Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Retnosari Andrajati
Abstrak :
Tujuan penelitian ini ialah untuk membandingkan penggunaan antibiotik sebelum dan sesudah penerapan Formularium Rumah sakit (FRS) di Rumah Sakit MMC (RS MMC). Seluruh penggunaan antibiotik yang termasuk dalam klasifikasi J01 Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) dicatat dari data pelayanan farmasi rawat-inap dan rawat-jalan. Paramater kuantitatif penggunaan antibiotik pasien rawat inap adalah Defined Daily Doses/100 hari rawat (DDDs/shr) dan DDDs/1000 pasien/hari (DDDs/rph) untuk pasien rawat-jalan. Parameter kualitas penggunaan obat adalah jumlah nama obat yg berdasarkan urutan DDDs membentuk segmen 90% dari total penggunaan obat (DU90%) dan kepatuhan peresepan antibiotik terhadap formularium dalam segmen DU90% berdasarkan nama dagang dan nama generik. Kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik dibandingkan sebelum dan sesudah penerapan FRS (tahun 2000 terhadap tahun 1999). Analisa perbandingan kuantitas penggunaan antibiotik dilakukan dengan. uji peringkat tanda Wilcoxon. Penggunaan antibiotik untuk pasien rawat-inap menurun nyata sebesar 23,1%, dari 124,96 DDDs/shr di tahun 1999 menjadi 96,13 DDDs/shr (p= 0,03). Penurunan penggunaan antibiotik di rawat-jalan 4,9%, dari 3,49 DDDs/rph di tahun 1999 menjadi 3,32 DDDs/rph di tahun 2000 (p=0,58). Siprofloksasin adalah antibiotik yang terbanyak diresepkan di rawat-inap pada tahun 1999 dan 2000, sedangkan di rawat-jalan amoksisilin pada tahun 1999 dan siprofloksasin pada tahun 2000. Kepatuhan peresepan antibiotik terhadap FRS untuk pasien rawat-inap dan rawat-jalan berturut-turut berdasarkan nama generik 100% dan 100%, berdasarkan nama dagang 90,5% dan 94,3%. Profil penggunaan antibiotik dalam segmen DU90% untuk pasien rawat-inap dan rawat-jalan dapat dikatakan tidak menunjukkan perbaikan baik berdasarkan nama dagang maupun nama generik. Sebagai kesimpulan ialah bahwa penerapan FRS di RS MMC hanya menunjukkan penurunan bermakna pada penggunaan antibiotik untuk pasien rawat-inap. (Med J Indones 2004; 13: 173-9)
The objective of this study is to compare the use of antibiotics at the Metropolitan Medical Center Hospital in Jakarta, Indonesia (MMCH), before and after the implementation of a hospital formulary. All antibiotic data under J01 Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) classification were collected from pharmacy inpatient and outpatient records. Quantitative antibiotic use was expressed in Defined Daily Doses/100 bed-days (DDDs/hbd) for inpatients and DDDs/1000 patients/day (DDDs/tpd) for outpatients. The general quality of drug use was assessed in number of drugs that account for 90% of the use (DU90%) and the adherence to hospital formulary by substance and brand name within the DU90% segment. Quantitative and qualitative antibiotic use were compared before and after implementation of the formulary (1999 to 2000). The Wilcoxon rank sign test was used to compare overall antibiotic use. Inpatient antibiotic usage decreased significantly by 23.1%, 124.96 DDDs/hbd in 1999 to 96.13 DDDs/hbd during 2000 (p= 0.03) and outpatient antibiotic usage decreased insignificantly by 4.9%, 3.49 DDDs/tpd during 1999 to 3.32 DDDs/tpd during 2000 (p=0.58).The most commonly antibiotic use was ciprofloxacin in inpatient setting during the study and in out-patient setting was amoxicillin in 1999 and ciprofloxacin in 2000. The adherence to the formulary by substance and by brand name in inpatient department was 100% and 90.5% and in outpatient department was 100% and 94.3% during the study. DU 90% by substance name and by brand name was considerably not improved in both settings. The conclusion is that the effectiveness of one year formulary implementation at MMCH was only revealed in inpatient setting. (Med J Indones 2004; 13: 173-9)
2004
MJIN-13-3-JulSep2004-173
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Selviana
Abstrak :
Praktik kerja profesi di Rumah Sakit Umum Pusat RSUP Fatmawati periode bulan Juli ndash; Agustus tahun 2017 bertujuan agar mampu memahami peranan, tugas, dan tanggung jawab apoteker di rumah sakit sesuai dengan standar pelayanan farmasi, dan memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan praktek kefarmasian di rumah sakit, serta memiliki gambaran nyata tentang permasalahan praktik kefarmasian di rumah sakit serta mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktek kefarmasian di rumah sakit. Praktik kerja profesi di RSUP Fatmawati dilakukan sekitar 6 minggu dengan tugas khusus yaitu ldquo;Evaluasi Kualitatif Penggunaan Antibiotika Dengan Metode Gyssens di Rung NICU dan PERINA anak Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati rdquo;. Tujuan dari tugas khusus ini yaitu untuk mengetahui kerasionalan penggunaan antibiotika yang diberikan kepada pasien di ruang perawatan NICU dan PERINA anak. ...... Internship at Fatmawati General Hospital Center month period July-August 2017 aimed to understand the duties and responsibilities of pharmacists in pharmacaceutical care service in community health clinic according to applicable laws and ethics, then had knowledge, skills, professionalism, insight and reality to undertake pharmaceutical practices in hospital, had practical experiences about problems of pharmaceutical care practice in hospital. Internship at RSUP Fatmawati was conducted for six weeks with special assignment Qualitative Evaluation of Antibiotic rsquo;s use by Gyssens at NICU and PERINA Fatmawati General Hospital Center . The purpose of this special assignment was to monitor the drug therapy of pediatric in pediatric intensive care unit and to look for the right solution to reach the goals of therapy.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Telah dilakukan studi penggunaan obat secara rasional, khususnya penggunaan antibiotika pada pasien-pasien infeksi saluran nafas akut dan diare akut di 6 Puskesmas (PKM) di daerah-daerah perkotaan, pinggir kota dan pedusunan di Propinsi Sumatra Selatan. Sampel diambil secara acak sebanyak 15% dan proporsional dengan jumlah pasien berobat jalan di tiap PKM, selama periode 3 bulan (Januari s/d Maret 1997). Karakteristik pasien, diagnosis, dan jumlah serta tipe obat (termasuk obat suntik) dicatat dalam coding sheet” untuk selanjutnya dilakukan analisis. Didapatkan 1781 kasus, dengan jumlah rata-rata obat per resep 2.7; persentase kasus yang diberi suntikan adalah 47%; dan persentase pasien yang mendapat antibiotika adalah 49%. Enam puluh empat persen dari 1277 kasus infeksi saluran nafas atas akut, dan 79% dari 140 kasus diare akut diberi antibiotika. Studi ini menunjukkan bahwa terdapat penggunaan obat yang tidak rasional (berlebihan) yang jelas terlihat pada kasus-kasus infeksi saluran nafas atas akut dan pada kasus-kasus diare akut. (Med J Indones 2004; 14: 44-9)
Drug utilization study, especially antibiotic usage in therapy of mild acute upper respiratory infections and acute diarrheas has been conducted in six Primary Health Center (PHC) in urban, suburban and rural area in the Province of South Sumatra. We conducted systematic random sampling during which 15% of patients in each PHC were taken. We collected information about drug utilization from medical record of out patient in each PHC for three months period (January to March 1997). We recorded the characteristics of patients, the diagnosis, the number and type of drug (including injection) used. The number of cases studied was 1781, with the average number of drug per prescription being 2.7; the percentage of cases receiving an injection was 43%, and the percentage of cases receiving antibiotic was 48%. Sixty-four percent of 1277 acute respiratory tract infections (common cold), and 79% of 140 cases of acute diarrhea received antibiotic. This study showed that there is overuse or inappropriate use of drugs, especially antibiotic for acute nonspecific diarrhea and mild acute respiratory tract infections. (Med J Indones 2004; 14: 44-9)
Medical Journal of Indonesia, 14 (1) January March 2005: 44-49, 2005
MJIN-14-1-JanMar2005-44
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arva Pandya Wazdi
Abstrak :
Peresepan antibiotik adalah salah satu yang harus dikontrol. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik yang berlebihan. Hal ini menjadi signfikan ketika berada di lingkup rumah sakit karena banyak dokter yang meresepkan antibiotik untuk lini pertama pengobatan sehingga menyebabkan banyaknya mikroba resisten. Oleh karena itu diharuskan adanya analisis peresepan dan penggunaan antibiotik. Analaisis ini dapat dilakukan dengan menggunakan analisis ATC/DDD yang sudah ditetapkan oleh WHO untuk menganalisis penggunaan antibiotik. Maka dari itu, dilakukan analisis peresepan dan penggunaan antibiotik di RSUP Fatmawati dengan periode Juli – Desember 2022. Hasil analisis ATC/DDD yang dilakukan menunjukkan penggunaan antibiotik di RSUP Fatmawati yang masih tinggi terutama pada antibiotik untuk mengobati TB seperti rifampicin dan ethambutol, antibiotik lain yang tinggi penggunaannya adalah antibiotik cefixim yang biasanya diresepkan sebagai lini pertama ISPA. Oleh karena itu perlunya diadakan pemantauan lebih terkait penggunaan antibiotik tersebut terutama pengetesan berkala mikroba terkait ISPA dan TB yang berada di RSUP Fatmawati untuk melihat resistensi antimikroba yang bertujuan untuk mencegah untreatable nosocomial invection. ...... Antibiotic prescribing is one that must be controlled. This aims to prevent excessive antibiotic resistance. This becomes significant when in the hospital setting because many doctors prescribe antibiotics as the first line of treatment, causing many resistant microbes. Therefore, it is necessary to analyze the prescribing and use of antibiotics. This analysis can be carried out using the ATC/DDD analysis which has been established by WHO to analyze antibiotic use. Therefore, an analysis of the prescribing and use of antibiotics was carried out at Fatmawati Hospital for the period July – December 2022. The results of the ATC/DDD analysis carried out showed that the use of antibiotics at Fatmawati Hospital was still high, especially antibiotics to treat TB such as rifampicin and ethambutol, other antibiotics that The highest use is the antibiotic cefixim which is usually prescribed as the first line of ARI. Therefore, it is necessary to carry out more monitoring regarding the use of antibiotics, especially periodic testing of microbes related to ARI and TB at Fatmawati General Hospital to see antimicrobial resistance with the aim of preventing untreatable nosocomial infections.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Rahmat
Abstrak :
Diare merupakan masalah global karena menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak. Diare yang belangsung 7 - 13 hari disebut diare melanjut, dan akan meningkatkan risiko terjadinya diare persisten 6 kali lebih tinggi.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor risiko terjadinya diare melanjut pada anak < 2 tahun, membuat dan menerapkan sistem skor untuk memprediksi kejadian diare melanjut, dan mengetahui apakah faktor etiologi diare persisten telah ditemukan pada diare melanjut.Suatu penelitian operasional dengan rancangan nested case control, pada anak < 2 tahun dengan diare akut yang dirawat di ruang rawat inap RSUP Fatmawati. Subjek direkrut dengan metode consecutive sampling pada September 2015 - Maret 2016. Subjek dieksklusi bila mendapat pengobatan imunosupresi, menderita HIV, penyakit metabolik, penyakit keganasan, mengalami disentri, mengalami diare saat dirawat di rumah sakit, ada penyakit penyerta, dan subjek pasca mengalami operasi pada organ saluran cerna. Evaluasi luaran penelitian dilakukan sejak subjek masuk perawatan di rumah sakit sampai subjek pulang rawat.Sebanyak 62 subjek untuk tiap kelompok kasus dan kontrol mengikuti penelitian. Seluruh faktor risiko dianalisis secara bivariat dan multivariat regresi logistik. Faktor risiko terjadinya diare melanjut yang didapatkan adalah riwayat penggunaan antibiotik, defisiensi seng, leukosit tinja, peningkatan kadar AAT tinja dan malnutrisi. Model skor prediksi diare melanjut terdiri dari 2 model. Model 2 lebih dapat diterapkan di fasilitas kesehatan primer. Sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kemungkinan positif, dan rasio kemungkinan negatif dari validasi skoring model 2 berturut-turut adalah 73, 95, 94, 76, 14,6, dan 0,28. Area di bawah kurva ROC pada validasi 0,898. Faktor etiologi diare persisten telah ditemukan pada diare melanjut intoleransi laktosa, malabsorpsi lemak, dan infeksi Clostridium difficile .Sebagai simpulan, faktor risiko terjadinya diare melanjut pada anak < 2 tahun dengan diare akut yang berperan paling bermakna adalah riwayat penggunaan antibiotik, defisiensi seng, leukosit tinja, peningkatan kadar AAT tinja dan malnutrisi. Selain itu, faktor etiologi diare persisten telah ditemukan pada diare melanjut, dan model skor yang dibuat dapat dipertimbangkan digunakan dalam praktek klinik sehari-hari. ...... Diarrhea has been a global problem since it has high morbidity and mortality rate in infants and children. Diarrhea lasting for 7 ndash 13 days is called prolonged diarrhea, and the risk of progressing into persistent diarrhea will be 6 times higher. The aim of this study was to assess the risk factors for prolonged diarrhea in children below 2 years old, to establish and apply a scoring system to predict the occurence of prolonged diarrhea, and to determine whether the etiologic factor of persistent diarrhea have already been found in prolonged diarrhea. An operational study with a nested case control design, in children 2 years old with acute diarrhea hospitalized in the inpatient wards of Fatmawati Hospital. Subjects were recruited using the consecutive sampling method from September 2015 to March 2016. Subjects were excluded when they were receiving immunosupressive treatment, suffering from HIV, metabolic disease, malignancy, dysentery, just had diarrhea during hospitalization, comorbidities, and had underwent digestive surgery. Evaluation of the research outcome was started when the subject admitted to the hospital until the subject being discharged. The number of subjects included was 62 for each case and control group. All risk factors were analyzed using bivariate and multivariate logistic regression. We found that the risk factors for the occurrence of prolonged diarrhea are history of antibiotic use, zinc deficiency, fecal leukocytes, elevated level of stool AAT, and malnutrition. The prolonged diarrhea prediction score model had 2 models. Model 2 is more applicable in primary health care. The sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood ratio, and negative likelihood ratio of scoring model 2 validation were 73, 95, 94, 76, 14.6, and 0.28 respectively. The area under the ROC curve for validation is 0.898. The etiologic factor of persistent diarrhea have already been found in prolonged diarrhea lactose intolerance, fat malabsorption, Clostridium difficile infection. In conclusion, the most significant risk factors for prolonged diarrhea in children below 2 years old are the history of antibiotic use, zinc deficiency, fecal leukocytes, elevated levels of stool AAT, and malnutrition. In addition, etiologic factors of persistent diarrhea have already been found in prolonged diarrhea and scoring model can be considered be used in daily clinical practice.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library