama batuan dan lokasi sumber bahan bakunya. Hasil analisis bahan beliung persegi dari DAS Ciliwung menunjukkan bahwa terdapat tujuh macam batuan yang dijadikan bahan beliung persegi. Bahan beliung persegi yaitu batuan chert, dacite, hornfels, jasper, metalimestone, silisifiedwood, dan siltstone. Metalimestone merupakan batuan yang paling banyak dijadikan bahan beliung persegi, sedangkan silisifiedwood dan siltstone merupakan batuan yang paling sedikit. Berdasarkan peta geologi lembar Jakarta dan Bogor, chert, silisifiedwood, dan siltstone terdapat di DAS Ciliwung, yaitu di sekitar daerah Sugutamu, Depok. Sedangkan batuan lainnya tidak terdapat di DAS Ciliwung. Bila mengacu pada peta geologi, maka dacite, hornfels, jasper, dan metalimestone, yang terdekat terdapat di DAS Bekasi dan DAS Cisadane. Di DAS Bekasi ke empat batuan tersebut di atas, terdapat di sekitar daerah Cileungsi, Bogor. Chert, silisifiedwood, dan siltstone juga terdapat di daerah ini. Di DAS Cisadane ke empat batuan tersebut di atas terdapat di sekitar daerah Gunung Dago, Bogor. Sedangkan chert, silisifiedwood, dan siltstone terdapat pula di daerah ini, terutama di sepanjang aliran sungai Cisadane. Hasil ekskavasi di Kelapa Dua memberikan dugaan yang kuat bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu perbengkelan yang menghasilkan beliung persegi, sedikitnya Kelapa Dua merupakan situs perbengkelan tahap penyelesaian akhir, yaitu pada kegiatan penghalusan dan pengupaman. Beliung persegi yang ditemukan di Kelapa Dua terdiri dari seluruh macam batuan yang ada. Berdasarkan hal tersebut di atas tidak tertutup kemungkinan beliung persegi yang terdapat di Kelapa Dua didatangkan dari luar, mengingat tidak terdapatnya batuan dacite, hornfels, jasper, dan metalimestone. Terdapat kemungkinan bahwa beliung persegi Kelapa Dua berasal dari daerah Cileungsi atau dari daerah Gunung Dago, atau mungkin keduanya. Di kedua daerah tersebut juga dapat dijurnpai batuan chert, silisifiedwood, dan siltstone. sehingga terdapat kemungkinan ketujuh macam batuan yang dijadikan bahan beliung persegi didatangkan dari luar Kelapa Dua. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, tidak dijurnpai bukti-bukti perbengkelan di sekitar daerah Cileungsi dan Gunung Dago, Bogor. Hal ini membuka kemungkinan bahwa semua macam batuan yang dijadikan bahan beliung persegi didatangkan dari luar Kelapa Dua, baik berbentuk bongkahan maupun bentuk setengah jadi. Di Kelapa Dua dilakukan penyelesaian akhir sehingga menghasilkan beliung persegi yang telah berpermukaan halus dan siap dipakai. Dari Kelapa Dua kemungkinan besar didistribusikan ke lokasi-lokasi lain di DAS Ciliwung. Mengingat Kelapa Dua mempunyai sumber bahan chart, silisifiedwood, dan siltstone, yang dekat dengan lokasi, tampaknya ketiga bahan tersebut berasal dari daerah yang relatif sangat dekat, yaitu daerah Sugutamu, Depok. Hasil analisis menunjukkan bahwa batuan yang paling banyak digunakan sebagai bahan pembuatan beliung persegi adalah metalimestone. Beliung persegi dan bahan tersebut tersebar di 7 dari 10 lokasi temuan di DAS Ciliwung. Pada uraian sehelumnya telah disampaikan bahwa secara geologis, di DAS Ciliwung tidak terdapat metalimestone. Dapatlah kiranya diperkirakan bahwa pada masa bercocok tanam telah terjadi kegiatan pertukaran, sehingga beliung persegi yang bahannya tidak terdapat di DAS Ciliwung, ditemukan di wilayah tersebut. Kegiatan pertukaran juga terjadi antar lokasi di DAS Ciliwung, sehingga lokasi yang tidak mempunyai sumber bahan, tetap dapat ditemukan beliung persegi."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S11462
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sarkoro Boedi Santoso
"Beliung Persegi merupakan salah satu alat batu dari tradisi Neolitik atau masa bercocok tanam yang banyak di-temukan tersebar di kepulauan Indonesia, terutama di Indonesia bagian barat. Sebagai suatu peralatan batu yang dipakai untuk bekerja, beliung persegi tampak memperlihatkan keanekaragaman dalam hal bentuk, ukuran, bahan dan kekerasannya, besarnya sudut tajaman, jenis kerusakan, dan letak keru sakan. Adanya keanekaragaman itu merupakan masalah utama yang akan dibahas dalam penelitian ini. Masalah lain yang menjadi perhatian adalah mengenai fungsi beliung dilihat atas dasar bentuk jejak pakai yang ditinggalkan, sehingga akan jelas bagaimana hubungan antara jejak pakai pada be_liung dengan teknik (cara) pemakaiannya.
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah beliung persegi koleksi Museum Nasional Jakarta dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang kesemuanya merupakan temuan lepas (bukan basil ekskavasi) berasal dari daerah Bogor, dengan jumlah temuan sebanyak 225 buah yang dapat diidentifikasikan.
Analisis dilakukan dengan memperhatikan ciri-ciri bentuk, ukuran, bahan dan kekerasan, besarnya sudut tajaman, jenis kerusakan dan keletakannya pada mata tajaman. Untuk dapat menganalisis fungsi beliung, harus diketahui terlebih dahulu beberapa macam fungsi alat batu dengan masing-masing ciri-ciri kerusakannya yang digunakan oleh beberapa suku bangsa, di samping itu juga dari beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh beberapa ahli, melalui kajian kepustakaan yang digunakan sebagai data banding. Setelah terkumpulnya data banding tahap selanjutnya adalah. milakukan analogi etnografi berdasarkan kajian kepusta_kaan, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan tentang berbagai macam fungsi beliung.
Hasil analisis tentang fungsi beliung persegi, menunjukkan bahwa beliung persegi digunakan sebagai alat untuk mengerat/meraut (whittling), penarah/pengetam/penyerut (planning), menggergaji (sawing), memotong/mengiris (cutting/slicing), membelah (chopping), mengampak (axing), mengikis/mengerik (scraping), baji (wedging)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S11538
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I. B Dwipayana
"I.B. Dwipayana, 0795030096, Beliung Persegi dari Cikokol, Tangerang Jawa Barat. (Dibawah bimbingan Kresno yulianto, M. Hum), Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Pada masa Iampau, kondisi disekitar manusia merupakan Iingkungan yang alami, meliputi iklim, tanah, vegetasi dan fauna. Perkembangan budaya mengakibatkan manusia mampu menciptakan benda-benda yang digunakan untuk memanfaatkan sumber Jaya yang diperlukan, kehidupan manusia pada masa itu menunjukkan bahwa penguasaan dan pemanfaatan alam untuk kebutuhan hidupnya maju dengan pesat, hal ini terlihat pada pembuatan alat-alat yang dihasilkan seperti beliung persegi. Beliung Persegi merupakan benda penting pada masa bercocok tanam atau masa neolitik. Daerah temuan beliung ini, secara luas ditemukan di Indonesia, terutama di Indonesia bagian barat, salah satu situsnya adalah Cikokol, Tangerang, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara dominasi bentuk tertentu dengan tipe kegiatan tertentu dan merevisi kembali pendapat Roger Duff mengenai bentuk-bentuk tipe beliung di Indonesia terutama Indonesia bagian barat serta menjelaskan arti pentingnya situs Cikokol bagi kehidupan masyarakat prasejarah pada masa bercocok-tanam. Data yang dipakai dalam peneiitian ini merupakan beliung dari Cikokol, Tangerang koleksi Pusat Arkeologi di Jakarta. Berdasarkan pengamatan terhadap klasifikasi beliung persegi dalam tipe dasar dan variasinya dapat disimpulkan bahwa pada umumnya beliung persegi yang berasal dari Cikokol, Tangerang, Jawa Barat ini terdiri dari 3 macam tipe yaitu; Tipe I (beliung persegi), Tipe II (pahat), Tipe III (belincung). Tiap tipe ini masih terbagi Iagi menjadi beberapa variasi yailu: Tipe I dengan 6 variasi, Tipe II dengan 2 variasi dan Tipe IlI dengan 5 variasi. Sudut tajaman beliung dibagi menjadi 3 kelas yaitu ; tajam, sedang, tumpul. Ukuran beliung dibagi menjadi 3 yaitu: pendek, sedang, panjang. Dari semua tipe dan variasi yang dihasilkan terdapat 1 buah variasi yang tidak terdapat di dalam klasifikasi Roger Duff, maupun klasifikasi yang dibuat oleh para peneliti lainnya, yaitu beliung Tipe II variasi B. Pengamatan terhadap bentuk beliung terlihat bahwa ada 3 bentuk beliung yaitu; empat persegi panjang, berpenampang punggung tinggi dan berpenampang punggung bulat, dari ketiga bentuk tersebut, bentuk beliung empat persegi panjang merupakan bentuk yang paling dominan. Analisis bahan beliung menunjukkan 3 jenis batuan yang dipakai dan merupakan bahan baku beliung yaitu: (1) batuan beku: batuan daslt. (2) Batuan sedimen : Jasper, Rijang (chert), Fosil Kayu (Silisifiedwood), batu lanau (silt stone). (3) Batuan Metamori : Batuan metagamping dan hornfels. Berdasarkan peta geologi lembar Jakarta, Tangerang dan Bogor semua jenis batuan ini terdapat di sekitar DAS Cisadane. Batuan dasit terdapat di daerah Gunung Dago, Jasper didaerah Binong dan Peusar, Batuan Rijang Silisltledwood, batu lanau, metagamping terdapat di daerah Gunungsari, Cihuni, Cigaten. Batu gamplng terdapat di daerah Nagrak, Hawing dan Cipete. Pengamatan terhadap keragaman bentuk, sudut tajaman dan hubungannya dengan jenis kegiatan dapat disimpuikan: Tipe 1 ukuran pendek dan sedang dengan sudut tajaman tajam cenderung mengarah pada jenis kegiatan menyerut, menggergaji, memotong, mengikis, dan mengerik. Tipe I ukuran pendek dan sedang dengan sudut tajaman sedang mengacu pada jenis kegiatan menarah, mengampak, dan membaji.Tipe II ukuran pendek dan sedang dengan sudut tajaman tajam cenderung mengarah pada jenis kegiatan : menyerut, memotong, mengergaji, mengikis dan mengerik. Tipe III berukuran pendek dan sedang dengan sudut tajaman tumpul cenderung mengarah pada jenis kegiatan membelah. Tipe III berukuran sedang dengan sudut tajaman sedang cenderung mengarah pada jenis kegiatan menarah, mengampak dan membaji. Tipe III berukuran panjang dengan sudut tajaman tumpul cenderung mengarah pada jenis kegiatan mem belah. Berdasarkan data yang dibuat oleh Departernen Dalam Negeri (1999), daerah Cikokol yang dilalui oleh DAS Cisadane ini, memiliki persediaan air yang berlimpah, keadaan solum tanah (unsur Kara) yang balk dan subur, flora dan fauna yang beragam, keadaan suhu dan curate hujan yang tetap dan teratur, memungkinkan menarik minat manusia untuk hidup dan menetap di daerah tersebut. Kondisi inilah setidak-tidaknya mendukung kegiatan bercocok tanam yang pada masa neoiitik mungkin masih berbentuk perladangan berpindah, kondisi lingkungan yang mendukung dan kegiatan yang dilakukan memungkinkan daerah tersebut dapat berkembang."
2000
S11576
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Putri Wulandari
"Bencana alam merupakan peristiwa yang tidak terduga. Bencana alam yang paling banyak terjadi di Indonesia selama 2018 adalah puting beliung sebanyak 750 kejadian dan tercatat bahwa 21% dari bencana alam yang tejadi di Indonesia disebabkan oleh angin puting beliung. Anak-anak merupakan individu yang lebih terdampak secara emosional paska bencana. Kesiapsiagaan psikologis yang rendah dan kurangnya kemampuan yang dimiliki anak-anak menyebabkan dampak emosional yang diterima berkembang menjadi kecemasan dan muculnya pikiran negatif. Terapi yang tepat diberikan untuk mengatasi masalah tersebut adalah terapi kognitif dan terapi kelompok terapeutik usia sekolah. Tujuan karya ilmiah akhir ini untuk mengetahui pengaruh terapi kognitif dan terapi kelompok terapeutik usia sekolah terhadap kecemasan dan kesiapsiagaan psikologis paska bencana. Pendekatan dalam karya ilmiah akhir ini menggunakan case series dengan responden sebanyak 8 klien kelolaan anak sekolah dengan dilakukan pengukuran pre post test terhadap kecemasan, kesiapsiagaan psikologis, dan kemampuan klien. Instrumen yang digunakan adalah Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) dan Psychological Preparedness for Disaster Threat Scale (PPDTS). Analisis data dilakukan dengan menggunakan aplikasi Ms. Excel. Hasil analisis menunjukkan terjadi perubahan kecemasan, kesiapsiagaan psikologis paska bencana, dan kemampuan anak sekolah yang lebih optimal setelah diberikan tindakan keperawatan Ners, terapi kognitif, dan terapi kelompok terapeutik usia sekolah. Pemberian Terapi Kognitif dan Terapi Kelompok Terapeutik Usia Sekolah direkomendasikan sebagai penanganan dasar untuk anak sekolah yang mengalami kecemasan dan membentuk kesiapsiagaan psikologis anak sekolah paska bencana.
Natural disaster is an unpredictable event. The most frequent natural disaster happened in Indonesia on 2018 was tornado as much as 750 events and it is documented that 21% of natural disaster in Indonesia are caused by tornado. Children are the most affected psychologically on the post disaster state. The shortage of psychological preparedness and the lack of capability on children cause the emotional effect lead to anxiety and emerging negative thoughts. The appropriate therapy given on overcoming such problems are cognitive therapy and school-age therapeutic group therapy. The aim of this study was to identify the effect of cognitive therapy and school age therapeutic group therapy on anxiety and post disaster psychological preparedness. The research approach used in this study was case series conducted on 8 respondents consist of school-age children by pre post test measurement of anxiety, psychological preparedness and the client capability. The instrument used were Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) and Psychological Preparedness for Disaster Threat Scale (PPDTS). The data were analyzed using Ms. Excel application. The analysis result showed the changes in anxiety scale, disaster psychological preparedness and the improvement of childrens capability after they were given the nursing intervention, cognitive therapy and school age therapeutic group therapy. The application of cognitive therapy and school age therapeutic group therapy were recommended as the basic management of anxiety and the therapy of post disaster psychological preparedness on school-age children."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library