Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Raka Dewantoro
Abstrak :
Skripsi ini membahas mobilisasi aksi kolektif yang dilakukan oleh Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) dalam menolak perpanjangan konsesi antara Hutchison Port Holding Group dengan Pelindo II. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan menggunakan metode wawancara, studi literatur, observasi, dan studi dokumentasi dalam mengumpulkan data. Skripsi ini menggunakan teori Mobilisasi yang digunakan sebagai pisau analisia untuk menjelaskan perjuangan SP JICT dalam menolak perpanjangan konsesi HPH Group dengan Pelindo II. Dasar kepentingan yang sama yang dimiliki oleh SP JICT menjadi pemicu yang kuat dalam melakukan respon politik anggota SP JICT. Rasa ketidakadilan yang juga dibalut oleh rasa nasionalisme sebagai isu yang dibawa untuk menarik dukungan public membuat SP JICT secara kolektif melakukan perlawanan berhadapan dengan modal dan negara. Kapasitas aksi kolektif yang dimiliki oleh SP JICT berhasil membuat sumber daya yang dimiliki dapat dimobilisasi dengan baik untuk melakukan aksi kolektif. ......This thesis explains the mobilization of collective action carried out by Jakarta International Container Terminal (JICT) in rejecting the extention of the concession between Hutchison Port Holding Group and Pelindo II. This research is a qualitative research and uses interview methods, literature studies, observations, and documentation studies in collecting data. This thesis uses Mobilization theory which is used as a tool of analysis to explain the struggle of SP JICT in rejecting the extention of HPH Group concession with Pelindo II. The same basic interests which SP JICT have became a powerful trigger in carrying out the political response of SP JICT members. The sense of injustice that was also wrapped by a sense of nationalism as an issue brought to attract public support made SP JICT collectively put up a fight against capital and the state. The collective action capacity which SP JICT have, has succeded in making available resources mobilized to carry out collective action.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bhekti Merina
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang tindakan kolektif yang dilakukan oleh kelompok nelayan non rumpon di komunitas nelayan Puger. Tindakan kolektif ini merupakan hasil atau bagian dari konflik rumpon yang terjadi dikomunitas nelayan Puger, yaitu konflik antara nelayan yang tidak memiliki rumpon dengan yang memiliki rumpon. Tindakan kolektif yang dilakukan oleh kelompok nelayan non rumpon ini berupa aksi protes kepada pemerintahan lokal yaitu Dinas Perikanan dan Peternakan Jember. Dalam aksi protes tersebut nelayan mengorganisir diri kemudian melakukan suatu mobilisasi dengan mengumpulkan berbagai sumber daya yang ada. Tindakan protes tersebut dipicu oleh beberapa aspek yaitu aspek kepemilikan sumber daya laut, ekonomi, alat tangkap, iklim/cuaca, personal, keluarga, kepentingan, rumpon bantuan, serta ketidaktegasan Dinas Perikanan dan Peternakan kabupaten Jember. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Maksud pemilihan pendekatan ini adalah untuk memahami, mendalami, mengambarkan dan menganalisa bagaimana aksi kolektif dari konflik rumpon antara nelayan non rumpon dengan nelayan rumpon.
The focus of this study is about collective action that had done by fisherman as a collective group who does not have rumpon as their tools for fishing. Those collective actions are contributed by the conflict between non rumpon and rumpon fishermen concerning rumpon that took place in the community. Among other forms of collective actions is protest organized by the non-rumpon fishermen. The protest was directed to Dinas perikanan dan peternakan (fishery and agriculture office at the government level). By the protest, the non-rumpon fishermen organized and mobilized themselves using various kinds of resources. Various factors had stimulated the protest, such as property, access to resources in the fishing field, tools for fishing, climates, personal issues and rumpon aid. This study applied a qualitative research method to gain data in the field.
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T28009
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Soleh Nurfatoni
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai aksi kolektif masyarakat Urut Sewu di Kecamatan Mirit terhadap konflik agraria dan sumber daya alam yang terjadi di kawasan tersebut. Terdapat tiga sebab munculnya aksi kolektif masyarakat, dimana sengketa lahan antara masyarakat dengan TNI AD menjadi satu sebab paling dominan. Aksi kolektif dalam bentuk pemblokiran dan pengusiran adalah yang paling efektif, meskipun sifatnya hanya sementara. Resolusi yang ada saat ini adalah dalam bentuk kontrak sosial lama, dengan kriteria sifat penyelesaian sementara, konflik dalam masyarakat sendiri, dan konflik secara keseluruhan masih berlanjut. Metode Pendekatan penelitian kualitatif dipilih guna mendapatkan data mendalam dari 6 informan yang dipilih secara purposif dan snowball.
ABSTRACT
This study discusses the people?s collective action of Urut Sewu in Mirit Subdistrict against agrarian and natural resources conflicts. There are three reasons the emergence of people?s collective action, which land disputes between communities and Army being the most dominant cause. Collective action in the form of blocking and expulsion is the most effective, although it is only temporary. The current resolution is in the form of the old social contract, with the criteria are the temporary completion, the conflict within the community itself, and the overall conflict continues. The method chosen qualitative research approach in order to get the depth data from 6 informants were selected purposively and snowball.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62325
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Farah Lutfiputri
Abstrak :
Pada saat ini, di media sosial Instagram terdapat sejumlah akun yang secara aktif mengunggah meme tentang budaya kerja di startup Indonesia, yang salah satunya adalah @ecommurz. Bermula dari akun meme, Ecommurz telah menjelma menjadi sebuah komunitas virtual di mana para pekerja startup saling berjejaring, berinteraksi, dan membantu sama lain. Dengan mengacu pada konsep connective action oleh Bennett & Segerberg (2012), penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana sebuah aksi kolektif di antara para pekerja startup dapat terbentuk melalui media sosial. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dilakukan dengan metode etnografi virtual, dan didukung oleh observasi mendalam, analisis retorika visual untuk mengungkap makna di balik meme yang diunggah dan analisis tekstual terhadap kolom komentar pada unggahan tersebut. Penelitian ini mengungkap bahwa melalui meme-meme yang bernuansa humor, satir, dan bergaya bahasa kasual, Ecommurz telah mendemokratisasi pembicaraan mengenai isu dan permasalahan yang dihadapi banyak pekerja di lingkungan startup. Hasilnya adalah terciptanya ikatan kolektif di antara para pekerja startup yang merasa relevan dengan meme yang diunggah dan memiliki kesamaan tujuan. Connective action yang terbentuk bermula dari aksi personal sekelompok orang, dan sepenuhnya terjadi secara organik melalui media sosial, Meskipun Ecommurz berperan besar sebagai yang memotori gerakan, tapi perkembangan pesat dan influence (pengaruh) kuat yang mereka miliki tidak akan tercipta tanpa adanya solidaritas dan partisipasi aktif di antara para pengikutnya. Hingga pada akhirnya, dampak dari gerakan yang mereka lakukan dapat turut menghasilkan perubahan atau mempengaruhi apa yang terjadi di kehidupan nyata (offline). ......Currently, there are a number of Instagram accounts that are actively uploading memes concerning work culture at Indonesian startups, one of which is @ecommurz. Ecommurz began as a meme account and has evolved into a virtual community where startup workers network, connect, and help one another. This study tries to examine how connective action among startup employees can be formed through social media by referring to Bennett and Segerberg's (2012) concept of connective action. This is a qualitative research project using the virtual ethnography method, with in-depth observations, visual rhetorical analysis to uncover the meaning behind the uploaded memes, and textual analysis of the comments column. This study reveals that Ecommurz has democratized conversations regarding the concerns and problems experienced by many employees in the startup environment by using memes that are humorous, satirical, and casual in tone. As a result, a collective tie is formed among startup company employees who relate to the published memes and share similar objectives. The establishment of a connective action begins with the personal action of a group of people and occurs fully organically through social media. Even if Ecommurz is the movement's driving force, their rapid growth and great influence cannot be achieved without solidarity and active engagement among their followers. In the end, the impact of their movements can produce changes or influence what happens in real life (offline).
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Maidina Herdiyanti
Abstrak :
Penelitian ini membahas tentang gerakan perlawanan perempuan yang dilakukan oleh Kelompok Tani Sungai Landai Mandiri melawan PT. WKS Grup Sinarmas dalam mempertahankan hak tanah ulayat masyarakat selama tahun 2017-2020. Penelitian ini menggunakan teori politik contentious dan konsep ekofeminisme. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif berperspektif feminis guna menggali motif dan pengalaman perempuan yang sifatnya personal dan kolektif terkait gerakan perlawanan perempuan melawan korporasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa politik contentiou terjadi akibat adanya klaim lahan ulayat dari para perempuan dan ijin konsesi dari PT.WKS Grup Sinarmas yang melahirkan sejumlah aksi kolektif Kelompok Tani Sungai Landai Mandiri yang solid dan efektif, salah satunya demonstrasi dengan membuka pakaian. Penggunaan teori politik contentious relevan untuk memotret keseluruhan gerakan perlawanan Kelompok Tani Sungai Landai Mandiri, sementara konsep ekofeminsime digunakan mampu menjelaskan posisi perempuan yang sejalan dengan hubungan relasi perempuan yang erat dengan lingkungan di sekitarnya. ......This study discusses the women's farmer resistance movement of the Kelompok Tani Sungai Landai Mandiri against PT. WKS Group Sinarmas in defending community customary land rights during 2017-2020. This study uses the theory of contentious politics and the concept of ecofeminism. The research method uses qualitative methods with a feminist perspective to explore women's personal and collective motives and experiences related to the women's resistance movement against corporations. The results showed that contentious politics occurred due to customary land claims from women and concession permits from PT. WKS Sinarmas Group created several solid and effective collective actions by the Kelompok Tani Sungai Landai Mandiri, one of which was an undressing demonstration by the women farmers. The use of the theory of contentious politics is relevant for portraying the entire resistance movement of the Kelompok Tani Sungai Landai Mandiri, while the concept of ecofeminism is used to explain the position of women which is in line with women's close relationship with the environment around them.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Hermanto
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan latar belakang munculnya konflik tanah antara warga Mesa Mulyadadi dan pengelola Perkebunan Karet Ciseru-Cipari yang memuncak dalam bentuk tindakan kolektif warga berupa penebangan pohon dan perusakan asset perkebunan pada tanggal 14 dan 15 Desember 1999. Selain itu juga menjelaskan proses pengorganisasian dan mobilisasi massa yang dilakukan warga desa untuk memperjuangkan kembalinya tanah yang dikuasai pengelola kebun dan penyelesaian yang dicapai dari konflik yang terjadi. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan didasarkan pada sumber-sumber tertulis dan lisan baik primer maupun sekunder. Dengan pendekatan strukturistik, penelitian ini menitikberatkan pada peran individu atau kelompok di dalam struktur sosial yang memungkinkan terjadinya peruhahan sosial. Para petani yang terlibat dalam sengketa tanah menghimpun diri dalam organisasi Ketanbanci yang dipimpin oleh Radjiman Tirtadikrama. Dengan menggunakan "kendaraan" Ketanbanci mereka di era Reformasi berjuang mengambil kembali hak atas tanah yang dikuasai pengelola kebun selama masa Orde Baru. Analisis terhadap apa yang disebut sebagai insiden 14 dan 15 Desember 1999, menggunakan teori tindakan kolektif untuk menjelaskan hubungan-hubungan sosial organisasi petani Ketanbanci dengan berbagai kelompok selama konflik berlangsung baik dalam aspek kepentingan, organisasi, mobilisasi, maupun menemukan peluang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus tanah di Mulyadadi pada dasarnya bersumber dari adanya perbedaan persepsi mengenai bukti kepemilikan tanah antara warga petani desa dan Perkebunan Karet Ciseru-Cipari. Perbedaaan persepsi tersebut ditimbulkan oleh rendahnya tingkat pendidikan warga desa ditambah kurangnya pemahaman warga terhadap regulasi pertanahan. Protes warga petani desa dipicu oleh munculnya ketimpangan sosial yaitu adanya ketidakadilan dalam ganti rugi dan distribusi tanah (lahan) pengganti di tahun 1973, yaitu sejak pengelola Perkebunan Ciseru-Cipari mengambil alih tanah warga. Praktek penguasaan tanah warga oleh pengelola kebun yang tidak dibenarkan oleh aturan hukum menyebabkan banyak warga yang kehilangan lahan garapan sebagai penopang hidup. Terbentuknya perkumpulan petani Ketanbanci di awal era Reformasi merupakan peluang bagi warga untuk menyalurkan aspirasi dan tuntutan terhadap perlakuan tidak adil itu. Atas dasar senasib dan sependeritaan, Ketanbanci terbukti menjadi wadah perjuangan yang efektif bagi warga Mulyadadi untuk mengambil tanah yang dahulu terampas. Namun, dalam perjalanannya, perjuangan warga tersebut berbenturan dengan kepentingan perkebunan yang bersikukuh mempertahankan tanah warga. Perbenturan inilah yang kemudian menimbulkan insiden 14 dan 15 Desember 1999.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
T25181
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abdan Shadiqi
Abstrak :
ABSTRAK
Beberapa waktu belakangan banyak terjadi aksi-aksi demonstrasi dan protes. Muncul pertanyaan mengapa ada orang yang berpartisipasi pada aksi kolektif dan ada yang tidak? Beberapa hasil temuan sebelumnya sudah jelas menemukan faktor motivasional aksi kolektif. Penelitian ini berusaha menggunakan perspektif yang berbeda, menggunakan pendekatan kognisi sosial, yaitu realitas terbagi (shared reality) untuk menjelaskan aksi kolektif melalui model integratif. Penelitian ini bertujuan menjelaskan pengaruh realitas terbagi pada keputusan seseorang mengikuti aksi kolektif. Penelitian ini juga menguji peranan faktor lain, yaitu keterlibatan politik secara daring dan identitas terpolitisasi. Penelitian ini dirancang melalui 4 studi pada isu politik dan lingkungan hidup. Studi 1 adalah studi kualitatif untuk menganalisis konten isi status twitter pada isu #2019gantipresiden. Hasil dari analisis tematik 250 isi status twitter selama bulan April-Agustus 2018 menemukan bahwa proses keterlibatan aksi bergantung pada proses yang terjadi di media sosial (twitter). Penulis menemukan proses ini berkaitan dengan pembentukan pandangan yang sama (realitas terbagi) dan keterlibatan pada isu-isu politik. Studi 2A adalah studi survei korelasional yang dilakukan pra-kampanye pilpres 2019 pada 473 partisipan. Hasilnya, penulis menemukan realitas terbagi dapat memprediksi aksi kolektif secara langsung. Selain itu, studi 2A menemukan bahwa keterlibatan politik secara daring dapat memprediksi aksi kolektif secara langsung atau dimediasi oleh realitas terbagi. Studi 2B, studi survei korelasional yang dilakukan pasca-kampanye pilpres 2019 pada 212 partisipan. Penulis menemukan realitas terbagi tidak dapat memprediksi aksi kolektif secara langsung, tetapi harus melewati (full mediation) identitas terpolitisasi dan keterlibatan politik secara daring. Studi 3, pendekatan eksperimental, pada 377 partisipan yang diacak pada desain 3 (tanpa realitas terbagi vs. realitas terbagi individu tunggal vs. realitas terbagi kelompok) x 2 (kasus lingkungan/satwa: Paus Hiu Berau vs. kasus politis: pengelolaan terminal kontainer/pelabuhan di Jakarta oleh asing), between subject. Hasil studi 3 menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan aksi kolektif pada masing-masing kondisi. Realitas terbagi terbukti secara kausalitas menyebabkan peningkatan aksi kolektif. Aksi kolektif pada kasus lingkungan/satwa lebih tinggi secara signifikan daripada kasus politis. Berdasarkan 4 studi yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa realitas terbagi dapat mempengaruhi partisipasi pada aksi kolektif. Realitas terbagi dapat berperan secara langsung atau turut dipengaruhi oleh identitas terpolitisasi dan keterlibatan politik secara daring.
ABSTRACT
Several demonstrations and protests were conducted a few time ago. The question arises why do some people participate in collective action and others don't? Some previous findings have clearly found motivational factors as predictors of collective action. This study uses a different perspective from previous studies, namely a social cognition approach. I examine the role of shared reality on collective action through an integrative model. This research aims to explain the effect of shared reality on a decision to participate in collective action. This research also examines the role of other factors: online political engagement and politicized identity. This research was designed through 4 studies on political and environmental issues. Study 1, qualitative study to analyze the content of Twitter status on the #2019gantipresiden issue. The results of a thematic analysis of 250 contents of the status of Twitter during April-August 2018 found that the process of collective action involvement depends on the online process on social media (Twitter). I found this process related to the shaping of the same view, opinions, or feeling (shared reality) and engagement on the political issue. Study 2A, the correlational study collected 473 participants on the pre-campaign period of the 2019 presidential election. As the result, I found that the shared reality and the online political engagement directly predicted collective action. I also found that shared reality partially mediated the association of online political engagement and collective action. Study 2B, the correlational study collected 212 participants on the post-campaign period of the 2019 presidential election. I found that shared reality had no significant direct effect on collective action. Shared reality had an indirect effect (full mediation) via politicized identity and online political engagement. Study 3, 377 undergraduate students completed the experimental study with 3 (non-shared reality vs individual shared reality vs group shared reality) x 2 (environmental/ wildlife vs political cases), between subject design. Study 3 found a significant difference of collective action in each condition. Shared reality had a causality effect to increase collection action intention. The mean score of the action in the environmental/ wildlife case was significantly higher than the political case. In summary, it can be concluded that shared reality activated participation in collective action. Shared reality increased the collective action intention via political identity and online political involvement.

 

2019
D2763
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Mardiani
Abstrak :
Pada 26 Desember 1996 meletus kerusuhan di Tasikmalaya, Jawa Barat. Skripsi ini berupaya untuk mengungkapkan sebab-sebab serta dampak kerusuhan tersebut dengan menggunakan metode penelitian, yakni metode sejarah. Pemicu terjadinya kerusuhan tersebut adalah kasus penganiayaan ustadz oleh oknum Polisi. Kasus penganiayaan kemudian menimbulkan rasa solidaritas dari generasi muda Islam Tasikmalaya yang direpresentasikan dalam bentuk acara doa bersama pada 26 Desember 1996 di Mesjid Agung Tasikmalaya. Setelah acara doa bersama, ketidakpuasan akan penanganan kasus penganiaayaan membuat massa melakukan tindak kekerasan terhadap simbol kepolisian lalu bergeser pada tindak kekerasan terhadap aset etnis Tionghoa. Pergeseran sasaran kekerasan tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan teori collective action dari Charles Tilly. Kerusuhan di Tasikmalaya pada 1996, meminjam istilah Charles Tilly, termasuk dalam aksi kolektif dengan kekerasan bentuk brawls (aksi tanpa kekerasan yang berakhir dengan penyerangan) yang bergeser menjadi opportunism (kekerasan yang memanfaatkan kesempatan). ......At December 26th 1996 a soical riot emerged in Tasikmalaya, West Java. Using methods of history as its research method, this thesis tries to explain causes and affects of that riot. The triger of the riot was ustadz’s mistreatment case by policemen. Hence, arising of the solidarity from Islam youth of Tasikmalaya. Then, they reacted by doing doa bersama at Mesjid Agung Tasikmalaya. At the end, mass felt unsatisfied toward mistreatment case handling, they did violence action to police symbol and shift to Chinese assets. Based on Charles Tilly’s collective action theory, the riot in Tasikmalaya is collective action by violence. The type of this collective action is brawls (nonviolence action which end by attacking) which is switching to opportunism (violence that exploiting opportunity).
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46305
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulia Ade Zulfadlan
Abstrak :
Aksi kolektif oleh mahasiswa merupakan hal yang sering terjadi di Indonesia. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kecenderungan tersebut dapat muncul akibat identifikasi kelompok yang dimiliki oleh individu. Temuan lain juga menemukan bahwa faktor eksternal, seperti pengaruh dari media dapat mendorong terbentuknya keinginan untuk mengikuti aksi kolektif, terutama tercermin dalam bentuk hostile media perception. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hostile media perception dapat memoderasi hubungan antara identifikasi kelompok dan kecenderungan untuk mengikuti aksi kolektif. Penelitian ini dilakukan secara daring kepada 163 mahasiswa aktif yang berada di wilayah Jabodetabek. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Group Identification Measure (Doosje, Ellemers, dan Spears, 1995; α = 0,92), Hostile Media Perception Scale (Hwang et al., 2008; α = 0,76), dan Collective Action Tendency (van Zomeren et al., 2004; α = 0,90). Penelitian ini menemukan bahwa hostile media perception tidak memoderasi hubungan antara identifikasi kelompok dan kecenderungan aksi kolektif mahasiswa (t = .0019, p<.81). Temuan dari penelitian ini menunjukkan pentingnya identifikasi mahasiswa terhadap suatu kelompok demi memunculkan keinginan mengikuti aksi kolektif. ......Collective action by university student happened regularly in Indonesia. Previous research has shown that this tendency comes in response to group identification that an individual has. Another research also found that external factors, such as media interference might increase this tendency, mainly in the form of hostile media perception. This study aims to examine the moderating role of hostile media perception on the relationship between group identification and collective action tendency. This study was conducted online on 163 active university students in Jabodetabek area. Instruments used in this study are Group Identification Measure (Doosje, Ellemers, dan Spears, 1995; α = 0,92), Hostile Media Perception Scale (Hwang et al., 2008; α = 0,76), dan Collective Action Tendency (van Zomeren et al., 2004; α = 0,90). This study found that hostile media perception did not moderate the relation between group identification and collective action tendency (t = .0019, p<.81). The findings of this study show how group identification in university students could incite collective action tendency.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audrey Graciela Naftali
Abstrak :
Media sosial telah memfasilitasi penggunanya dengan ruang untuk berkomunikasi dengan orang lain dan mengungkapkan pendapat mereka kepada publik. Dengan media sosial, cancel culture semakin marak terjadi. Pasalnya, opini dari individu mudah tersebar menggunakan fitur status di media sosial. Pemanfaatan status untuk mempengaruhi orang lain itulah yang terjadi dalam peristiwa Dewa Kipas. Status Ali yang menjadi viral mengakibatkan aksi kolektif berupa cancelling dari netizen Indonesia terhadap Levy Rozman (@GothamChess). Menariknya, fenomena ini membawa dampak yang signifikan bagi pihak-pihak yang terlibat. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi terjadinya cancel culture yang dilakukan oleh netizen Indonesia di media sosial dan menganalisis implikasi dari tindakan dominasi netizen Indonesia dalam peristiwa Dewa Kipas. Metode kualitatif dengan analisis wacana digunakan untuk mengkaji studi kasus ini. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa konteks budaya Indonesia yang kuat berperan besar dalam tindakan cancel culture tersebut. ......Social media has facilitated its users with a space to communicate with other people and express their opinion to the masses. With social media, cancel culture is being reinforced. The reason is because opinions from individuals are being spread easily using status features on social media. The utilization of status to influence other people is what happened with Dewa Kipas incident. Ali’s status that went viral led to collective action of canceling from Indonesian netizens towards Levy Rozman (@GothamChess). Interestingly, this phenomenon brought significant impact to the parties involved. This paper aims to Investigate the occurrence of Indonesian netizens’ cancel culture on social media and analyze the implication of Indonesian netizens’ predominance action in Dewa Kipas incident. Qualitative method with discourse analysis is being used to analyse the case. Through this research, it is found that Indonesians’ strong cultural context played a big role in the canceling act.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>