Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Babister, Arthur William
Oxford: Pergamon Press, 1980
629.132 36 BAB a (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hersey, John
New York: Alfred A. Knopf, 1963
910.462 HER h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pimanih
Abstrak :
Pesawat terbang adalah hasil teknologi tinggi, selain memberikan dampak positif juga menimbulkan dampak negative. Dampak positif pesawat terbang yaitu dapat menempuh jarak yang jauh dalam waktu singkat, namun dampak negatif yang ditimbulkan cukup banyak, baik fisik, maupun mental dan juga pencemaran lingkungan. Gangguan kesehatan yang dialami oleh awak pesawat diantaranya hipoksia, gangguan mata, telinga, sinus-sinus di sekitar hidung, gigi, saluran pernapasan dan penyakit-penyakit dekompresi serta masalah lain yang diakibatkan oleh stress yang berkepanjangan berkaitan dengan fisik, faal dan kejiwaan. Menurut sebuah studi mengenai dekompresi terhadap 62.160 orang peserta latihan (tahun 1943 dan 1945), reaksi berupa rasa sakit yang paling banyak dirasakan oleh personel terbang selama mereka mengangkasa, gangguan pada sinus(1,17%), kemudian dilakukan penelitian pada tahun 1964 terhadap 52.113 aircrew Aerasinusitis (1,59%). Dan pada tahun 1965, aircrew 49.603 orang Aerosinusitis (1,86%). Data diatas menunjukan bahwa gangguan sinus (Aerosnusitis) pada awak pesawat semakin meningkat. Kenyataan yang ada, awak pesawat PT. Garuda Indonesia ± 3% mengalami gangguan sinus, namun data secara formal/secara tertulis berupa laporan belum kami dapatkan. Berdasarkan hal tersebut perlu diketahui faktor yang mempengaruhi gangguan sinus pada awak pesawat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan penurunan tekanan udara dengan gangguan sinus pada awak pesawat. Rancangan penelitian adalah kasus kontrol, kasus yaitu awak pesawat yang mengalami gangguan sinus, sedangkan kontrol adalah awak pesawat yang tidak mengalami gangguan sinus. Populasi penelitian adalah awak pesawat PT. Garuda Indonesia. Pengumpulan data selain menggunakan data primer juga menggunakan data sekunder. Data yang terkumpul diolah secara univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 79,7% awak pesawat mengalami gangguan sinus setelah bekerja sebagai awak pesawat, hanya 20,3% awak pesawat mengalami gangguan sinus sebelum bekerja sebagai awak pesawat. Hasil analisis bivariat, dari 8 variabel independen hanya 4 variabel yang berhubungan dengan gangguan sinus yaitu variabel jam terbang, jabatan, alergi dan influenza. Hasil analisis mulivariat dengan uji regresi logistik diperoleh jam terbang (p-Value 0,039 dan OR 2,334), jabatan (p-Value 0,010 dan OR 3,811), algergi (p-Value 0,008 dan OR 2,938) dan influenza (p-Value 0,002 dan OR 3,941). Dan variabel yang paling berhubungan dengan gangguan sinus pada awak pesawat adalah influenza.

Penulis menyarankan, awak pesawat yang diterima tidak alergi terhadap sesuatu, dan awak pesawat yang sedang influenza tidak diizinkan terbang. Disamping itu awak pesawat yang jam terbangnya telah melebihi 6000 jam diberikan cuti panjang, agar tercapai kesehatan dan keselamatan dalam penerbangan.
Airplane is out come of high technology that possesses not merely positive impact but also negative one. The positive impact is that it could cover long distance in short time, but the negative side of it is also considerably a lot either physic or mental as well as environmental pollution. Medical ailments the crews usually experienced are such as hypoxia, ailment in eyes, ear, sinuses around nose, teeth, respiration system, and decompression illness as well as other problems resulted from ongoing stress connected with physic, faal (action and function of body), and psychological aspect. According to study on decompression at 62.160 training participants (1943 and -1945) the reaction in form of pain that was commonly felt by airplane personnel during flying was aero sinusitis (1,17%), and the research conducted in 1964 of 52.113 crews, aero sinusitis (1,59%) and in 1965 of 49.603 personnel, aero sinusitis (1,86%). The data above indicated that aero sinusitis at air plane crews gradually increased. The fact in the field shows the crews of PT. Garuda Indonesia, + 3% of them suffered from aero sinusitis; yet, we could not attain the formal 1 written data. Based on that case, it was urgent to know factors-influencing aero sinusitis on the air plane crews.

The aim of this research was to see whether there was relation between air pressure declination and aero sinusitis at the crews. The plan of the research was control cases, the case was airplane crews who suffered from aero sinusitis, and control was the crews who did not suffer from aero sinusitis. Population of this research was the crew of PT. Garuda Indonesia. Data collecting used not only primer data but also secondary one.

The collected data was processed in univariat, bivariat, and multivariat way with logistic regression test.

The results indicated that 79,7% of the crews experienced aero sinusitis after having job as airplane crews, but 20,3% of them had suffered from aero sinusitis before getting job as airplane crews. The out put of bivariat analysis implied that only 4 of 8 independent variables were correlated with aero sinusitis, and they are: flying our, position, allergy and influenza. The result of multivariat analysis with logistic regression test indicated that flying hour gained (p- Value 0.039 and OR 2.334), position gained (p-Value=0.010 and OR 3.811) Allergy got (p-Value 0.008 and OR 2.938) and influenza attained (p-Value 0.002 and OR 3,941), and the most correlated with aero sinusitis at airplane crews was influenza.

The writer recommended that the accepted airplane crews should not have allergy ailment of everything and the crew who is suffering from influenza is not permitted to fly. Besides, the crews whose flying hour is more than 6000 hours should be granted long vacation so that the safety and health could be achieved.;
2001
T5495
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainy Fitri Hartanti
Abstrak :
ABSTRAK
Berkembangnya industri penerbangan di Indonesia 10 tahun terakhir ini di satu sisi memberikan implikasi positif bagi masyarakat pengguna jasa penerbangan. Apalagi dengan masuknya maskapai asing yang berkonsep Low Cost Airlines ( LCA ) ke pasar domestik, membawa konsumen untuk menikmati jasa penerbangan dengan biaya murah dan juga membawa konsumen pada banyak pilihan atas maskapai penerbangan dengan berbagai ragam pelayanan. Para perusahaan penerbangan bersaing untuk menarik penumpang sebanyak - banyaknya dengan menawarkan harga tiket murah sampai memberikan berbagai bonus. Namun, di sisi lain dengan tarif murah tersebut sering menurunkan kualitas pelayanan, bahkan yang lebih menghawatirkan lagi akan menyebabkab berkurangnya kualitas pemeliharaan dan perawatan pesawat sehingga rawan terhadap keselamatan penerbangan. Kekhawatiran ini muncul akibat sering terjadinya kecelakaan pesawat terbang belakangan ini. Sebenarnya harga tiket murah tidak ada kaitannya dengan faktor keselamatan dan keamanan penerbangan, karena faktor keselamatan penerbangan sudah menjadi suatu keharusan untuk dipenuhi sesuai dengan standar yang ada oleh operator agar mendapatkan izin terbang. Jika standar keselamatan itu tidak dipatuhi maka konsekuensi yang diterima yaitu pesawat tidak dapat beroperasi dan bahkan sampai pada pencabutan izin beroperasi jika benar - benar terbukti melanggar ketentuan yang ada. Oleh karena itu upaya Pemerintah (Departemen Perhubungan) dalam mengatasi perang tarif yang telah berimbas pada beberapa faktor penting harus didukung juga peranan dari lembaga KPPU,INACA,YLKI, operator dan juga pengguna (konsumen).Yang harus dilakukan yaitu pembenahan aspek regulasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan regulasi. Selain itu juga faktor lain yang harus diperhatikan terkait dengan keselamatan yaitu mengenai kondisi pesawat, kondisi awak pesawat, infrastruktur, perawatan dan pemeliharaan, hingga faktor alam. Pemerintah juga hares berupaya untuk meningkatkan Somber Daya Manusia (SDM) guna pengembangan teknologi agar usaha penerbangan di Indonesia dapat berkembang dan bersaing dengan Negara lain.
2007
T18759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Defense and security serious business, as they represent the integrety and dignity of a nation. It is understandable to assess military power and facilities as crucial to nation's defence, shown in the use of fighter airplanes....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Subagio S.
Abstrak :
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang manfaat penggunaan kacamata merah sebagai alat bantu dan memperpendek waktu adaptasi gelap (WADG) awak pesawat TNI-AU / ABRI di dalam simulator "Night Vision Trainer" (NVT) Lakespra S. Kacamata mata merah telah digunakan oleh awak pesawat untuk membantu proses adaptasi gelap, tetapi belum dilakukan penelitian tentang manfaat dari alat tersebut. Disain penelitian bersifat pre dan post eksperimen laboratorium tanpa kontrol. Sampel dengan syarat stakes I-II Jukniskesau 1993 diambil secara acak sederhana dari populasi awak pesawat TNI-AU / ABRI yang datang ke Lakespra S untuk "medical examination" (medex) dan mendapatkan Indoktrinasi dan Latihan Aerofisiologi (ILA) secara rutin. Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 171 awak pesawat, terdiri dari 86 penerbang dan 85 non penerbang. Hasil penelitian menunjukkan - Rata-rata WADG dengan memakai kacamata merah 27 men it 16 detik lebih cepat secara bermakna dibandingkan dengan rata-rata WADG tanpa memakai kacamata merah yaitu 30 menit 13 detik (p < 0,001). - Terbukti bahwa umur dan merokok merupakan faktor perancu terhadap proses adaptasi gelap / WADG. - Rata-rata WADG awak pesawat umur < 30 tahun lebih cepat secara bermakna dibandingkan dengan rata-rata WADG awak pesawat umur > 30 tahun. - Rata-rata WADG awak pesawat tidak merokok lebih cepat secara bermakna dibandingkan rata-rata WADG awak pesawat yang perokok. - Rata-rata WADG pada penerbang lebih pendek secara bermakna dibandingkan dengan rata-rata WADG non penerbang. - Lama sebagai anggota ABRI / awak pesawat seiring dengan umur yang juga bermakna terhadap WADG tanpa kacamata merah dan WADG dengan kacamata merah. Semakin lama bekerja, semakin tua umurnya dan semakin lama WADG. - Rata-rata WADG awak pesawat yang memakai kacamata hitam/"sunglasses" bila berada di bawah sinar yang many-Haulm / matahari lebih cepat secara bermakna dibandingkan dengan rata-rata WADG tidak memakai kacamata hitam.
ABSTRACT A study had been carried out using the Night Vision Trainer (NVT) simulator on the efficacy of red lens goggles as a tool to shorten the dark adaptation time (DAT) among the aircrews of the Indonesian Air Force / Indonesian Armed Forces. The red lens goggles had been used for quite a long time among the aircrews but there was no evaluation study to indentify its usefulness. The design of the study was pre and post laboratory experiment with no control. The sample of the study were aircrews with the pre requisities "Stakes I - II Jukniskesau 1993" who came to Lakespra S. for medical examination (Hedex) and got Indoctrination and Aerofisiological Training routinely. The number of the samples collected were 171 aircrews consisted of 86 pilots and 85 non pilots. The result of the study were as follows - the mean of the DAT using red lens gloggles was 27 minutes 16 seconds is significantly shorter compare to not using red lens goggles of 30 minutes 13 seconds (p < 0,001). - age and smoking were proved to be the confounders to the DAT. - the mean of the DAT among aircrews with age < 30 years old is significantly shorter compare to the mean of DAT among aircrews with age ? 30 years old. - the mean of the DAT among smoking aircrews is significantly longer compare to not smoking. - the mean of the DAT among pilots is significantly shorter than among non pilot. - both the length of time as Indonesian military and as aircrew member-ships along with increasing the age are significantly longer to the mean of the DAT both with and without red lens goggles. The longer working, the older of aircrew the longer the DAT. - the mean of the DAT among those who wear sunglasses when they were in open area is significantly shorter than those who were not wear sunglasses.
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isdarmadi Ismail
Abstrak :
ABSTRAK
Ketinggian jelajah pesawat terbang harus dikendalikan tetap pada koridor rute yang ditentukan untuk memenuhi pengaturan lalu lintas udara di ruang udara.

Performansi gerak longitudinal N 250 produksi PT IPTN pada ketinggian jelajah dengan kecepatan 250 Knot bila dikenai masukan impulse pada elevatornya sangat osilatif dengan lewatan maksimal meneapai 2000 meter dan error ketinggian jelajah yang akan dapat menyebabkan ketinggian terbangnya keluar dari koridor rutenya.

Kendall otopilot N 250 untuk regulator ketinggian jelajah pesawat terbang dirancang dengan kriteria indek performansi kuadratik linier dengan umpan balik keadaan. Pemilihan regulator kuadratik liner ini dimaksudkan untuk memperoleh kendali elevator minimal, dengan menetapkan harga-harga gain umpan balik keadaan untaian tertutupnya secara simultan dan terjadwal pada setiap kondisi-kondisi terbang jelajahnya .

Dengan menggunakan observer keadaan dan memilih matrik pemberat keadaan kuadratik Q = diag([10 3750 10 3750 0 10 0]) dan matrik pemberat kuadratik kendali pR = [0.001] , didapatkan gain-gain umpan batik keadaan yang mampu mengendalikan ketinggian jelajah dengan lewatan maksimal tidak lebih dari 0,042 meter dengan faktor redanian minimal 0,7563 dan waktu penetapan kurang dari 1,0 detik, pada kondisi terbang dengan kecepatan 150 Knot sampai dengan 250 Knot dan dengan ketinggian jelajah dari 20.000 Ft sampai dengan 30.000 Ft.

Dengan memperhitungkan kemungkinan ketidak akuratan pemodelan sistem dan prakiraan terjadinya gangguan putih proses dan pengukuran yang bersifat stokastik, aplikasi Filter Kalman sebagai estimator keadaan pada rancangan regulator ketinggian jelajah kuadratik linier, menghasilkan performansi ketinggian jelajah N 250 tetap tangguh walaupun faktor redamannya turun menjadi 0,50 dengan lewatan maksimalnya 5,0 meter dan waktu penetapan 5 detik.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suksmahadji
Abstrak :
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta dengan luas kawasan keseluruhan kurang Iebih 1800 hektar, dan 3/4 dari keseluruhan luas kawasan bandar udara merupakan ruang terbuka. Lokasi bandar udara tersebut relatif berdekatan dengan Pulau Rambut dan Pulau Bokor, serta Hutan Lindung Angke dan Cagar Alam Muara Angke yang kesemuanya tersebut ditetapkan sebagai daerah konservasi kehidupan burung yang dilindungi serta dilestarkan. Burung-burung tersebut setiap hari secara rutin melakukan pergerakan migrasi harian untuk mencari makan ke Pulau Jawa pada pagi hari dan kemudian pada waktu sore harinya kembali lagi ke pulau-pulau tersebut. Kawasan di sekitar bandar udara merupakan kawasan jelajah burung-burnng yang sejenis dari konservasi untuk mencari makan di kawasan sekitar bandar udara. Pergerakan burung di sekitar bandar udara sangat membahayakan keselamatan penerbangan karena dapat mengakibatkan terjadinya tabrakan pesawat udara dengan burung (bird strike). Tesis ini meneliti konflik kawasan kehidupan burung di sekitar bandar udara dengan kawasan pergerakan pesawat udara. Hipotesis penelitian yang dikemukakan yaitu: 1. Semakin tinggi jumlah pergerakan pesawat udara, maka semakin tinggi resiko kecelakaan pesawat udara akibat tabrakan dengan burung. 2. Semakin tinggi populasi burung di kawasan sekitar bandar udara, maka semakin tinggi resiko kecelakaan pesawat udara akibat tabrakan dengan burung. Metode penelitian menggunakan deskripsi eksplanatori dan analisis data menggunakan uji statistik korelasi. Data penelitian merupakan data primer dan data sekunder, data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan yaitu populasi burung di kawasan sekitar bandar udara, dan data sekunder adalah data jumlah pergerakan pesawat udara dan jumlah kejadian tabrakan pesawat udara dengan burung diperoleh dari data produksi Divisi Pelayanan Lalu-lintas Udara dan Aerodrome Control. Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel yang diuji, masalah ini dapat dikemukakan yaitu: Jika penelitian dilakukan lebih lama terhadap populasi burung, maka koefisien korelasi antara populasi dan kejadian tabrakan pesawat udara dengan burung akan terlihat. Akan lebih terlihat jika yang diamati adalah populasi burung yang melakukan pergerakan ke arah jalur penerbangan. Dengan demekian kedepan penelitian harus diarahkan pada variabel ini. Peristiwa tabrakan pesawat udara dengan burung biasanya terjadi pada sore atau menjelang petang hari dan umumnya pada saat pesawat udara sedang melakukan pendekatan untuk mendarat. Peristiwa tersebut sering terjadi di landasan pacu nomor 2, arah 2500 sebelah kanan (Runway 25 Right), yaitu arah landasan pacu yang memiliki jumlah pergerakan pesawat udara terpadat. Tabrakan pesawat udara dengan burung tersebut terjadi dimungkinkan oleh pergerakan burung-burung saat kembali ke pulau Rambut pada sore atau menjelang petang hari dari kawasan Hutan Lindung Angke dan Muara Angke serta dari kawasan bandar udara. Saran: Pengelolaan lingkungan bandara dalam upaya mencegah burung di kawasan sekitar bandar udara, yaitu meniadakan kawasan yang disenangi burung melalui perbaikan infrastruktur kawasan terbuka bandar udara. Pengelolaan lingkungan di luar kawasan bandar udara seharusnya dilakukan Pemerintah Daerah dan masyarakat setempat untuk menciptakan atau melestarikan kawasan habitat yaitu kawasan yang disenangi burung yang lokasinya jauh dari kawasan bandar udara, seperti kawasan hutan mangrove di pesisir Kepulauan Seribu, Pantai utara Banten, Pantai utara Jakarta, Pantai utara Jawa Barat, sehingga burung dapat memperoleh makanan secara alami. Dengan demikian burung-burung tidak mencari makanan ke kawasan sekitar bandar udara sehingga keselamatan penerbangan dapat terjaga.
Soekarno-Hatta International Airport covers an overall area of approximately 1800 hectares, and three quarters of it is an open space. Its location is relatively close to the islands of Rambut and Bokor, and to Angke Protected Forest and Muara Angke Nature Reserve, both of which have been determined as areas for the conservation of protected and preserved bird species. These birds migrate daily to Java in the morning in search for food and return to the islands in the evening. Birds of a species similar to the one in the conservation travel for food across areas, which include the airport. Bird movement around the airport is extremely dangerous for flight safety due to possible bird strikes. This thesis studies conflicting bird habitats and airplane movement spaces. It proposes the following hypothesis: 1. The higher the flight frequency, the greater the risks of airplane crashes resulting from bird strikes. 2. The larger the bird population in areas surrounding the airport, the greater the risks of airplane crashes resulting from bird strikes. The research used an explanatory-descriptive method, and data were analyzed using statistical correlation assessment. Research data consisted of primary and secondary data; primary data were collected through direct in-field observations of bird population in the airport area, while secondary data were those produced by the airport's Air Traffic Service Division and Aerodrome Control. Conclusion: research results showed that there were no significant relations between studied variables. The following explains how: a). Longer period of bird population observations could have shown more clearly the coefficients of bird population and airplane crash frequency correlation. b). Research would come up with better results if observations were focused on the population of birds moving toward airstrips. Future researches should aim at this variable. Higher frequency of bird strikes was usually recorded in late afternoon or early evening while airplanes were approaching landing strips. Most frequent occurrence was at Runway 25 Right, which is the runway with the highest number of traffic. These possible bird strikes were due to birds returning to the island of Rambut in late afternoons or early evenings from Angke and Muara Angka protected forests and also from areas surrounding the airport. Recommendation: airport management should include measures to prevent bird from coming to the area by eliminating their favorite spots, and this would be possible through improvement of airport open space infrastructures. Zones outside the airport should be managed jointly by the Local authority and communities, the management of which should target preserving or establishing birds' habitats far away from the airport, such as the mangrove forest on the coast of Kepulauan Seribu as well as the coastlines of Northern Banten, Northern Jakarta and Northern West Java, to ensure that these birds are provided with their natural food. Such management will prevent them from searching for food in the areas surrounding the airport and guarantee safety of all flights.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover