Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atagoran, Teresa Catharina Boi
Abstrak :
Wali sebagai pelaksana kekuasaan orang tua terhadap anak memiliki peran yang signifikan dalam tumbuh kembang dan kesejahteraan anak. Namun jika pada kenyataannya perwalian tidak berjalan sebagaimana mestinya, wali dapat dicabut oleh Pengadilan setempat. Masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah pengertian dan pengaturan mengenai anak, perwalian, perbandingan pengaturan pencabutan perwalian antara Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta perbandingan pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 302/Pdt.G/2012/PN.Mdo dengan ketentuan pencabutan perwalian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan metode analisa data kualitatif. Perbedaan antara pengaturan pencabutan wali dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali adalah lebih spesifiknya pemohon pencabutan wali, yakni orang tua atau badan hukum atau orang yang akan ditunjuk sebagai wali serta alasan-alasan pencabutan wali yang lebih mendetail dan ada beberapa alasan baru, yakni wali melalaikan kewajibannya, wali tidak cakap melakukan perbuatan hukum, menyalahgunakan kewenangan sebagai wali, melakukan tindak kekerasan terhadap anak yang ada dalam pengasuhannya, dan orang tua dianggap telah mampu untuk melaksanakan kewajibannya. Pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 302/Pdt.G/2012/PN.Mdo seharusnya merujuk pada Undang-Undang Perkawinan sebagai dasar hukum pencabutan wali, namun keputusan hakim dalam kasus ini tetap tepat, karena hakim mempunyai wewenang untuk menggali nilai keadilan dalam masyarakat, yang dilakukan dengan cara mempertimbangan pendapat anak yang berada dalam perwalian. Alasan pencabutan wali, prosedur pencabutan wali dan penunjukan wali baru dalam kasus ini telah sesuai dengan ketentuan pencabutan wali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernat S Turnip
Abstrak :
Dalam pelaksanaan sinergi pada entitas bisnis berupa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seringkali dilakukan dengan metode menunjuk langsung penyedia/vendor barang dan jasa dimana penunjukan tersebut biasanya di serahkan kepada UMN lainnya maupun anak perusahaan BUMN (subsidiary) serta perusahaan terafiliasi BUMN, kondisi tersebut diperbolehkan sepanjang telah sesuai prosedur/peraturan pengadaan barang dan jasa yang diatur dalam peraturan pengadaan barang/jasa masing-masing perusahaan dan tidak bertentangan dengan peraturan presiden dan peraturan menteri mengenai pengadaan barang dan jasa dan tidak melanggar prinsip-prinsip persaingan usaha yang tidak sehat khususnya pelanggaran terhadap praktek diskriminasi dan persekongkolan dalam tender. Kondisi pengadaan barang/jasa di lingkungan PT Angkasa Pura I (Persero) yang dilakukan dengan metode penunjukan langsung kepada anak perusahaannya terbukti telah dilakukan praktek diskriminasi dan persekongkolan karena penerapan sinergi BUMN tidak menciptakan efisiensi bagi perusahaan dan terbukti memenuhi seluruh unsur dalam ketentuan pada “Pasal 19 d dan Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat”, namun tidak otomatis mengakibatkan batalnya kontrak investasi pembangunan sarana pada bandara yang berada di lingkungan PT Angkasa Pura 1 oleh karena para pihak yang merasa dirugikan harus memintakan permohonan batalnya kontrak tersebut kepada Pengadilan Negeri sesuai ketentuan yang berlaku. ......In the implementation of synergies in business entities in the form of State-Owned Enterprises (BUMN) it is often carried out by the method of directly appointing providers/vendors of goods and services where the appointment is usually handed over to other UMNs as well as BUMN subsidiaries (subsidiaries) and BUMN affiliated companies, this condition is allowed. as long as it complies with the procedures/regulations for the procurement of goods and services regulated in the regulations for the procurement of goods/services of each company and does not conflict with presidential regulations and ministerial regulations regarding the procurement of goods and services and does not violate the principles of unfair business competition, especially violations of discriminatory practices and conspiracy in tenders. The condition of the procurement of goods/services within PT Angkasa Pura I (Persero) which is carried out by the method of direct appointment to its subsidiaries is proven to have carried out discriminatory practices and conspiracy because the implementation of SOE synergy does not create efficiency for the company and is proven to meet all the elements in the provisions in "Article 19 d and Article 22 of Law Number 5 of 1999 concerning the prohibition of monopolistic practices and unfair business competition", but it does not automatically result in the cancellation of the investment contract for the construction of facilities at the airport located within PT Angkasa Pura 1 because the parties who feel aggrieved must request the cancellation request. the contract to the District Court in accordance with the applicable provisions.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dioputra Ilham
Abstrak :
Party Autonomy Principles ensure that arbitration remains flexible in its nature and by ensuring an integral part of the proceedings namely the parties ability to tailor the procedure of their arbitration to their needs. This autonomy also includes the basic right of parties to be able to freely appoint, constitute, challenge and remove arbitrators commonly referred to as Rules Governing Arbitrators. BANI, the oldest arbitral institution in Indonesia, however, is known for having policy and implementation in its governing regulations which undermine party autonomy. This research discusses firstly, the differences of party autonomy in regulations governing BANI Arbitration Centre (hereinafter shall be called BANI) proceedings in comparison to Singapore International Arbitration (SIAC) proceedings in both arbitration law and rules. Secondly, this research discusses the necessity in the reform of regulations governing BANI proceedings. By conducting a juridical normative legal research, applying a comparative approach, it can be concluded that institutional arbitration at BANI still hinders party autonomy by having increased thresholds of qualifications for arbitrators and challenge requirements as well as inability to be able to nominate a presiding arbitrator, making the usage of BANI unpopular in the region as opposed to SIAC. Secondly, regulations governing BANI proceedings must be reformed for reasons of flexibility, certainty and efficiency. The suggestion would be to reform in terms of arbitration law, for Indonesia to adopt with modifications provisions in regard to the appointment, selection and challenge of arbitrators in the UNCITRAL Model Law.
Prinsip party autonomy, kemampuan para pihak untuk menyesuaikan prosedur arbitrase mereka dengan kebutuhan dan maksud mereka dan mencakup hak dasar para pihak untuk dapat secara bebas menunjuk membentuk majelis mengajukan keberatan terhadap; dan memecat arbiter, dalam arbitrase memastikan bahwa proses arbitrase tetap fleksibel namun BANI, sebagai institusi arbitrase tertua di Indonesia, terkenal mempunyai pengaturan dan implementasi yang merendahkan party autonomy. Penelitian ini membahas perbedaan yang berkaitan dengan party autonomy dalam peraturan perundang-undangan dan arbitration rules yang mengatur proses beracara di BANI dibandingkan dengan SIAC. Penelitian ini juga membahas keperluan reformasi peraturan yang mengatur proses beracara di BANI. Penelitian dengan metode yuridis normatif yang menggunakan pendekatan komparatif ini menyimpulkan bahwa arbitrase institusional di BANI berbeda dengan SIAC, yang mana arbitrase institusional di BANI masih menghalangi party autonomy dalam hal ambang kualifikasi untuk arbiter, persyaratan keberatan terhadap arbiter dan ketidakmampuan untuk dapat menunjuk atau bahkan menominasikan seorang arbiter ketiga dalam suatu sidang membuat penggunaan BANI sangat tidak populer di wilayah Asia dibandingkan dengan SIAC. Peraturan yang mengatur proses beracara di BANI harus direformasi untuk meningkatkan fleksibilitas, kepastian hukum dan efisiensi dalam prosedur beracara BANI. Saran dalam penelitian ini adalah untuk merevisi UU No. 30 Tahun 1999 dan peraturan beracara di BANI dengan mengadopsi UNCITRAL Model Law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denni Aristonova
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai dampak tidak adanya ujian pengangkatan notaris sebagai salah satu syarat dalam pengangkatan Notaris, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 50 P/HUM 2018. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengaturan terkait proses dan syarat pengangkatan Notaris dan dampak Putusan Mahkamah Agung tersebut terhadap calon Notaris. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif, menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen terhadap data sekunder dengan penelusuran literatur. Pendekatan analisis menggunakan kualitatif. Hasil penelitian ini adalah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan peraturan baru yaitu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 19 tahun 2019, serta dampak Putusan Mahkamah Agung itu sendiri ialah tidak ada lagi Ujian Pengangkatan dan ujian tersebut diganti menjadi pelatihan untuk para calon Notaris, dimana 10 peserta terbaik yang mengikuti pre test dan post test pada akhhir pelatihan akan mendapatkan kesempatan memilih wilayah kerjanya dalam wilayah D yang diberikan kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Diharapkan Nantinya Ujian Pengangkatan Notaris jika Undang-Undang Jabatan Notaris jadi untuk direvisi dapat ditambahkan dalam pasal 3 Undang-undang tersebut, yaitu ditambahkan kalimat Notaris diangkat setelah lulus Ujian Pengangkatan Notaris yang dilakukan Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia. ......This research discusses the elimination of the Notary Appointment Examination as one of the requirements for the appointment of a Notary, based on the Supreme Court Decision Number 50 P/HUM 2018. The issues raised in this research are the arrangements related to the process and requirements for the appointment of a Notary and the impact of the Supreme Court Decision on candidates. Notary Public. This research is a normative juridical study, using data collection tools in the form of document studies of secondary data by searching the literature. The analysis approach uses qualitative. The results of this study are that the Ministry of Law and Human Rights issued a new regulation, namely the Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 19 of 2019, and the impact of the Supreme Court Decision itself is that there are no more Appointment Exams and these exams are changed to training for Notary candidates. where the 10 best participants who take the pre test and pro test at the end of the training will have the opportunity to choose their work area in area D given by the Ministry of Law and Human Rights. It is hoped that the Notary Appointment Test will be added if the Notary Position Law is made to be revised, it can be added in article 3 of the Law, namely the notary is added after passing the Notary Appointment Exam conducted by the Minister of Law and Human Rights.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Deriani
Abstrak :
Studi ini membahas tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu tunggu pasien dan bagaimana pelaksanaan appointment system di unit rawat jalan RS Awal Bros Pekanbaru. Metode kuantitatif digunakan menganalisis lamanya waktu tunggu dan hubungan faktor keterlambatan dokter, status kepegawaian dokter, pola kedatangan pasien, karakteristik perjanjian, jenis pembayaran, lama pelayanan rekam medis dan jenis poliklinik dengan jumlah sampel 625 pasien. Metode kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam kepada beberapa informan untuk mengetahui tentang pelayanan rawat jalan dan appointment system. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu tunggu rawat jalan adalah 136,02 menit, masih melebihi standar pelayanan minimal ≤ 60 menit. Hasil bivariat dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan seluruh faktor mempunyai hubungan yang bermakna dengan lama waktu tunggu. Hasil multivariat dengan menggunakan regresi logistik didapatkan tidak ada hubungan bermakna antara keterlambatan dokter dan status kepegawaian dokter dengan lamanya waktu tunggu. Dari metode kualitatif diketahui bahwa appointment system belum berjalan dengan baik. ......This study discusses the factors associated with patient waiting times and how the implementation of the appointment system in the outpatient unit Awal Bros Hospital Pekanbaru. Quantitative methods are used to analyze the long waiting time and the relationship between physicians arrival delay time, physician’s employment status, the pattern of the patient's arrival, the characteristics of the appointment, type of payment, length of medical records service and type of clinic with patient waiting times, with a sample of 625 patients. The qualitative method by conducting in-depth interviews to several informants to find out about outpatient services and appointment system. The results showed that outpatient waiting time was 136.02 minutes, still exceeding the minimum service standards ≤ 60 minutes. The results of the bivariate using Chi Square test obtained all the factors have a meaningful relationship with a long waiting time. Results of multivariate logistic regression there is no significant relationship between physicians arrival delay time, physician’s employment status, with long waiting times. From a qualitative method is known that the appointment system has not gone well.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Putri Fathania Nur Ranti Faisal
Abstrak :
ABSTRAK
Penunjukan langsung sebagai metode pengadaan badan usaha pelaksana KPBU baru diperkenalkan dalam Peraturan Presiden Nomor 38 tahun 2015 setelah selama ini hanya terdapat satu metode yakni pelelangan umum. Sebagai metode baru, maka perlu dikaji hal-hal terkait bagaimana hukum Indonesia mengatur mengenai hal tersebut, implementasi dan pengaruhnya terhadap regulasi sektoral serta mengkaji mekanisme penunjukan langsung tersebut jika ditinjau dari sudut praktik terbaik dari pengadaan infrastruktur. Penelitian ini bersifat yuridis normatif. Berdasarkan peninjauan hukum yang telah dilakukan terhadap peraturan-peraturan tersebut, hukum Indonesia telah mengatur mengenai pengadaan badan usaha pelaksana sejak di Peraturan Presiden nomor 67 tahun 2005 dan perubahannya. Kemudian implementasi metode penunjukan langsung pengadaan badan usaha pelaksana belum dapat dilihat hasilnya sebab sampai saat ini belum ada proyek KPBU yang menggunakan metode penunjukan langsung ini. Sejauh ini syarat kondisi tertentu dalam penunjukan langsung di Indonesia sudah cukup baik. jika dibandingkan dengan syarat kondisi tertentu yang dimiliki oleh Negara lain. Pelaksanaan pengadaan badan usaha pelaksana dengan metode lelang maupun penunjukan langsung harus diawasai agar pelaksanaannya sesuai dengan prinsip pengadaan dan dapat mencapai nilai manfaat uang terbaik.
ABSTRACT Direct appointment as public private partnership PPP procurement of the implementing business entity method newly introduced in Presidential Regulation number 38 year 2015 after all this time, public tender is the only method. As a new method, it is necessary to examines how Indonesian law regulated related matters, the implementation and the effect on sectoral regulations and assess the direct appointment method in best practices on the provision of infrastructure. This research uses a normative juridicial study. Based on the review of the law that have been committed against these regulations, the law of Indonesia has been regulating about procurement of implementing business entity since at Presidential Regulation number 67 year 2005 and its amendments. Then, the implementation of procurement of the implementing business entity through direct appointment cannot be seen the results yet because thus far, there is no PPP project that uses direct appointment method. The certain conditions in terms of direct appointment in Indonesia has been quite good when it compared to the terms of certain conditions that are owned by other States. Procurement of the implementing business entity through public tender or direct appointment should be supervised to ensure the implementation in accordance with the principles of procurement and to achieve best value for money.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S65756
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajib Rakmawanto
Abstrak :
Tujuan penelitian ini; pertama, menganalisis peran Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat Yang Berwenang dalam sistem pembinaan ASN sebagaimana tertuang dalam UU ASN; kedua, mengidentifikasi implementasi sistem pembinaan PNS yang telah dijalankan instansi pemerintah. Pendekatan penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif dengan informan akademisi SDM publik dan praktisi pengelola SDM ASN di beberapa instansi pemerintah. Teknik pengambilan data penelitian dengan cara FGD dan wawancara. Hasil penelitian menunjukan; pertama, sistem pembinaan ASN dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian yang berperan sebagai pengambil kebijakan dan Pejabat Yang Berwenang yang berperan sebagai pelaksana teknis kebijakan; kedua, implementasi pembinaan PNS di instansi pemerintah yang telah berjalan selama ini kurang obyektif karena mengabaikan prinsip merit dan banyak kepentingan politik. Rekomendasi penelitian; pertama, menciptakan kode etik penyelenggaraan pembinaan ASN, dan adanya koordinasi antara Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat Yang Berwenang dalam mejalankan peran, tugas, dan fungsinya masing-masing. Kedua, lembaga pengawas (Deputi Pengawasan dan Pengendalian BKN) melakukan pemantauan secara intensif terhadap pembinaan pegawai ASN, dan memberikan sanksi tegas terhadap segala bentuk pelanggaran dalam penyelenggaraan manajemen ASN.
Kementerian Dalam Negeri Ri,
JBP 7:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Daintywise
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas hubungan distributor sebagai perantara yang membantu prinsipal dalam menyalurkan produk kepada masyarakat. Hubungan ini dinyatakan dalam perjanjian distribusi. Dalam suatu perjanjian distribusi terdapat klausul mengenai penunjukan distributor baru dengan salah satu syaratnya terdapat perubahan kebijaksanaan dan strategi distribusi perusahaan. Pada saat dilaksanakan menyebabkan kerugian kepada distributor lama. Kerugian pada keuntungan yang diperkirakan akan diperoleh sebagaimana biasanya menjadi batal karena langganan menolak barang dari distributor lama dengan alasan telah menerima barang dari distributor baru. Oleh karenanya, penunjukan distributor baru sebaiknya disetujui oleh distributor lama. Adapun permasalahan yang diangkat dalam tesis ini mengenai klausul perubahan kebijaksanaan dan strategi distribusi perusahaan sebagai salah satu syarat penunjukan distributor baru berkaitan dengan pengaturan tentang perjanjian distribusi menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, pelaksanaan perjanjian distribusi menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, serta mengenai pertimbangan hakim pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 377 PK/Pdt/2019 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Banten Nomor 141/Pdt/2017/PT.BTN terhadap pelaksanaan perjanjian distribusi. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian yang dilakukan secara eksplanatoris. Analisis didasarkan pada prinsip iktikad baik objektif yang mengutamakan keadilan bagi para pihak dalam perjanjian. Dalam analisa kasus ini diketahui bahwa dalam perjanjian distribusi keadilan bagi para pihak belum tergambarkan secara baik. Penulis menyarankan agar dalam membuat perjanjian distribusi memperhatikan segi keadilan dari berbagai sudut pertimbangan.
ABSTRACT
This thesis discusses the relations of distributors as the middleman who assists principals in distribution products to the public. This relation is stated in the distribution agreement. In a distribution agreement there is a clause regarding appointment new distributors with one of the conditions there is a change in company policy and distribution strategy. At the time of implemented cause losses to the old distributors. Losses on the expected profit will be obtained as usual be void because customer rejects the products from the old distributors upon the reasons that products have received from the new distributors. Therefore, appointment new distributors should be approved by the old distributors. Issues raised in this thesis on a clause of change in company policy and distribution strategy as one of the conditions for appointment new distributors concerning the regulations of distribution agreement in according to applicable legal provisions in Indonesia, implementation of distribution agreement in according to applicable legal provisions in Indonesia, also regarding the consideration of judges on the Supreme Court Republic Indonesia's Decision Number 377 PK/Pdt/2019 juncto Appellate Court Banten's Decision Number 141/Pdt/2017/PT.Btn in the implementation of the distribution agreement. To answer the issues used research methods juridical normative with research type that carried on explanatory. The analysis is based on the principle of objective good faith which prioritizes justice for the parties on the agreement. In this case analysis, it is known that in the distribution agreement the justice has not yet well described. Writer advise in make a distribution agreement noticed perspective of justice from various angles of consideration.
2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naomi Gresia Romauli
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang keabsahan Ujian Pengangkatan Notaris yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1), 2, dan 3 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 25 Tahun 2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris juncto pasal 2 Permenkumham Nomor 62 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN-P) dan akibat pengaturan Ujian Pengangkatan Notaris tersebut terhadap Calon Notaris. Metode penelitian dalam tesis ini adalah studi kepustakaan yang penelitiannya bersifat yuridis normatif. Jenis penelitian ini berupa hukum normatif atau kepustakaan dan menggunakan data sekunder. Teknik pengumpul data yang digunakan adalah studi kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dan teknik analisis data yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode analisis data kualitatif. Hasil penelitian tesis ini yaitu bahwasannya keabsahan Ujian Pengangkatan Notaris ini seharusnya menjadi tidak sah dan patut untuk dicabut oleh pemerintah serta tidak dapat dilaksanakan karena Permenkumham tersebut dengan UUJN dan UUJN-P tidaklah selaras dan sejalan sehingga tidak terpenuhinya Harmonisasi dan Sinkronisasi dalam perundang-undangan. Padahal seharusnya antara satu perundangundangan dengan perundang-undangan lainnya sejalan dan selaras. Apalagi UndangUndang hierarkinya lebih tinggi daripada Permenkumham. Maka, Ujian Pengangkatan Notaris dapat dikesampingkan oleh asas lex superior derogat legi inferiori dalam Teori Perundang-undangan dengan Hierarki Perundang-undangan yang menyebutkan bahwa hierarki yang lebih tinggi dapat mengesampingkan yang lebih rendah. Terlebih lagi, Ujian Pengangkatan Notaris ini memberikan lebih banyak akibat negatif daripada akibat positif untuk para Calon Notaris. Untuk itu seharusnya Permenkumham ini dibatalkan keabsahannya dan dicabut saja.
This thesis discusses the validity of the Notary Appointment Examination contained in Article 1 paragraph (1), 2 and 3 of the Regulation of the Minister of Justice and Human Rights (Permenkumham) Number 25 Year 2017 on the Examination of Notary Examination juncto article 2 Permenkumham Number 62 Year 2016 on Terms and Procedures for the Appointment, Transfer, Dismissal and Renewal of Notary Period to Law of the Republic of Indonesia Number 2 Year 2014 concerning Amendment to Law Number 30 Year 2004 regarding Notary Position (UUJN-P) and the impact of the Regulation of the Notary's Appointment Exam on Candidate Notary. Research method in this thesis is literature study whose research is juridical normative. This type of research is a normative law or literature and uses secondary data. Data collecting technique used is literature study that is normative juridical and data analysis technique is done by using qualitative data analysis method. The result of this thesis research is that the validity of this Notary Appointment Test should be invalid and deserve to be revoked by the government and can not be implemented because the Permenkumham with UUJN and UUJN-P are not aligned and in line so that the Harmonization and Synchronization in the legislation is not fulfilled. Whereas it should be between one legislation and the rest of the legislation in line and aligned. Moreover, the hierarchy laws are higher than Permenkumham. Thus, the Examination of a Notary can be ruled out by the principle of lex superior derogat legi inferiori in Legal Theory with Legal Hierarchy which states that a higher hierarchy can override the lower one. Moreover, the Notary's Appointment Exam gives more negative impacts than positive impacts for Notary Candidates. For this reason, this Permenkumham should be abrogated and only revoked.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50347
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tabah Sulistyo
Abstrak :
Rekrutmen Hakim merupakan basis independensi kekuasaan kehakiman. Penelitian ini bermaksud menjawab permasalahan terkait konstruksi rekrutmen hakim di Indonesia, bagaimana implementasi setelah rekrutmen menjadi kewenangan satu atap, dan bagaimanakah rekrutmen hakim ideal untuk ketatanegaraan Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode yuridis normatif melalui studi literatur, dengan perbandingan Negara Belanda, Perancis, Italia, Jepang dan India. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Konstruksi rekrutmen hakim Indonesia dibangun dari pergeseran rekrutmen oleh kementerian kehakiman menjadi model rekrutmen oleh Mahkamah Agung dengan sistem satu atap. Selanjutnya pasca amandemen rekrutmen hakim dijalankan dengan model Komisi Yudisial. Implementasi rekrutmen hakim di Indonesia masih belum sejalan dengan konsepsi Judicial Self governance, dimana rekrutmen masih belum terstandarisasi baik dari sisi pelaku, metode dan persyaratan. Rekrutmen hakim agung menggunakan metode appointment by judicial commission meskipun kewenangan DPR telah dianulir MK, namun metode cooperative appointment masih terus dijalankan dengan metode double fit and proper test. Rekrutmen hakim tingkat pertama dilaksanakan dengan metode recruitment by political institution dengan sub model Ministry, meskipun pasca putusan MK diperintahkan untuk dilakukan secara judicial self appointment namun nyatanya MA menyerahkan proses kepada Menpan-BKN yang notabene eksekutif. Sedangkan untuk hakim adhoc dan hakim pajak, potensial dengan intervensi eksekutif dalam pelaksanaan rekrutmennya. Sebagai bentuk ideal yang ditawarkan adalah rekrutmen hakim dengan metode appointed by judicial commission dengan model single body appointment, idealitas model rekrutmen terletak pada asas-asas rekruitmen yang transparan, akuntabel, partisipatif dan obyektif dengan sinergi antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.  Saran penelitian, pengaturan rekrutmen hakim perlu diatur dalam konstitusi kita, standarisasi tersebut termasuk dalam konsistensi personal judicial self-governance dengan berpegang pada Independensi dan efektifitas administrasi peradilan.    ......The selection of Judges is the basis of judicial independence. This research was designed to exercise, the construction of judge appointment process in Indonesia, How the recruitment of judge was implemented under the one roof system and answering the ideal model of judge appointment in Indonesia. This was normative juridic research, conducted by literature study, and comparative study to Netherland, France, Italy, Japan, and India. The conclusions show that the construction of Judicial Appointment in Indonesia was shifted from Ministry of Justice to Judicial self-Appointment by the one roof system enactment.  The construction shifting continuous to “appointment by Judicial council/commission model” after the amendment. The implementation of the judge appointment process was not suitable to the principles of Judicial Self-governance, since the subject, method and requirement were not standardized. The judge appointment was Implemented as follow, Supreme court judge appointment was using the “appointment by judicial commission model” even though Legislative involvement were annulled by the supreme court, but the cooperative appointment is still being practiced with the double fit and proper test method. The Implementation of first instance judge appointment was conducted ala recruitment by political institution, in sub-Ministry model, this model was against the constitutional court decision since it should be held by “judicial self-appointment” since judicial commission involvement was unconstitutional, but supreme court was given the authority to state apparatus ministry and state civil servant Body (Menpan-BKN) instead. While the appointment of ad hoc judges and tax judges were potentially open the interference by the executive.  The study proposed the appointment by judicial commission with the single body appointment model as the ideal model. The ideal appointment method needs to rely on the core principles of appointment which are transparent, accountable, participative, and objective, this also need Supreme Court dan Judicial Commission synergy. The study suggests that our constitution needs to arrange the Judge appointment mechanism, this also includes the personal judicial self-governance based on independence and effectiveness of the judiciary.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>